PEMBAHASAN
Pada bab ini, membahas kesenjangan antara teori dan kasus pada ”Asuhan Keperawatan pada
Ny. K dengan Close Fraktur Femur Sinistra di Instalasi Gawat Darurat RSUD Tarakan Jakarta“.
Asuhan keperawatan dilakukan selama 2 hari (9 Maret-10 Maret 2021). Uraian pembahasan
berikut disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 9 Maret 2021 didapatkan data klien bernama Ny.
K berjenis kelamin perempuan berusia 39 tahun dengan nomor RM 01461429. Klien
mengalami kecelakaan mobil di tol pada tanggal 7 Maret 2021 dini hari. Di dalam mobil
berisi 4 orang dan klien duduk di kursi belakang. Saat kejadian klien yang sedang tidur itu
terpental sampai ke depan dan terkena termos berisi air panas yang ada di dalam mobil. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan dalam teori tentang etiologi fraktur yaitu fraktur
disebabkan karena adanya peningkatan kekuatan otot yang melebihi kekuatan tulang baik
secara langsung maupun tidak langsung (Corwin, 2009).
Saat ini klien mengeluh nyeri. Nyeri yang terjadi karena spasme otot yang menyertai fraktur,
sehingga dapat merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan histamine, bradikinin
dan prostagladin yang akan merangsang serabut A – delta untuk menghantarkan nyeri ke
sumsum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh serabut – serabut saraf yang masuk ke
spinal melalui dorsal root dan sinaps pada dorsal horn. Spinothalamic tract (STT) membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk di interpretasikan sebagai nyeri (Sjamsuhidajat,2010).
Kondisi ekstrimitas superior dekstra masih bisa digerakkan, ekstremitas superior sinistra
tidak bisa bergerak bebas karenan ada luka bakar di humerus, ekstrimitas inferior dekstra
masih bisa digerakkan, ekstremitas inferior sinistra terpasang bidai jadi tidak dapat
dilakukan pengukuran kekuatan otot.
Kekuatan otot 5555 3344 .
5555 0000
Menurut Appley (2010) Keterbatasan lingkup gerak sendi akibat nyeri pada luka fraktur
menyebabkan klien sulit melakukan pergerakkan, sehingga akan menimbulkan gangguan
atau penurunan lingkup gerak sendi.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Maret 2021; Eritrosit ↓ 3.94 juta/ ul (4.40 –
5.90), Hemoglobin ↓ 8.7 g/dl (12.8 – 16.8) penurunan nilai hemoglobin dapat terjadi akibat
perdarahan, Hematokrit ↓ 26,6 % (33 – 45), Leukosit 10.92 ribu/ul (5 – 10.0). Leukosit
mengalami peningkatan karena merupakan respon pertahanan tubuh akibat adanya proses
peradangan jaringan (tulang, otot, pembuluh darah). Pemeriksaan hitung darah lengkap,
hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan
leukosit, terjadi sebagai respon terhadap peradangan (Istianah, 2017).
Data penunjang hasil rontgen, kesan: terlihat fraktur pada femur sinistra. Pemeriksaan
radiologi rontgen tulang adalah hal utama yang harus dilakukan karena berguna untuk
menentukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur (Doenges, Moorhouse dan
Geissler, 2012).
Klien diberikan terapi cairan infus RL 500cc per 8 jam, pada klien yang mengalami fraktur
pada bagian femur akan cenderung kehilangan banyak cairan tubuh dan komponen darah.
Selain itu, pemberian terapi diberikan dalam rangka mengganti cairan yang hilang,
meningkatkan tekanan darah dan kemungkinan persiapan untuk transfusi darah.
Terapi farmakologi yang diberikan pada klien yaitu cefixim 2x100 mg diberikan sebagai
antibiotik, tramadol (jika perlu), ketorolac 30 mg/8jam (IV) termasuk obat golongan NSAID
( Non Steroid Anti Inflamamatory Drug) yang mempunyai efek analgetik bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
Faktor Pendukung: faktor pendukung yang ditemukan selama melakukan pengkajian adalah
sikap yang kooperatif klien dan keluarga saat proses pengkajian berlangsung sehingga
penulis mendapatkan data yang diperlukan dan dengan didukung oleh adanya data dari
rekam medis pasien serta hasil – hasil pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan rontgen.
