Anda di halaman 1dari 25

TUGAS PERTEMUAN MATA KULIAH SISTEM ANGGARAN PEMBANGUNAN

Disusun oleh
Lianda Nur Farizi 1111800190

Daftar Isi:
1. Kebijakan Fiskal dan Anggaran Publik ……………………………………… hal. 1-8
2. Asumsi APBN dan Kerangka Kebijakan Ekonomi ………………………….. hal. 9
3. APBN: Implementasi, Pengawasan dan Evaluasi ……………………………. hal. 10-18
4. Desentralisasi Fiskal …………………………………………………………. hal. 19-24
Nama : Lianda Nur Farizi
NPM : 1111800190
BAB I
KEBIJAKAN FISKAL
Pengertian Kebijakan Fiskal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fiskal berkenaan dengan urusan pajak atau
pendapatan negara. Kata fiskal itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu fiscus yang
merupakan nama seseorang yang memiliki atau memegang kekuasaan atas keuangan pada
zaman Romawi kuno.
Sedangkan, dalam Bahasa Inggris fiskal disebut fisc yang berarti pembendaharaan atau
pengaturan keluar masuknya uang yang ada dalam kerajaan.
Jadi, fiskal ini digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan negara atau kerajaan
yang dikumpulkan dari masyarakat dan oleh pemerintahan Negara atau kerajaan dianggap
sebagai pendapatan lalu digunakan untuk pengeluaran dengan program-program untuk
mencapai pendapatan nasional, produksi, perekonomian, dan digunakan juga sebagai
perangkat keseimbangan dalam perekonomian.
Di Indonesia, istilah kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah.
Kemudian, timbul pertanyaan, apa bedanya kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter?
Perbedaannya terdapat pada tujuannya.
Jika kebijakan moneter bertujuan untuk menstabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar, kebijakan fiskal dapat Anda pahami
dengan membaca poin di bawah ini.
Tujuan Kebijakan Fiskal
Secara garis besar, tujuan kebijakan fiskal adalah untuk memengaruhi jalannya
perekonomian dengan berbagai sasaran berikut ini:

1. Meningkatkan PDB dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal bertujuan untuk


meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara maksimal karena berpengaruh besar dengan
pemasukan atau pendapatan negara, meliputi: bea dan cukai, pajak bumi dan bangunan,
pajak penghasilan, devisa negara, impor, pariwisata, dan lainnya.
Selain itu, contoh pengeluaran negara yang dimaksud di antaranya:

 Pembangunan sarana dan prasarana umum.

 Belanja persenjataan.

 Proyek pemerintah.

 Pesawat dan program lain untuk kesejahteraan masyarakat.


1
2. Memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Seperti yang kita ketahui,
pengangguran merupakan salah satu masalah yang menjadi momok di suatu negara. Di
Indonesia, tingkat pengangguran sudah berkurang 140.000 jiwa.

Menurut persentase tingkat pengangguran terbuka, jika pada Februari 2017 angkanya
mencapai 5,33%, pada Februari tahun ini angkanya berada di level 5,13%.

Hal tersebut juga tidak terlepas dari pelaksanaan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal
memang diaplikasikan serta menjadi prioritas dalam upaya pencegahan timbulnya
pengangguran.

3. Menstabilkan harga-harga barang/mengatasi inflasi. Turunnya harga suatu barang


membuat hilangnya harapan untuk mendapatkan keuntungan bagi sektor swasta. Akan
tetapi, harga yang terus meningkat juga bisa mengakibatkan inflasi.

Di sisi lain, inflasi bisa memberikan keuntungan seperti menciptakan kesempatan kerja
penuh. Akan tetapi, inflasi juga bisa berdampak negatif pada kelompok atau orang yang
berpenghasilan rendah karena daya beli jadi menurun.

Masalah inflasi yang tak kunjung stabil berpotensi besar membuat kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah berkurang. Melalui kebijakan fiskal, tingkat pendapatan
nasional, kesempatan kerja, tinggi rendahnya investasi nasional, dan distribusi
penghasilan nasional pun diharapkan akan berjalan dengan baik.
Instrumen Kebijakan Fiskal
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Asumsinya, jika tarif pajak diturunkan maka kemampuan
daya beli di masyarakat akan meningkat dan industri pun bisa meningkatkan jumlah
penjualan. Begitu juga sebaliknya.
Macam-Macam Kebijakan Fiskal
Pada dasarnya, kebijakan fiskal terbagi menjadi dua macam, yaitu menurut teori dan
menurut jumlah penerimaan dan pengeluaran. Nah, berikut ini penjelasannya: 
1. Kebijakan fiskal dari segi teori

 Kebijakan fiskal fungsional: merupakan kebijakan dalam pertimbangan pengeluaran


dan penerimaan anggaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat  tidak
langsung terhadap pendapatan nasional terutama guna meningkatkan kesempatan
kerja.

