Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, sehat
secara jasmani dan rohani. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari
kesehatan gigi keseluruhan. Banyak penelitian membuktikan bahwa prevalensi
penyakit yang terkait dengan personal hygiene (pemeliharaan kebersihan
perorangan) pada anak pra sekolah cukup tinggi, dimana salah satunya adalah
karies gigi.
Kesehatan gigi pada anak usia dini merupakan salah satu bagian penting
dalam meningkatkan status kesehatan secara keseluruhan karena gigi mempunyai
peranan penting dalam membantu fungsi bicara untuk berkomunikasi dan sebagai
penyangga struktur wajah. Tanpa adanya gigi geligi yang sehat akan menghambat
proses pengunyahan sehingga akan mempengaruhi sistem pencernaan yang pada
akhirnya akan berdampak pada kesehatan secara keseluruhan. Oleh sebab itu
menjaga kesehatan gigi menjadi suatu hal yang penting agar didapatkan kualitas
hidup yang baik pula.
Kerusakan gigi atau karies gigi adalah penyakit tunggal kronis yang paling
umum di seluruh dunia, 5 kali lebih umum daripada asma, 7 kali lebih umum
daripada demam, 4 kali lebih umum daripada obesitas pada anak, dan 20 kali lebih
umum daripada diabetes remaja. Menurut American Academy of Pediatric
Dentistry, saat ini bahaya publik internasional di negara berkembang dan maju
saat ini adalah penyakit menular dari mulut dan gigi yang dapat dimulai sejak gigi
tumbuh, biasanya sekitar 6 bulan, dan dapat berkembang dengan cepat yang
menyebabkan rasa sakit luar biasa dan ketidaknyamanan pada anak (Tungare,
2019).
Karies gigi, juga dikenal sebagai kerusakan gigi atau rongga, merupakan
infeksi yang berasal dari bakteri yang menyebabkan demineralisasi jaringan keras
(enamel, dentin dan sementum) dan perusakan materi organik gigi denan produksi
2

asam oleh hidrolisis dari akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan gigi
(Hongini, 2017).
Early Childhood Caries (ECC) atau Karies Anak Usia Dini didefinisikan
sebagai adanya satu atau lebih lesi yang membusuk (lesi yang tidak beravitasi atau
berlubang), hilang (karena karies) atau permukaan gigi yang terisi pada gigi
primer pada anak usia prasekolah antara kelahiran dan 71 bulan. Usia (Tungare,
2019).
Early Childhood Caries (ECC) adalah bentuk kerusakan gigi yang
disebabkan oleh anak-anak tidur dengan botol susu. Ini juga disebut pembusukan
botol bayi atau botol susu. Ini disebabkan ketika seorang anak tidur dengan botol
berisi susu atau jus atau apa pun kecuali air. Ini biasanya menyerang anak-anak
antara usia satu dan dua tahun. Bayi yang disusui yang tertidur saat menyusui juga
berisiko.
Prevalensi Early Childhood Caries (ECC) juga sangat bervariasi dengan
beberapa faktor seperti ras, budaya, dan etnis, status sosial ekonomi, gaya hidup,
pola makan, dan praktik kebersihan mulut dan juga sesuai dengan berbagai faktor
dari satu negara ke negara dan dari satu daerah ke daerah lainnya. Tinjauan
literatur menunjukkan bahwa dalam sebagian besar negara maju tingkat prevalensi
Early Childhood Caries (ECC) adalah antara 1 dan 12%. Di negara-negara
berkembang dan di antara kelompok-kelompok yang kurang beruntung di negara-
negara maju, prevalensinya telah dilaporkan setinggi 70% Early Childhood
Caries (ECC) telah ditemukan lebih umum pada kelompok sosial ekonomi
rendah. Prevalensi berkisar antara 11,4% di Swedia hingga 7-19,0% di Italia.
Prevalensi tinggi Early Childhood Caries (ECC) telah dilaporkan di beberapa
negara Timur Tengah, seperti Palestina (76%) dan Uni Emirat Arab (83%). Survei
nasional dari beberapa negara, seperti Yunani (36%), Brasil (45,8%), India
(51,9%), dan Israel (64,7%), menunjukkan prevalensi Early Childhood Caries
(ECC) yang tidak konsisten (Anil, et.al, 2017).
Data Riskesdas 2018 menujukkan bahwa hanya 2,8% masyarakat berusia
tiga tahun ke atas yang sudah memiliki perilaku menyikat gigi dua kali sehari,
yaitu pagi dan malam. Hal ini yang antara lain menyebabkan 90,2% anak
3

Indonesia berumur 5 tahun memiliki masalah gigi berlubang, dengan indeks


DMF-T atau jumlah rata-rata kerusakan gigi sebesar 8,1. Di kelompok usia
selanjutnya yaitu anak berusia 12 tahun, terlihat data yang agak membaik dimana
72% dari mereka mengalami masalah gigi berlubang dengan indeks DMF-T
sebesar 1,9 (Riskesdas, 2018).
Menurut data Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2007
mencapai 46,9% dan pada tahun 2013 sebanyak 61,5% diperkirakan jumlah
penderita karies yaitu 3.455.451 jiwa pada penduduk Sumatera Selatan.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Palembang
pada bulan April tahun 2013 didapatkan karies gigi pada anak usia sekolah 5-9
tahun sejumlah 705 anak, yaitu 287 anak laki-laki, 418 anak perempuan dan pada
anak usia sekolah 10-14 tahun sejumlah 878 anak, yaitu 418 anak laki-laki, 460
anak perempuan (Dinkes Sumsel, Palembang, 2013).
Hasil penelitian Kashket (2011) menunjukkan bahwa susu formula dari susu
sapi dalam botol sering diasumsikan salah menjadi agen penyebab utama
terjadinya Early Childhood Caries (ECC). Bukti eksperimental menunjukkan
bahwa susu sapi memiliki kariogenisitas yang dapat diabaikan, sebab susu sapi
pada dasarnya adalah nonkariogenik karena sifatnya yang memiliki kandungan
mineral dan tingkat laktosa yang rendah.
Studi pendahuluan yang dilakukan di TK ‘Aisyiyah 19 sebanyak 108
siswa, diketahui bahwa banyak anak yang mengalami Early Childhood Caries
(ECC). Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa wali murid
diketahui sebagian besar mereka memberikan susu formula melalui botol kepada
anaknya karena alasan mereka bekerja di siang hari. Berdasarkan hal tersebut
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Early Childhood Caries (ECC)
pada anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang Tahun
2020.

