Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, membahas kesenjangan antara teori dan kasus pada ”Asuhan Keperawatan pada
Ny. K dengan Close Fraktur Femur Sinistra di Instalasi Gawat Darurat RSUD Tarakan Jakarta“.
Asuhan keperawatan dilakukan selama 2 hari (9 Maret-10 Maret 2021). Uraian pembahasan
berikut disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 9 Maret 2021 didapatkan data klien bernama Ny.
K berjenis kelamin perempuan berusia 39 tahun dengan nomor RM 01461429. Klien
mengalami kecelakaan mobil di tol pada tanggal 7 Maret 2021 dini hari. Di dalam mobil
berisi 4 orang dan klien duduk di kursi belakang. Saat kejadian klien yang sedang tidur itu
terpental sampai ke depan dan terkena termos berisi air panas yang ada di dalam mobil. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan dalam teori tentang etiologi fraktur yaitu fraktur
disebabkan karena adanya peningkatan kekuatan otot yang melebihi kekuatan tulang baik
secara langsung maupun tidak langsung (Corwin, 2009).

Saat ini klien mengeluh nyeri. Nyeri yang terjadi karena spasme otot yang menyertai fraktur,
sehingga dapat merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan histamine, bradikinin
dan prostagladin yang akan merangsang serabut A – delta untuk menghantarkan nyeri ke
sumsum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh serabut – serabut saraf yang masuk ke
spinal melalui dorsal root dan sinaps pada dorsal horn. Spinothalamic tract (STT) membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk di interpretasikan sebagai nyeri (Sjamsuhidajat,2010).
Kondisi ekstrimitas superior dekstra masih bisa digerakkan, ekstremitas superior sinistra
tidak bisa bergerak bebas karenan ada luka bakar di humerus, ekstrimitas inferior dekstra
masih bisa digerakkan, ekstremitas inferior sinistra terpasang bidai jadi tidak dapat
dilakukan pengukuran kekuatan otot.
Kekuatan otot 5555 3344 .
5555 0000
Menurut Appley (2010) Keterbatasan lingkup gerak sendi akibat nyeri pada luka fraktur
menyebabkan klien sulit melakukan pergerakkan, sehingga akan menimbulkan gangguan
atau penurunan lingkup gerak sendi.

Klien terpasang bidai di ekstremitas inferior sinistra. Pembidaian merupakan tindakan


imobilisasi eksternal bagian tubuh yang mengalami patah tulang menggunakan alat bernama
bidai dan dipasang dengan menyesuaikan bentuk tubuh agar tidak terjadi deformitas atau
perubahan bentuk tubuh tidak sesuai anatomis tubuh (Asikin, Nasir, Podding, & Takko,
2016).

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Maret 2021; Eritrosit ↓ 3.94 juta/ ul (4.40 –
5.90), Hemoglobin ↓ 8.7 g/dl (12.8 – 16.8) penurunan nilai hemoglobin dapat terjadi akibat
perdarahan, Hematokrit ↓ 26,6 % (33 – 45), Leukosit 10.92 ribu/ul (5 – 10.0). Leukosit
mengalami peningkatan karena merupakan respon pertahanan tubuh akibat adanya proses
peradangan jaringan (tulang, otot, pembuluh darah). Pemeriksaan hitung darah lengkap,
hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan
leukosit, terjadi sebagai respon terhadap peradangan (Istianah, 2017).

Data penunjang hasil rontgen, kesan: terlihat fraktur pada femur sinistra. Pemeriksaan
radiologi rontgen tulang adalah hal utama yang harus dilakukan karena berguna untuk
menentukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur (Doenges, Moorhouse dan
Geissler, 2012).

Klien diberikan terapi cairan infus RL 500cc per 8 jam, pada klien yang mengalami fraktur
pada bagian femur akan cenderung kehilangan banyak cairan tubuh dan komponen darah.
Selain itu, pemberian terapi diberikan dalam rangka mengganti cairan yang hilang,
meningkatkan tekanan darah dan kemungkinan persiapan untuk transfusi darah.
Terapi farmakologi yang diberikan pada klien yaitu cefixim 2x100 mg diberikan sebagai
antibiotik, tramadol (jika perlu), ketorolac 30 mg/8jam (IV) termasuk obat golongan NSAID
( Non Steroid Anti Inflamamatory Drug) yang mempunyai efek analgetik bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
Faktor Pendukung: faktor pendukung yang ditemukan selama melakukan pengkajian adalah
sikap yang kooperatif klien dan keluarga saat proses pengkajian berlangsung sehingga
penulis mendapatkan data yang diperlukan dan dengan didukung oleh adanya data dari
rekam medis pasien serta hasil – hasil pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan rontgen.