 Kebijakan fiskal yang disengaja: merupakan kebijakan dalam mengatasi masalah


ekonomi yang sedang dihadapi dengan cara memanipulasi anggaran belanja secara
sengaja, baik melalui perubahan perpajakan maupun perubahan pengeluaran
pemerintah. Terdapat tiga bentuk kebijakan fiskal yang disengaja. Pertama,

2
membuat perubahan pada pengeluaran pemerintah. Kedua, membuat perubahan pada
sistem pemungutan pajak. Tiga, membuat perubahan secara serentak baik pada
pengelolaan pemerintah atau sistem pemungutan pajaknya.

 Kebijakan fiskal yang tidak disengaja: merupakan kebijakan dalam mengendalikan


kecepatan siklus bisnis supaya tidak terlalu fluktuatif. Jenis kebijakan fiskal tak
disengaja adalah proposal, pajak progresif, kebijakan harga minimum, dan asuransi
pengangguran.
2. Kebijakan fiskal dari jumlah penerimaan dan pengeluaran

 Kebijakan fiskal seimbang: merupakan kebijakan yang membuat penerimaan


dan pengeluaran menjadi sama jumlahnya. Ada dampak positif dan negatif dari
kebijakan fiskal yang satu ini. Positifnya, negara jadi tidak perlu meminjam
sejumlah dana, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Negatifnya, kondisi
perekonomian akan terpuruk bila ekonomi negara dalam kondisi yang tidak
menguntungkan.

 Kebijakan fiskal surplus: pada kebijakan ini jumlah pendapatan harus lebih


tinggi dibandingkan pengeluaran. Kebijakan ini merupakan cara untuk menghindari
inflasi.

 Kebijakan fiskal defisit: merupakan kebijakan yang berlawanan dengan


kebijakan surplus. Salah satu kelebihan kebijakan ini adalah mengatasi kelesuan dan
depresi pertumbuhan perekonomian. Sedangkan kekurangannya, negara selalu
dalam keadaan defisit.

 Kebijakan fiskal dinamis: kegunaan kebijakan ini adalah menyediakan


pendapatan yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yang
bertambah seiring berjalannya waktu.

3
BAB II
ANGGARAN PUBLIK
Pengertian Anggaran Publik
Anggaran Publik adalah rencana kegiatan dalam bentuk perolehan pendapatn dan belanja
dalam satuan moneter, secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan
satuan finansial yang menyatakan:
1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja);
2. Berapa banyak dan bagaimana cranya memperoleh uang untuk mendanai rencana
tersebut (pendapatan).
Konsep Anggaran Publik
Anggaran merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode
tertentu yang diukur dalam ukuran finansial. Penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran dalam suatu organisasi merupakan suatu
politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana
publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana tiap-
tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Anggaran merupakan managerial plan for
action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Aspek – aspek yang harus tercakup
dalam anggaran sektor publik meliputi :
1. Aspek perencanaan
2. Aspek pengendalian
3. Aspek akuntabilitas publik
Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan,serta
pelaporan dan akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus  (oversight
body).
Fungsi Anggaran Publik
Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu :

1. Sebagai alat perencanaan

Anggaran merupakan alat perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran


sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah,
berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah
tersebut. Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang
ditetapkan.
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta
merencanakan alternatif sumber pembiayannya.

4
c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun.
d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

2. Alat pengendalian
Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan
pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan
kepada publik. Tanpa anggaran, pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan-
pemborosan pengeluaran. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa presiden, menteri-
menteri, bupati dan manajer publik bisa dikendalikan melalui anggaran.

3. Alat kebijakan fiscal

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan


ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat
diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan
estimasi ekonomi

4. Alat politik

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan


terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai
bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk
kepentingan tertentu. Dalam pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill,
coalition building, keahlian bernegosiasi dan pemahaman tentang prinsip manajemen
keuangan publik oleh para manajer publik.

5. Alat koordinasi dan komunikasi

Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran
publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang
disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam
pencapaian tujuan organisasi.

6. Alat penilaian kinerja

Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi
wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran
dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang
berhasil ia capai, dikaitkan dengan anggaran yang ditetapkan.

7. Alat motivasi

5
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan staffnya agar
bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.

8. Alat mencipatakan ruang public


Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan DPR/DPRD.
Masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan berbagai organisasi massa lain harus bisa terlibat
dalam proses penganggaran publik
Jenis-Jenis Anggaran Publik
Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Anggaran Operasional )Operational/Recurrent Budget)


Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam
menjalankan pemerintahan. Pengeluaran yang dikategorikan dalam anggaran operasional
adalah "Belanja Rutin". Belanja rutin (Recurrent Expenditure) adalah pengeluaran yang
manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan
bagi pemerintah.

b. Anggaran Modal/Investasi (Capital/Investment Budget)


Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva
tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja Modal/ Investasi
adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin
untuk biaya operasional dan pemeliharaannya
Prinsip-Prinsip Anggaran Publik
1) Otorisasi oleh legislatif: Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif
terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2) Komprehensi: Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah.
3) Keutuhan anggaran: Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam
dana umum (general fund).
4) Nondiscretionary appropriation: Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus
termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
5) Periodik: Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan
maupun multitahunan.
6) Akurat: Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi
(hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan & efisiensi
anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan
overestimate pengeluaran.

