Anda di halaman 1dari 12

CASE REPORT: LATE THROMBUS PADA TRAUMA VASKULAR

DENGAN TERAPI REKONSTRUKSI BYPASS MENGGUNAKAN


AUTOLOGOUS GRAFT
Ida Bagus Budiarta1, Ida Bagus Ananta Wijaya2
1
Bagian Bedah Vasuklar, Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasa, Bali, Indonesia
2
Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah, Denpasa, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Menangani trauma vaskular merupakan salah satu tantangan


bagi klinisi. Penyebab terbanyak iskemia ekstrimitas pada trauma vascular adalah
trombosis. Thrombosis memiliki tanda dan gejalanya yang tidak khas sehingga
kadang menimbulkan kesulitan dalam penegakkan diagnosis. Akan tetapi,
dibutuhkan penanganan yang tepat, cepat dan akurat untuk dapat menyelamatkan
ekstrimitas maupun nyawa dan mencegah kecacatan permanen.

Laporan Kasus: Seorang perempuan berusia 37 tahun, datang dengan keluhan


nyeri pada lutut kiri sehingga pasien tidak dapat berjalan sejak terjatuh dari motor
satu jam sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan regio
genu sinitra tampak bengkak disertai deformitas. Daerah genu teraba hangat
dengan nyeri tekan dan CRT <2 detik. Pada perabaan, arteri tibialis posterior dan
arteri dorsalis pedis terkesan lemah disertai dengan penurunan saturasi oksigen
pada kelima digiti sinistra <90%. Akan tetapi, pulsasi arteri femoral dan popliteal
masih dalam batas normal. Pasien kemudian didiagnosis dengan fraktur
disklokasi genu sinistra tipe posterior dengan kecurigaan gangguan vascular.
Untuk penanganan awal, dilakukan reduksi tertutup, back-slab dan heparinisasi.
Kemudian dilakukan pemeriksaan arteriografi dimana ditemukan adanya oklusi
berupa trombus pada cabang arteri poplitea kiri. Sehingga dilakukan operasi
bypass rekonstruksi dengan autologous graft. Pasien dipulangkan 7 hari
kemudian tanpa keluhan nyeri, fungsi ektrimitas yang kembali normal dan
saturasi oksigen pada semua jari 98-99%.

Kesimpulan: Ketajaman diagnosis dan waktu penanganan yang tepat, kita dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada trauma vaskular.

Kata Kunci: Late thrombosis, vascular trauma, bypass operation, autologous


graft
BACKGROUND

Trauma pada pembuluh darah menyebabkan ancaman pada kelangsungan

hidup bagian tubuh yang diperdarahinya. Trauma vaskular memerlukan diagnosis

dan tindakan penanganan yang cepat untuk menghindarkan akibat fatal berupa

amputasi. Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena.

Trauma vaskular dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul, maupun luka

iatrogenik.

Trauma vaskular sering bersamaan dengan trauma organ lain seperti syaraf,

otot, dan jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi

pada ekstremitas. Perdarahan akan menjadi lebih berat pada lesi arteri yang

inkomplit, sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya akan terjadi retraksi

dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi atau menahan

perdarahan.

Trombus merupakan terbentuknya bekuan darah di pembuluh darah.

Bekuan darah pada keadaan normal terbentuk untuk mencegah perdarahan.

Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang terbentuk

walaupun tidak ada kebocoran. Terdapat tiga hal yang berperan dalam

patofisiologi trombosis, yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran

darah, dan perubahan daya beku darah. Trombosis terjadi bila terdapat gangguan

keseimbangan antara faktor resiko trombosis dan inhibitor trombosis.

Turbulensi arteri sering menyebabkan hilangnya sel intima, sehingga

permukaan plak yang telanjang tanpa epitel itu bersentuhan langsung dengan sel-

sel darah termasuk trombosit, selain itu turbulensi arteri termasuk faktor

predisposisi terjadinya penggumpalan dan penimbunan fibrin. Trombus arteri


menyebabkan hilangnya denyutan pada bagian distal trombus serta berkurangnya

pasokan darah sehingga menyebabkan timbulnya tanda-tanda berupa daerah

distal menjadi dingin, pucat, nyeri, dan diikuti dengan kematian jaringan yang

berakhir sebagai gangren.

