Anda di halaman 1dari 5

NAMA : DIO ALIF ULAMA

NIM : 05101281823067
KELAS : PRAKTIKUM PENGELOLAAN LAHAN RAWA B

1. Pintu klep adalah salah satu pintu air yang pengoperasiannya dilakukan secara otomatis
dengan membuka dan menutupnya pintu pada setiap perubahan muka air baik
diudik/hulu maupun dihilir. Fungsi dan Manfaat Pintu Klep :
 Menahan intrusi salinitas
 Mampu bekerja pada tinggi muka air (head) yang rendah.
 Menunjang system tata air satu arah.
 Pembuatan dan control mutu (pabrikasi, pemasangan, operasional, dan
pemeliharaan yang praktis/efisien.
Prinsip kerja dari pintu klep tersebut pada dasarnya pada perioda AB dapat membuka dan
menutup secara otomatis karena MA di udik/hulu pintu lebih tinggi dari muka air di hilir
pintu, tetapi hal ini tidak akan terjadi tepat pada titik A, disebabkan adanya gesekan pada
pintu dan besarnya komponen berat sendiri dari pintu. Pintu klep akan menutup secara
otomatis pada titik B , pada saat air di hilir pintu lebih tinggi dari muka air di udik pintu.
Pengoperasian pintu ini dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan tinggi tekan
yang ada. Beda tekan yang ada dibagian hulu dan hilir pintu atau menggerakkan pintu,
sehingga terjadi aliran air melalui pintu. Apabila tinggi muka air di muara lebih tinggi,
sehingga tinggi tekan di hilir pintu akan menyebabkan pintu akan tertutup sehingga air
dibagian hilir tidak akan mengalir. Demikian pula sebaliknya, apabila tinggi MA di
bagian hulu pintu lebih tinggi, sehingga tinggi tekan di bagian hulu pintu akan lebih
tinggi daripada dibagian hilir pintu yang meyebabkan pintu akan terbuka dan air dari
bagian hulu pintu akan mengalir keluar. pada umumnya fiber resin mempunyai sifat
abrasi yang tidak tinggi dan tidak tahan terhadap pengaruh sinar ultra violet, bahan pintu
terbuat dari fiberglass sangat ringan dan tahan terhadap korosi, sehingga dapat
meningkatkan umur ekonomis dari pintu tersebut. Pintu dengan bahan dari fiber glass ini
pemasangannya sesuai ditempatkan di daerah yang tidak mengandung angkutan sediment
yang keras yaitu di daerah pertanian rawa pasang surut dengan kondisi tanah yang
lemebek dan lingkungan yang masam, serta mudah didalam pemasangan serta
pengoperasian dan pemeliharaannya.
2. Pintu sorong ini termasuk dalam pintu pembilas bawah, yang mempunyai beberapa
keunggulan antara lain tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat, struktur kuat
dan sederhana, serta sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.
Selain beberapa keunggulan tersebut, ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaan operasi
jaringan irigasi, yaitu kebanyakan benda– benda hanyut dapat tersangkut di pintu, dan
yang paling utama kehilangan energi di hilir cukup besar, hal ini cukup berpengaruh
besar dalam pemberian air irigasi. Pintu skot balok yang termasuk pintu dengan aliran
atas, yang kehilangan energinya cukup kecil juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya pemasangan dan pemindahan balok memerlukan banyak waktu serta ada
kemungkinan dicuri orang atau dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang.
3. Pintu air leher angsa bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi energi hulu lebih
kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat
ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka bangunan ini bisa
mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap serupa.