B. Diagnosis Keperawatan
Hasil data yang ditemukan pada klien dapat dirumuskan bahwa terdapat 4 masalah
keperawatan. Pengangkatan diagnosa ini berdasarkan pedoman dari (PPNI, 2016) dan
didukung dengan adanya data pada klien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017). Diagnosa nyeri
akut ini diangkat sebagai diagnosa pertama karena klien dengan fraktur terjadi kerusakan
fragmen tulang dan jaringan sekitar, di jaringan tulang terdapat ujung-ujung saraf bebas
sebagai reseptor nyeri.
Ketidaknyamanan nyeri harus segera ditangani karena nyeri merupakan kebutuhan akan
rasa nyaman sebagaimana dalam hierarki maslow, seseorang yang mengalami nyeri terus
menerus akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan kebutuhan istirahat tidurnya.
Nyeri yang parah apabila tidak segera ditangani dalam situasi tertentu akan
mengakibatkan timbulnya syok neurogenik. Mengingat pentingnya memberikan rasa
nyaman atas nyeri dan menghindari terjadinya syok neurogenik maka penulis
mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa prioritas pertama. Pengambilan diagnosa ini
di dukung dengan adanya data subjektif: klien mengeluh nyeri dibagian tangan kiri dan
kaki kiri dengan skala nyeri 4, data objektif: klien tampak meringis, klien bersikap
protektif, klien tampak gelisah, hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 7 Maret 2021
terdapat close fraktur dibagian femur sinistra dan luka bakar derajat 2 dibagian humerus
sinistra, klien diberikan analgesik ketorolac 30 mg/8jam (IV) dan tramadol (jika perlu).
C. Perencanaan Keperawatan
Penulis menyusun intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang ditemukan pada
klien. Intervensi keperawatan yang dibuat berpedoman pada teori intervensi yang ada dalam
SIKI (2018) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Intervensi keperawatan yang dibuat yaitu manajemen nyeri: identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri untuk melakukan
penilaian pada nyeri terdapat beberapa metode namun metode yang digunakan metode
Comparative Pain Scale karena lebih mudah diterapkan dan klien dinilai sudah mampu
menilai tingkat nyeri yang dirasakan. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (teknik relaksasi napas dalam) tindakan ini perlu diajarkan dan diterapkan
kepada klien karena dengan relaksasi yang optimal diharapkan dapat mencegah
peningkatan persepsi nyeri yang dialaminya dan teknik relaksasi dapat meningkatkan
aktivitas syaraf parasimpatis yang dapat memperlambat denyut jantung dan membuat
relaks. Kolaborasi pemberian analgesik (ketorolac 30 mg/8 jam IV) obat ini golongan
NSAID ( Non Steroid Anti Inflamamatory Drug) yang mempunyai efek analgetik
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Adapun pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Pada diagnosa ini sebagian besar tindakan sudah dilakukan, implementasi yang telah
dilakukan sebagai berikut: mengevaluasi skala nyeri, mengobservasi respon nyeri non
verbal, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital (mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu) dimana peningkatan tanda-
tanda vital dapat mengindikasikan terjadinya nyeri, memberikan obat ketorolac 30 mg/8
jam (IV)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: mengimmobilisasi kaki yang
mengalami fraktur agar tetap lurus, mengajarkan klien melakukan latihan gerak kaki
pada ekstremitas yang tidak sakit, memotivasi keluarga dalam membantu klien
melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit, mengevaluasi kekuatan
otot klien setelah melakukan latihan gerak aktif, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital (mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu)
3. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat luka bakar.
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: monitor status hidrasi
(frekuensi nadi, kekuatan nadi, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit,
tekanan darah), monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Hematokrit, Na, K, Cl),
memberikan cairan sesuai kebutuhan (RingAss/8 jam)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan .
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: mengobservasi karakteristik
luka, monitor tanda-tanda infeksi, lepas balutan dan plester secara perlahan, bersihkan
area luka dengan cairan NaCl, bersihkan jaringan nekrotik, pasang balutan sesuai dengan
jenis luka, anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein
kemudian menjelaskan tanda dan gejala infeksi kepada klien dan keluarga.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses keperawatan dengan membandingkan perubahan keadaan klien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun pada perencanaan (Rohmah dan Walid,
2014). Evaluasi pada setiap diagnosis meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa
permasalahan (A), serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data (Dinarti et al.,
2013). Evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dilakukan dihari
terakhir untuk mengetahui berhasil atau tidaknya, teratasi atau tidaknya masalah yang klien
alami. Dari evaluasi akhir yang di lakukan pada tanggal 10 Maret 2021 terdapat 4 diagnosa
keperawatan yang belum teratasi yaitu diagnosa keperawatan nyeri akut, gangguan mobilitas
fisik, risiko ketidakseimbangan cairan, dan gangguan integritas kulit.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur)
Pada hari dilakukan evaluasi didapatkan hasil data subjektif: klien mengatakan saat ini
nyeri pada kaki yang mengalami fraktur dengan skala nyeri 3. Objektif: klien tampak
meringis jika kaki kanan di gerakkan, klien tampak waspada terhadap orang yang berada di
dekatnya, dan tidak tampak gelisah. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital; TD: 115/87
mmHg, N: 87x/menit, RR: 21x/menit, S: 36.2 C.
Dari kriteria hasil yang disusun terdapat kriteria hasil sikap protektif menurun, namun pada
hari dilakukan evaluasi klien masih menunjukan sikap protektif sehingga masalah
keperawatan nyeri akut belum teratasi maka rencana tindak lanjut yang diserahkan kepada
perawat ruangan yaitu: monitor tanda-tanda vital, monitor hasil pemeriksaan laboratorium,
monitor skala nyeri dan berikan analgetik ketorolac 30 mg melalui IV (injeksi) per 8 jam.
Faktor Pendukung: dari seluruh evaluasi yang dilakukan yaitu klien dan keluarga sangat
kooperatif dan mendukung kesembuhan klien, perawat ruangan yang terbuka dalam
berdiskusi, dan adanya rekam medis sehingga dapat membantu mengetahui perkembangan
kondisi klien.
Faktor Penghambat: Penulis tidak menemukan hambatan selama melakukan proses
evaluasi keperawatan.
BAB V
PENUTUP
Setelah membahas asuhan keperawatan pada Ny. K dengan Close Fraktur Femur Sinistra
di Instalasi Gawat Darurat RSUD Tarakan Jakarta mulai dari pengkajian keperawatan,
menentukan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, melakukan
intervensi keperawatan yang sudah disusun, dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian telah dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan observasi
didapatkan data (data yang diperoleh dari klien) dan data sekunder (data yang
didapatkan dari keluarga klien, rekam medis dan perawat ruangan). Klien dengan
diagnosa medis close fraktur femur sinistra dan humerus luka combustio. Dengan
menerapkan sikap bina hubungan saling percaya maka dapat terjalinnya hubungan
saling percaya antar klien, keluarga dengan perawat. Sehingga tidak ditemukan
hambatan pada tahap pengkajian.
2. Sesuai dengan teori Nanda 2021, NIC 2021, dan NOC 2021, pada klien ditemukan
diagnosis keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur),
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
Diagnosis lain juga diangkat berhubungan dengan luka bakar yang dialami klien yaitu
risiko ketidakseimbangan cairan dan gangguan integritas kulit. Diagnosa diangkat
sesuai dengan keadaan serta prioritas kebutuhan klien yang dapat menimbulkan
komplikasi lebih lanjut jika tidak segera mendapat penanganan.
3. Pada perencanaan keperawatan yang disusun berfungsi untuk menyelesaikan masalah
keperawatan yang ditemukan pada klien dengan diagnosa keperawatan yang diangkat
mengacu pada SIKI (2018) dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien.
4. Pelaksanaan intervensi keperawatan sesuai dengan rencana yang disusun dilakukan
disesuaikan kondisi klien, namun ada beberapa intervensi yang telah dilakukan saat
proses pengkajian seperti identifikasi karakteristik dan intensitas nyeri, intervensi
membersihkan jaringan nekrotik juga tidak dilakukan karena tidak ditemukannya luka
nekrotik pada klien.
5. Hasil evaluasi keperawatan akhir yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2021
didapatkan diagnosis keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (fraktur), diagnosis keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang, diagnosis keperawatan gangguan integritas kulit
belum teratasi. Diagnosis keperawatan risiko ketidakseimbangan cairan telah teratasi.
Untuk itu diperlukan tindak lanjut yang diserahkan kepada perawat ruangan.