Anda di halaman 1dari 11

KAWISTARA

VOLUME 4 No. 3, 22 Desember 2014 Halaman 225-330

AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN KELESETARIAN LINGKUNGAN


STUDI TERHADAP GAYA HIDUP ORANG RIMBA MENJAGA
LINGKUNGAN DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUA BELAS
(TNBD)-JAMBI

Syamsudhuha Saleh
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar
Email: munawir.amansyah@gmail.com

ABSTRACT
This paper analyzes the contribution of people living in the Forest (Orang Rimba) in environmental
conservation, particularly forest. Orang Rimba is a group of people living in the forest. They have traditions,
norms, beliefs and religion as a basis for their interactions both with other members of the group and with
environment. One of these beliefs and norms is the beliefs of animism. The implementation of such beliefs
with respect environmental preservation is banning to make pollution in the river without garbage and waste
dump on it; destroying ecosystem in the river by catching fish using poison; no waste disposal anywhere;
disallowing cutting trees; disallowing of selling woods and fields for non-residents.

Keywords: Religion, forest, Orang Rimba, Environment

ABSTRAK
Artikel ini mengkaji tentang peran kepercayaan orang Rimba dalam menjaga dan melestarikan lingkungan
terutama hutan. Orang Rimba adalah sekelompok suku yang hidupnya di hutan rimba. Mereka memiliki adat,
norma, kepercayaan atau agama yang menjadi acuan dalam berinteraksi baik dengan sesama manusia maupun
dengan lingkungan (alam). Diantara kepercayaan mereka adalah kepercayaan terhadap dewa-dewa, makhluk
halus serta roh para leluhur. Dalam menghargai kepercayaan tersebut, orang Rimba memiliki beberapa
larangan dan pantangan yang ada relevansinya dengan pelestarian lingkungan yakni tidak mengotori sungai
dengan membuang air besar, kecil maupun kotoran; tidak merusak ekosistem di sungai dengan melakukan
penangkapan ikan menggunakan racun; tidak membuang sampah sembarangan; tidak boleh menebang
pohon; serta tidak menjual kayu dan ladang pada non-resident (orang luar).

Kata Kunci: Agama, Hutan, Orang rimba, Lingkungan

312
Syamsudhuha Saleh -- Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi terhadap Gaya
Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)-Jambi

PENGANTAR tersebut (Mulkhan, 2007: 72). Bukan malah


Isu pemanasan global akibat krisis membisu seribu bahasa. Inilah fenomena
pencemaran lingkungan merupakan isu yang terjadi di sekeliling kehidupan saat ini.
aktual yang perlu diperhatikan. Pemanasan Agama-agama yang diakui oleh pemerintah
global atau yang biasa disebut dengan global Indonesia seperti Hindu, Budha, Islam,
warming adalah suatu proses meningkatnya Kristen, Katolik, dan Kong Hu Chu belumlah
suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan mampu memberikan solusi yang nyata
Bumi. Isu pemanasan global ini menjadi terhadap isu-isu aktual yang berkembang di
perhatian dunia sejak PBB menyuarakan tengah-tengah masyarakat, salah satunya isu
nya dengan membentuk Intergovernmental mengenai pencemaran lingkungan. Padahal
Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun lingkungan merupakan sumber kehidupan
1988. IPCC sebuah panel ilmiah yang terdiri umat manusia. Tanpa lingkungan yang
dari para ahli klimatologi untuk mengkaji sehat mustahil manusia dapat hidup dengan
perubahan iklim. (Susanta dan Sutjahjo, baik. Memang benar, semua agama-agama
2007: 22). Pemanasan global bukan hanya di dunia yang ada sudah mengingatkan
mengancam kelestarian lingkungan saja, umatnya agar hati-hati dalam memelihara
tetapi kehidupan umat manusia dan dunia lingkungan. Sayangnya hal tersebut
telah terancam. Hal itu dibuktikan dengan berhenti pada tataran teks semata. Sehingga
adanya pencairan es di kutub utara dan kutub peringatan tuhan yang ada di kitab-kitab
selatan, polusi udara, pencemaran sungai, suci menjadi bisu dan mati (Yusuf, 2004).
perusakan hutan yang mencapai ribuan Maka tidak heran, seolah-olah agama dan
hektar dan lain-lain. Para ilmuan menyatakan kitab suci yang ada tidak mampu bersuara.
bahwa pemanasan global yang terjadi dalam Bukan berarti ini menggambarkan agama
kurun 50 tahun terakhir ini 90% diakibatkan dan kitab sucinya yang salah. Akan tetapi,
oleh ulah manusia sendiri (SOS, 2011: 124). pemahaman dan praktik pengamalannya
Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi yang perlu ditinjau ulang.
umat manusia sebagai penghuni bumi. Isu Berbeda dengan agama-agama tersebut
lingkungan yang bisa di bilang sudah kritis di atas, Sistem Kepercayaan Orang Rimba
ini mengundang keprihatinan berbagai yang “tidak diakui” oleh dunia yang ada di
pihak, salah satunya Intergovernmental Panel Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD),
on Climate Change (IPCC). Agama pun sudah Jambi, memiliki fungsi dan peran yang cukup
mulai terjun untuk berusaha mencegahnya. fital dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Akan tetapi, sejauh ini agama-agama yang Sistem kepercayaan orang rimba ini mampu
ada diyakini belum mampu memberikan hidup dan berhasil menjaga agar lingkungan
solusinya. yang ada tetap lestari dan sehat untuk
Agama yang ada seharusnya mampu dihuni oleh para penduduknya. Inilah yang
menjawab isu-isu aktual semacam menarik untuk dikaji. Artikel ini berusaha
pencemaran lingkungan ini. Kenyataannya, untuk mengurai seperti apakah sistem
akhir-akhir ini agama justru malah kepercayaan orang rimba dan bagaimanakah
menjadi sumber konflik. Menurut Abdul sistem kepercayaan orang rimba tersebut
Munir Mulkhan, sebenarnya kekerasan dapat berfungsi dalam menjaga kelestarian
atas nama agama atau atas nama Tuhan lingkungan yang ada. Penelitian ini di
bukan persoalan hubungan antaragama harapkan mampu menjadi acuan di mana
atau antarpemeluk agama yang berbeda, agama seharusnya berperan dalam menjaga
melainkan antarmanusia itu sendiri. Sebagai umat manusia dan alam semesta.
sistem kepercayaan umat manusia agama
semestinya mampu memberikan kontribusi Asal-Usul Orang Rimba
yang nyata terhadap isu-isu aktual yang Orang Rimba adalah sebutan bagi
berkembang di tengah-tengah masyarakat sekelompok suku yang hidupnya di hutan