6
7) Jelas: Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak
membingungkan.
8) Diketahui publik: Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
Siklus Anggaran Publik
Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas:

1. Tahap persiapan anggaran (preparation)


Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran
pendapatan yang tersedia. Yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran
pengeluaran, terlebih dahulu harus dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya faktor
“uncertainty” (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, manajer keuangan
publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran.
Besarnya mata anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan “line-item budgeting”
akan berbeda pada “input-output budgeting”, “program budgeting” atau “zero based
budgeting”.

2. Tahap ratifikasi (approval/ratification)


Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan
proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya
memiliki “managerial skill” namun juga harus mempunyai “ political skill” “salesmanship”
dan “coalition building” yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari
eksekutif sangat penting dalam tahap ini.

3. Tahap implementasi (implementation)


(Budget Implementation) Sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan anggaran. Manajer keuangan
publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai
dan handal untuk perencanaandan pengendalian anggran yang telah disepakati, dan bahkan
dapat diandalkan untuk tahap penyusuanan anggaran periode berikutnya.

4. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation)


Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran,
sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntanbilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen
yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting  and evaluation tidak akan menemui
banyak masalah.

7
SUMBER PENULISAN
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/fiskal
https://www.academia.edu/29381795/Anggaran_Sektor_Publik_docx

8
Nama : Lianda Nur Farizi
NBI : 1111800190
Asumsi APBN Dan Target Dalam Kerangka Kebijakan Ekonomi
Dalam penyusunan postur APBN, perhitungan besaran pendapatan dan belanja negara
berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro yang ditargetkan Pemerintah untuk dicapai.
Asumsi dasar ekonomi makro tersebut terdiri dari: (1) Produk Domestik Bruto (PDB); (2)
Pertumbuhan ekonomi; (3) Inflasi; (4) Tingkat suku bunga SPN 3 bulan; (5) Rata-rata nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS; (6) Harga minyak; serta (7) Lifting minyak dan gas bumi.
Asumsi dasar ekonomi makro tersebut menjadi acuan dalam strategi kebijakan fiskal.
Sumber Referensi :
https://anggaran.e-journal.id/akurasi/article/download/38/25/#:~:text=Asumsi dasar ekonomi
makro tersebut,Lifting minyak dan gas bumi.

9
Nama : Lianda Nur Farizi
NBI : 1111800190

APBN: IMPLEMENTASI, PENGAWASAN DAN EVALUASI


IMPLEMENTASI APBN
Implementasi atau Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) adalah pelaksanaan pendapatan dan belanja negara, serta penerimaan dan
pengeluaran negara yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pelaksanaan APBN berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penetapan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 bertujuan agar APBN dapat terlaksana secara
lebih profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Peraturan Pemerintah ini juga untuk
menggantikan posisi baru pelaksanaan APBN yang sebelumnya menjadi acuan dalam
pelaksanaan APBN beserta ketentuan ketentuannya, yakni Keputusan Presiden Nomor 42
Tahun 2002.
1. Pengguna Anggaran (PA)
Pengguna Anggaran adalah pemegang kewenangan kewenangan anggaran Kementerian
Negara / Lembaga.
Menteri / Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara pemerintahan yang bertindak sebagai
PA atas Bagian Anggaran (BA) yang disediakan untuk penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya tersebut.
Menteri Keuangan, selain sebagai PA atas BA untuk kementerian yang dipimpinnya,
juga bertindak selaku PA atas BA yang tidak dikelompokkan dalam BA Kementerian
Negara / Lembaga (KL) tertentu. Termasuk di dalamnya anggaran untuk lembaga
nonstruktural yang belum atau tidak dapat dimasukkan sebagai BA KL tertentu.
Menteri / Pimpinan Lembaga Pembinaan Tindak Lanjut Anggaran Atas BA yang
menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang
Keuangan Negara, yakni Undang-Undang di bidang keuangan negara (Undang-Undang
nomor 17 Tahun 2003) dan peraturan petunjuk pelaksanaannya.
Menteri / Pimpinan Lembaga selaku PA bertanggung jawab secara formal dan materi
kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran KL yang dikuasainya sesuai dengan
ketentuan Perundang-undangan.
Tanggung jawab formal tanggung jawab atas pengelolaan keuangan KL yang
dipimpinnya. Yang dimaksud dengan “tanggung jawab atas pengelolaan keuangan KL
yangnya” adalah tanggung jawab yang melekat pada Menteri / Pimpinan Lembaga selaku PA
sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

