1. Epistaksis posterior
a. Bagaimana cara membedakan epsitaksis anterior dengan posterior?
sisi Banyak dari little’s area/ dinding Banyak dari posterosuperior kavum
lateral anterior hidung nasal (woodruff,s plexus); sulit
ditentukan titik perdarahan
pendarahan Biasanya ringan, mudah dikontrol Berat, membuat berobat atau rawat
dengan tekanan lokal/ tampon di RS, butuh tampon posterior
anterior
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Hean and Neck Surgery, 7 th, 2018
2. Post septoplasti
a. Penyebab septum deviasi?
1. Trauma
Pukulan pada sisi lateral hidung bisa menyebabkan perubahan letak kartilago septum,
pukulan dari depan dapat menyebabkan tekukan, terpuntir atau fraktur septum, dan
trauma persalinan
2. Perkembangan yang salah
Pertumbuhan tidak seimbang antara alangit-langit dengan dasar tengkorak
menyebabkan septum nasal tertekuk.
Pernafasan lewat mulut misalnya pada hipertrofi adenoid, langit-langit seringkali
melengkung dan septum bergeser
Pada orang dengan celah bibir, celah palatum, dan kelainan gigi
3. Ras (kaukasian lebih sering dibandingkan amerika kulit hitam)
4. Herediter
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Hean and Neck Surgery, 7 th, 201
b. Perdarahan septum
Arteri karotis eksterna:
1.A. Sfenopalatina cabang septum
2.A. Palatina mayor cabang septum
3.A. Labialis superior cabang septum
Arteri karotis interna:
1.A. Ethmoidalis anterior
2.A. Ethmoidalis posterior
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Hean and Neck Surgery, 7 th, 2018
c. Berapa jenis tindakan septoplasti?
Teknik septoplasty:
1. Cutting techniques
2. Grafting techniques
3. Suturing techniques
4. Relocating techniques
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018, nasal anatomy and nasal valve
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018. Granulomatous Conditions of the nose;
Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 6th Edition , 2011; Nicolai P, Castelnuovo
P, Villaret AB, Farina D.. The Role of Endoscopy in the Management of Benign and
Malignant Sinonasal Tumors. In: Georgalas C, Fokkens W, editors. Rhinology and Skull
Base Surgery. Stutgatgart,New York: Thieme;2013.p.835-861
4. Perempuan 15 tahun
D: Rhinosinusitis kronis
a. pada pasien ada dilakukan operasi membuang adenoid pada bulan agustus, kenapa?
b. Pada pasien apa penyebabnya?
Penyebab RSK:
1. Alergi
2. Asma dan penyakit saluran nafas bawah lainnya
3. Non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID)-Exacerbated respoiratory disease (N-
ERD)
4. Defisiensi imun
5. Gastro-oesophageal reflux disease (GORD)
6. Variasi anatomi hidung
7. Mikrobiologi (bakteri dan biofilms, virus, fungal)
8. Kerusakan silia
9. Merokok
10. Polusi
11. OSA
12. Sindroma metabolic dan obesitas
13. Hiper responsive alcohol
14. Kekurangan vitamin D
Sumber: EPOS2020
5. Laki-laki
D: Perforasi septum
a. Apa permasalahan pada pasien?
Keluhan pada perforasi septum : hidung kering, epistaksis, dan suara sengau, rasa hidung
kosong, atau perasaan tidak nhyaman pada hidung.
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018, Nasal septal perforations
b. Pemeriksaan aliran udara dari hidung?
Rinomanometri (mengukur resistensi aliran udara hidung dan patensi hidung dalam
kesatuan aliran udara). Rinomanometri anterior aktif menegukur perbedaan tekanan
udara anterior dan posterior nostril dan dapat mengukur volume aliran udara masing-
masing lubang hidung.
Rinometri akustik (mengukur volume kavum nasal, dapat mengukur area cross
sectional hidung dan volume sepanjang pasase hidung)
Peak nasal flow (mengukur konduktansi hidung dengan mengukur aliran puncak
inspirasi atau ekspirasi melalui hidung dengan usaha pernafasan maksimal). PNIF
pada laki-laki rata-rata 143 L/m, perempuan 122 L/m
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018, Measurement of Nasal Airway:
Scheithauer, Surgery of the turbinates and “empty nose” syndrome, 2011
6. Perempuan, 33 tahun
D: post Septoplasty + FESS
a. Perbedaan konkotomi dan konkoplasty?