Faktor Penghambat: faktor penghambat yang ditemukan selama melakukan pengkajian


diantaranya keterbatasan waktu berdinas, sehingga harus dibagi antara melengkapi data
pengkajian dan memenuhi target kompetensi.

B. Diagnosis Keperawatan
Hasil data yang ditemukan pada klien dapat dirumuskan bahwa terdapat 4 masalah
keperawatan. Pengangkatan diagnosa ini berdasarkan pedoman dari (PPNI, 2016) dan
didukung dengan adanya data pada klien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017). Diagnosa nyeri
akut ini diangkat sebagai diagnosa pertama karena klien dengan fraktur terjadi kerusakan
fragmen tulang dan jaringan sekitar, di jaringan tulang terdapat ujung-ujung saraf bebas
sebagai reseptor nyeri.
Ketidaknyamanan nyeri harus segera ditangani karena nyeri merupakan kebutuhan akan
rasa nyaman sebagaimana dalam hierarki maslow, seseorang yang mengalami nyeri terus
menerus akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan kebutuhan istirahat tidurnya.
Nyeri yang parah apabila tidak segera ditangani dalam situasi tertentu akan
mengakibatkan timbulnya syok neurogenik. Mengingat pentingnya memberikan rasa
nyaman atas nyeri dan menghindari terjadinya syok neurogenik maka penulis
mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa prioritas pertama. Pengambilan diagnosa ini
di dukung dengan adanya data subjektif: klien mengeluh nyeri dibagian tangan kiri dan
kaki kiri dengan skala nyeri 4, data objektif: klien tampak meringis, klien bersikap
protektif, klien tampak gelisah, hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 7 Maret 2021
terdapat close fraktur dibagian femur sinistra dan luka bakar derajat 2 dibagian humerus
sinistra, klien diberikan analgesik ketorolac 30 mg/8jam (IV) dan tramadol (jika perlu).

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.


Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri (SDKI 2017). Penulis mengangkat diagnosa ini sebagai prioritas kedua
karena pergerakan merupakan kebutuhan fisiologis untuk memelihara elastisitas otot dan
fleksibilitas sendi. Otot dan sendi tidak boleh diimobilisasi dalam waktu yang lama,
komplikasi yang timbul akibat imobilisasi yang lama antara lain kontraktur dan atrofi
otot. jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih maka akan terjadi penurunan massa
yang berkelanjutan (Potter dan Perry, 2007).
Diagnosa ini di dukung dengan adanya data subjektif: klien mengatakan sulit
menggerakkan kaki kiri dan tangan kirinya. Data objektif: klien tampak cemas ketika
bergerak, hasil pemeriksaan radiologi terdapat close fraktur dibagian femur sinistra,
kekuatan otot klien menurun 5555 3344
5555 0000

3. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat luka bakar.


Luka bakar derajat 2 ditandai dengan munculnya blister atau gelembung berisi air dan
lembab, jika tekanan dilepas akan berisi kembali dan terasa nyeri (Nugroho T, Putri B.
T, Putri, D.K, 2015). Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium,
klorida dan protein tubuh akan keluar dalam sel dan menyebabkan edema dan
menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal itu akan menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler dan kehilangan cairan tambahan karena
penguapan yang berlebihan.
Diagnosa ini di dukung dengan adanya data subjektif: klien mengatakan pada saat
kecelakaan ia tersiram air termos yang berada di sampingnya, mengeluh perih pada
sekitar area luka. Data objektif: terdapat luka bakar dibagian trunkus anterior dan
trunkus posterior sebanyak 9%, terdapat luka bakar dibagian superior sinistra sebanyak
1%.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
Gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit dermis dan/atau epidermis (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016). Pada kerusakan kulit yang luas dan terbuka dapat terjadi
perdarahan yang menyebabkan penurunan Hb atau yang lebih parah syok hipovolemik
serta menjadi jalur masuknya bakteri yang dapat menghambat penyembuhan dan
menambah komplikasi penyakit.
Diagnosa ini ditegakkan dengan didukung oleh data subjektif: klien mengatakan luka
terasa perih dan data objektif: terdapat luka bakar karena terkena air panas di trunkus
anterior, trunkus posterior dan ekstremitas superior sinistra. Luas luka bakar 10% dengan
kondisi luka bakar derajat 2 dan terdapat bulla.