B. Rumusan Masalah
4

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah sebagai


berikut : “Adakah hubungan Pemberian Susu Formula dengan kejadian Early
Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami
Palembang Tahun 2020”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan Pemberian
Susu Formula dengan kejadian Early Childhood Caries (ECC) di Anak
Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian susu formula pada
Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi waktu pemberian susu
formula Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penambahan gula pada susu
formula yang diberikan pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19
Sukarami Palembang.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Early Childhood
Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami
Palembang
e. Untuk Menganalisis hubungan Pemberian Susu Formula dengan
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di
TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang.

D. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan Keperawatan Anak yang bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Pemberian Susu Formula dengan kejadian Early
Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19
5

Sukarami Palembang. Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada


minggu ketiga bulan April sampai dengan minggu ke 4 bulan Mei 2020
bertempat di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok A dan Kelompok B yang
berjumlah 108 orang, sedangkan sampel yang diambil sebanyak 60
responden dengan menggunakan teknik random sampling. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif melalui
pendekatan cross sectional.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
kejadian Early Childhood Caries (ECC) yang berkaitan dengan
Pemberian Susu Formula pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19
Sukarami Palembang. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai sumber informasi bagi orang tua maupun tenaga
pendidik untuk meningkatkan pengetahuan mengenai Early Childhood
Caries (ECC) dan pola pemberian susu formula yang baik untuk
mencegah terjadinya Early Childhood Caries (ECC).
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kejadian
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK
‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang, sehingga pihak sekolah dapat
memahami salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian Early
Childhood Caries (ECC) yang berkaitan dengan Pemberian Susu
Formula yang menjadi penyebab terjadinya Early Childhood Caries
(ECC).
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang sangat
luas mengenai hubungan Pemberian Susu Formula dengan kejadian
Early Childhood Caries (ECC) pada anak pra sekolah dan sebagai
6

sarana pembelajaran melakukan penelitian ilmiah. Penelitian ini dapat


menjadi bahan referensi untuk penelitian mendatang
7

F. Penelitian Terkait
N Judul/Penulis/ Metodologi Persamaan Perbedaan
Hasil
o Tahun Penelitian terkait Penelitian saat ini
1. Hubungan antara Penelitian ini Hasil penelitian - Menggunakan variabel - Penelitian ini - Penelitian ini
Penggunaan menggunakan menunjukan bahwa 66,7% yang sama yaitu dilakukan di Desa dilakukan di
Botol Susu pendekatan batita memiliki pola pemberian susu formula Candirejo Anak Pra
dalam penelitian cross penggunaan botol susu - Metode yang digunakan Sekolah di TK
Pemberian Susu sectional dalam pemberian dalam penelitian ini ialah ‘Aisyiyah 19
Formula dengan susu formula yang desain cross sectional Sukarami
Kejadian Karies buruk, sedangkan dengan pendekatan Palembang
Gigi pada Batita data karies gigi kuantitatif - Variabel dalam - Hanya
di Desa didapati 68,3% - Sampel sama-sama penelitian ini menggunakan
Candirejo batita menggunakan usia pra ditambahkan variabel
Kecamatan mengalami karies gigi. Uji sekolah penggunaan susu pemberian susu
Ungaran Barat Chi Square menunjukan botol formula.
Kabupaten nila p value (0,000).
Semarang /
Linda Shaliha
Afzagi/2015
2. Hubungan Jenis penelitian ini Ada hubungan antara cara - Menggunakan variabel - Penelitian ini - Penelitian ini
Pemberian Susu adalah analitik pemberian susu yang sama yaitu dilakukan di TK dilakukan di
8

N Judul/Penulis/ Metodologi Persamaan Perbedaan


Hasil
o Tahun Penelitian terkait Penelitian saat ini
Menggunakan yaitu untuk menggunakan botol dengan pemberian susu formula Hj.Cut Nyak Anak Pra
Botol dengan mengetahui rampan karies (p=0,000). - Metode yang digunakan Awan Aceh Besar Sekolah di TK
Rampan Karies hubungan cara Cara pemberian susu dalam penelitian ini ialah ‘Aisyiyah 19
Pada Murid TK pemberian kurang baik, ada rampan desain cross sectional Sukarami
Hj. Cut Nyak susu menggunakan karies pemberian susu baik dengan pendekatan Palembang
Awan Gampong botol dan frekuensi 95,4% , cara pemberian kuantitatif - Variabel dalam - Menggunakan
Lambaro Kec. menggunakan susu susu baik tidak - Sampel sama-sama penelitian ini variabel Early
Ingin Jaya Kab. botol dengan ada rampan karies 63,6%. menggunakan usia pra menggunakan Childhood
Aceh Besar /Elfi rampan karies ada hubungan signifikan sekolah variabel rampan Caries (ECC).
Zahara / 2018. dengan desain antara frekwensi pemberian karies
cross sectional susu menggunakan botol
dengan
rampan Karies (p=0,00)
frekwensi pemberian
sampai tertidur ada rampan
karies 89,0% frekwensi
pemberian
menjelang tidur tidak ada
rampan karies( 64,3%). .
9

N Judul/Penulis/ Metodologi Persamaan Perbedaan


Hasil
o Tahun Penelitian terkait Penelitian saat ini
3. Hubungan Hasil analisa univariat - Sama-sama - Penelitian ini - Penelitian ini
Pemberian Susu mayoritas pemberian susu menggunakan dilakukan di TK dilakukan di
Formula dengan formula yaitu sebanyak 64 variabel pemberian Dayyinah Kids Anak Pra
Karies Gigi Pada orang (56,1%) dan susu formula dan Pekan Baru Sekolah di TK
Anak Pra minoritas 50 orang (43,9%) kejadian Early ‘Aisyiyah 19
Sekolah di TK dan yang mengalami karies Childhood Caries Sukarami
Dayyinah Kids / gigi mayoritas sebanyak 60 (ECC) Palembang
Endah Purwani orang (52,6%) dan - metode yang
Sari/ 2017 minoritas 54 orang digunakan dalam
(47,4%). Hasil analisa penelitian ini ialah
bivariat mayoritas cross sectional
pemberian susu formula -
yaitu sebanyak 64 orang
(56,1%) dan yang
mengalami karies gigi
sebanyak 42 orang (36,8%)
dari hasil uji Chi square
diperoleh P value 0,003
dimana P value ≤ 0,05 Ho
10