4. Proses utama yang terjadi bila tanah sulfat masam teroksidasi adalah oksidasi pirit.
Reklamasi lahan rawa melalui pembuatan saluran drainase mengakibatkan perubahan
kimia di dalam tanah sulfat masam. Pirit yang semula tidak berbahaya pada kondisi
tergenang, secara perlahan berubah menjadi unsur beracun dan merupakan sumber
kemasaman tanah bila kondisi tanah berubah menjadi oksidatif. Perbedaan yang besar
antara pasang surutnya air laut serta musim kemarau yang panjang menyebabkan pirit
teroksidasi secara alami. Reaksi oksidasi pirit dengan oksigen pada tanah sulfat masam
berlangsung dalam beberapa tahapan, meliputi reaksi-reaksi kimia dan biologis (Dent,
1986). Pada tahap awal, oksigen terlarut secara lambat bereaksi dengan pirit
menghasilkan 4 molekul H+ per molekul pirit yang dioksidasi :
 Pada nilai pH kurang dari 3,5 reaksi oksidasi kimia ini berjalan sangat lambat
dengan waktu paruh 1.000 hari. Kecepatan oksidasi pirit oleh Fe3+ sangat
dipengaruhi oleh pH, karena Fe3+ hanya larut pada nilai pH di bawah 4 dan
Thiobacillus ferrooxidans tidak tumbuh pada pH yang tinggi. Besi oksida dan pirit
di dalam tanah mungkin secara fisik berada pada tempat yang berdekatan, namun
ada tidaknya reaksi di antara mereka sangat dipengaruhi oleh kelarutan Fe3+.
 Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah dengan menurunnya pH tanah.
Pada pH di bawah 4, proses oksidasi terhambat oleh suplai O2. Kecepatan
penurunan pH akibat oksidasi pirit tergantung pada : (1) jumlah pirit; (2)
kecepatan oksidasi; (3) kecepatan perubahan bahan hasil oksidasi; dan (4)
kapasitas netralisasi. Kalsium karbonat dan basa dapat ditukar merupakan bahan
penetralisir kemasaman dimana reaksinya dengan asam sulfat berjalan cepat.
Di dalam tanah, berbagai tingkatan oksidasi yang berlangsung tidak terjadi pada titik
yang sama. Pengujian secara mikro-morfologi menunjukkan bahwa ada perbedaan/batas
yang nyata antara lokasi beradanya pirit dan bahan hasil oksidasinya seperti jarosit, besi
oksida, dan gipsum. Pirit biasanya terdapat di dalam inti dari ped, sedangkan jarosit, besi
oksida, dan gipsum terdapat pada permukaan ped dan ruang pori. van Breemen (1976)
menduga bahwa oksigen bereaksi dengan Fe2+ terlarut membentuk Fe3+ terlebih dahulu
sebelum bertemu dengan pirit. Oksidasi pirit oleh Fe3+ menghasilkan ion (H+) yang
kemudian sebagian digunakan lagi untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Hasil akhir
dari oksidasi pirit adalah hidroksida Fe3+. Pada pH > 4, oksida dan hidroksida Fe3+ akan
mengendap, misalnya dalam bentuk goetit yang lambat laun akan berubah menjadi
hematit. Jarosit [KFe3(SO4)2(OH)6] merupakan endapan berwarna kuning pucat hasil
oksidasi pirit pada kondisi yang sangat masam, yaitu pada Eh diatas 400 mV dan pH
kurang dari 3,7. Reaksi pembentukannya sebagai berikut :
1. Pada pH di atas 4, jarosit tidak stabil dan mudah berubah menjadi goetit dan
terhidrolisa menjadi oksida besi. Hasil pengujian mikroskopi terhadap irisan tipis dan
difraksi sinar X menunjukkan bahwa bercak kuning yang merupakan karakteristik
tanah sulfat masam didominasi oleh jarosit dan goetit. Bercak merah dan coklat pada
sulfat masam adalah goetit yang kadang-kadang berasosiasi dengan jarosit dan
hematit (van Breemen, 1976). Sulfat merupakan salah satu hasil oksidasi pirit yang
sangat sedikit dijerap oleh profil tanah. Sebagian besar dari sulfur terlarut hilang
bersama air drainase atau berdifusi ke lapisan di bawahnya yang kemudian akan
direduksi kembali menjadi sulfida. Sebagian kecil tertahan dalam bentuk jarosit atau
gipsum. Gipsum terbentuk pada tanah sulfat masam melalui reaksi netralisasi
kemasaman oleh kalsium karbonat : Ion hidrogen (proton) yang dihasilkan dari
oksidasi pirit menyebabkan kondisi tanah yang sangat masam. pH yang sangat rendah
menyebabkan penghancuran kisi-kisi mineral liat sehingga silikat dan Al3+ terlepas.