313
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 312-322

rimba. Orang Rimba adalah suku yang ini tidak senang jika dipanggil atau
hidupnya tergantung pada hutan (Purnomo dijuluki sebagai orang kubu. Selain cer­
dkk., 2013: 2). Mereka lahir, tumbuh dan minan kebodohan dan keterbelakangan,
berkembang biak di dalam hutan rimba. sebutan “Kubu” bagi orang-orang rimba
Mereka hidup dengan aturan, norma, dan mengandung makna merendahkan dan
adat-istiadat yang ada di hutan rimba menghinakan. Maka tidak heran jika mereka
(Zuhdi, 2013: 1). Orang rimba sering disebut menjadi marah jika disebut dengan istilah
juga dengan istilah Suku Anak Dalam (SAD), orang kubu (Simanjuntak, 2008: 9).
Suku Kubu, Komunitas Adat Terpencil (KAT) Pertanyaan yang kemudian muncul
dan Orang Rimba. Pada kesehariannya, adalah, sejak kapan orang rimba ada dan
mereka sering disebut sebagai “Orang bagaimanakah sejarah munculnya orang
Rimbo”. Pemerintah mendefinisikan Komu­ rimba? Berbicara mengenai asal- usul
nitas Adat Terpencil (KAT) sebagai komu­ munculnya orang rimba cukup rumit ka­
nitas masyarakat yang hidupnya secara rena di dalamnya mengundang banyak per­
berkelompok dalam kesatuan-kesatuan debatan mengenai asal usulnya. Sebagian
(unit) sosial budaya yang bersifat lokal dan mengatakan bahwa orang rimba sudah ada
ter­pencar di dalam hutan dan pinggiran sejak hutan rimba itu ada. Ada juga yang
sungai, serta kurang atau belum terlibat mengatakan bahwa orang rimba sudah
dalam jaringan pelayanan sosial, ekonomi, ada sejak adanya penjajahan di Indonesia.
dan politik dari pemerintah (Najiyati, dkk., Sedangkan pendapat yang lainnya menga­
2005: 22). takan bahwa orang rimba sudah ada sejak
Mereka lebih nyaman jika disebut kerajaan-kerajaan yang keberadaannya
“Orang Rimba”. Belum dapat diketahui sudah berabad-abad lamanya jauh sebelum
secara pasti kapan penggunaan kata “orang datangnya penjajahan (Zuhdi, 2013: 2).
rimba” ini muncul (Zuhdi, 2013: 2). Sebutan Akan tetapi, di antara pendapat yang
“orang rimba” menurut mereka lebih ada di atas, pendapat yang dianggap paling
manusiawi karena jika dibandingkan dengan kuat adalah pendapat yang terakhir, yaitu
sebutan “Orang Kubu”. Makna kata “Orang menurut M.Nurdin Zuhdi, orang rimba
Rimba” lebih memiliki makna penghargaan sudah ada sejak berabad-abad, jauh sebelum
dan penghormatan. Mereka sendirilah yang penjajahan Belanda datang ke Nusantra.
menamai diri mereka sebagai orang rimba Bahkan dari hasil wawancara yang dila­
atau mereka menyebut diri mereka sendiri kukan oleh Nurdin kepada Tumenggung
dengan istilah ‘orang rimbo’. Sedangkan Tarip. Tumenggung Tarip adalah satu-
untuk Suku Anak Dalam lebih merupakan satunya Tumenggung orang rimba yang
sebutan yang diberikan oleh pemerintah. pernah mendapatkan penghargaan Kehati
Walaupun di dalam struktur orang rimba Award dan Kalpataru. Tumenggung Tarib
sendiri ada jabatan ‘Anak Dalam’, tetapi kata berasal dari Desa Pematang, Kecamatan
“suku” lebih identik dengan julukan yang Air Hitam, Kabupaten Sarolangon, Jambi.
diberikan oleh orang luar (Zuhdi, 2013: 2). Dia menjadi Tumenggung orang rimba di
Sedangkan sebutan “Orang Kubu” kelompok Air Hitam Taman Nasional Bukit
merupakan sebutan yang diberikan kepada Duabelas. Kata “Tumenggung” adalah ju­
orang rimba oleh masyarakat pedesaan atau lukan yang diberikan kepada pemimpin
masyarakat luas. Berbeda dengan istilah orang rimba. Jabatan Tumenggung setara
Orang Rimba, Suku Anak Dalam, dan dengan Gubernur. Tidak semua orang rimba
Komunitas Adat Terpencil, istilah “Kubu” bisa menjadi Tumenggung. Hanya orang-
menurut orang rimba mengandung konotasi orang tertentu yang dianggap mampu untuk
negatif. Kata “Kubu” lebih menggambarkan menjadi pemimpin orang rimba. Dikarenakan
kepada cerminan kebodohan dan memang syarat untuk menjadi Tumenggung
keterbelakangan. Oleh karena itu, suku dalam kelompok orang rimba tidaklah

