Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gangguan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi masih menduduki peringkat tertinggi sebagai penyebab

utama naiknya angka morbiditas dan mortalitas. Kebutuhan oksigen merupakan

kebutuhan dasar fisiologis manusia. Pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan

komponen yang paling penting karena bertujuan untuk menjaga kelangsungan

proses metabolisme sel dalam tubuh, mempertahankan kehidupannya, dan

melakukan aktivitas bagi organ dan sel (Iqbal, 2008).

Oksigen sangat dibutuhkan oleh tubuh dan harus selalu dipenuhi dengan

segera. Tanpa adanya oksigen yang cukup, sel dalam tubuh akan mengalami

kerusakan bahkan kematian. Sebagai contoh organ otak. Otak adalah suatu

organ yang sensitive akan kurangnya oksigen. Otak mampu menoleransi

kurangnya oksigen dalam jangka waktu tiga sampai lima menit. Apabila lebih

dari itu, sel otak akan mengalami kerusakan secara permanen (Haswita &

Sulistyowati, 2017). Kurangnya oksigen dalam tubuh juga dapat menyebabkan

penurunan berat badan. Tubuh akan sulit berkonsentrasi karena proses

metabolism terganggu akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah yang akan

mengedarkan makanan ke seluruh tubuh, akibatnya nafsu makan berkurang dan

berat badan mengalami penurunan. Hal ini membuktikan

bahwa oksigen berperan penting dalam proses metabolism dan kelangsungan

hidup manusia (Iqbal, 2008).

Ada beberapa proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi, salah


satunya adalah ileus paralitik dengan post operasi laparatomi yang

membutuhkan bedrest dalam jangka waktu minimal 6 jam, ditambah dengan

nyeri post operasi dengan skala 3 yang semakin membatasi geraknya.

Imobilisasi yang cukup lama inilah yang merupakan faktor pencetus

menumpuknya sekret di jalan nafas pasien(Potter & Perry, 2010).

Masalah keperawatan yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi yaitu gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola nafas, dan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Nanda, 2015). Dari beberapa masalah

keperawatan tersebut, ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan masalah

paling urgent yang harus segera mendapatkan penanganan karena bisa

mengancam nyawa (Mancini & Gale, 2011).

Sumbatan pada jalan nafas merupakan salah satu gangguan dalam

pemenuhan kebutuhan oksigen asi yang menduduki peringkat pertama pemicu

kematian terbesar yang masih dapat diatasi dengan berbagai cara. Penolong

harus bisa menganalisis gejala dan tanda adanya sumbatan jalan nafas dan

mampu memberikan pertolongan segera dengan atau tanpa alat bantuan

(Mancini & Gale, 2011).

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidak

efektifan bersihan jalan nafas antara lain adalah dengan melakukan suction,

mengajarkan batuk efektif, melakukan fisioterapi dada, dan lain sebagainya

(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). Namun pada studi kasus ini

penulis melakukan fisioterapi dada dengan melihat keadaan pasien yang tidak

bisa melakukan batuk efektif dikarenakan terdapat luka post operasi laparatomi

hari ke IV, terpasang kantong kolostomi, terdapat suara nafas tambahan ronchi

pada paru sebelah kiri atas dengan frekuensi pernafasan 30x/menit. Indikasi
dilakukannya fisioterapi dada secara umum adalah pada pasien dengan

sumbatan jalan nafas, terutama sekret (Hidayat & Uliyah, 2013).

Menurut Potter dan Perry (2010) dalam buku Fundamental of Nursing,

menyatakan bahwa fisioterapi dada adalah suatu bentuk terapi yang digunakan

untuk memobilisasi sekret pulmonal. Terapi tersebut meliputi postural drainase,

perkusi dan vibrasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sevgi

Ozalevli, dkk tahun (2009) tentang “the effect of in patient chest physiotherapy

in lung cancer patients” bahwa fisioterapi dada dengan latihan relaksasi yang

efektif dapat mengurangi beban kerja otot pernafasan dengan mengurangi gejala

seperti sesak nafas dan nyeri dan membantu mengeluarkan sekret.