Di lapangan, nilai pH tanah sulfat masam berkisar antara 3,2 hingga 3,8 (Dent, 1986).
Meningkatnya kandungan silika dan Al3+ terlarut mempengaruhi karakteristik tanah
dan air tanah. Aktivitas Al3+ terlarut berkorelasi secara langsung dengan pH, bila pH
meningkat maka aluminium akan mengendap sebagai hidroksida atau basic sulfate
(van Breemen, 1973).
2. Beberapa unsur mikro seperti Ni dan Co ikut terakumulasi di dalam sedimen karena
mensubstitusi Fe dalam pirit atau unsur Cu, Zn, Pb yang menggantikan sulfida (Deer
et al., 1965 dalam van Breemen, 1993). Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali
saat pirit teroksidasi. Satawathananont (1986 dalam van Breemen, 1993)
menunjukkan bahwa konsentrasi unsur Cu, Zn, Mo, Cd, Pb, Ni, dan As terdapat
dalam jumlah yang lebih tinggi pada tanah berpirit yang aerasinya baik (pH 2,9)
dibandingkan pada tanah sulfat masam yang sudah berkembang (pH 3,9-4,5) dan
tanah marin yang tidak masam (pH 4,9) di Bangkok. Lebih lanjut ia mengamati tanah
yang diinkubasi pada nilai potensial redoks dan pH yang terkontrol dalam suasana
masam yang oksidatif selama dua minggu, logam berat yang larut air lebih tinggi
pada tanah berpirit dibandingkan tanah lanjut/tua.
3. Selain unsur mikro, masih banyak unsur lain seperti gas SO2, Fe2+, H2S, Al3+ dan
asam-asam organik yang dilepaskan sebagai akibat teroksidasinya pirit. Keluarnya
unsur-unsur beracun tersebut dari tanah melalui air drainase ke perairan umum dapat
menyebabkan polusi dan mengancam kehidupan biota sungai/laut.
4. Kandungan pirit di tanah sulfat masam temyata di kemudian hari menjadi
permasalahan utama yang berat, atau sangat sulit diatasi, apabila tanah sulfat masam
dibuka untuk pertanian. Masalahnya dimulai pada saat direklamasi, yaitu dengan
penggalian saluran-saluran drainase besar, seperti saluran primer, sekunder, dan
tersier, dengan tujuan untuk mengeringkan wilayah agar tanah sulfat masam yang
semula basah atau tergenang menjadi tanah yang relatif lebih kering yang siap
digunakan sebagai lahan pertanian. Akibat adanya saluran-saluran drainase tersebut,
permukaan air tanah menjadi turun, dan tanah bagian atas menjadi kering dan terbuka.
Akibat adanya oksigen di udara, maka tanah bagian atas ini mengalami oksidasi,
sementara tanah bagian bawah masih tetap berada di lingkungan air tanah, yaitu tetap
dalam kondisi tereduksi. Pirit yang terbentuk dalam suasana reduksi dalam endapan
laut di dekat pantai dengan kandungan bahan organik tinggi, berasal dari vegetasi
pantai seperti api-api dan bakau/mangrove.
5. Pengelolaan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan
pertanian di lahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pendayagunaan
dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pengaturan tata air ini bukan hanya untuk
mengurangi atau menambah ketersediaan air permukaan, melainkan juga untuk
mengurangi kemasaman tanah, mencegah pemasaman tanah akibat teroksidasinya
lapisan pirit, mencegah bahaya salinitas, bahaya banjir, dan mencuci senyawa beracun
yang terakumulasi di zona perakaran tanaman Strategi pengendalian muka air
ditujukan kepada aspek upaya penahanan muka air tanah agar selalu di atas lapisan
pirit dan pencucian Strategi pengendalian muka air ditujukan kepada aspek upaya
penahanan muka air tanah agar selalu di atas lapisan pirit dan pencucian

Anda mungkin juga menyukai