N Judul/Penulis/ Metodologi Persamaan Perbedaan


Hasil
o Tahun Penelitian terkait Penelitian saat ini
ditolak artinya signifikan
atau adanya hubungan yang
bermakna.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Anak Pra Sekolah


1. Pengertian Anak Pra Sekolah
Rentang usia antara 4 sampai dengan 6 tahun merupakan tahapan yang
disebut sebagai usia prasekolah (Izzaty, 2017:)
2. Tahap Perkembangan Anak Pra Sekolah
Perkembangan adalah aspek progresif terhadap ligkungan yang
sifatnya kualitatif (Potter & Perry, 2012). Setiap manusia normal akan
mengalami tahap perkembangan sesuai dengan tahap usia mereka,
termasuk di dalamnya pada tahap usia prasekolah. Usia pasekolah adalah
usia diantara 3 sampai 6 tahun (Potter & Perry, 2012). Pada usia tersebut,
keluarga masih merupakan fokus dalam hidupnya, walaupun anak lain
menjadi lebih penting (Soetjiningsih & Ranu, 2015).
a. Perkembangan Fisik
Berdasarkan tahap perkembangan pada usia prasekolah (5
tahun) dikatakan anak seharusnya sudah memiliki kemandirian dalam
menggosok gigi. Namun, faktor stimulasi yang kurang dapat
menghambat kemandirian anak berkembang sesuai tahap
perembangannya. Oleh karenanya peran serta orang tua sangat
dibutukan.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 (33 provinsi), provinsi Banten
menduduki urutan keempat terendah dalam hal menggosok gigi
dengan benar. Keterampilan menggosok gigi berkaitan dengan
perkembangan motorik halus anak.
Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menulis dan
sebagainya (Departemen Kesehatan RI, 2005).
12

b. Perkembangan Kognitif
Pemikiran Prakonseptual (2-4 tahun), Pada periode ini persepsi
masih terbatas dimana penilaian terhadap sesuatu hanya mampu
dinilai dari luar mereka atau yang tampak terjadi (Piaget, 1952).
Artifisialisme, Pada periode ini sering timbul pertanyaan dari mereka;
siapa yang membangun gunung?. Animisme, kesalahan konsep yang
sering terjadi “pohon menangis pada saat dahan mereka patah”.
Kesalahan konsep ketiga adalah tipe memberi alasan penilaian alami
(Potter & Perry, 2005).
Kelompok usia pada tahap ini, ketakutan merupakan hal yang
paling besar muncul dan menjadi sesuatu yang membahayakan tubuh,
misalnya ketakutan anak pada petugas kesehatan. Ketakutan ini
sering bertentangan dengan kesediaan mereka untuk membiarkan
pemberian tindakan keperawatan. Perkembangan moral usia
prasekolah yaitu mereka mulai ada pemahaman akan kesadaran
terhadap penilaian secara sosial benar atau salah.
c. Perkembangan psikososal
Dunia prasekolah meluas di luar keluarga; yaitu anak sudah
banyak bergaul dengan lingkungan tetangga.

B. Anatomi Gigi

Gambar 2.1 Anatomi Gigi (Sumber : Tarigan, 2016)


13

Struktur gigi pada manusia terbagi dalam dua bagian yaitu bagian
mahkota dan bagian akar. Pada bagian mahkota merupakan bagian gigi yang
terlihat dalam mulut, sedangkan pada bagian akar merupakan bagian yang
tertanam di dalam tulang rahang (Tarigan, 2016).
Menurut Tarigan (2016), pada bagian gigi manusia terstruktur / tersusun
atas 4 (empat) jaringan yakni :
1. Mahkota
Merupakan bagian yang menonjol dari rahang.
2. Leher
Merupakan bagian yang terletak antara mahkota dengan bagian akar gigi.
3. Akar
Merupakan bagian yang tertanam di dalam rahang.
4. Email
Dikenal juga dengan istilah "Enamel", merupakan jaringan yang
berfungsi untuk melindungi tulang gigi dengan zat yang sangat keras
yang berada di bagian paling luar gigi manusia. Warna email gigi pun
sebenarnya tidak putih mutlak, kebanyakan lebih mengarah keabuabuan
dan semi translusen. Kecuali pada kondisi enamel yang abnormal
seringkali menghasilkan warna yang menyimpang dari warna normal
enamel dan cenderung mengarah ke warna yang lebih gelap.
5. Dentin/ Tulang
Dikenal juga dengan istilah "Dentin" yaitu tulang merupakan lapisan
yang berada pada lapisan setelah email yang dibentuk dari zat kapur.
Dentin juga merupakan bagian yang terluas dari struktur gigi, meliputi
seluruh panjang gigi mulai dari mahkota hingga akar. Dentin pada
mahkota gigi dentin dilapisi oleh enamel, sedangkan dentin pada akar
gigi dilapisi oleh semen.
6. Rongga Gigi
Rongga gigi adalah rongga yang di dalamnya terdapat pembuluh darah
kapiler dan serabut-serabut syaraf.
14

7. Semen
Dikenal juga dengan istilah "Sementum", merupakan bagian dari akar
gigi yang berdampingan dan berbatasan langsung dengan bagian tulang
rahang di mana gigi manusia tumbuh. Seperti halnya pada bagian email
yang melapisi dentin, semen juga melapisi dentin namun untuk dentin
pada bagian akar gigi.
8. Rongga Pulp
Pulp adalah rongga yang di dalamnya terdapat pembuluh darah kapiler
dan serabut-serabut saraf.