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan penulis, kondisi pasien atas nama

Tn. K dengan post operasi laparatomi hari ke IV yang terpasang selang drainase

dan kantong kolostomi,penulis telah melakukan fisioterapi dada pada pasien

tersebut, tetapi produksi sekret yang keluar belum maksimal.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Fisioterapi Dada dalam Mengatasi

Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas” pada Tn. K dengan Ileus Paralitik Post

op Relaparatomy di Ruang Baitussalam 1 RSI Sultan Agung Semarang.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kebutuhan Oksigenasi
Mubarak, Chayatin (2008) mengungkapkan oksigen merupakan kebutuhan
dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan
penting dalam proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan
menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar
kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanaanya, pemenuhan
kebutuhan dasar tersebut masuk ke dalam bidang garapan perawat.
Karenanya, setiap perawat harus faham dengan

manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klien nya serta mampu


mengatasi berbagai masalah yang terkait dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut. Karena itu, perawat perlu memahami secara mendalam konsep
oksigen pada manusia.
1. Pengertian oksigenasi
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel
tubuh. Kekurangan oksigen bisa menyebabkan hal yang sangat berarti bagi
tubuh, salah satunya adalah kematian. Karena nya berbagai upaya perlu
dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler secara fungsional. Bila
ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi dan kardiovaskuler, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan (Haswita, Sulistyowati, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia dan
fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
tidak tetap, dalam waktu tertentu membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak
karena suatu sebab. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
dalam tubuh antara lain lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup, dan status
kesehatan ( Sutanto, Fitriana, 2017)
2. Proses oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskuler.
Prosesnya terdiri dari 3 tahapan yaitu:
a) Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dan alveoli.
Masuknya O2 atmosfir ke dalam alveoli ke atmosfer yang terjadi saat
respirasi (inspirasi-ekspirasi).

b) Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida


antara alveoli dengan darah pada membran kepiler alveolar paru.
c) Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita,
Sulistyowati, 2017).
B. Fisiologi Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan
tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen di
transportasikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang
adekuat hanya dapat terjadi apabila fungsi jantung normal. Dengan
demikian, kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat ditentukan oleh
adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang adekuat dapat dilihat dari
kemampuan jantung memompa darah dan perubahan tekanan darah.
1) Jantung sebagai pemompa, jantung merupakan organ pemompa yaitu,
memompa darah melalui sirkulasi sistemik maupun pulmonal. Pada
keadaan normal, jumlah darah yang dipompakan oleh venterikel kanan
dan ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.
2) Tekanan darah, daya dorong darah ke seluruh dinding pembuluh darah
pada permukaan yang tertutup. Tekanan darah timbul dari adanya
tekanan arteri yaitu takanan yang terjadi pada dinding arteri. Tekanan
arteri terdiri atas tekanan, sistole, tekanan diastole, tekanan pulsasi, dan
tekanan arteri rata-rata.

3) Pengaturan tekanan darah


Pengaturan tekanan darah dilakukan oleh sistem persarafan dan sistem
endikrin.
a) Pengaturan oleh sistem persarafan
Dilakukan melalui aktivitas saraf otonom, yaitu aktivitas saraf
simpatis dan parasimpatis. Perubahan aktivitas saraf simpatik dan
parasimpatis merupakan respon yang dikirim oleh reseptor
sensorik dari bagian tubuh. Ada tiga reseptor penting dalam refleks
kardiovaskuler, yaitu: baroresptor reseptor yang sensitive terhadap
perubahan tekanan darah arteri terletak pada arkus aorta dan sinus
karotid, stretch reseptor yang sensitive terhadap perubahan
renggangan pada reflex status volume sirkulasi, dan kemoreseptor
yang sensitive terhadap perubahan kimia pada peningkatan karbon
dioksida dan penurunan pH darah arteri.
b) Pengaturan oleh sistem endokrin
Melalui peran hormon tertentu, seperti hormon yang di produksi
oleh medula adrenal yaitu, epinefrin berperan sebagai
vasokonstriktor atau vasodilator tergantung pada reseptor otot
polos pada pembuluh darah organ dan norepinerin berperan
sebagai vasokonstriktor.

C. Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas.
Melalui peran sistem respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, ditranspor
masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon
dioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah
untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer,
kemudian oksigen masuk melalui organ pernafasan bagian atas seperti hidung
dan mulut, faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian
bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier
(segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain
untuk jalan masuknya udara ke organ pernapasan bagian bawah, organ
pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk pertukaran gas, proteksi terhadap
benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah, menghangatkan,
filtrasi, dan melembapkan gas. Sementara itu, fungsi organ pernapasan bagian
bawah, selain sebagai tempat untuk masuknyan oksigen, berperan juga dalam
proses difusi gas.
1). Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida
baik yang terjadi di paru-paru, maupun di jaringan. Proses respirasi dibagi
menjadi dua, yaitu:

a) Respirasi eksternal
Merupakan proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida di
paru-paru dan kapiler pulmonal dengan lingkungan luar. Pertukaran
gas ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan dan konsentrasi
antara udara lingkungan dengan di paru-paru. Konsenterasi gas di
atmosfer terdiri atas nitrogen (78,62 , oksigen (20,84 ),
karbon dioksida (0,04 ), dan air (0,5 . Adanya konsentrasi gas
menimbulkan tekanan parsial dari masing-masing gas tersebut.
Tekanan parsial gas adalah tekanan yang di berikan oleh gas dalam
suatu gas campuran (hukum gas). Dengan demikian, perbedaan
konsentrasi gas mengakibatkan perbedaan tekanan parsial gas.
Sebagai contoh, kosentrasi oksigen di alveoli lebih tinggi dari
konsentrasi di kapiler pulmonal, sehingga tekanan parsial gas juga
lebih tinggi pula. Keadaan ini mengakibatkan pergerakan oksigen
masuk ke kapiler pulmonal. Sementara itu, tekanan parsial karbon
dioksida di alveoli lebih rendah dibandingkan di kepiler pulmonal
sehingga karbon dioksida akan bergerak keluar kapiler, respirasi
eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pertukaran udara dari luar atau atmosfer dengan udara alveoli
melalui aksi mekanik yang disebut ventilasi.
2. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan
kapiler pulmonal melalui proses difusi.
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah dari paru-
paru ke seluruh tubuh dan sebaliknya.
4. Pertukaran oksigen dan karbondioksida darah dalam pembuluh
kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
b) Respirasi internal
Merupakan proses pernafasan oksigen dalam sel yang terjadi di
mitokondria untuk metabolisme dan produksi karbon
dioksida. Proses pertukaran gas pada respirasi internal hampir sama dengan proses respirasi
eksternal. Adanya peranan tekanan parsial gas dan proses difusi untuk pertukaran gas antara
kapiler sistemik dengan ke jaringan. Tekanan parsial oksigen (PO2) di jaringan selalu lebih
rendah dari darah arteri sistemik dengan perbandingan 40 mmHg dan 140 mmHg. Dengan
demikian, oksigen akan masuk dari kapiler sistemik ke jaringan sampai terjadi keseimbangan,
sedangkan karbondioksida akan bergerak dengan cepat masuk ke aliran vena dan kembali ke
jantung.

2) Mekanisme pernapasan
Pernapasan atau ventilasi pulmonal merupakan proses pemindahan
udara dari dan ke paru-paru. Proses bernapas terdiri atas dua fase, yaitu:
inspirasi (periode ketika aliran udara luar masuk ke paru-paru) dan
ekspirasi (periode ketika udara meninggalkan paru-paru keluar atmosfer).
3) Inspirasi
Inspirasi terjadi ketika tekanan alveoli di bawah tekanan atmosfer. Otot
yang paling penting dalam inspirasi adalah diafragma, bentuknya
melengkung dan melekat pada iga paling bawah dan otot interkosta
eksterna.
4) Ekspirasi
Selama pernapasan biasa, ekspirasi merupakan proses pasif, tidak ada
kontraksi otot-otot aktif. Pada akhir inspirai, otot-otot respirasi relaksasi,
membiarkan elastisitas paru dan rongga dada untuk mengisi volume paru.
Ekspirasi terjadi ketika tekanan alveolus lebih tinggi dari tekanan volume
atmosfer.
5) Otot-otot pernapasan
Perubahan volume paru-paru terjadi karena kontraksi otot-otot skeletal,
khususnya otot-otot sela iga dan difragma yang merupakan pembatas
rongga toraks dan rongga abdomen. Otot-otot utama pernapasan adalah
difragma dan otot-otot interkosta eksterna pada