314
Syamsudhuha Saleh -- Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi terhadap Gaya
Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)-Jambi

mudah, salah satunya dia harus memilki hutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
keilmuan yang mendalam. Selain dianggap Hutan, 2011: 3). Penetapan tersebut terutama
sudah “sakti”, seperti memiliki kekebalan diperuntukkan untuk perlindungan bagi
tubuh, seorang calon Tumenggung harus Orang Rimba sebagai indigenous people di
memiliki wawasan ilmu keadatan yang luas. kawasan tersebut. Saat ini pengelolaan taman
Seorang Tumenggung juga harus memiliki berada di tangan Dinas Konservasi Sumber
ketenangan dan kebijaksanaan dalam Daya Alam (BKSDA) (Muzakki, 2013: 6).
bersikap.
Orang rimba merupakan keturunan PEMBAHASAN
dari kerajaan-kerajaan yang dulu pernah Sistem Kepercayaan Orang Rimba
ada di Indonesia, seperti kerajaan Sriwijaya Berbeda dengan agama-agama yang
yang selama ini diyakini berada di sekitar ada— Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Palembang dan Jambi, Sumatra. Menurut Buddha, dan Kong Hu Chu (Hendropuspito:
informasi yang di dapat, orang rimba dahulu 188). Sistem kepercayaan orang rimba
merupakan rakyat dari sebuah kerajaan tidak memiliki nama tertentu. Mereka
yang memberontak. Kemudian mereka hanya mengenal adanya kekuatan di
diperangi sehingga mereka melarikan diri luar kemampuan dirinya. Kalau mereka
dan bersembunyi di dalam hutan. Karena ditanya nama agama, maka mereka tidak
sudah lamanya mereka sembunyi dan hidup dapat menyebutkan namanya karena
di hutan rimba, mereka lama kelamaan memang sistem kepercayaan orang rimba
betah dan terbiasa hidup di hutan rimba dan tidak memiliki nama yang khas. Heddy
jadilah orang rimba. Sejak saat itulah orang Shri Ahimsa Putra membedakan antara
rimba ada sampai sekarang. (Zuhdi, 2013: 5). agama dengan sistem kepercayaan. Heddy
Orang rimba yang dikaji dalam artikel mengegaskan bahwa dilihat dari sudut
ini merupakan orang rimba yang bermukim pandang tertentu makna ‘agama’ lebih
di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) luas daripada sistem kepercayaan, tetapi
Propinsi Jambi. TNBD merupakan salah satu dilihat dari sudut pandang yang lain sistem
hutan yang ada di Sumatra yang beriklim kepercayaan lebih luas maknanya dari pada
tropis. Secara geografis, TNBD terletak di agama. Heddy lebih condong pada pendapat
antara 10231’37–10248’27 BT dan 144’35– yang pertama bahwa ia menganggap
203’15’ LS. Sedangkan secara administratif, pendapat pertamalah yang masih paling
TNBD terletak di antara tiga kecamatan dan cocok untuk memahami gejala sosial-budaya
satu kabupaten. Di sebelah Utara terletak yang disebut ‘agama’ (Putra, 2009: 16-17).
di Kecamatan Marosebo Ulu Kabupaten Mereka hanya menyebut “kepercayaan”.
Batanghari. Di sebelah Timur, TNBD terletak Kepercayaan yang dimaksud adalah keper­
di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten cayaan terhadap kekuatan yang ada di luar
Batanghari. Di sebelah Selatan, TNBD terletak kemampuan manusia. Mereka memiliki
di Kabupaten Sarolangun dan di sebelah Barat kepercayaan terhadap adanya dewa-dewa,
terletak di Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten makhluk halus dan para roh leluhur. Keper­
Tebo. Secara keseluruhan kawasan taman cayaan orang rimba terhadap adanya dewa
nasional bukit duabelas (TNBD) memiliki atau makhluk halus menggambarkan suatu
luas 60.500 ha. Hal tersebut didasarkan pada teori animisme. Teori tentang animisme
Surat Keputusan Menhutbun No. 258/Kpts- ialah suatu teori yang beranggapan bahwa
II/2000 Tanggal 23 Agustus 2000 tentang asal mula dan dasar daripada suatu religi
alih fungsi hutan. Penetapan TNBD seluas manusia itu adalah kepercayaan akan adanya
60.500 ha ditunjuk dengan Surat Keputusan makhluk-makhluk halus dan roh-roh yang
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: menempati seluruh alam (Koentjaraningrat,
258/Kpts-II/2000 Tanggal 23 Agustus 2000 1958: 148). Akan tetapi, bukan berarti orang
tentang alih fungsi hutan. (Kementerian Ke rimba mengatakan bahwa tuhan mereka