C. Konsep Early Childhood Caries (ECC)


1. Pengertian
Early Childhood Caries atau disebut sebagai karies gigi botol atau
nursing caries adalah karies dengan pola lesi yang unik pada bayi, balita
dan anak prasekolah yang disebabkan oleh pemberian susu botol, ASI
ataupun cairan yang mengandung gula termasuk karbohidrat dalam waktu
yang lama hingga anak tertidur bahkan kadang-kadang sepanjang malam
(Riyanti, 2015:12).
Karies gigi adalah kerusakan gigi atau rongga oleh bakteri yang
menyebabkan demineralisasi jaringan keras (enamel, dentin dan
sementum) dan perusakan materi organik gigi dengan produksi asam oleh
hidrolisis dari akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan gigi (Hongini,
2017:55).
Sebuah lokakarya, yang diselenggarakan oleh Institut Nasional
Indonesia Health (NIH) mengusulkan bahwa istilah Early Childhood
Caries (ECC) harus digunakan untuk menggambarkan keberadaan satu
atau lebih banyak gigi yang membusuk (lesi tidak beravasi atau
berlubang), hilang (karena karies), atau permukaan gigi yang penuh pada
gigi primer pada anak-anak hingga usia 71 bulan (Zafar, 2016).
Baby bottle syndrome, sekarang dikenal sebagai karies anak usia dini
(ECC), didefinisikan sebagai adanya 1 atau lebih gigi yang rusak atau gigi
15

yang hilang (akibat karies gigi) atau permukaan gigi yang penuh pada gigi
primer antara kelahiran dan usia 71 bulan (Tungare, 2019).
Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi
yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email
(permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian
dalam gigi. Jika tidak diobati oleh seorang dokter gigi, karies akan terus
tumbuh dan pada akhirnya menyebabkan gigi tinggal (Nirmala,2015).

Gambar 2.1 Tahap awal Early Childhood Caries (ECC)


(Sumber : Zafar, 2016)

2. Penyebab Early Childhood Caries (ECC)


Terjadinya karies berdasarkan oleh beberapa para penelitian
berdasarkan konsep teori Herijulianti (2014), merupakan suatu mata rantai
yang paling berinteraksi secara simultan antara ketiga faktor utama. Ketiga
faktor utama tersebut adalah host, agen dan lingkungan, dimana host
adalah gigi serta manusia, sedangkan agen adalah bakteri mulut dan diluar
mulut, misalnya kebiasaan menyikat gigi, membersihkan mulut dan
kebiasaan memeriksa gigi sebagai faktor tambahan yaitu waktu juga
mempengaruhi dalam proses terjadi karies.
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya
beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga
faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah,
agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu,
16

yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih


(Pintauli, 2010).

Gambar 2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Karies (Pintauli, 2010)

3. Etiologi
Bakteri (hadir dalam plak) yang disebut Streptococcus mutans (S.
mutans, atau strep mutans) dianggap sebagai penyebab utama kerusakan
gigi. Bakteri ini menggunakan gula makanan untuk menghasilkan asam -
asam ini secara langsung menyebabkan pembusukan. Strep mutans
tumbuh subur dalam kombinasi gula, jumlah air liur yang rendah dan
tingkat ph dalam air liur yang rendah. Sebagian dari populasi (sekitar
20%) diperkirakan telah meningkatkan kadar bakteri penghasil asam tinggi
ini, menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi untuk
mengembangkan kerusakan gigi. Setelah bayi mulai tumbuh gigi, ia bisa
mendapatkan bakteri ini melalui air liur untuk kontak air liur dari ibu (atau
pengasuh lainnya) kepada bayi, berbagi sendok & cangkir, ciuman basah
di mulut, mengunyah makanan untuk bayi, atau memasukkan dot bayi ke
dalam mulut.
Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang dimulai dengan
perubahan mikrobiologis dalam biofilm kompleks dan dipengaruhi oleh
aliran dan komposisi saliva, paparan fluoride, konsumsi gula makanan,
dan dengan pencegahan perilaku. Penyakit ini awalnya bersifat reversibel
17

dan bisa jadi terhenti pada tahap apa pun, bahkan ketika beberapa kavitasi
terjadi, asalkan cukup biofilm yang bisa dihilangkan.
ECC adalah bentuk agresif karies gigi yang dimulai pada permukaan
gigi yang biasanya tidak terpengaruh oleh kerusakan, seperti permukaan
labial gigi seri rahang atas, berbeda dengan karies gigi yang biasanya
melibatkan retensi plak area. Dengan demikian diperkirakan ada risiko
tersendiri faktor yang terlibat dalam perkembangan ECC. ECC secara
historis dikaitkan dengan tidak pantas dan penggunaan botol yang lama
atau menyusui. Penggunaan botol, terutama pada waktu tidur, diyakini
terkait dengan peningkatan risiko karies, tetapi ini mungkin bukan satu-
satunya faktor dalam perkembangan karies pada anak usia dini.
Carious lesi dihasilkan dari interaksi kariogenik mikroorganisme,
karbohidrat yang dapat difermentasi, dan permukaan gigi yang rentan.
Mengingat waktu yang tepat, ini faktor-faktor menginduksi lesi karies
yang baru jadi faktor-faktor risiko juga ditemukan bervariasi dari populasi
ke populasi.
4. Klasifikasi Early Childhood Caries (ECC)
Menurut Zafar (2016) klasifikasi Early Childhood Caries (ECC) yaitu:
a. ECC tipe I (ringan hingga sedang)
Adanya lesi karies terisolasi yang melibatkan molar dan / atau gigi
seri. Penyebabnya biasanya kombinasi makanan semi-padat atau padat
kariogenik dan kurangnya kebersihan mulut. Jumlah gigi yang terkena
biasanya meningkat seiring dengan tantangan kariogenik masih ada.
Jenis ECC ini biasanya ditemukan pada anak-anak yang berusia 2
hingga 5 tahun.
b. Tipe II (sedang hingga berat) ECC
Lesi karies labiolingual yang mempengaruhi gigi seri maksila, dengan
atau tanpa karies molar tergantung pada usia anak dan stadium
penyakit, dan mandibula yang tidak terpengaruh gigi seri.
Penyebabnya terkait dengan penggunaan yang tidak tepat dari botol
susu, saat menyusui atau kombinasi dari keduanya, dengan atau tanpa
18