10
Tanggung jawab materiil tanggung jawab atas anggaran dan hasil yang dicapai atas
beban anggaran negara.
Pelaksanaan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku PA atas BA yang tidak
dikelompokkan dalam BA KL diatur sebagai berikut:
1) Dalam hal kegiatan yang dibiayai bukan merupakan tugas dan fungsi Kementerian
Keuangan, Menteri Keuangan hanya bertanggung jawab secara formal.
2) Dalam hal kegiatan yang dibiayai adalah tugas dan fungsi Kementerian Keuangan,
Menteri Keuangan bertanggung jawab secara formal dan materi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Menteri / Pimpinan Lembaga selaku PA ujian:
1) menunjuk kepala Satuan Kerja (satker) yang melaksanakan kegiatan KL sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA).
2) ke Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya.
2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab anggaran pada Kementerian Negara /
Lembaga yang bertanggung jawab.
Kewenangan PA untuk menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara dilimpahkan kepada
KPA. Pelimpahan diatur sebagaimana dimaksud dalam penunjukan KPA.
Dalam hal tertentu, PA dapat menunjuk pejabat selain kepala satker sebagai KPA. Yang
dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah penunjukan KPA selain kepala satker oleh PA
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara.
Penunjukan KPA bersifat ex-officio. Yang dimaksud bersifat ex-officio "adalah melekat
pada jabatan. Jadi, melekatkan jabatan KPA pada jabatan Kepala Satker atau melekat pada
jabatan pejabat selain Kepala Satker yang ditunjuk oleh PA untuk menjadi KPA.
Penunjukan KPA tidak mengikuti periode Tahun Anggaran (TA). Dalam hal tidak
terdapat perubahan pejabat yang ditunjuk sebagai KPA pada saat pergantian periode TA,
penunjukan KPA tahun anggaran yang lalu (TAYL) masih tetap setia.
Penunjukan KPA berakhir dengan tidak teralokasi anggaran untuk program yang sama
pada TA berikutnya.
Penunjukan KPA atas pelaksanaan Urusan Bersama, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan:
1) Penunjukan KPA atas pelaksanaan Dana Urusan Bersama dilakukan oleh Menteri /
Pimpinan Lembaga atas usul Gubernur / Bupati / Walikota.
2) Penunjukan KPA atas pelaksanaan Dana Dekonsentrasi dilakukan oleh gubernur selaku
pihak yang dilimpahi sebagian urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan KL.

11
3) Penunjukan KPA atas pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan oleh Menteri /
Pimpinan Lembaga atas usul Gubernur / Bupati / Walikota.
Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri / Pimpinan Lembaga dapat
mendelegasikan penunjukan KPA atas pelaksanaan urusan bersama dan tugas pembantuan
kepada Gubernur / Bupati / Walikota.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, KPA memiliki tugas dan berwenang:
1) menyusun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
2) ditentukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penanda Tangan Surat
Perintah Membayar (PPSPM).
3) komite / pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
Khusus untuk penetapan panitia pengadaan barang dan jasa dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang dan Jasa
(terakhir Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010).
4) menyelesaikan rencana kegiatan dan rencana pencairan dana.
5) melakukan tindakan yang pengeluaran anggaran Negara.
6) melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran negara.
7) memberikan pengawasan, konsultasi, dan pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
8) kompilasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan dan anggaran.
9) menyusun laporan keuangan dan kinerja sesuai dengan peraturan Perundang-
undangan.
Dalam kondisi tertentu, jabatan PPK atau PPSPM dapat dirangkap oleh KPA. Yang
dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi yang mengharuskan perangkapan jabatan
KPA dengan jabatan PPK atau PPSPM, di mana jika tidak dilakukan perangkapan akan
mengganggu kelancaran pelaksanaan anggaran belanja dari satker yang bersangkutan,
misalnya keterbatasan jumlah dan / atau kualitas Sumber Daya Manusia, PPK atau PPSPM
berhalangan tetap.
KPA bertanggung jawab secara formal dan materi kepada PA atas pelaksanaan Kegiatan
berada dalam penguasaannya.
Tanggung jawab formal dimaksud merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
dan berwenang KPA tersebut di atas. Tanggung jawab materiil tanggung jawab atas anggaran
dan keluaran (output) yang dihasilkan atas beban anggaran negara.
3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang berwenang oleh PA / KPA untuk
mengambil keputusan dan / atau melakukan tindakan yang dapat mengatur anggaran belanja
negara.
PPK mengatur kewenangan KPA, yaitu melakukan tindakan yang pengeluaran anggaran
Negara. PPK dapat ditetapkan lebih dari 1. Penetapan PPK tidak terikat periode tahun
anggaran.

