Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

NI MADE ARIK PUSPARANI


2014901194

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan perdarahan otak.
Stroke atau Cerobro Vaskular Accident merupakan kematian
mendadak jaringan otak yang disebabkan oleh kekurangan oksigen
akibat pasokan darah yang terganggu. Infark merupakan daerah otak
yang telah mati karena kekurangan oksigen. Terdapat du acara
kematian jaringan otak :
a. Stroke iskemik, penyebab infark yang paling sering,
merupakan keadaan aliran darah yang tersumbat atau
berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak
b. Stroke hemoragik, terjadi karena perdarahan di dalam dan
sekitar otak yang menimbulkan kompresi cedera otak
Cerecro Vaskular Accident (CVA) merupakan peredarahan darah
ke otak yang putus sementara. Otak bergantung kepada darah yang
kaya oksigen secara terus menerus, yang dibawa oleh arteri.
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal, namun merupakan
kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya :
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak darah, diabetes
mellitus, dan penyakit vaskuler perifer. Stroke merupakan serangan
otak yang timbul secara mdadak yang mana terjadi gangguan fungsi
otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran
darah oleh karena sumbatan atau percahnya pembuluh daraj tertentu di
otak sehingga menyebabkan sel – sel otak kekurangan darah, oksigen
atau zat – zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel – sel
tersebut dalam waktu relative singkat (Yayasan Stroke Indonesia,
2009)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Stroke
Hemoragik (SH) adalah penurunan neurologis otak yang terjadi secara
mendadak yang disebabkan gangguan aliran darah ke otak akibat
pecahnya pembuluh darah otak.
2. Klasifikasi
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan didalan dan sekitar
otak.
a. Perdarahan intraserebral (termasuk perdarahan kedalam
sereberum atau otak kecil)
Perdarahan intraserebral atau perdarahan di dalam otak
(serebrum) ini terjadi jika darah dari pembuluh darah yang
pecah membanjiri jaringan otak dan merembes kedalamnya.
Jumlah perdarahan dapat sedikit atau luas tergantung dari
ukuran pembuluh darah yang pecah.
b. Perdarahan subaraknoid
Pada perdarahan subaraknoid, letak perdarahannya berbeda
dengan perdarahan intraserebral. Pada keadaan ini, darah
mengalir keluar di antara kedua selaput otak (meningen).
Darah tersebut secara cepat menyebar pada permukaan otak
dan akan merembes kedalamnya. Perdarah subaraknoid akan
menimbulkan gejala nyeri kepala yang hebat, terjadi secara
tiba – tiba, dan terjadi muntah – muntah, serta terjadi
penurunan kesadaran.
c. Perdarahan subdural
Perdarahan ini disebabkan oleh cedera kepala, dan letaknya
tepat dibawah tengkorak sehingga mudah diatasi dengan
pembedahan
3. Etiologi
a. Aneurisme merupakan keadaan dinding arteri yang melemah
sehingga menyebabkan arteri tersebut meregang dam
manggelembung seperti balon. Biasanya aneurisme terjadi di
tempat yang terdapat percabangan arteri
b. Hipertensi merupakan peningatan tekanan darah yang dapat
menyebabkan arteriol kecil pecah di dalam otak. Darah yang
dilepaskan didalam jaringan otak akan menimbulkan tekanan
pada arteriol sekitarnya sehinga arteriol tersebt ikut pecah dan
menimbulkan perdarahan yang lebih luas.
c. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan pembuluh
darah otak dan disini arteri berhubungan langsung ke vena
tanpa melewati jaringan kapiler (capillary bed). Tekanan darah
yang datang dari arteri tersebut terlalu tinggi bagi vena
sehingga membuat vena ini melebar sehingga dapat
mengangkat darah dengan volume yang lebih besar. Pelebaran
ini dapat menyebabkan runtup vena tersebut.
4. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya
arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang berada
pada bagian distal berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi
dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga
sepanjang arteri penetras terjadi aneurisma kecil dengan diameter 1
mm. peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak
dan merembas kesekitarnya bahkan dpat masuk kedalam ventrikel atau
keruang intracranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena rupture
arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau
subaraknoid, sehingga karingan yang ada disekitarnya akan tergeser dan
tertekan. Darah ini sangan mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan vasospasme pada arteri disekitr perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Daerah
otak dan sekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis, karena kerja enzim – enzim maka bekuan darah mencair,
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua
jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru
sehingga terbentuk jalinan disekitar rongga tadi. Akhirnya rongga –
rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Sylvia
& Lorraine 2006). Perdarahan sebaraknoid sering dikaitkan dengan
pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus willis.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudahkan kemungkinan
terjadinya rupture, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma.
Gangguan neurologis tergantung pada letak dan beratnya. Pembuluh
yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti
cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi
sebagaian dari 3 ganglia basalis dan sebagaian besar kapsula interna.
Timbulnya penyait ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit, jam, bahkan hari. Gambaran
klinis yang sering terjadi antara lain ; sakit kepala berat, leher bagian
belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrispinal. (bila
perdarahan besar dan dekat ventrikel), dari semua pasien 70 – 75%
akan meninggal dalam waktu 1 – 30 menit yang biasanya diakibatkan
karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel , herniasi
lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin
disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital
(Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian
hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-
gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang
otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila
perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih
muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk,
2005).