Konkotomi: reseksi kepala kepala konka termasuk tulang dan mukosa yang melapisinya;
konkoplasty: reseksi tulang konka dengan meninggalkan flap mucoperiosteum medial
Sumber: Scheithauer, Surgery of the turbinates and “empty nose” syndrome, 2011
b. Teknik yang dilakukan?
1) Unsinektomi
2) Ethmoidektomi
3) Sphenoidektomi
4) Frontal sinus surgery
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018. Surgical Management of Rhinosinusitis
7. Perempuan
D: Post insisi abses Septum Hari I
- Anamnesis: tanda-tanda abses septum? Penyebab: riwayat trauma?
Obstruksi hidung bilateral dan nyeri pada batang hidung. Pasien juga bisa mengeluhkan
demam mengigil dan nyeri kepala bagian frontal, bengkak dan merah pada kulit bagian atas
hidung. Pemeriksaan hiung dalam tampak pembengkakan bilateral septum hidung dengan
permukaan yang licin fluktuatif. Dapat pula ditemukan pembesaran KGB submandibular dan
perabaan lunak.
Etiologi: sebagian besar karena infeksi sekunder dari hematom septum; dapt]at juga proses
lanjutan dari furunkulosis an infeksi akut tifus atau campak
- Prosedur penatalaksanaan?
Abses harus didrainase sedini mungkin. Insisi dibuat di bagian paling fluktuatif pada abses
dan sebagian mukosa septum dipotong. Pus dan potongan tulang rawan yang nekrosis
dikeluarkan dengan suction. Insisi mungkin perlu dibuka kembali setiap hari selama 2-3 hari
untuk mengeluarkan pus atau untuk menghilangkan bagian tulang rawan yang nekrosis.
Antibiotik sistemik dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan dan dilanjutkan setidaknya
selama 10 hari.
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Hean and Neck Surgery, 7th, 2018
8. Perempuan
D: epistaksis Etiologi pada pasien? Hb?
Etiologi epistaksis:
Lokal:
Hidung:
Trauma
Infeksi (akut: rhinitis akut, difteri nasal, sinusitis akut; kronik: rhinitis atrofi, rinitis sicca,
granulomatosa, sifilis)
Benda asing
Neoplasma (benign: hemangioma, papilloma; maligna: karsinoma/sarcoma
Perubahan cuaca: dataran tinggi, caisson disease/ dekompresi tiba-tiba
Septum deviasi
Nasofaring (adenoiditis, juvenile angiofibroma, maligna tumor)
Umum:
Sistem kardiovaskular: hipertensi, aterosklerosis, mitral stenosis, kehamilan
Kelainan darah: anemia aplastik, leukemia, vascular purpura, dif.vit K, trombositopenia,
haemofilia, hereditary hemorraghic telenagiektasis (HHT)
Penyakit hati : sirosis hepatis (def. faktor II,VII,IX,X)
Penyakit ginjal: nefritis kronis
Obat-obatan: kelebihan asam salisilat, obat analgetic sendi dan kepala, antikoagulan
Kompresi mediastinum: tumor
Infeksi umum akut: influenza, cacar, demam reumatik, infeksi mononucleosis, tifus,
pneumonia, malaria, DHF
Menstruasi
Idiopatik
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Head and Neck Surgery, 7th, 2018
9. Laki-laki, 24 tahun
D: polip antrokoana+ RSK+ Rhinitis alergika persisten ringan+ tonsilitis kronis
- Diagnosis banding polip antrokoana:
1. Gumpalan lendir yang terlihat seperti polip tapi akan menghilang saat membuang ingus
2. Hipertrofi konka media (dibedakan dari warnanya yang merah muda dan perabaan keras
tulang dengan uji probe)
3. Angiofibroma (riwayat epistaksis berulang, konsistensi padat dan mudah berdarah)
4. Neoplasma lain (dibedakan dari tampilannya yang berwarna merah muda, rapuh dan udah
berdarah)
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Head and Neck Surgery, 7th, 2018
Sumber: kuliah online pembacaan MSCT Scan sinus paranasal oleh dr. Anna
Mailasari Kusuma, Sp.THT-KL(K)
- Rencana terapi pasien?