12
Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK pada saat
penggantian periode anggaran, penetapan PPK tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku.
Jabatan PPK tidak boleh dirangkap oleh PPSPM dan bendahara.
Dalam hal penunjukan KPA berakhir karena tidak teralokasi anggaran untuk program
yang sama pada tahun anggaran berikutnya, penunjukan PPK secara otomatis berakhir.
Dalam rangka melakukan tindakan yang dapat mengeluarkan anggaran Belanja Negara,
PPK memiliki tugas dan berwenang:
1. menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan dan Rencana Pencairan Dana.
2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang / Jasa.
3. membuat, melaksanakan dan melaksanakan dengan Penyedia Barang / Jasa.
4. melaksanakan Kegiatan swakelola.
5. memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian yang perjanjian.
Yang dimaksud dengan “pemberitahuan oleh PPK kepada Kuasa BUN atas perjanjian
yang terikat” adalah dalam rangka pelaksanaan manajemen yang diterapkan dalam
Sistem Anggaran dan Perbendaharaan Negara. Ketentuan mengenai tata cara
pemberitahuan berjanji kepada Kuasa BUN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
6. mengendalikan pelaksanaan perikatan.
7. uji dan surat bukti mengenai hak tagih kepada negara.
Pengujian dan penandatanganan surat bukti yang dilakukan dengan membandingkan
kesesuaian antara surat bukti yang akan disahkan dan barang / jasa yang
diserahterimakan / indikasi spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam dokumen
perikatan.
8. membuat dan meminta Surat Permintaan Pembayaran (SPP) atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPP.
Yang dimaksud dengan “dokumen yang dipersamakan dengan SPP” adalah dokumen
yang menggunakan istilah lain sebagai dasar permintaan / pengesahan pembayaran.
9. melaporkan pelaksanaan / penyelesaian Kegiatan kepada KPA.
10. hasil pekerjaan pelaksanaan Kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan.
11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Kegiatan.
12. melaksanakan tugas dan berwenang yang terkait dengan tindakan yang pengeluaran
anggaran Belanja Negara.
PPK bertanggung jawab atas kebenaran kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti
mengenai hak tagih kepada negara.
4. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar adalah pejabat yang diberi kewenangan
oleh PA / KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan
perintah pembayaran. Penunjukan PPSPM:
1) PPSPM melaksanakan kewenangan KPA, yaitu melaksanakan pengujian tagihan dan
perintah pembayaran atas beban anggaran negara.

13
2) PPSPM yang ditetapkan hanya 1 PPSPM.
3) Penetapan PPSPM tidak terikat periode tahun anggaran.
4) Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPSPM pada saat
penggantian periode anggaran, penetapan PPSPM tahun anggaran yang lalu masih tetap
berlaku.
5) Jabatan PPSPM tidak boleh dirangkap oleh PPK dan bendahara.
6) Dalam hal penunjukan KPA berakhir karena tidak teralokasi anggaran untuk program
yang sama pada tahun anggaran berikutnya, penunjukan PPSPM secara otomatis
berakhir.
Dalam rangka melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran, PPSPM memiliki
tugas dan berwenang sebagai berikut:
1. uji kebenaran SPP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPP beserta
dokumen pendukung.
2. menolak dan mengembalikan SPP, memenuhi persyaratan untuk memenuhi
permintaan.
3. membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan.
4. menerbitkan SPM atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM.
Yang dimaksud dengan “dokumen yang dipersamakan dengan SPM” adalah Dokumen
yang menggunakan istilah lain sebagai dasar perintah pembayaran.
5. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih.
6. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA.
7. tugas dan berwenang yang melaksanakan pelaksanaan pengujian dan perintah
pembayaran.
PPSPM bertanggung jawab atas kebenaran kebenaran administrasi, kelengkapan
administrasi, dan keabsahan administrasi dari dokumen hak tagih pembayaran yang menjadi
dasar publikasi SPM dan akibat yang timbul dari pengujian yang dilakukan.
5. Bendahara Umum Negara (BUN)
Menteri Keuangan bertindak sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Menteri
Keuangan selaku BUN mengangkat Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dimaksud, Kuasa BUN memiliki
tugas dan wewenang paling sedikit:
1. Pengejaran dan Pengendalian Anggaran Negara.
2. penagihan Piutang Negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
3. melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai anggaran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan berwenang Kuasa BUN diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun aturan pelaksana APBN diatur dalam beberapa kebijakan:

14
1. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No Per-19pb 2013 Tentang Tata Cara
Pembayaran Dan Pengembalian Uang Muka Atas Beban APBN.
2. Peraturan Pemerintah RI No 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN.
3. Peraturan Menteri Keuangan RI No 190pmk.052012 Tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan APBN
4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. Per-21pb2014 Tentang Mekanisme
Penyesuaian Sisa Pagu Dipa Atas Setoran Pengembalian Belanja
5. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 173 Pmk.05 2016 Tentang Perubahan Atas
Pmk Nomor 168 Pmk.05 2015
6. Pertanggungjawaban Perjadin