315
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 312-322

adalah dewa. Mereka memuja dewa bukan dewa yang lainnya. Dewa Huluaye, dewa
untuk menyembahnya, melainkan hanya ini bertugas untuk memberitahu kejadian-
sebagai perantara antara dewa dan Tuhan kejadian yang akan terjadi. Seperti adanya
yang Maha Esa saja. musibah, kecelakaan atau juga bisa mem­
Orang rimba mempercayai adanya para beritahu kalau besok adalah hari yang
dewa dan fungsi dewa hanyalah sebagai baik untuk berburu. Dewa Madu adalah
perantara kepada Tuhan. Jika mereka ditanya dewa yang diyakini sebagai pemberi rezeki
siapakah tuhan orang rimba? Mereka hanya melimpah berupa madu pada Pohon Si
menjawab bahwa tuhan ada di atas langit. alang. Pohon-pohon Si alang yang ada madu
Tuhan adalah yang menciptakan alam nya diyakini dijaga oleh dewa-dewa madu.
semesta dan seluruh isinya. Tuhan tidak Dewa Penyakit tugasnya adalah memberikan
tidur. Tuhan selalu menjaga dan mengawasi penyakit tertentu kepada tanaman atau
umat manusia seperti yang dituturkan oleh bahkan kepada manusia. Sebaliknya, dewa
Tumenggung Nggrip di Kedundung Muda, ini juga bisa menghindarkan tanaman dan
TNBD pada Desember 2013. Tumenggung manusia dari penyakit. Dia hanya mem­
adalah sebutan bagi pemimpin orang rimba. berikan penyakit untuk manusia yang jahat
Ada beberapa dewa yang diyakini keber­ (Zuhdi: 8-11). Sedangkan yang terakhir
adaannya oleh orang rimba. Para dewa adalah Dewa Padi atau juga bisa disebut
ini selain sebagai perantara kepada tuhan, dengan dewa buah tuganya adalah menjaga
peran dewa salah satunya adalah menjaga Padi dan buah-buahan yang ada di hutan
dan dijadikan tempat perlindungan dan rimba.
pertolongan oleh orang rimba. Dewa padi juga disebut dewa buah
Ada lebih dari seratus dewa yang yang memiliki peran sangat penting dalam
diyakini oleh orang rimba. Setidaknya menjaga hutan. Dewa inilah yang menjadi
hanya ada sekitar delapan dewa yang paling bagian dari sistem kepercayaan orang rimba
sering dijadikan tempat pertolongan bagi yang berperan penting dalam menjaga
orang rimba. Di antaranya adalah dewa keseimbangan lingkungan. Dewa buah ini
Harimau, Dewa Trenggiling, Dewa Gajah, adalah dewa yang paling berjasa karena
Dewa Kucing, Dewa Huluaye, Dewa Madu, buah-buahan dan air menurut kepercayaan
Dewa Penyakit, dan Dewa Padi (Zuhdi: 8). orang rimba di jaga oleh dewa buah ini.
Setiap dewa memiliki tugas dan perannya
masing-masing. Dewa Harimau bertugas Peran Agama dalam Menjaga
menjaga hutan. Selain menjaga hutan dewa Lingkungan
harimau ini juga bisa mengobati penyakit. Teori animisme dari A. W. Nieuwenhuis,
Dewa Trenggiling yang bertempat tinggal sebagaimana yang dikutip oleh Koentjaraning­
di Gunung diyakini dapat menolong orang rat, cocok untuk menggambarkan sistem ke­
rimba dalam mengobati segala penyakit. percayaan orang rimba. Menurut Nieuwenhuis
Selain itu, dewa ini juga dimintai pertolongan bahwa teori agama manusia itu berpangkal
untuk memberikan petunjuk. Misalnya kepada kesadaranan akan adanya makhlus-
tentang hari-hari baik untuk menanam atau makhluk halus yang menempati seluruh alam
melakukan perjalanan jauh. Peran Dewa semesta (Koentjaraningrat: 194). Kepercayaan
Gajah pun serupa dengan dewa Trenggiling, orang rimba terhadap adanya para dewa
yaitu dijadikan tempat meminta pertolongan merupakan bagian dari sistem kepercayaan
bagi orang-orang rimba yang sakit. Dewa orang rimba yang dapat digolongkan kepada
Kucing, dewa ini merupakan dewa yang teori animisme ini.
berbeda dari dewa-dewa sebelumnya. Selain Kemudian hubungan kepercayaan orang
dapat memberi petunjuk untuk mengobati rimba ini terhadap kelestarian lingkungan,
orang sakit, dewa ini lebih berfungsi sebagai berupa Kepercayaan yang tertanam di
perantara atau pengantar untuk menemui dalam hati orang-orang rimba memberikan