Faktor Pendukung: dalam menegakkan diagnosis yaitu tersedianya sumber referensi


seperti jurnal dan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yang didapatkan
membantu dalam menegakkan diagnosis keperawatan.
Faktor Penghambat: tidak ada hambatan yang berarti, hanya saja dalam menegakkan
diagnosis keperawatan terbagi pada kondisi fraktur dan juga luka bakar klien. Solusi
untuk menghadapi faktor penghambat yang dihadapi adalah dengan membaca referensi.

C. Perencanaan Keperawatan
Penulis menyusun intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang ditemukan pada
klien. Intervensi keperawatan yang dibuat berpedoman pada teori intervensi yang ada dalam
SIKI (2018) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Intervensi keperawatan yang dibuat yaitu manajemen nyeri: identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri untuk melakukan
penilaian pada nyeri terdapat beberapa metode namun metode yang digunakan metode
Comparative Pain Scale karena lebih mudah diterapkan dan klien dinilai sudah mampu
menilai tingkat nyeri yang dirasakan. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (teknik relaksasi napas dalam) tindakan ini perlu diajarkan dan diterapkan
kepada klien karena dengan relaksasi yang optimal diharapkan dapat mencegah
peningkatan persepsi nyeri yang dialaminya dan teknik relaksasi dapat meningkatkan
aktivitas syaraf parasimpatis yang dapat memperlambat denyut jantung dan membuat
relaks. Kolaborasi pemberian analgesik (ketorolac 30 mg/8 jam IV) obat ini golongan
NSAID ( Non Steroid Anti Inflamamatory Drug) yang mempunyai efek analgetik
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.


Intervensi keperawatan yang dibuat yaitu dukungan mobilisasi: identifikasi adanya nyeri,
monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi, monitor
kondisi umum selama melakukan mobilisasi dan identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan, toleransi fisik melakukan pergerakan dapat diukur dengan tingkat
ketergantungan klien dalam melakukan aktifitas yang menimbulkan keterbatasan.
Memfasilitasi aktivitas mobilisasi (pasang handrail) untuk meminimalisir risiko jatuh.
Memfasilitasi dalam melakukan pergerakan dan libatkan keluarga untuk klien
melakukan mobilisasi, dengan membantu ADL klien maka akan memenuhi kebutuhan
personal klien.

3. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat luka bakar.


Intervensi keperawatan yang dibuat yaitu manajemen cairan: monitor tekanan darah,
monitor frekuensi napas sebagai langkah mengetahui status hemodinamik klien. Berikan
asupan cairan sesuai kebutuhan untuk mengganti kehilangan cairan pada klien.
Identifikasi tanda-tanda hypovolemia penting sebagai deteksi dan pencegahan terjadinya
syok hipovolemik.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.


Intervensi keperawatan yang dibuat yaitu perawatan luka: monitor karakteristik luka,
monitor tanda-tanda infeksi, lepas balutan dan plester secara perlahan, bersihkan area
luka dengan cairan NaCl, pasang balutan sesuai dengan jenis luka, pertahankan teknik
steril saat melakukan perawatan luka. Dengan dilakukannya perawatan luka maka akan
mempercepat penyembuhan luka dan dengan memperhatikan prinsip septik dan aseptik
dalam perawatan luka dapat mengurangi risiko infeksi pada klien. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi sebagai langkah meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga
terhadap proses penyakitnya. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi
protein, dimana diet ini penting sebagai faktor pemenuhan nutrisi yang adekuat pada
seseorang yang mengalami patah tulang. Penentuan diet yang benar dan adekuat dapat
menunjang proses penyembuhan tulang.