PENGAWASAN APBN
1. Pengertian
Seperti yang kita ketahui pemerintah merupakan pelaksana anggaran negara, dan secara
otomatis akan menetukan arah dan kebijakan keuangan negara dengan kontrol dari DPR juga.
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah nantinya akan digunakan oleh pelaksana itu
sendiri, yaitu departemen departemen serta lembaga negara. oleh karena itu untuk mengawasi
jalanya pemakaian keuangan negara dibutuhkanlah yang namanya pengawasan keuangan
negara.
Pengawasan keuangan negara adalah ”Segala kegiatan kegiatan untuk menjamin agar
pengumpulan penerimaan-penerimaan negara, dan penyaluran pengeluaran-pengeluaran
negara tidak menyimpang dari rencana yang telah digariskan di dalam Anggaran“.
2. Tujuan Pengawasan Keuangan Negara
1. Untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat dijalankan.
2. Untuk menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan pembelanjaan
pengeluaran negara sesuai dengan anggaran yang telah digariskan.
3. Untuk menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan
3. Jenis-Jenis Pengawasan
1.1 Pengawasan Berdasarkan Objek
A. Pengawasan terhadap Pengeluaran Negara
1) Penerimaan dari Pajak dan Bea Cukai dilakukan oleh Kantor Inspeksi Bea Cukai.
2) Penerimaan dari bukan Pajak dilakukan oleh KPKN.
B. Pengawasan terhadap Pengeluaran Negara
Prinsip-prinsip yang dipakai dalam pelaksanaan pengeluaran negara adalah:
1) Wetmatigheid, pengawasan yang menekankan pada aspek kesesuaian antara
praktik pelaksanaan APBN dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Rechmatighead, pengawasan yang menekankan dari segi legalitas praktik APBN.
3) Doelmatighead, pengawasan yang menekankan pada pentingnya peranan faktor
tolok ukur dalam praktik pelaksanaan APBN.

15
1.2 Pengawasan Menurut Sifatnya
A. Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dimulainya suatu
kegiatan atau sebelum terjadinya pengeluaran keuangan.  Tujuan pengawasan ini
adalah:
1) mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah
ditentukan.
2) Memberikan pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien
dan efektif.
3) Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehunbungan
dengan tugas yang harus dilaksanakan.
B. Pengawasan Detektif
Pengawasan detektif adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan dengan
meneliti dan mengevaluasi dokumen-dokumen laporan pertanggungjawaban
Bendaharawan.  Berdasarkan cara melakukan pengawasan detektif dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1) Pengawasan Jauh
Pengawasan dilakukan dengan cara meneliti laporan pertanggung jawaban
Bendahawan, beserta bukti-bukti pendukungnya.
2) Pngawasan Dekat
Pengawasan dilakukan di tempat diselenggaranya kegiatan administrasi.
1.3 Pengawasan Menurut Ruang Lingkupnya
A. Pengawasan Internal
Pegawasan internal dibagi menjadi dua yaitu pengawasan dalam arti sempit, yaitu
pengawasan internal yang dilakukan aparat yang berasal dari internal lingkungan
Departemen atau Lembaga yang diawasi.  Sedangkan pengawan internal dalam arti
luas adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat pengawas yang berasal
dari lembaga khusus pengawas yang dibentuk secara internal oleh Pemerintah atau
lembaga Eksekutif.
B. Pengawasan Eksternal
Adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawas yang sama
sekali berasal dari lingkungan organisasi eksekutif.
1.4 Pengawasan Menurut Metode Pengawasannya
A. Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan atau atasan
langsung suatu organisasi atau unit kerja terhadap bawahannya dengan tujuan untuk
mengetahui atau menilai program kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Pengawasan Fungsional
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas fungsional, baik yang
berasal dari internal Pemerintah, maupun dari lingkungan eksternal Pemerintah.