kebersihan mulut yang buruk. Kebersihan mulut yang buruk


kemungkinan besar senyawa tantangan kariogenik. Ini tipe ECC dapat
ditemukan segera setelah gigi pertama muncul. Jika tidak
dikendalikan, ia dapat berlanjut menjadi ECC tipe III.
c. Tipe III (parah) ECC
Lesi karies yang mempengaruhi hampir semua gigi termasuk gigi seri
bawah. Kondisi ini ditemukan antara usia 3 hingga 5 tahun tahun.
Kondisi ini merajalela dan umumnya melibatkan permukaan gigi yang
tidak terpengaruh oleh karies, misalnya; gigi seri rahang bawah.
5. Faktor Resiko Terjadinya Early Childhood Caries (ECC)
Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya rampan karies atau
Early Childhood Caries (ECC), tetapi faktor utama ialah sering
mengkonsumsi makanan dan minuman kariogenik dengan kandungan
sukrosa yang sangat tinggi. Penyebab karies gigi dipengaruhi oleh faktor
gigi, mikroorganisme (bakteri), substrat dan waktu. Orang tua yang
mengetahui cara pencegahan karies dapat melakukan dengan memberikan
air minum setelah mengkonsumsi susu formula, menggosok gigi dengan
teratur untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dapat mengurangi resiko
terjadinya karies gigi ( Mariati, N.W. 2015).
Di bawah ini akan diterangkan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi terjadinya karies gigi pada manusia menurut Tarigan
(2013) :
a. Penularan Langsung
Penularan mikroba secara vertikal adalah rute penyebaran penting
dari ibu ke anak, mungkin melalui air liur yang terinfeksi, berbagi
makanan dan peralatan dengan anak atau melalui kebersihan mulut
yang buruk atau lesi karies terbuka. Infeksi tetesan melalui kebiasaan
yang tidak bersih pada ibu seperti mengunyah tembakau atau sirih juga
dapat menyebarkan infeksi. Juga telah diamati bahwa bayi yang
dilahirkan melalui operasi caesar memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk mengalami karies daripada bayi yang dilahirkan melalui
19

vagina karena lingkungan aseptik dan lingkungan mikroba yang


atipikal meningkatkan kemungkinan kolonisasi Streptococcus mutans
oportunistik oportunistik. Penularan horizontal antara saudara kandung
dan pengasuh adalah faktor penyebab.
b. Ras
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan.
Namun, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan
dengan presentase karies yang semakin meningkat atau menurun.
Misalnya, pada ras tertentu dengan rahang yang sempit sehingga gigi-
geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Dengan keadaan gigi
yang tidak teratur ini akan mempersukar pembersihan gigi, dan ini
akan mempertingi presentase karies pada ras tersebut (Tarigan, 2013).
d. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun
akan bertambah. Hal ini jelas, karena faktor risiko terjadinya karies
kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar di banding yang
kurang kuat pengaruhnya (Tarigan, 2013).
e. Faktor Mikroorganisme
ECC adalah penyakit menular kronis yang paling umum pada
masa kanak-kanak, Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus
adalah bakteri kariogenik utama yang terlibat. Lactobacilli juga
memainkan peran penting dalam perkembangan karies, tetapi tidak
dalam inisiasinya. Mekanisme kerjanya adalah fermentasi karbohidrat
seperti sukrosa, glukosa fruktosa dan laktosa oleh bakteri yang melekat
pada email gigi yang menghasilkan asam laktat. Asam ini menurunkan
pH intraoral dan menyebabkan demineralisasi email gigi.
Demineralisasi yang berkepanjangan pada akhirnya menyebabkan
korosi pada gigi dan kavitasi. [Telah dibuktikan bahwa ada risiko yang
lebih besar untuk memperoleh ECC dengan infektivitas sebelumnya
dengan Streptococcus mutans, bahkan sebelum erupsi gigi pertama.
Periode ini disebut jendela infektivitas dimana infeksi yang disebabkan
20

oleh Streptococcus mutans dapat dengan mudah diperoleh


menyebabkan karies. Jika perlindungan ditawarkan pada periode
penting ini, risiko karies berkembang jauh lebih rendah. Ini dapat
dijelaskan dengan kolonisasi rongga mulut oleh bakteri yang kurang
patogen selama masa ini (Turange, 2019) .
f. Makanan
Pola makan dan pemberian makan yang tidak benar dapat
memicu terjadinya ECC. Prinsip dasar dalam penyebab ECC adalah
ketersediaan berulang substrat yang dapat difermentasi yang
menurunkan pH intraoral untuk periode yang lama, sehingga
mendorong pembentukan karies. Menyusui nokturnal setelah usia 12
bulan harus dihentikan karena menyebabkan penurunan aliran saliva
dan tingkat laktosa yang lebih tinggi, yang merupakan predisposisi
demineralisasi dan karies. Bayi yang tidur dengan botol susu atau susu
formula atau jus dapat mengembangkan karies lebih cepat karena
kolonisasi Streptococcus mutans awal, dan pembentukan jumlah
Streptococcus mutans yang tinggi.
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh
ini dapat dibagi menjadi 2 (Tarigan, 2013):
1) Isi dari makanan yang menghasilkan energi.misalnya karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, serta mineral-mineral. Unurs-unsur
tersebut berpengaruh pada masa pra-erupsi serta pasca-erupsi dari
gigi-geligi.
2) Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan.
Makann yang bersifat membersihkan gigi. Jadi, makanan
merupakan penggosok gigi alami, tentu saja akan mengurangi
kerusakan gigi. Makanan yang bersifat membersihkan ini adalah
apel, jambu air, bengkuang dan lain sebagainya. Sebaliknya
makanan-makanan yang lunak dan melekat pada gigi seperti
bonbon, coklat, biskuit dan lain sebagainya.
21

3) Konsumsi Gula: Bakteri penghasil asam memfermentasi molekul


gula oleh asam laktat penghasil saliva yang menyebabkan
demineralisasi gigi dan karies. Durasi kerja asam pada email gigi
menentukan tingkat kerusakan yang disebabkan yang sebanding
dengan kerusakan jumlah gula yang disimpan pada email gigi. Ini
termasuk cokelat, permen, es krim, dan sisa makanan lengket
lainnya yang menempel di permukaan gigi dan celah untuk jangka
waktu lama.
g. Pemberian Susu Formula
Pemberian susu formula, khususnya pemberian makan malam
atau, khususnya, ketika anak-anak diizinkan untuk tidur dengan botol
di dalamnya mulut, telah dianggap kariogenik. Anak-anak yang diberi
susu formula melalui botol memiliki risiko lima kali lebih besar untuk
mengalami ECC dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI.
Formula berbahan dasar susu untuk menyusui bayi, bahkan mereka
yang tidak memiliki sukrosa formulasi, juga terbukti kariogenik dalam
beberapa penelitian.
Namun, pemberian susu botol berkepanjangan di malam hari
bukanlah yang terbaik satu-satunya penyebab ECC. Penggunaan botol
bayi pada malam hari dikaitkan dengan berkurangnya aliran saliva,
sehingga mengurangi saliva kapasitas netralisasi, yang akan
menyebabkan stagnasi makanan di gigi dan kontak terlalu lama dengan
fermentasi karbohidrat. Gigi seri yang lebih rendah dekat dengan gigi
utama kelenjar ludah dan dilindungi dari isi cairan oleh puting botol
dan lidah.
Jus buah dan minuman bersoda juga telah terlibat pada anak-
anak yang didiagnosis dengan ECC. Jus buah secara alami
mengandung gula (fruktosa) dan secara intrinsik bersifat asam.
Minuman berkarbonasi mungkin memiliki zat pemanis gula (sering
fruktosa) dan pH asam. Jus buah dan minuman berkarbonasi
22