FESS dan polipektomi
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018. Surgical Management of Rhinosinusitis
11. Perempuan
D: RSK + Polip nasi grd II
- Diagnosis utama pada pasien ini apa?
RSK
- Apa terapi perdarahan : medikamentosa?
Pendarahan pembuluh darah kecil dapat dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal
(adrenalin 1:80.000 dengan atau tanpa kokain). Pendarahan pembuluh darah besar dapat
dikontrol dengan suction diatermi bipolar. Pada kasus pendarahan mukosa difus dapat
diberikan surgiflo/floseal. Pada kasus jarang, mungkin diperlukan ligasi arteri sfenoplatina
atau eksplorasi orbita untuk menjepit arteri ethmoid anterior.
Sumber: scoot brown, eighth edition, vol 1, 2018. Surgical Management of Rhinosinusitis
Sumber: Dhingra PL “Disease of ear, nose and throat&Hean and Neck Surgery, 7th, 201
Sumber: Assanasen P, Naclerio RM. Medical and surgical management of nasal polyps. Curr
Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2001; 9:27–36.
Untuk benda asing pada anak-anak yang tidak kooperatif, benda asing kimia ( Batere) ekstraksi
dilakukan dalam narkose
Terapi antibiotika profilaksi, 30 menit sebelum pembedahan dan dapat diulang 24 jam
kemudian: Seftriakson 1 gram intravena (IV)/ sefotaksim 1 gram (IV)/ sefoperazone 1
gram (IV)
Sumber: Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Modul
Utama Sub Bagian Rinologi 2008; Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ. Disease of the sinuses
diagnosis and management. London; Decker 2001
17. Teknik operasi sinus tanpa endoskopi Caldwell luc punksi irigasi, inisisi supra labial
Penedkatan eksternal untuk tatalaksana bedah pada penyakit berat pada sinus maksilaris.
Prosedur ini merupakan alternatif untuk antrostomi metaus media yang dilakeukan melalui
operasi endoskopi endonasal dan merupakan pendekatan utama yang digunakan untuk mengakses
sinus maksilaris sebelum dimulainya operasi sinus endoskopi. Di indikasikan untuk pasien
tertentu dengan penyakit rmaksila yang luas, terutama pasien dengan poliposis massif atau
penyakit jamur. Kegagalan dalam membersihkan mukosa sinus maksila secara komplit dapat
menyebabkan kekambuhan penyakit paska operasi.
Sumber: Hacking craig, Glick yair et al, Radiopedia. Caldwell-Luc operation, 2021
Sumber: Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL FKUI, edisi keenam, jakarta 2007
Sumber: modul epistaksis, Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Modul Utama Sub Bagian Rinologi 2015
20. RPF singkatan dari?
21. Cara membaca CT scan SPN?
22. Kenapa RSK anak lebih sering komplikasi ke orbita?
23. Mengapa terjadi penurunan penciuman> Karena trauma menganai sinus frontal
24. Fisioterapi penciuman> Makan pisang, diberi bubuk kayu manis
25. Double konka ?
26. Cara irigasi sinus dimana saja ? selain FESS?
27. Dimana lokasi untuk biopsy nasofaring ?
28. Apa khas untuk hemangioma ? DD/ polip septum, apa bedanya ?
29. Penanganan abses septum ?
30. Macam-macam septoplasty ?
31. Pada pasien sinusitis jamur
a. Alasan dilakukan unsinektomi medial?
b. Jalur penyebaran infeksi dari nasal, sinus, sampai ke telinga?
32. Apa metode perforasi septum yang besar dengan Teknik open septoplasty ?
33. Pada sinusitis kronis apakah terdapat PND ?
34. Post ekstirpasi papiloma inverted
35. Jika ada massa di kavum timpani apa yang dipikirkan?
36. Permintaan CT scan apa untuk melihat hidung?
37. Pelajari CT Scan?
38. CT scan SPN
a. Variasi anatomi : konka bulosa, double konka, sel heller, sel koen, sel anodi?
b. Pendekatan ke sphenoid ? (transetmoid, transnasal, transeptal)
39. Rhinosinusitis jamur kronik invasif dekstra
a. Bagaimana gambaran rontge dari orbita dan hidung?
b. Bagaimana cara penggunaan florourasil dan NaCl?
c. Fakstor risiko pasien ini?DM
d. Lesi N.VII?
e. Post epistaksis
f. Bagaimana dengan anemia pada pasien ini?
g. Tumor maksila dekstra
h. Komplikasi caldwell luc?