5. Manifestasi Klinis
stroke menyebabkan defisit neurilogis, bergantung pada lokasi lesi,
ukuran area yang perfusinya tidak adekuta dan jumlah aliran daraha
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak
tidak akan membaik sepenuhnya
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang
f. Afasia ( bicara tidak lancar atau kesulitan dalam memahami
ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
Deteksi Gejala stroke dengan metode BEFAST
a. B ( Balance ) : loss of balance or coordination. Headache or
Dizziness
b. E ( Eyes ) : Trouble seeing in one or both eyes, with blackened
or double vision
c. F ( Face Drooping ) : one side of the faced drooping or numb
d. A ( Arm Weakness ) : weakness in the arm, leg, or face,
especially on one side of the body
e. S ( Speech Difficulty ) : difficulty speaking or understanding
speech
f. T ( Time to call) : seconds count! Call for an ambulance
IMMEDIATELY

6. Komplikasi
a. Bahu yang kaku
Sebagian penderita stroke akan menderita perasaan nyeri dan
kaku pada bahu di sisi yang sakit. Terdapat tiga hal yang
menyebabkan keadaan ini pertama, sendi bahu memerlukan
kisaran gerakan yang penuh disepanjang hari. Jika hal ini
terjadi, nyeri hebat dapat terasa ketika bahu digerakkan.
Kedua, lengan yang lumpuh merupakan beban yang sangat
berat sehingga bila tidak tersangga akan mengakibatkan
pembengkakan, rasa nyeri serta kekakuan pada sendoir
tersebut. Penyebab ketiga yang paling sering menimbulkan
kekakuan bahu adalah kerusakan yang terjadi ketika penderita
diangkatan secara ceroboh dengan memegang ketiak, bagian
sendi dapat robek dan mengalami inflamasi akibat cara
pengangkatan yang salah
b. Pneumonia
Akibat gangguan gerekanan menelan, mobilitas dan
pengembangan baru, serta batuk yang parah setelah serangan
stroke, maka dapat terjadi peradangnan di dalam rongga dada
dan kadang akan terjadi pneumonia
c. Thrombosis vena provundus dan emboli pulmoner
Suatu thrombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk
dalam pembyluh darah balik pada tungkai yang lumpuh,
khususnya de daerah betis. Kedadaan ini dapat mengakibatkan
pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan
nyeri tekan pada otot betis. Kadang – kadang seluruh tungkai
dapat membengkak dan terasa nyeri atau pegal. Karena adanya
tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan
terganggu. Kadang kal thrombus dari pembuluh darah balik
terlepas dan membentuk suatu embolus yang terbawa darah ke
dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau lebih arteri
pulmonalis yang memperdarahi paru – paru. Keadaan ini
mengakibatkan kalinan emboli pulmoner yang kadang –
kadang dapat menimbulkan kematian setelah serangan stroke.
d. Decubitus
Karena penderita stoke mengalami kelumpuhan dan
kehilangan perasaanya, decubitus selalu menjadi ancaman
khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki,
tumit, dan bahkan telinga. Decubitus dapat menimbulkan rasa
nyeri yang dapat menimbulkan suatu infeksi sehingga kulit
luka pada permukaannya dan kuman dapat masuk.
e. Kejang (konvulsi)
Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang
pada hari – hari pertama setelah serangan. Serangan ini dapat
berupa kedutan (twitching) atau kejang kaku (spasme) pada
otot, pernafasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut yang
berbuih, inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu
yang singkat. Serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi
bila korteks serebri sendiri telah terkena, daripada stroke yang
mengenai struktur otak yang lebih dalam.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarhan
atau obstruksi arteri
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang
juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum
tampak oleh pemindaian CT)
c. CT-Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia dan posisinya secara pasti
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi
dan besar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragic
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mlihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dan jaringan
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal sewaktu hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,
kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia
4) Gula darah dapat mecapai 250 mg di dalam serum
kemudian berangsur – angsur turun kembali
5) Pemeriksaan darah lengkap : untu mencari kelainan
pada darah.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum
dapat dibuktikan
2) Dapat diberikan histamin, amunophilin, asetazolamid,
papaverine intra arterial
3) Anti agresi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis
yang terjadi sesudah ulserasi alteroma
4) Anti koagulan dapat diresepkan untu mencegah
terjadinya/ memberatnya thrombosis atau emboli di
tempat lain sistem kordiovaskuler
b. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral
1) Endosterektomi karotis membentk kembali arteri
karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan
pembedhan dan manfaatnya paling dirasakan
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Agasi srteri karotis komuni di leher dan khususnya
pada aneurisma
c. Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi
miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi
bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang
adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3) Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4) Bed rest
5) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu
lakukan kateterisasi
8) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau
koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau
cairan hipotonik.
9) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction
berlebih yang dapat meningkatkan TIK.
10) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan
baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan
menelan sebaiknya dipasang NGT.
11) Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian
obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis
intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan
Lorraine 2006).

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf
Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000).
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme ,
adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi
inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan, adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, e) Pola tidur dan istirahat
biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot, f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep
diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien
mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i)
Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress: Klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata
nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi
bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping
itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed
rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus
akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat
incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
perdarahan intraserebral
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak
e. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan, imobilisasi
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
h. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan
tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya
isyarat berkemih
3. Perencanaan
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN DAN
TUJUAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan 1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien 1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
otak yang berhubungan dengan tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan penyembuhan.
perdarahan intracerebral. akibatnya.
Tujuan: setelah melakukan 2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest 2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
tindakan keperawatan selama total
3X24 jam perfusi jaringan otak 3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan 3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
tercapai maksimal ditandai kelain tekanan intrakranial tiap dua jam secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
dengan: 4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
1. Klien tidak gelisah dengan letak jantung (beri bantal tipis) drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
2. Tidak ada keluhan nyeri 5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kepala, mual, kejang. dan mengejan berlebihan kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
3. GCS E:4 V:5 M:6 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan 6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
4. Pupil isokor, reflek cahaya batasi pengunjung meningkatkan kenaikan TIK.
(+) 7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam 7. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati
5. Tanda-tanda vital normal pemberian terapi cairan intravena dan perdarahan yang ada di otak.
obat-obatan sesuai program dokter.
2. Diagnosa Keperawatan : 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
Nyeri akut berhubungan dengan pasien. pasien.
nyeri berhubungan dengan 2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Untuk mendukung mengurangi rasa nyeri.
peningkatan TIK . usahakan situasi ruangan yang
Tujuan: setelah dilakukan tenang.
tindakan keperawatan selama …. 3. Alihkan perhatian pasien dari rasa 3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
X 24 jam diharpkan rasa nyaman nyeri. melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
pasien terpenuhi. 4. Kolaborasi berikan obat-obat 4. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan TIK
Kriteria hasil : analgetik dan penurun TIK. membuat nyeri berkurang.
Nyeri berkurang atau hilang.
3. Diagnosa Keperawatan : 1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
Hambatan mobilitas fisik 2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
berhubungan dengan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
hemiparese/hemiplagia. sakit. otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Tujuan: setelah melakukan 3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas 3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
tindakan keperawatan selama ….x yang sakit bila tidak dilatih untuk digerakkan.
24 jam Klien mampu 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk 4. Membantu mobilisai klien.
melaksanakan aktivitas fisik latihan fisik klien.
sesuai dengan kemampuannya
dengan kriteria hasil:
1. Tidak terjadi kontraktur sendi.
2. Bertabahnya kekuatan otot.
3. Klien menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan
mobilitas.
4. Diagnosa Keperawaratan: 1. Berikan metode alternatif komunikasi, 1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
Hambatan komunikasi misal dengan bahasa isarat. kemampuan klien.
verbal berhubungan dengan 2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang
penurunan sirkulasi darah berkomunikasi. lain.
otak. 3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan 3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
Tujuan: Setelah melakukan gunakan pertanyaan yang jawabannya komunikasi.
tindakan keperawatan selam “ya” atau “tidak”.
….X24 jam, Proses 4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap 4. Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
komunikasi klien dapat berkomunikasi dengan klien. yang efektif.
berfungsi secara optimal 5. Hargai kemampuan klien dalam 5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering
dengan kriteria hasil: berkomunikasi. melakukan komunikasi.
1. Terciptanya suatu 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk 6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik
komunikasi dimana latihan wicara. dan benar.
kebutuhan klien dapat
dipenuhi.
2. Klien mampu merespon
setiap berkomunikasi
secara verbal maupun
isarat.
5. Diagnosa Keperawatan: 1. Tentukan kemampuan klien dalam 1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan
Resiko gangguan nutrisi mengunyah, menelan dan reflek batuk. pada klien.
kurang dari kebutuhan 2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi 2. Klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
tubuh berhubungan dengan pada waktu, seama dan sesudah makan.
kelemahan otot mengunyah 3. Pasang NGT dan berikan makanan 3. Menjaga intake nutrisi tetap adekuat.
dan menelan. lewat NGT jika klien tidak mampu
Tujuan: setelah melakukan mengunyah dan menelan.
tindakan keperawatan 4. Berikan makan dengan berlahan pada 4. Membantu dalam melatih kembali sensori dan
selama ….X24 jam tidak lingkungan yang tenang. meningkatkan kontrol muskuler.
terjadi gangguan nutrisi, 5. Anjurkan klien menggunakan sedotan 5. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
dengan kriteria hasil: meminum cairan. merunkan resiko terjadinya tersedak.
1. Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatk
an.
2. Hb dan albumin dalam
batas normal.
6. Diagnosa Keperawatan: 1. Berikan penjelasan kepada klien dan 1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
Ketidakefektifan bersihan keluarga tentang sebab dan akibat terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
jalan nafas berhubungan ketidakefektifan jalan nafas.
dengan menurunnya refleks 2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali 2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran
batuk dan menelan, pernafasan.
imobilisasi. 3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc 3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret.
Tujuan: Setelah melakukan per hari)
tindakan keperawatan 4. Observasi pola dan frekuensi nafas 4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
selama ….X24 jam Jalan nafas
nafas tetap efektif ditandai 5. Auskultasi suara nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.
dengan: 6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan 6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan
1. Klien tidak sesak nafas. keadaan umum klien. paru-paru
2. Tidak terdapat ronchi,
wheezing ataupun
suara nafas tambahan.
3. Tidak retraksi otot
bantu pernafasan.
4. Pernafasan teratur, RR
16-20 x per menit.
7. Diagnosa Keperawatan: 1. Anjurkan untuk melakukan latihan 1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
Kerusakan integritas kulit ROM (range of motion) dan mobilisasi
berhubungan dengan tirah jika mungkin.
baring lama. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
Tujuan: setelah melakukan 3. Gunakan bantal air atau pengganjal 3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
tindakan keperawaran yang lunak di bawah daerah-daerah menonjol.
selama ….X24 Klien yang menonjol
mampu mempertahankan 4. Lakukan massage pada daerah yang 4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
keutuhan kulit dengan menonjol yang baru mengalami tekanan
kriteria hasil: pada waktu berubah posisi
1. Klien mau 5. Observasi terhadap eritema dan 5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
berpartisipasi terhadap kepucatan dan palpasi area sekitar
pencegahan luka. terhadap kehangatan dan pelunakan
2. Klien mengetahui jaringan tiap merubah posisi.
penyebab dan cara 6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal 6. Mempertahankan keutuhan kulit.
pencegahan luka. mungkin hindari trauma, panas
3. Tidak ada tanda-tanda terhadap kulit.
kemerahan atau luka.

8. Diagnosa Keperawatan: 1. Identifikasi pola berkemih dan 1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
Gangguan eliminasi urin kembangkan jadwal berkemih sering distensi kandung kemih yang berlebih
(incontinensia uri) 2. Ajarkan untuk membatasi masukan 2. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
berhubungan dengan cairan selama malam hari. mencegah enuresis.
kehilangan tonus kandung 3. Ajarkan teknik untuk mencetuskan 3. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih, kehilangan kontrol refleks berkemih (rangsangan kutaneus kemih.
sfingter, hilangnya isarat dengan penepukan suprapubik, 4. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
berkemih. manuver regangan anal). menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk
Tujuan: setelah melakukan 4. Bila masih terjadi inkontinensia, lebih sering berkemih.
tingdakan keperawatan kurangi waktu antara berkemih pada
selama …X24 jam Klien jadwal yang telah direncanakan.
mampu mengontrol 5. Berikan penjelasan tentang pentingnya 5. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
eliminasi urinya dengan hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per saluran perkemihan dan batu ginjal.
kriteria hasil: hari bila tidak ada kontraindikasi).
1. Klien akan melaporkan
penurunan atau
hilangnya inkontinensia.
2. Tidak ada distensi
bladder.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan .
evaluasi proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan
hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan
data dalam evaluasi proses terdiri atasan alisis rencana asuhan
keparawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan
menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna.
Daftar Pustaka

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesi. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih


bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical


Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Edisi


November 2009.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Utami, I. M. 2004. Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada


Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus Tahun 2002. (http: //skripsi
fkm.undip.ac.id/index.php)

Anda mungkin juga menyukai