316
Syamsudhuha Saleh -- Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi terhadap Gaya
Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)-Jambi

kekuatan untuk tidak melanggar aturan “orang rimba hidupnya bergantung kepada
dan larangan-larangan yang ada sehingga hutan. Orang rimba makan dengan berburu
ketaatan terhadap ajaran agamanya ini babi, rusa, kancil, burung, ikan. Kalau hutan
mampu menjadi pengendali diri dalam ditebang dan rusak, mati lah orang rimba”
(Wawancara dengan Beteduh di Kantor
mematuhi semua ajaran yang ada dalam
WARSI kelompok Kedundung Muda TNBD
sistem kepercayaan tersebut. Agama yang pada Desember 2013).
ditaati mampu menjadi pengendali prilaku
(Sugiharto, 2005: 50). Kekuatan keimanan Orang rimba sangat cemas akan
terhadap agama tersebut menjadi mesin semakin rusaknya hutan karena bagi mereka
pengontrol diri yang ampuh. Hal inilah yang hutan adalah rumah. Hutan merupakan
seharusnya juga tercermin di dalam setiap tempat tinggal satu-satunya bagi orang
umat pemeluk agama. rimba. Orang rimba tidak bisa hidup di luar
Orang rimba sangat terkenal dengan hutan rimba sebagaimana orang-orang luar
ketatnya peraturan yang ada di dalam sistem pada umumnya. Hal tersebut terbukti ketika
kepercayaannya. Ada beberapa larangan Pemerintah Jambi menyediakan perumahan
atau di dalam istilah suku rimba lebih sering yang diperuntukkan bagi orang-orang rimba
disebut dengan istilah “pantangan” yang di perbatasan antara desa dengan hutan
berlaku di dalam orang rimba. Pantangan- TNBD kelompok Kedundung Muda. Pada
pantangan yang diajarkan di dalam sistem tahun 2013 pemerintah Propinsi Jambi telah
kepercayaan orang rimba yang berkaitan menyediakan sekitar tiga puluh rumah untuk
langsung dengan kelestarian lingkungan di orang-orang rimba. Akan tetapi sampai saat
antaranya seperti larangan buang air besar ini orang-orang rimba masih sulit menempati
di sungai, kencing di sungai, membuang nya. Mereka lebih memilih membuat gubuk
sampah baik di darat maupun di sungai, kecil di samping rumah tersebut yang ber
menebang pohon, menjual kayu dan ladang atap kan dedaunan kelapa sawit. Mereka
kepada orang luar, menangkap ikan dengan lebih nyaman hidup berdampingan dengan
racun, dan lain-lainnya berdasarkan hasil alam walaupun penuh kesederhanaan.
Wawancara dengan Meranggai (anak dari Hal ini menjadi tanda bahwa masih sulit
wakil Tumenggung Jalau) di Kedundung mengajarkan orang-orang rimba untuk
Muda pada Desember 2013. belajar hidup sebagaimana orang-orang luar
Disebut “pantangan” karena memang pada umumnya.
aturan tersebut sangat dilarang. Jika di
langgar maka hukumnya sangat berat. Salah Pantangan Buang Kotoran di Sungai
satunya adalah kepercayaan adanya kutukan Pantangan pertama yang di bahas dalam
dewa buah. Jika dewa buah sudah marah kajian ini adalah pantangan mencemari
orang rimba meyakini akan ada bencana lingkungan. Ada beberapa larangan yang ada
berupa rusaknya buah-buahan yang ada di dalam sistem kepercayaan orang rimba
di dalam hutan. Baik dalam bentuk tidak yang harus ditaati sepenuhnya. Larangan
berbuah, buahnya sedikit, atau buahnya tersebut adalah mengotori lingkungan.
rusak karena Hama. Menurut mereka hal Lingkungan yang dimaksud adalah hutan
tersebut dikarenakan adanya pelanggaran dan sungai. Orang rimba memiliki peraturan
terhadap pantangan-pantangan tersebut. atau pantangan membuang sampah plastik
Orang rimba menggantungkan baik itu di darat maupun di air. Menurut
kehidupannya terhadap hutan, baik itu dari orang rimba jika ada sampah atau kotoran
berburu maupun buah-buahan yang ada di berupa plastik maka harus langsung dibakar
dalam hutan. Jika terjadi kerusakan terhadap di tempat berdasarkan Wawancara dengan
sumber kehidupan nya maka hidup orang Meranggai di Kedundung Muda TNDB pada
rimba terancam. Hal inilah yang sangat Desember 2013. Walaupun sampah tersebut
dikuwatirkan oleh orang rimba. adalah bungkus permen yang kecil.