40. Tumor kavum nasi
a. Rencana apa?
b. Bagaimana rekonstruksi septumnya? Klo septum hilang? (iga, silikon)
Subbagian NO
1. Laki-laki
D: Sudden Deafness
Terapi:
Untuk pasien dengan onset kurang dari 2 minggu, pasien akan dirawat. Pasien disarankan untuk
tirah baring sempurna selama dua minggu. Namun karena kasus terbanyak tuli mendadak adalah
idiopatik yang umumnya respons dengan steroid maka berdasarkan kesepakatan para ahli dalam
Consensus on Diagnosis and Treatment of Sudden Hearing Loss di Madrid, Spanyol tahun 2011
ditetapkan steroid sebagai terapi utama pada tuli mendadak, dimana pilihannya dapat berupa
prednison atau metil prednisolon. Penelitian sebelumnya menjadikan metil prednisolon 1 mg/kg
berat badan tappering off sebagai standar pengobatan tuli mendadak di RSUP Dr.
Ciptomangunkusumo. Terapi steroid sistemik ini diberikan selam 10-14hari. Selain itu terapi
yang direkomendasikan ialah terapi oksigen hiperbarik, steroid intratimpanik (dilakukan pada
kasus yang sulit disembuhkan atau kontraindikasi untuk diberikan steroid sistemik). Hal ini
sesuai dengan Clinical Practice Guidelines 2012.Terapi tambahan yang daa faktor predisposisi
lain. Kriteria perbaikan fungsi pendengaran dibagi menjadi : (1) sangat baik :>30 db pada 5
frekuensi; (2) sembuh, < 30 db pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan < 25 db
pada frekuensi 4000 Hz; (3) baik, 10-30 db pada 5 frekuensi; (4) tidak ada perbaikan, < 10 db
pada 5 frekuensi.
2. Cabang Nervus fasialis ?
Sumber: Roditi Rachel E and Crane Benjamin T. Bailey’s Head & Neck Surgery, vol 1, fifth
edition, 2014. Neurotology in Otolaryngology
Sumber: Lee’s K.J. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, eleventh edition,
2016. Fascial Nerve Paralysis
3. Fungsi N. fasialis ?
Mensarafi otot ekspresi wajah, sensasi pengecapan pada anterior lidah dan rongga mulut, dan
fungsi parasimpatis (sekretomotorik glandula saliva, lakrimal, nsal, dan palatine)
Sumber: Monkhouse Stanley, Cambridge University Press, 2006. Cranial Nerves Functional
Anatomy
Sumber: Lee’s K.J. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, eleventh edition,
2016. Fascial Nerve Paralysis
5. Derajat ketulian ?
0-25 Db : normal
>25-40Db : tuli ringan
>40-55dB : tuli sedang
>55-70Db : tuli sedang-berat
>70-90Db : tuli berat
>90Db : sangat berat
Sumber: Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL FKUI, edisi keenam, jakarta 2007
Subbagian T-KOM
1. Apa beda audiometri nada murni dengan BERA ?
2. Apa itu timpanometri ?
Subbagian BE
1. Berapa diameter esofagus ?
2. Apa guna NGT pada pasien post esofagoskopi ?
3. Kapan dilakukan laparotomi ?
4. Apa evaluasi pada pasien post laparatomi ?
5. Apa penyebab fistula esofaguscutan ?
6. Indikasi dan protap esofagoskopi ?
7. Jelaskan fisiologi menelan ?
8. Penyempitan di esofagus dimana saja?
9. Apa yang dievaluasi pada pasien tertelan gigi palsu sebelum ditindak ?
10. Penyempitan esofagus ?
11. Apa penyebab perforasi pada esofagoskopi ?
12. Berapa lama NGT di pertahankan pada pasien post esofagoskopi ?
13. Apa emfisema subkutis? Bagaimana penatalaksaannya?
14. Corpus alienum gigi palsu et esofagus
a. Setinggi apa?
b. Kenapa dilakukan rontgen soft tissue cervical?
c. Jika corpus alienum bersifat radiolusen apa perlu di rontgen?
d. Follow up pada pasien ini?