Anda di halaman 1dari 2

2.

1 Timbulnya Cita-cita Kearah Pembentukan Koperasi


Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama
Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda
menghentikan pelaksanaan ”Cultuur Stelseel” (sistem tanam paksa). Sejak saat ini
para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke
Hindia Belanda. Bidang-bidang yang menarik bagi mereka untuk dikembangkan
seperti perkebunan, perdagangan dan transportasi dan lain-lain.
Dari sinilah praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa
prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian
besar rakyat di bawah batas kelayakan.
E. Sieburgh (pejabat tertinggi/kepala daerah di Purwokerto) dan De Wolf van
Westerrede (pengganti Sieburgh) merupakan orang Belanda yang banyak kaitannya
dengan perintisan koperasi. Masalahnya di dahului oleh Raden Aria Wirjaatmadja
(patih purwokerto) sebagai seorang yang rasa sosialnya tebal. Dengan mendapat
bantuan moril atau dorongan-dorongan dari E. Sieburgh pada tahun 1891 didirikan
Bank penolong dan Penyimpanan di Purwokerto, yang maksud utamanya
membebaskan para pegawai dari segala tekanan utang. Pada tahun 1898 E. Sieburgh
digantikan oleh De Wolf van Westerrede yang mengharapkan terbentuknya koperasi
simpan pinjam. Langkah pertama yang dlakukan yaitu memperluas bidang kerja Bank
Penolong dan penyimpanan sehingga meliputi pula pertolongan bagi para petani di
daerahnya. Untuk menyerasikan nama dan tugasnya, bank tersebut mendapatkan
perubahan nama menjadi Purwokerto Hulp Spaar En Landbouwcrediet atau bank
penolong, penyimpanan dan kredit pertanian, yang dapat dikatakan sebagai pelopor
berdirinya bank rakyat di kemudian hari.
Menurut De Wolf van Westerrede kebiasaaan-kebiasaan yang telah mendarah
daging pada para petani Indonesia (gotong royong, kerja sama) merupakan dasar yang
paling baik untuk berdirinya dengan subur koperasi kredit yang menjadi cita-citanya.
Cita-cita De Wolf sebagai lanjutan dari perintisan pembentukan koperasi kredit oleh
R. Aria Atmadja, untuk mendirikan koperasi kredit model Raiffeisen memang belum
dapat terwujud, akan tetapi sedikit banyak usahanya telah tampak pada bank-bank
desa, lumbung-lumbung desa dan rumah-rumah gadai yang sempat didirikannya di
tanah air kita, yang kesemuanya memang mengembangkan usaha pemberian kredit
kepada para petani dan kaum ekonomi lemah bangsa kita.
Selain dari kegiatan lumbung, bank desa dan bank rakyat yang menyalurkan
pinjaman-pinjaman bentuk padi dan uang kepada petani dan mereka yang ekonomi
lemah, aktivitas penerangan tentang perlunya pembentukan koperasi kepada para
petani dilakukan Departemen Pertanian atau Departemen Pertanian-Kerajinan dan
Perdagangan, mulai tahun 1935 oleh Departemen Perekonomian.

2.2 Perjuangan Pembentukan Koperasi pada Zaman Penjajahan


Pada zaman penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup menderita,
tertindas, dan terlilit hutang dengan para rentenir. Karena hal tersebut pada tahun
1896, patih purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmadja mendirikan koperasi
kredit untuk membantu para rakyat yang terlilit hutang. Lalu pada tahun 1908,
perkumpulan Budi Utomo memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui koperasi dan
pendidikan dengan mendirikan koperasi rumah tangga, yang dipelopori oleh
Dr.Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo.
Upaya pemerintah kolonial belanda untuk memecah belah persatuan dan
kesatuan rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas pada bidang politik saja,tapi kesemua
bidang termasuk perkoperasian. Hal ini terbukti dengan adanya undang-undang
koperasi pada tahun 1915, yang disebut “Verordening op de Cooperative
Vereenigingen” yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku
untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk Indonesia saja. Undang-undang
koperasi tersebut sama dengan undang-undang koperasi di Nederland pada tahun
1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan perubahan ini maka peraturan
koperasi di indonesia juga diubah menjadi peraturan koperasi tahun 1933 LN nomor
108. Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia juga mengeluarkan undang-undang
nomor 23 tentang peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah Belanda tidak
mencabut undang-undang tersebut, sehingga terjadi dualisme dalam bidang
pembinaan perkoperasian di Indonesia.
Pada tahun 1929 Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di bawah pimpinan
Ir.Soekarno mengobarkan semangat berkoperasi kepada kalangan pemuda. Pada
periode ini sudah terdaftar 43 koperasi di Indonesia. Pada tahun 1930, dibentuk
bagian urusan koperasi pada Kementrian Dalam Negeri nama tokoh yang terkenal
masa itu adalah R.M.Margono Djojohadikusumo. Lalu pada tahun 1939, dibentuk
Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri oleh pemerintah. Dan pada tahun
1940, di Indonesia sudah ada sekitar 656 koperasi, sebanyak 574 koperasi merupakan
koperasi kredit yang bergerak di pedesaan maupun di perkotaan. Setelah itu pada
tahun 1942, pada masa kedudukan Jepang keadaan perkoperasian di Indonesia
mengalami kerugian yang besar bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, hal ini
disebabkan pemerintah Jepang mencabut undang-undang nomor 23 dan
menggantikannya dengan kumiai (koperasi model Jepang) yang hanya merupakan alat
mereka untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan Jepang.

Anda mungkin juga menyukai