Faktor Pendukung: tersedianya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang


menjadi referensi sebagai acuan untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
Faktor Penghambat: tidak ada hambatan yang berarti pada penyusunan intervensi
keperawatan untuk masalah yang terjadi pada klien.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Adapun pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur).
Pada diagnosa ini sebagian besar tindakan sudah dilakukan, implementasi yang telah
dilakukan sebagai berikut: mengevaluasi skala nyeri, mengobservasi respon nyeri non
verbal, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital (mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu) dimana peningkatan tanda-
tanda vital dapat mengindikasikan terjadinya nyeri, memberikan obat ketorolac 30 mg/8
jam (IV)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: mengimmobilisasi kaki yang
mengalami fraktur agar tetap lurus, mengajarkan klien melakukan latihan gerak kaki
pada ekstremitas yang tidak sakit, memotivasi keluarga dalam membantu klien
melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit, mengevaluasi kekuatan
otot klien setelah melakukan latihan gerak aktif, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital (mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu)
3. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat luka bakar.
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: monitor status hidrasi
(frekuensi nadi, kekuatan nadi, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit,
tekanan darah), monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Hematokrit, Na, K, Cl),
memberikan cairan sesuai kebutuhan (RingAss/8 jam)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan .
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: mengobservasi karakteristik
luka, monitor tanda-tanda infeksi, lepas balutan dan plester secara perlahan, bersihkan
area luka dengan cairan NaCl, bersihkan jaringan nekrotik, pasang balutan sesuai dengan
jenis luka, anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein
kemudian menjelaskan tanda dan gejala infeksi kepada klien dan keluarga.

Faktor Pendukung: dalam melakukan implementasi keperawatan yaitu klien kooperatif


selama diberikan asuhan keperawatan dan adanya kerjasama dengan perawat serta
tenaga medis lain.
Faktor Penghambat: dalam melakukan tindakan keperawatan terdapat hambatan waktu
berdinas sehingga komunikasi antar anggota kelompok setiap pergantian shift kurang
maksimal.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses keperawatan dengan membandingkan perubahan keadaan klien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun pada perencanaan (Rohmah dan Walid,
2014). Evaluasi pada setiap diagnosis meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa
permasalahan (A), serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data (Dinarti et al.,
2013). Evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dilakukan dihari
terakhir untuk mengetahui berhasil atau tidaknya, teratasi atau tidaknya masalah yang klien
alami. Dari evaluasi akhir yang di lakukan pada tanggal 10 Maret 2021 terdapat 4 diagnosa
keperawatan yang belum teratasi yaitu diagnosa keperawatan nyeri akut, gangguan mobilitas
fisik, risiko ketidakseimbangan cairan, dan gangguan integritas kulit.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur)
Pada hari dilakukan evaluasi didapatkan hasil data subjektif: klien mengatakan saat ini
nyeri pada kaki yang mengalami fraktur dengan skala nyeri 3. Objektif: klien tampak
meringis jika kaki kanan di gerakkan, klien tampak waspada terhadap orang yang berada di
dekatnya, dan tidak tampak gelisah. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital; TD: 115/87
mmHg, N: 87x/menit, RR: 21x/menit, S: 36.2 C.
Dari kriteria hasil yang disusun terdapat kriteria hasil sikap protektif menurun, namun pada
hari dilakukan evaluasi klien masih menunjukan sikap protektif sehingga masalah
keperawatan nyeri akut belum teratasi maka rencana tindak lanjut yang diserahkan kepada
perawat ruangan yaitu: monitor tanda-tanda vital, monitor hasil pemeriksaan laboratorium,
monitor skala nyeri dan berikan analgetik ketorolac 30 mg melalui IV (injeksi) per 8 jam.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang


Pada hari dilakukan evaluasi didapatkan hasil data subjektif: klien mengatakan belum bisa
menggerakkan ekstremitas bagian kanan. Objektif: kekuatan otot klien 5555 3344 .
5555 0000
Klien belum dapat menggerakan ekstremitas secara mandiri dan kekuatan otot belum
meningkat sehingga masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik belum teratasi,
rencana tindak lanjut yang diserahkan pada perawat ruangan yaitu: monitor tanda-tanda
vital klien sebelum melakukan mobilisasi dan fasilitasi klien dalam melakukan mobilisasi.

3. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat luka bakar


Pada hari dilakukan evaluasi didapatkan hasil data objektif: membran mukosa lembab,
output urine sebanyak 600 cc. Dari kriteria hasil yang dicapai didapatkan hasil masalah
keperawatan risiko ketidakseimbangan cairan teratasi, diperlukan tindak lanjut yang
diserahkan kepada perawat ruangan untuk memastikan keseimbangan cairan klien yaitu:
monitor status hidrasi (frekuensi nadi, kekuatan nadi,pengisian kapiler, kelembaban
mukosa,turgor kulit, tekanan dara), monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Hematokrit,
Na, K, Cl),berikan cairan sesuai kebutuhan (RingAss/8 jam), berikan cairan intravena.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar


Pada hari dilakukan evaluasi didapatkan hasil data subjektif: klien mengatakan masih
merasa perih dibagian tangan yang terdapat luka, data objektif: masih terdapat luka bakar
seluas 10% di trunkus anterior, trunkus posterior dan ekstremitas superior sinistra, tampak
bulla pada luka. Kriteria hasil yang dibuat tidak dapat dicapai maka didapatkan hasil
masalah keperawatan gangguan integritas kulit belum teratasi, diperlukan tindak lanjut
yang diserahkan kepada perawat ruangan yaitu: monitor karakteristik luka, monitor tanda-
tanda infeksi, bersihkan area luka dengan cairan NaCl, bersihkan jaringan nekrotik jika
ada, ganti balutan sesuai jenis luka, anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi
protein kemudian menjelaskan tanda dan gejala infeksi

Faktor Pendukung: dari seluruh evaluasi yang dilakukan yaitu klien dan keluarga sangat
kooperatif dan mendukung kesembuhan klien, perawat ruangan yang terbuka dalam
berdiskusi, dan adanya rekam medis sehingga dapat membantu mengetahui perkembangan
kondisi klien.
Faktor Penghambat: Penulis tidak menemukan hambatan selama melakukan proses
evaluasi keperawatan.
BAB V
PENUTUP

Setelah membahas asuhan keperawatan pada Ny. K dengan Close Fraktur Femur Sinistra
di Instalasi Gawat Darurat RSUD Tarakan Jakarta mulai dari pengkajian keperawatan,
menentukan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, melakukan
intervensi keperawatan yang sudah disusun, dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian telah dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan observasi
didapatkan data (data yang diperoleh dari klien) dan data sekunder (data yang
didapatkan dari keluarga klien, rekam medis dan perawat ruangan). Klien dengan
diagnosa medis close fraktur femur sinistra dan humerus luka combustio. Dengan
menerapkan sikap bina hubungan saling percaya maka dapat terjalinnya hubungan
saling percaya antar klien, keluarga dengan perawat. Sehingga tidak ditemukan
hambatan pada tahap pengkajian.
2. Sesuai dengan teori Nanda 2021, NIC 2021, dan NOC 2021, pada klien ditemukan
diagnosis keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur),
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
Diagnosis lain juga diangkat berhubungan dengan luka bakar yang dialami klien yaitu
risiko ketidakseimbangan cairan dan gangguan integritas kulit. Diagnosa diangkat
sesuai dengan keadaan serta prioritas kebutuhan klien yang dapat menimbulkan
komplikasi lebih lanjut jika tidak segera mendapat penanganan.
3. Pada perencanaan keperawatan yang disusun berfungsi untuk menyelesaikan masalah
keperawatan yang ditemukan pada klien dengan diagnosa keperawatan yang diangkat
mengacu pada SIKI (2018) dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien.
4. Pelaksanaan intervensi keperawatan sesuai dengan rencana yang disusun dilakukan
disesuaikan kondisi klien, namun ada beberapa intervensi yang telah dilakukan saat
proses pengkajian seperti identifikasi karakteristik dan intensitas nyeri, intervensi
membersihkan jaringan nekrotik juga tidak dilakukan karena tidak ditemukannya luka
nekrotik pada klien.
5. Hasil evaluasi keperawatan akhir yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2021
didapatkan diagnosis keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (fraktur), diagnosis keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang, diagnosis keperawatan gangguan integritas kulit
belum teratasi. Diagnosis keperawatan risiko ketidakseimbangan cairan telah teratasi.
Untuk itu diperlukan tindak lanjut yang diserahkan kepada perawat ruangan.

Anda mungkin juga menyukai