keadaan pernapasan normal. Otot-otot tambahan atau aksesori juga


berperan dalam pernapasan kuat, peningkatan pernapasan seperti otot
interkosta interna, sternokleidomastoideus, seratus anterior, pektoris
minor, torasikus tranversus oblikus eksterna dan internal, serta rektus
abdominalis.
6) Pertukaran dan transpor gas pernapasan
Pertukaran gas terjadi antara udara luar dengan darah dalam membran
respiratori. Pernapasan adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida
pada alveolus, tingkat kapiler (pernapasan eksternal), dan sel dalam
jaringan (pernapasan internal). Selama pernapasan, jaringan tubuh
membutuhkan oksigen untuk metabolisme dan karbon dioksida untuk
dikeluarkan. Udara yang kita butuhkan dari atmosfer agar dapat
dimanfaatkan oleh tubuh membutuhkan proses yang kompleks, meliputi
proses ventilasi, perfusi, difusi ke kapiler, dan transportasi.
a. Ventilasi, pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Ada tiga
kekuatan yang berperan dalam ventilasi, yaitu:
1) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat
dapat diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait
dengan volume dan tekanan paru-paru.
2) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus
mempengaruhi kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan
disebabkan oleh adanya cairan pada lapisan alveolus yang
dihasilkan oleh tipe II.
3) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otot-otot
pernapasan untuk mengembangkan rongga toraks.
b. Difusi, proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke
kapiler pulmonal melalui membran, dari area dengan konsentrasi tinggi
ke area dengan konsentrasi rendah. Proses difusi dari alveolus ke
kapiler paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida melewati 6
rintangan (barier), yaitu: melewati surfaktan,

membran alveolus, cairan interstisial, membran kapiler, plasma, dan


membran sel darah merah. Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke
darah dan karbondioksida didifusi 20 kali lebih cepat dari difusi
oksigen, karena CO2 daya larutnya tinggi.
c. Perfusi paru, pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal. Darah
dipompakan masuk ke paru-paru melalui ventrikel kanan kemudian
masuk ke arteri pulmonal. Arteri pulmonal kemudian bercabang dua
(kanan dan kiri) selanjutnya masuk ke kapiler paru untuk terjadi
pertukaran gas.
d. Volume dan kapasitas paru, pengukuran volume dan kapasitas paru
menunjukan adekuatnya pertukaran gas dan fungsi paru.
e. Pengaturan pernapasan
Pengendalian dan pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem
persarafan, mekanisme kimia, dan mekanisme nonkimia.
1) Pengendalian pernapasan oleh sistem persarafan
Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks
serebri, medula oblongata, dan pons.
a. Korteks serebri, berperan dalam pengaturan pernapasan yang
bersifat volunter sehingga memungkinkan kita dapat mengatur
napas dan menahan napas, misalnya pada saat bicara atau
makan.
b. Medula oblongata, berperan dalam pernapasan otomatis atau
spontan.
c. Pons, terdapat dua pusat pernapasan, yaitu pusat apneutik dan
pusat pneumotaksis. Pusat apneutik berfungsi untuk
mengoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan
cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan
menghambat ekspirasi. Fungsi pneumotaksis adalah
membatasi durasi inspirasi, tetapi meningkatkan frekuensi
respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus

dan teratur, proses inspirasi dan ekspirasi secara teratur pula.