menyebabkan penurunan yang signifikan pada pH plak dengan


demikian memulai proses.
6. Pengukuran Indeks Early Childhood Caries (ECC)
Indeks DMF, yang mencatat jumlah gigi tetap yang rusak (decayed),
hilang (missing) dan ditambal (filled) (DMF-T) atau pada permukaan gigi
yaitu DMF-S, pertama kali diperkenalkan oleh Klein dan Palmer dan
sampai saat ini masih dipakai secara luas di seluruh dunia. Untuk gigi
sulung karena kesulitan dalam membedakan apakah gigi dicabut karena
karies atau karena tanggal alami, khususnya pada anak usia lebih dari 5
tahun, digunakan def-t dan df (decayed, filled) (Pine and Harris, 2007).
Indeks Karies atau indeks DMF-T yang dikeluarkan oleh WHO
bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau dalam
suatu populasi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMF-T (decayed missing
filling teeth) yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan
def-t (decayed extracted filled tooth) yang digunakan untuk gigi susu pada
anak-anak (Pintauli, 2010).
a. Indeks DMF-T (untuk gigi permanen)
1) D = Decay :
a) Jumlah gigi tetap yang karies yang masih dapat ditambal
b) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan
2) M = Missing :
a) Jumlah gigi tetap yang hilang karena karies
b) Gigi karies dengan indikasi pencabutan
3) F = Filling :
Jumlah gigi yang ditambal dan masih baik
Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita
seseorang. DMF-T maksudnya karies dihitung per gigi artinya gigi yang
memiliki karies lebih dari satu (misal, karies pada gigi molar 1
permanen terdapat karies di oklusal dan bukal, maka karies tetap
dihitung “satu”).
b. Indeks def-t (untuk gigi susu)
23

1) d = decay :
a) Jumlah gigi susu yang karies yang masih dapat ditambal
b) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan
2) e = extracted :
a) Jumlah gigi susu yang dicabut karena karies
b) Gigi karies dengan indikasi pencabutan

3) f = filling :
Jumlah gigi yang ditambal
Menurut Herijulianti, (2012) extracted seharusnya dapat
menunjukkan jumlah gigi yang dicabut karena karies. Pada gigi susu
kadang-kadang gigi yang tidak ada disebabkan lepas dengan
sendirinya, karena faktor fisiologis, bukan karena karies.
c. Status Penilaian Indeks Karies
Berikut ini adalah status penilaian indeks karies gigi dengan DMF-T
maupun def-t:

Gambar 2.3 Status penilaian DMF-T dan def-t


Sumber : Pintauli, Sondang dan Taizo, (2010)
Klasifikasi tingkat keparahan karies gigi dikategorikan menjadi lima
kategori, yaitu :
24

1) Tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai DMF-T sebesar 0,0 –


1,0.
2) Tingkat keparahan rendah dengan nilai DMF-T sebesar 1,2 – 2,6.
3) Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T sebesar 2,7 – 4,4.
4) Tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMF-T sebesar 4,5 – 6,5.
5) Tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T sebesar > 6,6.

D. Konsep Susu Formula


1. Pengertian
Susu yang diproduksi oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang
diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk.
Komposisi Susu Formula
Menurut Susilorini dan Sawitri (2017), komposisi yang dikandung dalam
susu formula diantaranya adalah :
a. Lemak Susu
Lemak susu mengandung sumber utama lipid yang berfungsi dalam
pembentukan tubuh bayi pada saat hari pertama kelahirannya.
b. Protein Susu
Komponen utama dalam protein susu adalah kasein yang terdiri dari
asam amino yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
c. Laktosa
Merupakan karbohidrat atau gula susu yang hanya dibentuk dalam
tubuh mamalia. Kandungan laktosa dalam sapi dan kambing hanyak
dibawah 5% dari kebutuhan tubuh. Laktosa ini muda larut dengan
tingka kemanisan antara ½ sampai 1/6 kali glukosa, dimana apabila
susu dipanaskan maka akan membentuk laktulosa yang mudah larut
dan mempunyai rasa yang agak manis.
d. Vitamin
25

Merupakan zat organik yang dibutuhkan tubuh untuk proses


kehidupan. Kandungan vitamin dalam susu formula beragam
diantaranya yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) maupun yang
larut dalam air (B1, B2, B6 dan B12).
e. Mineral
Kandungan mineral dalam susu formula diantaranya adalah kalsium
dan fosfor. Mineral ini berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
gigi dan tulang serta perkembangan otak pada bayi.

2. Lama Pemberian Susu Formula


Bakteri dan substrat membutuhkan waktu yang lama dalam proses
demineralisasi dan progresi karies. Meminum susu dengan menggunakan
botol dan ASI ketika tidur sangat tidak baik, karena cairannya akan
menggenangi seluruh rongga mulut (gigi) bayi dalam waktu beberapa
waktu. Genangan susu atau larutan manis lainnya akan menyebabkan
terjadinya fermentasi yang berasal dari gula yang terkandung alam larutan
tersebut dan akan membantu terjadinya karies. Waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkiran 6-48 bulan (Sundoro, 2013).
3. Mekanisme terjadinya Karies akibat Konsumsi Susu Formula
Susu formula banyak mengandung sukrose dan glukosa yang merupakan
penyebab terjadinya karies. Sukrosa dan glukosa tersebut akan menempel
pada gigi dan jika tidak segera dibersihkan akan mengalami fermentasi
oleh mikroorganisme rongga mulut yaitu lactobacillus dan streptococcus
mutans yang melakukan proses glikolisis yaitu mengubah glukosa menjadi
asam. Asam inilah yang nantinya akan melarutkan email gigi sehingga
terjadi proses demineralisasi email gigi dan diawali dengan lesi white spot
pada gigi dan keruakan itu akan berlanjut ke dentin dan proses karies pun
dimulai (Handayani, dan Fajriani, 2008).
26

E. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diketahui bahwa faktor risiko terjadinya Early Childhood Caries (ECC) pada
remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu tingkat
pengetahuan, status Gizi, konsumsi Makanan, pola menstruasi dan riwayat
Penyakit. Maka kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu konsep yang dapat di jelaskan dan
membentuk suatu teori yang berkaitan dengan variabel yang membantu
peneliti menghubungkan antara variabel yang diteliti dengan teori
(Nursalam, 2016). Sehingga setiap konsep harus di jelaskan ke dalam
variabel agar setiap konsep dapat diamati dan diukur (Notoadmojo, 2010).
Dalam penelitian ini berdasarkan kerangka teori yang ada, faktor risiko
terjadinya Early Childhood Caries (ECC) pada anak pra sekolah diantaranya
adalah pemberian susu formula yang meliputi frekuensi, waktu minum dan
komposisi penambahan gula. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
27

Variabel Independen Variabel


Dependen

Frekuensi Pemberian Susu


Formula

Waktu minum Susu Early Childhood


Formula Caries (ECC) pada
anak pra sekolah

Komposisi penambahan
gula pada susu formula

B. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Definisi
N Cara Alat Skala
Variabel Operasiona Hasil Ukur
o Ukur Ukur Ukur
l
1. Frekuensi Perilaku Checklist Kuesione 1. Buruk, Nomina
Pemberian pemberian r apabila l
Susu susu diberika
Formula formula n≥3
pada anak kali
pra sekolah sehari
(Lombo, 2. Baik
2015) apabla
diberika
n<3
kali
sehari
2. Waktu Lama Checklist Kuesione 1. Beresiko Nomina
28

Definisi
N Cara Alat Skala
Variabel Operasiona Hasil Ukur
o Ukur Ukur Ukur
l
pemberian pemberian r apabila l
susu susu diberika
formula formula n≥6
bulan
2. Beresiko
apabila
diberika
n<6
bulan

3. Penambaha Perilaku Angket Kuesione 1. Beresiko Nomina


n Gula orang tua r apabila l
dalam diberika
memberikan n gula
tambahan 2. Tidak
gula pada beresiko
susu apabila
formula tidak
diberika
n gula
4. Kejadian suatu proses Melalui Kaca mulut 1. Ada karies Nomina
Early patologis observasi dan Sonde 2. l
berupa dan Tida
Childhood
k
Caries kerusakan pemeriksaa
ada
(ECC) yang terjadi n langsung karie
pada terhadap s
jaringan objek
keras gigi; peneliti
yaitu email, pada saat
dentin dan penelitian
sementum dilakukan.
dan
merupakan
pula
penyakit
kronis yang
pada
umumnya
diderita oleh
anak usia
29

Definisi
N Cara Alat Skala
Variabel Operasiona Hasil Ukur
o Ukur Ukur Ukur
l
prasekolah
sehingga
memerlukan
perhatian
khusus.

C. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara (Riyanto, 2011). Adapun
hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
1. Ha : Ada hubungan Frekuensi Pemberian Susu Formula dengan kejadian
Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah
19 Sukarami Palembang
H0 : Tidak ada hubungan Frekuensi Pemberian Susu Formula dengan
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK
‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang
2. Ha : Ada hubungan Waktu Pemberian Susu Formula dengan kejadian
Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah
19 Sukarami Palembang
H0 : Tidak ada hubungan waktu Pemberian Susu Formula dengan
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK
‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang
3. Ha : Ada hubungan Penambahan gula pada Susu Formula dengan
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK
‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang
H0 : Tidak ada hubungan Penambahan gula pada Susu Formula dengan
kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Pra Sekolah di TK
‘Aisyiyah 19 Sukarami Palembang
30

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dan menggunakan
rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian deskriftif koleratif untuk
mendeskripsikan hubungan Pemberian Susu Formula dengan kejadian Early
Chilhood Caries (ECC). Penelitian cross-sectional adalah jenis penelitian
yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek misalnya manusia, pasien yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan. Populasi juga dapat diartikan sebagai Populasi
31

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok A
dan kelompok B TK ‘Aisyiyah 19 Palembang Tahun Pelajaran 2019/2020
yang berjumlah 109 siswa.
2. Sampel
1. Jumlah Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan menurut Arikunto (2016)
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Untuk metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian
ini adalah menggunakan teknik Purposive sampling yaitu peneliti
mengambil sampel dari populasi yang sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan peneliti (Nursalam, 2013). Dari masing-masing kelompok
diambil sampel dari populasi kelompok. Dalam mengambil
sampel kelompok dari populasi kelompok digunakan rumus solvin
dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.
N
n= 2
1+ N ( d )
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = tingkat kesalahan 10% (0,1)
sampel dalam penelitian ini yaitu :
109
n= 2
1+ 109 ( 0,1 )
109
n= =52,15 52
2,09
Jumlah sampel dalam penelitian ini 52 respoden
2. Teknik sampling
32

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel, diketahui bahwa jumlah


sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu sebanyak 52 orang
siswa, maka peneliti mengambil teknik sampel simple random
sampling.
3. Kriteria sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini terbagi mendi dua yaitu inklusi
dan eksklusi.
a. Kriteri inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangku yang akan diteliti.
a. Anak usia Prasekolah KB maupun TK
b. Usia 3-5 tahun
c. Dapat berkomunikasi dan diajak bekerja sama
d. Mendapat persetujuan dari orang tua anak
e. Anak pra skolah yang mengalami Early Childhood Caries maupun
yang tidak.
f. Orang tua maupun orang yang terdekat anak yang mengetahui
perilaku sehari-hari anak.
b. Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek
yang memenuhi kriteria inkulsi dari studi karena berbagai sebab.
Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini
1) Siswa yang sakit atau izin pada saat penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
kuesioner. Menurut Sugiyono (2012) angket atau kuisioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
menjawabnya. Kuisioner atau angket merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien bila peneliti mengerti dengan pasti variabel yang
akan diukur dan mengerti apa yang bias diharapkan dari
reponden.Teknik pengambilan data dengan angket dalam penelitian ini
33

ditujukan untuk memperoleh data langsung, mengenai pemberian susu


formula dan kejadian Early Childhood Caries yang dialami oleh anak pra
sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Palembang. Selain itu peneliti juga
menggunakan checklist untuk pengukuran Tingkat Early Childhood Caries
(ECC).

D. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner mengenai pemberian susu formula dan pengukuran Early
Childhood Caries (ECC) menggunakan lembar observasi DEFT-T sebagai
sumber pengumpulan data primer. Selain itu juga peneliti mengambil data
dan dokumentasi dari bagian Tata Usaha (TU) TK ‘Aisyiyah 19 Palembang
untuk pengumpulan data sekunder. Adapun instrumen penelitian yang
peneliti gunakan yaitu sebagia berikut:
1. Lembar pengumpulan data
Lembar pengumpulan data sekunder pada penelitian ini adalah
mendapatkan informasi dari bagian Tata Usaha (TU) mengenai jumlah
siswa TK ‘Aisyiyah 19 Palembang khususnya di tahun pelajaran 2019 /
2020.
2. Lembar kuesioner untuk Pemberian Susu Formula
Lembar kuesioner pemberian susu formula pada anak pra sekolah terdiri
dari frekuensi, waktu dan penambahan gula pada susu formula, dimana
kuesioner tersebut akan disebarkan kepada orang tua/ wali siswa yang
mengetahui perilaku sehari-hari anaknya.

3. Observasi kejadian Early Childhood Caries (ECC)


Alat dan Bahan Pemeriksaan
a. Alat diagnostik
1. Kaca mulut
2. Sonde
34

3. Ekskavator
4. Pinset
b. Bengkok untuk meletakkan alat diagnostik.
c. Alkohol 70 % sebagai desinfektan.
d. Kapas untuk mengoleskan alkohol.
e. Sarung tangan dan masker sebagai alat pelindung dari infeksi (kontrol
infeksi).
4. Cara Pengumpulan Data
a. Mengurus perizinan untuk melakukan sebuah penelitian.
b. Memberi pengarahan kepada anak pra sekolah untuk diperiksa
keadaan rongga mulut kemudian diukur def (t).
c. Pengisian informed consent oleh orang tua atau wali.
d. Mengukur indeks def (t) pada anak TK.
e. Membagikan kuisioner kepada orang tua atau wali dan
diinstruksikan untuk mengisi poin-poin yangtersedia secara
lengkap dan jujur.
f. Mengumpulkan kuisioner untuk kemudian diolah berdasarkan data
yang ada.
5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas ini diadakan di TK ‘Aisyiyah 19 pada
Bulan Januari dengan menggunakan 30 responden, dinyatakan valid dan
reliabel. Juliandi dkk. (2014) menyatakan bahwa uji validitas dan
reliabilitas dapat menggunakan analisis Korelasi Pearson. Kriteria
menarik kesimpulan untuk menentukan valid tidaknya suatu instrument
adalah dengan melihat probabilitas kesalahan dari korelasi (disimbolkan
dengan Sig). Nilai kesalahan (Sig) tersebut dibandingkan dengan
probabilitas kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti yang disimbolkan
dengan alpha (α). Umumnya penelitian sosial nilai α yang dipilih adalah
0,05. Jika nilai Sig < 0,05 maka suatu instrument yang diuji korelasinya
adalah valid.
35

Uji reliabilitas dengan menggunakan contoh skor-skor dalam


pengujian manual dan pengambilan item hanya diambil dari item
pertanyaan yang valid. Nilai analisis koefisien reliabilitas (Cronbach’s
Alpha) yang lebih besar dari 0,6 dikatakan sebagai item pertanyaan yang
reliabel (Juliandi dkk., 2014).
E. Pengolahan dan Analisis Data
Adapun proses pengolahan data dalam penelitian ini yaitu :
1. Editing (pengeditan data) sa kembali kelengkapan jawaban dari
kuesioner yang diberikan. Hasil editing didapatkan semua data terisi
lengkap dan benar, tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan
yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan
dalam pengolahan “data missing” (Notoadmodjo, 2010). Editing
merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan pengisiian, kesalahan,
konsistensi, dan relevansi dari setiap jawaban yang diberikan oleh
responden dalam wawancara. Editing dilakukan pada setiap daftar
pertanyaan yang sudah diisi.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng”kodean”. Peneliti mengumpulkan data dan memberikan “coding”,
yakni mengubah data dalam bentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan (Notoadmodjo, 2012).
Adapun pengkodingan dalam penelitian ini yaitu untuk variabel kejadian
Early Childhood Caries (ECC) diberikan pengkodingan yaitu; 1=
Terdapat Early Childhood Caries (ECC) , 2 = Tidak terdapat Early
Childhood Caries (ECC).
3. Memasukkan data (Data Entry) atau Processing
Kegiatan entering yaitu memasukkan data hasil penelitian ke
dalam tabel distribusi frekuensi (Notoadmodjo, 2012). Dalam penelitian
ini menggunakan program statistik komputer.
4. Cleaning data (pembersihan data)
36

Pada tahap ini data yang ada ditandai dan diperiksa kembali untuk
mengoreksi kemungkinan suatu kesalahan yang ada (Hidayat, 2008).

F. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan dengan menganalisa variabel-
variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi
frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik responden,
frekuensi pemberian susu formula, waktu pemberian susu formula,
penambahan gula dan kejadian Early Childhood Caries (ECC) pada anak
pra sekolah di TK ‘Aisyiyah 19 Palembang.

2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya
hubungan antara masing-masing variabel bebas yaitu tingkat
Pemberian Susu Formula dengan variabel terikat yaitu kejadian Early
Childhood Caries (ECC) pada anak Pra Sekolah di TK ‘Aisyiyah 19
Palembang dengan menggunakan uji Chi Square.
Cara untuk memutuskan apakah ada hubungan yang
bermakna significant) antara variabel bebas dan variabel terikat, maka
enggunakan p value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan (Alpha)
yaitu sebesar 5% atau 0,05. Apabila p value < 0,05 maka Ho ditolak,
yang berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen
dan variabel independen, apabila p value > 0,05 maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel
dependen dan independen.

G. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar Persetujuan Responden ( Inform concent )
37

Lembar persetujuan diberikan kepada responden setelah peneliti


menjelaskan maksud dan tujuan riset yang akan dilakukan serta
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
Calon responden yang tidak bersedia diteliti, maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
3. Anonimity (tanpa nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data. Peneliti cukup dengan memberi nomor kode
pada masing-masing lembar yang diberikan pada responden.
4. Confidential (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi subyek penelitian dijamin oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu berdasarkan hasil dari distribusi
frekuensi dan statistik deskriptif yang akan disajikan atau dilaporkan
sebagai hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai