Kontribusi Psikologi
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):56-59 Asosiasi Forensik Indonesia
Diterbitkan di Jakarta
Abstract
This paper explores the contribution of psychology to the judiciary, more specifically to the court-
room situation. The writer argues that despite important contributions to other stages within the criminal
justice system, this judicial stage can be regarded decisive. The writer also provides argument as to why
psychological application to the judiciary is also named forensic psychology. Several approaches in the
current situation relating contribution of psychology to the judicial system are discussed by the writer. Some
look progressive while others seem to be rather backward. Discussion is extended to future situations faced
by the contribution of psychology, and to the steps that should be undertaken.
Key words: judicial system, court-room, psychological contribution, forensic
Adrianus Meliala
57
Kontribusi Psikologi
terkait hal ini, yang lalu diakhiri dengan pemberian psikolog dapat amat membantu kepolisian dalam
sertifikasi bagi psikolog yang dianggap telah rangka membangun database terkait psychological
memiliki kemampuan. Disarankan, untuk selanjutnya profilling dari para calon tersangka atau
juga perlu diadakan pelatihan dan pemantauan terkait menginterpretasikan sesuatu yang ditemukan di
etika pemberian keterangan ahli agar psikolog tidak tempat kejadian perkara secara psikologis sehingga
terjerumus dalam fenomena “asal bicara, tergantung dapat menjadi barang bukti (psychological
siapa yang bayar”. Disarankan pula agar hal-hal di evidences).iii
atas diinformasikan kepada hakim sehingga hakim Ketiga, dalam rangka peran psikolog selaku
dapat memanggil orang yang tepat atau mengetahui hakim ad-hoc, dalam pandangan penulis, terkait
bila kepadanya dihadapkan psikolog yang tidak kasus-kasus dengan muatan psikologik yang berat,
benar-benar ahli. sudah sepantasnya psikolog tidak hanya hadir
Menyusul pelatihan tersebut, sebelumnya sebagai saksi ahli tetapi menjadi hakim itu sendiri.
tentunya perlu disusun berbagai manual agar para Asosiasi psikologi perlu mendorong Mahkamah
calon saksi ahli tersebut memiliki pemahaman yang Agung guna memberikan kesempatan tersebut.
kurang lebih sama, minimal dalam isyu-isyu penting Indikasi dari kasus-kasus yang layak ditangani hakim
seperti: tingkat kontrol diri (level of controllability), psikolog adalah sebagai berikut: merupakan
pertanggungjawaban hukum (legal responsibility) pembunuhan serial, terdapat indikasi psikopatologik
serta isyu keberbahayaan (notion of dangerousness) pada diri tersangkanya dan terdapatnya kemungkinan
dari seorang terdakwa.i pembelaan kegilaan (insanity defense) diajukan oleh
Adalah kewajiban kita semua untuk menghindari tersangka tersebut atau pengacaranya.
terjadinya the battle of experts, yaitu situasi ketika Keempat, dalam rangka memungkinkan
pengacara dan jaksa menghadirkan saksi ahli seorang hakim terekspose dengan psikologi secara
psikolog pilihan masing-masing dan selanjutnya para dini dan rutin, maka perlu diupayakan agar para
psikolog itu mengemukakan teori mereka masing- psikolog dapat berinteraksi dengan kalangan hakim
masing, yang bahkan bisa amat ekstrim dan berakhir dalam berbagai fase karier mereka baik dalam format
pada kesimpulan sesuai dengan posisi pihak yang pelatihan atau perkuliahan. Pada dasarnya, pelatihan
mengundang. atau perkuliahan itu perlu terkait upaya menyadarkan
Kedua, terkait kontribusi psikologi pada hakim atau calon hakim tersebut akan kemungkinan-
umumnya. Mengingat hal ini lebih dipengaruhi oleh kemungkinan bias yang bisa muncul pada dirinya,
preferensi psikolog, maka yang seyogyanya memberi baik disadari maupun (lebih-lebih) yang tidak
perhatian lebih besar terkait studi di dunia peradilan disadarinya, dan dilanjutkan dengan upaya mengatasi
adalah kalangan psikolog sendiri. Kalangan bias tersebut.
psikolog, khususnya yang berada di universitas atau Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
asosiasi, dengan demikian perlu lebih banyak psikologi juga dapat lebih jauh membantu dengan
mengajak keluar komunitasnya untuk menggeluti membuka cakrawala para calon hakim dan hakim
dunia yang tidak konvensional baginya tersebut. senior terkait dengan kemungkinan perubahan
Untuk Indonesia, satu dari sekian hambatan yang ada perilaku, ataupun eksesnya yang berupa bias, baik
adalah minimnya insentif finansial bagi mereka yang pada terdakwa maupun pihak-pihak lain yang terlibat
hendak menggeluti bidang ini. dalam proses beracara di persidangan. Psikologi
Di pihak lain, dunia peradilan dapat pula juga memiliki kemampuan untuk menjadikan hakim
melakukan langkah proaktif mengajak psikologi kembali humanis dan peka dengan permasalahan-
mengobservasi dinamika psikologik, permainan permasalahan kepribadian dan kemanusiaan pada
peran, perubahan perilaku hingga gejolak afeksi umumnya. Bisa dibayangkan, akan terdapat
yang muncul diantara para peserta persidangan serta peningkatan kualitas persidangan apabila psikologi
problem kesiapan dan kompetensi untuk, antara lain, berkesempatan memfokuskan diri pada hakim
menghadapi persidangan (competency to stand mengingat pada diri hakim terdapat kewenangan
trial),ii yang kemungkinan akan berguna dalam besar untuk mengendalikan percakapan,
rangka meningkatkan kepastian hukum itu sendiri. menginterogasi sekaligus memutus perkara.
Psikolog juga diharapkan lebih berperan
membantu kepolisian dalam fase penyelidikan dan
penyidikan kepolisian. Dalam hal ini terdapat situasi Kesimpulan
dimana ada psikolog non-polisi dan psikolog yang Telah dikemukakan bahwa pada masa kini
polisi; keduanya memiliki kelebihan dan
telah terdapat kontribusi psikologi yang bisa
kelemahannya masing-masing. Terlepas dari itu,
58
Adrianus Meliala
59