2) Kendali kimiawi, adanya banyak faktor yang mempengaruhi laju
dan kedalaman pernapasan yang sudah diatur oleh pusat
pernapasan yaitu adanya perubahan kadar oksigen, karbon
dioksida, dan ion hidrogen dalam darah artei.
3) Pengaturan oleh mekanisme non-kimiawi, beberapa faktor non-
kimia yang mempengaruhi pengaturan pernapasan di antaranya
pengaruh baroreseptor, peningkatan tempratur tubuh, hormon
epinefrin, dan refleks Hering-Breuer.

D. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi


a. Faktor fisiologi
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas, penyakit asma.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor
O2 terganggu seperti pada hipertensi, syok, dan dehidrasi.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan penyakit hipertiroid.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit
kronis seperti TB paru.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru- paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: seperti gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang.
2) Latihan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen karena
meningkatnya metabolisme.
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan)
5) Kecemasaan
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja
2) Temperatur lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.

E. Perubahan Fungsi jantung


Perubahan-perubahan fungsi jantung yang memengaruhi kebutuhan oksigenasi:

1. Gangguan kondiksi seperti distritmia (takikardia/bradikardia).

2. Perubahan cardiac output, menurunnya cardiac output seoerti

pada pasien dekom menimbulkan hipoksia jaringan.

3. Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi,

regurgitasi darah yang mengakibatkan ventrikel bekerja lebih

keras.
4. Myocardial iskhemial infark mengakibatkan kekurangan pasokan

darah dari arteri koroner ke miokardium.

F. Perubahan Fungsi pernapasan

1. Hiperventilasi

Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-

paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat

disebabkan karena :

a. Kecemasan

b. Infeksi/sepsis
c. Keracunan obat-obatan

d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic.

Tanda-tanda dan gejala hoperventilasi adalah takikardia, napas pendek,

nyeri dada (chest pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus.

2. Hipoventilasi

Hivoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk

memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan

cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru).

Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,

penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia, ketidakseimbangan

elektrolit, kejang dan kardiak arrest.

3. Hipoksia

Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang

diinspirasi atau meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler.

Hipoksia dapat disebabkan oleh :

a. Menurunnya hemoglobin

b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung.


c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan sianida.

d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pneumonia.

e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.

f. Kerusakan/gangguan ventilasi.

Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya

kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,

sianosis, sesak napas, dan clubbing.

G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit, no register,
dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Pada masalah oksigenasi biasanya pasien merasakan sesak napas,
batuk berdahak, batuk berdarah, nyeri dada.
c. Data riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat alergi (makanan/obat/lainnya).
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi 4
teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
Pada saat inspeksi perawat meng penampilan umum, postur tubuh,
kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga intercosta;
diameter anteroposterior (AP), struktur toraks, pergerakan dinding
dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan; durasi
inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis,
adanya deformitas dan jaringan perut pada dada, dll.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tumit tangan pemeriksa
mendatar diatas dada pasien. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis tumor ganas,
pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi
dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan

dada, adanya nyeri tekan, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi


perifer, denyut nadi, pengisi kapiler, dan lain-lain.
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan bertujuan untuk menentukan ukuran
dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas,
cairan, atau udara di dalam paru. Hal-hal tersebut dapat dinilai dari
normal tidaknya suara perkusi paru. Suara perkusi normal adalah suara
perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam
tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan
stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada,
intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan
bunyi napas vesikuler, bronkial, bronkovesikuler, rales, ronki, juga
untuk mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta lokasi dan
waktu terjadinya (Mubarak, Chayatin, 2008).
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami masalah kebutuhan oksigenasi, yaitu:
1) Penilaian ventilasi dan oksigenasi, contohnya uji fungsi paru,
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, pemeriksaan darah
lengkap, dll.
2) Tes struktur sistem pernapasan, contohnya rontgen dada,
bronkoskopi (pemeriksaan bronkus dengan bronskop) dan scan
paru.
3) Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan, contohnya
kultur kerongkongan, sputum, uji kulit, torakentesis

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 diagnosis yang muncul pada
kasus stroke hemoragik antara lain:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipertensi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hipoksia serebral
5. Risiko jatuh berhubungan dengan penyakit serebrovaskuler
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
8. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

Anda mungkin juga menyukai