Melihat pentingnya penanganan yang tepat pada trauma vaskular, penulis

tertarik untuk melaporkan laporan kasus mengenai trauma vaskular yang disertai

fraktur dislokasi lutut posterior dilakukan pemeriksaan arteriografi dan

penatalaksaanan operatif bypass rekonstruksi dengan autologous graft

CASE

Perempuan 37 tahun, mengeluh tidak bisa berjalan disertai nyeri pada lutut

kiri setelah terjatuh dari motor 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien

pengendara motor memakai helm, ditabrak motor lain dari arah belakang

sehingga pasien terjatuh dengan lutut kiri membentur aspal. Dari pemeriksaan

fisik menunjukan status lokalis regio genu sinistra tampak bengkak disertai

adanya deformitas. Genu teraba hangat, terdapat nyeri tekan, CRT < 2 detik,

pulsasi arteri femural dan poplitea kesan normal, tetapi perabaan arteri tibialis

posterior dan arteri dorsalis pedis terkesan lemah disertai saturasi oksigen pada ke

lima digiti dibawah 90%. Pasien di diagnosis Fraktur dislokasi knee sinistra tipe

posterior dengan vascular compromised dan dilakukan closed reduction, back

slab serta heparinisasi. Arteriografi menunjukkan adanya oklusi pada cabang

arteri poplitea kiri. Kemudian dilakukan operasi bypass rekonstruksi dengan

autologous graft sehingga struktur dan fungsi ekstremitas kiri pasien normal.
DISCUSSIONS

Pada kasus ini, trombus arteri terjadi karena adanya turbulensi pada arteri

akbiat trauma tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh deselerasi dengan

kecepatan tinggi. Dengan memahami biomekanika dari trauma yang spesifik akan

memudahkan untuk melakukan evaluasi awal karena trauma arteri berhubungan

dengan beberapa faktor, yaitu tipe trauma, lokasi trauma, konsekuensi

hemodinamik, dan mekanisme trauma.

Tingkat keparahan trauma berbanding lurus dengan jumlah energi kinetik

(KE) yang disalurkan kepada jaringan, yang merupakan fungsi dari massa (M)

dan kecepatan (V), dan dapat dirumuskan sebagai berikut: KE= M x V2/2. Rumus

ini berlaku baik untuk trauma tumpul maupun penetrasi. Perubahan pada

kecepatan berefek lebih signifikan dibandingkan dengan perubahan pada massa.

Kavitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika jaringan bergerak

menjauhi titik trauma yang disebabkan oleh bergeraknya tubuh, menghindari

objek trauma. Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas jaringan

semementara yang disebabkan oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat.

Tegangan ekstrim terjadi pada titik fiksasi anatomis selama pembentukan kavitas

sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi baik sepanjang sumbu longitudinal

(tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu transversal (tegangan shear). Tekanan

tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan, dan fraktur jaringan.

Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang

dialami. Laserasi parsial, seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap

intima, yang dapat berujung kepada trombosis. Kontusio arteri kecil dengan

intima flap yang terbatas dapat tidak menyebabkan penurunan hemodinamik


daerah distal, dan karena itu sulit terdiagnosis. Hal ini disebut sebagai trauma

arteri occult atau minimal jika dilihat dari angiografi. Trauma ini memiliki risiko

thrombosis yang kecil, dan sering kali dapat sembuh secara spontan. Gambaran

klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma

pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis

paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda

iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan

poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan

auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut

iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui

denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut

berupa hard sign dan soft sign.

Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukan

gejala soft signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang

praktis adalah dengan ABI (ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut

menandakan adanya trauma arteri. Adanya tanda trauma vascular disertai fraktur

terbuka merupakan suatu indikasi harus dilakukan eksplorasi untuk menentukan

adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk mendiagnosis adanya trauma vaskular

sering terjadi pada hematome yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda lain

yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit neurologis baik

sensoris maupun motoris pada ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat

menimbulkan hipoksia sehingga ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada

perabaan.
Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry,

doppler ultrasound atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi

belum memberikan hasil yang memuaskan. Arteriografi dianjurkan pada trauma

luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi kolateral yang ada.

Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan

perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini

berguna untuk mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput dari

pengamatan karena minimalnya gejala klinis yang ditampilkan. Berikurt

algoritma diagnosis gangguan arteri:

Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan

seluruh ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas kontralateral

yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan

autograft vena. Pada umumnya insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada
pembuluh darah yang cedera dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai

dengan kebutuhan.

Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma.

Reparasi cedera pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch

angioplasty, end to end anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra

anatomic bypass graft berguna pada pasien dengan cedera jaringan lunak

ekstensif atau sepsis.

Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan


pada anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm..
Pada umumnya graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan
vaskuler. Autograft vena pertama kali dilakukan untuk memperbaiki cedera arteri
pada masa perang Korea. Perkembangan bahan prostetik (ePTFE)
memungkinkan penggunaan rutin bahan prostetik sebagai pengganti autograft.
Pengalaman membuktikan bahwa ePTFE lebih tahan terhadap infeksi daripada
bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat patency yang lebih tinggi ketika
digunakan pada posisi di atas lutut.
Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah ekstremitas, maka
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi. Dengan fasiotomi ini
diharapkan terjadinya perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak kerena
iskemia akibat oklusi total (ruptur arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan
fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren. Pada oklusi parsial (robekan
intima), bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang tidak sempurna
dan iskemia otot menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan
batasan waktu 12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan
arteri terlebih dahulu. Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan
fiksasi eksterna, terutama pada fraktur ekstremitas bawah karena pada ekstremitas
bawah biasanya disertai kerusakan jaringan lunak.
Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan graft
(35%), dan kegagalan graft menyebabkan harus dilakukannya amputasi. Faktor
resiko independen yang menyebabkan harus dilakukannya amputasi setelah
perbaikan arteri adalah oklusi bypass graft, cedera kombinasi di atas dan di
bawah lutut, dan transeksi arteri.
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk
menurunkan angka amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan
adalah secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan, arteriografi
preoperatif dan intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin, mengerjakan
trombektomi ke bagian proksimal dan distal, pemakaian heparin yang
sepantasnya, dan mengutamakan vena autogen sebagai graft.

CONCLUSIONS

Trauma vaskular memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan yang

cepat untuk menghindarkan akibat fatal berupa amputasi. Arteriografi sebaiknya

dilakukan pada pasien trauma vaskular dengan klinis yang menunjukkan

ekstremitas terlihat pucat, terasa nyeri, teraba dingin, pulsasi arteri yang tidak

normal, serta saturasi oksigen distal yg kurang baik. Rekonstruksi bypass dengan

autologous graft merupakan tindakan operatif yang menunjukkan perbaikan pada

pasien dengan late thrombus pada trauma vaskular.


REFERENCES

1. Jusi HD. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler Edisi ke-4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2008. H:50-65.
nd
2. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular Trauma 2 Ed. USA: Elsevier
Saunders. 2004.
3. Bjerke HS, 2010. Extremity Vascular Trauma. From
emedicine.medscape.com/article/462753-treatmentandmanagement
th
[Accessed on : 19 October 2014]
4. Brohi K, 2002. Peripheral Vascular Trauma. From :
www.trauma.org/archive/vascular/PVTmanage.html. [Accessed on : 19th
October 2014]
5. Davies AH, Brophy CM (2006). Vascular Surgery. Springer Science &
Business Media.
6. Hands L, Sharp M, Ray-Chaundhuri S dan Murphy M (2007). Vascular
Surgery. Oxford University Press.
nd
7. Hansen J.T., 2011. Netter’s Anatomy Coloring Book 2 ed. : Saunders
Publications, United Kingdom.
8. Jusi HD. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler Edisi ke-4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2008. H:50-65.
9. Nuraini P, 2013. Ruptur Arteri Brachialis, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran.
10. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular Trauma 2nd Ed. USA: Elsevier
Saunders. 2004.
LATE THROMBUS PADA TRAUMA VASKULAR DENGAN TERAPI

REKONSTRUKSI BYPASS MENGGUNAKAN AUTOLOGOUS GRAFT

Case Report

Ida Bagus Budiarta1, Ida Bagus Ananta Wijaya2

1
Department of Vascular Surgery, School of Medicine Udayana

University/Sanglah General Hospital Denpasar, Bali, Indonesia


2
General Surgery Resident School of Medicine Udayana University/Sanglah

General Hospital Denpasar, Bali, Indonesia

Figure 1. Etiology, incidence, and pathology

Figure 2. Klinis pasien saat awal masuk Rumah Sakit


Figure 3. Arteriografi menunjukan adanya oklusi pada percabangan arteri
poplitea

Figure 4. Foto intraoperative, menunjukkan arteri yang mengalami oklusi dan


thrombus berwarna biru kehitaman
Figure 5. Serous purulent drain

Figure 6. Klinis post operatof menunjukkan peningkatan saturasi oksigen distal

Anda mungkin juga menyukai