317
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 312-322

Ketika penulis berkunjung di Kedun­ Selain buahnya yang tidak sempurna


dung muda pada Desember tahun 2013 karena rusak kutukan dewa bagi orang
penulis mendapatkan pengalaman berharga yang buang air besar di sungai di antaranya
tentang pentingnya membakar sampah adalah orang yang buang air besar tersebut
plastik sekecil apa pun bentuk sampah tidak dapat buang air besar lagi. Hal tersebut
tersebut. Jika pada saat itu penulis tidak diyakini oleh orang rimba akibat kutukan
mematuhi peraturan, maka penulis bisa dewa buah yang marah karena sungainya di
diusir dari Kedundung Muda dan orang cemar. Mungkin hal tersebut secara logika
rimba tidak berkenan menerima tamu dari dapat dikarenakan air yang diminum sudah
luar yang tidak dapat mentaati peraturan tercemari dan buah-buahnya sudah rusak
yang diberlakukan di dalam rimba. akibat pencemaran tersebut. Maka tidak
Selain dilarang membuang sampah heran jika orang yang minum air yang kotor
plastik sembarangan, penulis juga diajarkan menjadi sakit dan tidak bisa lagi buang air
tentang larangan buang air besar, dan kecil besar. Bagi orang rimba semua itu diyakini
di dalam air atau di sungai. Jika ketahuan akibat kutukan dewa yang marah.
Dikarenakan dilarang buang air besar
buang air besar di sungai pada saat itu pula
di sungai, maka orang rimba buang air
dapat langsung di usir dan tidak boleh masuk
besarnya di darat. Itu pun jangan sampai
ke dalam hutan wilayah orang rimba. Ketika buang air besar yang dekat dengan pohon
penulis bertanya kenapa tidak boleh buang yang buahnya dapat dimakan. Jika buang
air besar di sungai? mereka menjawab, “nanti air besar di dekat pohon yang berbuah maka
dewa bisa marah” berdasarkan Wawancara dewa buah juga bisa marah dan mengutuk
dengan Beteguh pada 9 Agustus 2014. orang tersebut. Kepercayaan terhadap
Kepercayaan terhadap kutukan dewa inilah adanya dewa yang marah apabila melanggar
yang menjadikan orang rimba tidak berani pantangan-pantangan tersebut maka mereka
melanggar norma-norma yang berlaku di memberikan rambu-rambu yang kuat dalam
dalam sistem kepercayaan orang rimba. menjaga air dan hutan yang ada.
Orang rimba meyakini jika sungai di Selain pantangan mencemari sungai,
cemari dengan kotoran maka Dewa Buah pantangan lainnya adalah menangkap ikan
bisa marah. Kalau dewa yang diyakini menggunakan racun. Siapa yang melanggar
tersebut telah marah maka akan terjadi pantangan tersebut maka langsung ber­
kutukan. Kutukan tersebut berupa pohon hadapan dengan pimpinan orang rimba,
yang berbuah tidak dapat lagi berbuah atau Tumenggung. Larangannya ini disebabkan
kalaupun berbuah buahnya sedikit atau selain ikan yang masih kecil menjadi ikut
buahnya rusak di makan hama. Kerusakan mati, air yang menjadi sumber kehidupan
buah-buahan tersebut bagi mereka adalah orang rimba ikut tercemar i. Hal inilah yang
karena adanya kutukan buah hal tersebut menyebabkan mengapa orang rimba sangat
disebabkan adanya orang yang buang air melarang menangkap ikan dengan racun
besar di sungai. atau bius.

“Saat orang rimba sudah memuja dewa Pantangan Menebang Pohon


buah, maka orang jangan lagi berak di Selain pantangan yang sudah dijelaskan
sungai. Kalau berak di sungai itu musim di atas, ada pantangan lainnya yaitu
buah yang datang tidak menjadi sempurna. pantangan menebang pohon. Orang rimba
Misalnya buahnya berkurang atau kurang melarang penduduknya untuk sembarangan
sehat (kurang segar), itulah akibatnya rugi menebang pohon. Orang rimba menjadikan
tidak makan buah dan minum air kotor”
pohon-pohon yang ada di hutan tetap
(Wawancara dengan Beteguh pada 9 Agustus
2014). tumbuh besar dan terjaga. Salah satu pohon
yang dilarang untuk ditebang adalah

318
Syamsudhuha Saleh -- Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi terhadap Gaya
Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)-Jambi

pohon Si alang, pohon Singgris, dan pohon ubun-ubun sang bayi. Sedangkan batang dari
Sentubung. pohon sentubung digunakan sebagai tanda
Pohon Si alang merupakan pohon yang tempat ari-ari sang bayi dikuburkan. Kedua
tingginya bisa mencapai ratusan meter. pohon ini sangat sakral bagi orang rimba.
Pohon ini dilarang ditebang karena pohon ini Maka baik itu orang rimba sendiri maupun
berfungsi sebagai sarang lebah yang madu orang luar sangat dilarang mendekati apa
nya menjadi salah satu sumber kehidupan lagi sampai memotongnya.
orang rimba. Maka tidak heran jika pohon Selain pohon-pohon tersebut di atas,
ini sangat dilindungi. Sarang lebah yang ada orang rimba juga dilarang keras menembang
di pohon Si alang dalam satu pohon bisa dan menjual pohon ke luar. Jika pantangan
mencapai 200 sarang sangat menjanjikan seperti ini di abaikan maka sangat mungkin
sebagai penghasil madu murni. Jika pohon dalam waktu yang tidak lama hutan akan
ini ditebang, maka lebah-lebah yang ada segera habis. Saat ini saja keberadaan hutan
di hutan akan pergi dan orang rimba tidak di TNBD sudah terancam dengan keberadaan
dapat lagi panen madu. PT-PT yang sudah mulai merambah di
Pohon Si alang ini pun diyakini oleh sekeliling TNBD. Dari data yang di dapat
orang rimba sebagai salah satu pohon yang setidaknya sudah ada sebanyak tujuh
dijaga oleh dewa. Dewa yang menjaga pohon perusahaan yang sudah mengepung kawasan
Si alang adalah Dewa Madu berdasarkan hutan TNBD. Perusahaan-perusahaan yang
Wawancara dengan Mangku (wakil Tumeng­ mulai menjarah hutan tersebut di antaranya
gung) di Kantor WARSI Kelompok Ke adalah PT LKU, PT SDM, PT Wana perintis,
dundung Muda TNBD pada Desember 2013. PT EMAL, PT JAW, PT SAL 1, dan PT SAL
Menurut Mangku, tidak semua orang rimba 2 (Zuhdi: 3). Data lain juga meneyebutkan
dapat memanjat pohon Si alang. Hanya bahwa kehadiran Hutan Tanaman Industri
orang-orang tertentu yang dapat memanjat (HTI) berdampak buruk pada Hutan Adat
pohon ini, yaitu orang yang di anggap sudah Bathin Betuah seluas 98 hektar yang telah
berilmu dan orang tersebut harus mampu ditetapkan dalam SK Bupati Sarolangun
menghafal mantra sebelum menaiki pohon Nomor 206 tahun 2010 (Artikel, 2013:
Si alang ini. 42.). Sejak Bukit Dua Belas disahkan oleh
Selain pohon Si alang, pohon yang pemerintah sebagai Taman Nasional pada
sangat dilarang untuk ditebang adalah pohon tahun 2001 hutan rimba dan orang rimba
Singgris dan pohon Sentubung. Keduanya sedikit terjaga. Bukan berarti keberadaan
pohon ini fungsinya adalah untuk upacara mereka tidak terancam sebab berbagai
kelahiran bayi orang rimba. Jika ada orang macam cara dapat dilakukan oleh pihak
rimba yang melahirkan bayi maka upacara yang memiliki otoritas dan kekuatan. Faktor
selamatan bayi tersebut menggunakan kedua politik juga dapat mengancam eksistensi
pohon tersebut. Kulit dari pohon Senggris orang rimba (Zuhdi: 3-4).
dilembutkan kemudian ditempelkan di