16
4. Pemeriksaan Sebagai Tindak Lanjut Pengawasan
Salah satu bentuk tindak lanjut penyelenggaraan pengawasan adalah pemeriksaan. 
Pemeriksaan adalah penilaian yang independen, selektif, dan analistis terhadap program atau
kegiatan, dengan tujuan untuk:
1. Menilai efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan penggunaan sumber daya dan dana
yang tersedia.
2. Mengenali aspek-aspek yang perlu diperbaiki.
3. Mengevaluasi aspek-aspek tersebut secara mendalam, memaparkan perlunya
perbaikan, serta mengemukakan saran-saran perbaikan yang perlu dilakukan.
5. Proses Pemeriksaan Operasional
Proses pelaksanaan pemeriksaan operasional secara garis besar dilakukan dalam 4
(empat) tahapan, yaitu:
1. Survei pendahuluan.
2. Evaluasi sistem pengendalian intern.
3. Pemeriksaaan terinci.
4. Penulisan laporan.
6. Tindak Lanjut Pemeriksaan
Setiap pejabat yang menerima laporan hasil pemeriksaaan harus melakukan tindak lanjut,
serta melaporkannya kepada BPKP.  Tindak lanjut yang dilaporkan kepada BPKP dalam hal
ini tidak hanya tindak lanjut dari temuan pemeriksaan BPKP, melainkan tindak lanjut dari
temuan pemeriksaan aparat pengawas sendiri. Yang dimaksud tindak lanjut dalam hal ini :
1. Tindakan administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
pengawasan, termasuk penerapan hukum disiplin.
2. Tindakan tuntutan atau gugatan perdata, antara lain :
1. Tuntutan ganti atau penyetoran kembali.
2. Tuntutan bendaharawan.
3. Tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi, dll.
4. Tindakan pengajuan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya ke PN.
5. Tindakan penyempunaan Aparatur Pemerintah di Bidang kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
EVALUASI APBN
Evaluasi APBN atau Monev APBN berfungsi untuk memantau serapan anggaran APBN
secara konsisten, efektif dan akurat.
Melalui e-Monev APBN bisa dilihat progress serapan masing-masing SKPD. Informasi
tersebut dapat diakses oleh siapapun sebagai wujud dari keterbukaan informasi kepada
publik. Tidak hanya berbicara tentang serapan dana, e-Monev APBN juga menampilkan

17
informasi progres fisik dari setiap kegiatan yang sedang berjalan di DIY. Konsentrasi
terhadap pengawalan serapan fisik merupakan salah satu kunci keberhasilan DIY untuk tidak
hanya fokus pada proses namun juga mulai berkonsentrasi terhadap hasil. Inovasi-inovasi
manajemen di dalam e-Monev APBN merupakan wujud kepekaan Bappeda DIY dalam
merespon kondisi eksisting untuk mambangun formulasi pemantauan yang optimal.
Dasar Hukum
1. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan Telematika di
Indonesia
2. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
5. Instruksi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Tahun 2008 tentang Perencanaan
Berbasis Kinerja dan Perjanjian Kinerja di Lingkungan Instansi Pemerintah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

SUMBER REFERENSI
http://www.wikiapbn.org/pelaksanaan-anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara/
https://apustpicurug.wordpress.com/mata-kuliah/pengawasan-keuangan-
negara/#:~:text=Pengawasan%20keuangan%20negara%20adalah%20%E2%80%9D
%20Segala,telah%20digariskan%20di%20dalam%20Anggaran
%20%E2%80%9C.&text=Untuk%20menjaga%20agar%20anggaran%20yang%20disusun
%20benar%2Dbenar%20dapat%20dijalankan.
http://bappeda.jogjaprov.go.id/produk/detail/Monitoring-dan-Evaluasi-APBN#:~:text=e
%2DMonev%20APBN%20berfungsi%20untuk,secara%20konsisten%2C%20efektif%20dan
%20akurat.&text=Tidak%20hanya%20berbicara%20tentang%20serapan,yang%20sedang
%20berjalan%20di%20DIY.

18
Nama : Lianda Nur Farizi
NBI : 1111800190
Desentralisasi Fiskal: Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Desentralisasi merupakan proses di mana Pemerintah Daerah menjalankan otonomi
seluas luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan
daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan segala
urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang berkaitan dengan urusan politik luar
negeri, pertanahan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama yang menjadi
kewenangan pusat.
Perimbangan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan
sub-sistem keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada pemerintah daerah
didasarkan atas penyerahan tugas kepada pemerintah daerah dengan memerhatikan stabilitas
dan keseimbangan fiskal.
Otonomi adalah turunan (derivate) dari desentralisasi sehingga daerah otonomi adalah
daerah yang mandiri dalam berprakarsa. Tingkat kemandirian dan turunan dari tingkat
desentralisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat desentralisasi semakin tinggi pula
tingkat otonomi daerah (Basuki, 2008: 14).
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal jika
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pencarian sumber-sumber penerimaan
yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang besarnya disesuaikan dan
diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diuraikan sebagai
berikut.
a. Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
Negara yang merupakan bagian kekuasaan pemerintah.
b. Presiden menyerahkan kekuasaan tersebut kepada kepala daerah (Gubernur/ Bupati/
Walikota) selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerahnya
dan mewakili pemerintah daerah dalam pemilikan kekayaan yang terpisah.
c. Hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan pendapatan
(revenue) dan penggunaan (expenditure) baik untuk pengeluaran rutin maupun
pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas,
responsible dan akuntable.
d. Konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi dan
hubungan kewilayahan, sehingga pemerintah pusat mengalokasikan dana
perimbangan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturran perundang-
undangan.

19
Di Indonesia, desentralisasi yang diikuti dengan desentralisasi fiskal dimulai dengan
Undang- Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah, dan menjadi
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah. Dengan
diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal ini maka daerah mempunyai hak dan kewajiban
mengelola keuangannya sendiri sesuai alokasi yang diterima.
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan
keuangan daerah. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban. Sementara
pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Pengelolaan keuangan daerah juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan bijak agak
keuangan daerah tersebut bisa menjadi efisien penggunaanya yang sesuai dengan kebutuhan
daerah (PP 58 Tahun 2005). Hak dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah daerah
disebabkan oleh penerapan Kebijakan desentralisasi Fiskal sebagai konsekuensi logis
penerapan desentralisasi dibidang pemerintahan. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
1. Sumber keuangan Daerah sebagai Implikasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal
Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Sedangkan Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Sumber Keuangan Daerah terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi:
1) Hasil Pajak Daerah
UU No. 28/ 2009 menjelaskan Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

20
Pajak Provinsi: pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea batik nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor; pajak air permukaan; dan pajak
rokok.
Pajak Kabupaten/Kota: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkin, pajak air tanah, pajak
sarang burung valet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, serta bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan.
2) Hasil Retribusi Daerah
Retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat
pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh
daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh
masyarakat sehingga retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Retribusi dikelompokkan menjadi:
a. Retribusi jasa umum: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh,
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut
prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.
Beberapa contoh retribusi daerah:
a. Biaya jalan tol
b. Biaya pangkalan
c. Biaya penambangann
d. Biaya potong hewan
e. Uang muka tanah/bangunan
f. Uang sempadan dan izin bangunan
g. Uang pemakaian tanah milik daerah
3) Hasil perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Milik Daerah yang dipisahkan.
4) Pendapatan Asli Daerah yang sah
PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak
daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Klasifi kasi
yang termasuk Pendapatan Asli Daerah yang sah adalah sebagai berikut.
a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

21
b. jasa giro;
c. pendapatan bunga;
d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
h. pendapatan denda pajak;
i. pendapatan denda retribusi.
j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k. pendapatan dari pengembalian;
l. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
m. pendapatan dan angsuran/cicilan penjualan.
b. Dana Perimbangan
Dana perimbangan meliputi:
1) Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap
Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana
pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi
salah satu komponen pendapatan pada APBD. DAU bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari DAU untuk Daerah
Provinsi dan DAU untuk Daerah Kabupaten/ Kota. Proporsi DAU antara provinsi dan
kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. DAU untuk suatu daerah dialokasikan
berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.
Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan
fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan
DBH. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
2) Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah

22
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin
(daerah penghasil) dan penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan.
DBH bersumber dari pajak dan sumber Jaya alam.
DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak
Bumi Dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan
Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal
21. Penetapan Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan. DBH Pajak sendiri
disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
Umum Daerah.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berasal dari:
a. Kehutanan
b. Pertambangan Umum
c. Perikanan
d. Pertambangan Minyak Bumi
e. Pertambangan Panas Bumi
3) Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari APBN kepada provinsi/ kabupaten/
kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Bila dibandingkan Antara ke dua sumber dana di APBD, dana perimbangan mempunyai
peran yang sangat signifi kan dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Artinya, Bagi
Daerah, Dana perimbangan merupakan suatu yang sangat berartidalam peningkatan kapasitas
daerah dalam pelayanan publik, Pelayanan masyarakat akan semakin baik. Cakupan dan
jangkauan pelayanan semakin luas dan dekat dengan masyarakat yang dilayani. Dengan
demikian, harapan kesejahteraan masyarakat sangat memungkinkan diwujudkan melalui
kebijakan desentralisasi fiskal yang memuat hubungan(perimbangan) keuangan Antara pusat
dan daerah.
c. Kewenangan Daerah Dalam Pengelolaan Keuangan Sebagai Implikasi Kabijakan
Desentralisasi Fiskal
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan
uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan pengertian
tersebut pada prinsipnya keuangan daerah mengandung beberapa unsur pokok, yaitu hak
daerah yang dapat dinilai, kewajiban daerah dengan uang, dan kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala
hak yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang digunakan
dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.’Keuangan daerah dituangkan

23
sepenuhnya ke dalam APBD. Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan perattuan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan daerah
merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam konteks ini lebih
difokuskan kepada pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD merupakan suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam
APBD. Mengingat APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan
daerah. Anggaran merupakan suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen berupa
rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam suatu periode
tertentu, di mana rencana tersebut merupakan suatu pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
selama periode tersebut.
Fungsi-fungsi dari Anggaran Penerimaan Belanja Daerah adalah sebagai berikut.

1. Fungsi Otorisasi, anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.

2. Fungsi Perencanaan, anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam


merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi Alokasi, anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber days, serta meningkatkan efi siensi dan efektivitas perekonomian.

5. Fungsi Distribusi, anggaran daerah harus mengandung arti/ memerhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.

6. Fungsi Stabilisasi, anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

SUMBER REFERENSI:
http://ejournal.ipdn.ac.id/JIPWP/article/download/137/91/

24

Anda mungkin juga menyukai