319
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 312-322

Gambar 1:
Peta Penyebaran Perusahaan-perusahaan (PT) di TNBD.
Sumber KKI WARSI, 2013.

Peta tersebut di atas menunjukkan petunjuk kehidupan; agama sebagai


perkembangan PT-PT yang mengancam penolong; agama sebagai penenteram jiwa;
keberadaan Hutan TNBD. Data ini dan agama sebagai pengendali moral (Sholeh,
menunjukkan bawa orang rimba sedang 2008: 48). Agama sebagai pengendali moral
berada dalam ujung kepunahan. Keberadaan inilah yang memiliki peran sangat vital dalam
mereka sangat terancam. Hal ini tentu kehidupan nyata, terutama yang berkaitan
sangat memprihatinkan. Hal ini sudah secara langsung dengan lingkungan. Hal
mestinya menjadi keprihatinan pemerintah. inilah yang tampak dari sistem kepercayaan
Pemerintah memiliki kekuatan untuk orang rimba. Agama mereka mampu
mencegah terjadi penjarahan hutan dengan menjelma sebagai pengendali moral
cara membabi buta. Garis yang ada di peta sehingga alam sekitarnya pun merasakan
tersebut di atas merupakan batas wilayah kedamaian. Alam lingkungan menjadi
TNBD dengan komunitas luar. Sungguh aman jika pemeluknya memiliki pengendali
batas yang sudah sangat memprihatinkan moral yang kuat. Krisis moral inilah yang
(Zuhdi: 3-4). menurut hemat penulis sedang melanda
Setidaknya ada empat fungsi agama, masyarakat dunia. Inilah yang menurut
yaitu agama sebagai pembimbing dan Haidir Hajar bahwa sikap agama tentang

320
Syamsudhuha Saleh -- Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi terhadap Gaya
Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)-Jambi

perlakuan yang semestinya dilakukan kemudian ia diganjar pengharggan Kehati


manusia yang notabene adalah khalifatullah, Award dan Kalpataru oleh pemerintah RI
kepada alam, hampir serupa dengan sikap pada tahun 2003.
para penganut paham animism bahwa
agama pun melarang manusia menjarah, SIMPULAN
mengeruk, dan mengeksplotir alam secara Dari kajian singkat di atas, dapat
liar dan brutal (Widagdo, 2012: 268). Menurur disimpulkan bahwa sistem kepercayaan yang
Quraish Shihab, jika agama tidak lagi dianut oleh orang rimba di Taman Nasional
mampu memberikan keharmonisan dalam Bukit Dua belas (TNBD) menjadi sebuah
kehidupan, maka agama telah mengalami pengontrol prilaku yang ampuh. Agama
krisis. Jika demikian yang terjadi maka yang mereka anut mampu menjelma menjadi
agama tidak lagi memberikan ketenangan mesin pengendali diri yang mampu menjadi
bagi pemeluknya, tetapi agama telah menjadi penjaga kelestarian alam. Kepercayaan
sumber keresahan bagi pemeluknya (Shihab, orang-orang rimba terhadap adanya
2007: 218). kutukan para dewa terhadap “pantangan-
Usaha mencegah terjadinya kerusakan pantangan” yang dilanggar inilah yang
hutan rimba, selain peran agama yang telah tumbuh dan mengakar kuat di dalam
dilakukan oleh orang rimba—baik dengan keyakinan mereka. Sehingga agama orang
cara menanamkan “mitos” ke dalam rimba menyatu dalam prilaku kehidupan
keyakinan orang rimba—yang dilakukan oleh sehari-hari. Agama tidak lagi hanya sebatas
orang rimba adalah dengan cara menanam wacana di dataran teks semata. Akan
pohon karet. Kesadaran pentingnya tetapi, agama mampu memberi efek nyata
pohon karet kini mulai tumbuh di dalam dalam kehidupan mereka. Agama mampu
komunitas orang rimba. Hal ini masih perlu memberikan solusi terhadap persoalan yang
perhatian dan masih perlu dukungan dari dihadapi pemeluknya. Hal ini tentu berbeda
pihak pemerintah. Selain untuk mencegah dengan fenomena keberagamaan yang telah
kerusakan hutan, penanaman pohon karet ada pada umumnya. Di mana agama hanya
yang dilakukan oleh orang rimba adalah sebatas teori semata. Agama hanya terhenti
sebagai sumber perekonomian orang rimba. pada dataran wacana teksnya. Sehingga tidak
Tujuannya adalah agar orang rimba tidak heran jika agama menjadi tampak bisu dan
lagi harus hidup dengan cara berpindah- tidak berdaya dalam merespon isu-isu aktual
pindah dari satu hutan ke hutan yang yang tengah berkembang di tengah-tengah
lainnya. Tumenggung Tarip yang dianggap masyarakat. Ini bukan berarti agamanya
sebagai pencetus pertama dalam menjaga yang salah dan perlu ditinjau ulang adalah
hutan dengan cara penanam pohon karet pemahaman terhadap agama itu sendiri.
ini. Kegigihannya inilah Tumenggung Tarib
sering disebut sebagai “pendekar hutan”. DAFTAR PUSTAKA
Sebutan itu lahir karena perjuangannya Artikel, 2013. “Hutan Adat Sarolangun
dalam menjaga hutan dengan cara menanami Terancam” dalam Majalah Alam
hutan dengan pohon karet. Cara ini dilakukan Sumatera, edisi September.
oleh Tarib guna mencegah adanya kerusakan
D. Hendropuspito, O. C., Sosiologi Agama,
hutan yang dilakukan oleh pembalakan liar
Yogyakarta: Kanisius, t.th.
yang sampai sekarang masih juga terjadi.
Dari perjuangannya inilah ia kemudian Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal
dikenal sebagai orang rimba pertama yang Perlindungan Hutan dan Konservasi
merintis konsep penanaman pohon karet Alam Balai Taman Nasional Bukit
atau disebut sebagai Hompongan di hutan Duabelas. 2011. Buku Informasi Taman
rimba TNBD, yaitu kegiatan penanaman Nasional Bukit Duabelas, Jambi: Balai
pohon karet. Karena kegigihannya inilah TNBD.

321
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 312-322

Koentjaraningrat. 1958. Beberapa Metode Tinggi”, dalam Zainal Abidin Bagir


Antropologi dalam Menjelidikan2 dkk., (ed.), Integrasi Ilmu dan Agama:
Masjarakat dan Kebudajaan di Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan
Indonesia: Sebuah Ichtisar, Djakarta: Pustaka.
Universitas. Susanta, Gatut. dan Hari Sutjahjo. 2007.
Munir Mulkhan, Abdul. 2007. Manusia Akankah Indonesia tenggelam akibat
Alquran: Jalan Ketiga Religiositas di pemanasan global?, Yogyakarta:
Indonesia, Yogyakarta: Kanisius. Niaga Swadaya.
Muzakki, Ahmad. 2013. “Seloko Pesemian Wawancara dengan Beteduh di Kantor
Rimba: Kajian Etnografi Tentang WARSI kelompok Kedundung
Identitas Budaya dan Pelestarian Muda TNBD pada Desember 2013.
Rimba Taman Nasional Bukit Wawancara dengan Beteguh pada 9 Agustus
Duabelas Jambi” Laporan Penelitian 2014.
Short Chourse Metodologi Penelitian
Sosial Keagamaan Kementerian Wawancara dengan Beteguh pada 9 Agustus
Agama RI. 2014.

Najiyati, S., Agus Asmana, dan I Nyoman Wawancara dengan Mangku (wakil
N. Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan tumenggung) di Kantor WARSI
Masyarakat di Lahan Gambut, Bogor: Kelompok Kedundung Muda TNBD
Wetlands International-IP. pada Desember 2013.

Purnomo dkk. 2013. Buku Bahan Ajar Orang Wawancara dengan Meranggai (anak
Rimba dan Kebudayaan, Jambi: KKI dari wakil Tumenggung Jalau) di
Warsi. Kedundung Muda pada Desember
2013.
Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2009.
“Fenomenologi Agama: Pendekatan Wawancara dengan Tumenggung Nggrip
Fenomenologi untuk Memahami di Kedundung Muda, TNBD pada
Agama”, dalam Jurnal Penelitian Desember 2013.
Walisongo. 17(2): 16-17. Widagdo, Haidi Hajar. 2012. “Relasi
Shihab, M. Quraish. 2007. “Membumikan” Al- Alam dan Agama: Sebuah Upaya
Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Penyelarasan antara Budaya Mistis
Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Mizan dengan Pelestarian Lingkungan”
Pustaka. dalam Esensia Jurnal Ilmu-ilmu
Ushuluddin. 13(2): 268.
Sholeh, Moh. 2008. Bertobat Sambil Berobat,
Jakarta: Hikmah. Yusup, dkk., Muhammad. 2004. Studi Kitab
Tafsir: Menyuarakan Teks yang Bisu,
Simanjuntak, Mastum. 2008. Selayang Pandang Yogyakarta: Teras.
Anak Lintang Bukit Barisan Suku
Tobo atau Kubu, Pematangsiantar: Zuhdi, M. Nurdin. 2013. “Tuhan, Dimana
Kolportase Pusat GKPI. Kau Berada: Kajian Etnografi tentang
Sistem Kepercayaan Orang Rimba di
SOS, Team. 2011. Pemanasan Global: Solusi Dan Taman Nasional Bukit Dua Belas,
Peluang Bisnis, Jakarta: Gramedia Jambi”, Laporan Penelitian Short
Pustaka Utama. Chourse Metodologi Penelitian
Sugiharto, Bambang. 2005. “Ilmu dan Agama Sosial Keagamaan Kementerian
dalam Kurikulum Perguruan Agama RI.

322

Anda mungkin juga menyukai