Anda di halaman 1dari 21

Islam dan Ilmu Pengetahuan

Kesadaran Religius dan Kajian Ilmiah dalam Sejarah Islam

Oleh :

Kelompok 2

1. Niken Tri Monica (1910209004)


2. Mutiara Basima Atsilah (1920209026)
3. Delsa Adeatma (1920209028)

Dosen Pengampu :

Qum Zaidan Marhani, S.Pd, M.Si

Program Studi Pendidikan Fisika

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Kesadaran Religius dan Kajian Ilmiah
dalam Sejarah Islam ”. Sholawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan besar kita nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi
anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Islam dan Ilmu pengetahua. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sains dan teknologi,Serta Karakteristik dan


sumber .......................3

2.2 Akal dan Wahyu dalam


Islam ..................................................................................7

2.3 Motivasi Islam dalam Mengembangkan Ilmu


Pengetahuan ...................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................14

DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, Islam tidak hanya membahas apa yang wajib dan yang dilarang
untuk dilakukan manusia, tetapi juga membahas apa yang perlu diketahuinya. Dengan
kata lain, Islam adalah sebuah cara berbuat dan melakukan sesuatu sekaligus sebuah
cara untuk mengetahui. Dari kedua jalan itu, aspek mengetahui adalah yang lebih
penting. Hal ini karena secara esensial Islam adalah agama pengetahuan. Islam
memandang pengetahuan sebagai cara yang utama bagi penyelamatan jiwa dan
pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan nanti.
Bagian pertama dari kesaksian iman Islam, la ilaaha illallah, Tiada tuhan selain
Allah, adalah sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas. Orang Islam
memandang berbagai sains, ilmu alam, ilmu sosial, dan yang lainnya sebagai beragam
bukti yang menunjuk pada kebenaran bagi pernyataan yang paling fundamental dalam
Islam ini. Kalimat ini adalah pernyataan yang secara populer dikenal dalam Islam
sebagai prinsip tauhid atau keesaan Tuhan.
Kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah kesadaran akan keesaan
Tuhan. Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran religius, karena ia
merupakan bagian yang terpadu dengan keesaan Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan
keesaan Tuhan berarti meneguhkan kebenaran bahwa Tuhan adalah Satu dalam
Esensi-Nya, dalam nama-nama dan Sifat-sifat-Nya, dan dalam perbuatan-Nya. Satu
konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran ini adalah bahwa orang harus
menerima realitas objektif kesatuan alam semesta. Sebagai sebuah sumber
pengetahuan, agama bersifat empatik ketika mengatakan bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini saling berkaitan dalam jaringan kesatuan alam melalui hukum-
hukum yang mengatur.
Semangat ilmiah para ilmuwan dan sarjana
1 Muslim pada kenyataannya mengalir
dari kesadaran mereka akan tauhid. Tak diragukan bahwa, secara religius dan historis,
asal-usul dan perkembangan semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal-usul dan
perkembangan hal yang sama di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam
mengilustrasikan sumber religius semangat ilmiah dalam Islam ini daripada fakta
bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama.
Orang Islam mulai menaruh perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius pada abad
ke-3 H/9 M. Tetapi pada saat itu mereka telah memiliki sikap ilmiah dan kerangka
berpikir ilmiah, yang mereka warisi dari ilmu-ilmu agama. Semangat untuk mencari
kebenaran dan objektivitas, penghormatan pada bukti empiris yang memiliki dasar
yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam pengklassifikasian merupakan sebagian
ciri yang amat luar biasa dari para ilmuwan Muslim awal sebagaimana yang dapat
dilihat dengan jelas dalam kajian-kajian mereka tentang jurisprudensi (fiqh) dan hadis
Nabi saw.

1.2   Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perkembangan sains dan teknologi, serta karakteristik dan


sumbernya ?
2. Bagaimanakah pandangan islam terhadap akal dan wahyu?
3. Bagaimanakah motivasi islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perspektif serta motivasi islam dalam mengembangkan


ilmu pengetahuan.
2. Untuk kepentingan teoritis, yaitu untuk menambah khazanah keilmuan tentang
Ilmu pengetahuan dalam islam sehingga dapat mewarnai menambah
pengetahuan mahasiswa/i, serta diharapkan dapat memberi informasi
tambahan atau pembanding bagi peneliti lain dengan masalah sejenis.
3. Untuk kepentingan praktis, yaitu  kontribusi terhadap pemikiran Islam serta
menghadirkan Islam secara lebih komprehensif.
2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sains dan Teknologi, Serta Karakteristik dan Sumbernya

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-
masalah sosial, dan lain sebagainya.

Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan sejarah pikiran umat manusia terlepas
dari asal usul kebangsaan maupun asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah
ilmu yang paling tepat adalah menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan
pembagian negara, lintasan sejarah ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu
3
dari satu zaman yang terdahulu ke zaman berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan
ilmu adalah zaman kuno yang merentang antra tahun kurang lebih  4000 SM-400M.
Zaman kuno ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. ± 4000- 6000 SM  : Masa Mesir dan Babilon
2. 600-30 SM            : Masa Yunani Kuno
3. 30 SM-400 M        : Masa Romawi

Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu
gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Semua ilmu ini penting untuk keperluan membangun
berbagai kuil, istana, dan piramid. Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai
dikembangkan di Mesir, di Babilonia dikembangkan berbagai gagasan ilmiah  dari
ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu hal lain yang perlu diketahui bahwa masih melekat
pada pertumbuan ilmu pada masa yang pertama ini adalah adanya penjelasan
penjelasan yang persifat gaib. Pada masa berikutnya di Yunani Kuno antara tahun
600-30 S.M mengenal siapa para pengembang ilmu serta tempat dan tahun
kelahirannya.

Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati
kematangannya, pertama, ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba
menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan,
dan kedua, geometri, yang sedang mengumpulkan setumpukan hasil di seputar
hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun secara khusus dan sedang
mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-masalah definisi. Imuwan-
ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu di antaranya adalahThales (±525-654 s.M.)
merupakan ilmuwan yang pertama di dunia karena ia memplopori tumbuhnya Ilmu
Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran, dan Ilmu Ukur dengan berbagai ciptaaan dan
penemuan penting. Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah Pythagoras (578?-510 s.M.)
merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang ketiga adalah Democritus
(±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal ialah tentang atom.

Perkembangan ilmu pada Masa berikutnya adalah Masa Romawi yang merupakan
masa terakhir dari pertumbahan ilmu pada Zaman Kuno dan merupakan masa yang
paling sedikit memberikan sumbangsih pada seajarah ilmu dalam Zaman Kuno.
Namun bangsa Romawi memiliki kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan
4
keterampilan ketatalaksanaan serta mengatuur hukum dan pemerintahan. Bangsa ini
tidak menekankan soal-soal praktis dan mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada
masa ini tidak muncul ilmuwan yang terkemuka. Perkembangan berikutnya pada
zaman pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman Yunani Kuno yang
terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan Muslim dan
sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII dan VIII Kaum Muslim meguasai
wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan Spanyol. Kota-kota yang merupakan
pusat-pusat kebudayaannya ialah Bagdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang terkenal seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina
(980-1037) adalah ahli ilmu Kedokteran, Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam
Pengetahuan Kimia dan obat-obatan, serta dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn al-
Haytham (965-1038).

Pada abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara berangsur-angsur mengetahui


perkembangan pengetahuan ilmiah yang berlagsung di daerah Muslim. Dan dengan
sebab itu Abad XIV-XVI dikenal Zaman Pencerahan (renaissance) di Eropa, ditandai
dengan kelahiran kembali semua ilmiah maupun pengetahuan kemanusiaan dari Masa
Yunani Kuno. Ilmuwan yang terkemuka saat itu ialah Nicolaus Copernicus (1473-
1543) seorang peletak dasar Ilmu Bintang Modern. Lainnya adalah Andreas Vesailus
(1514-1564) ahli Ilmu Urai Tubuh Modern. Dengan berakhirnya Zaman Pencerahan
dunia memasuki Zaman Modern mulai Abad XVII, pengertian ilmu yang modern dan
berlainan dengan ilmu lama atau klasik mulai berkembang dalm abad ini.
Perkembangan ini terjadi karena perkembangan 3 hal, yaitu perubahan alam pikiran
orang, kemajuan teknologi, dan lahirnya tata cara ilmiah. Pada Zaman ini banyak
melahirkan ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang beragam.
Misal, Isaac Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir
Cahaya, Thomas Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah
memasuki Abad XX pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh
dikatakan setiap tahun puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana


seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah
sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak
terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
5

1. Objektif, yaitu ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu
golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena
masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk
menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos”
yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis yaitu dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan
suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur
dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh,
menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam
rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal yaitu kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal
yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut
180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan
ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya
berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia.
Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus
tersedia konteks dan tertentu pula.

Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap


penjuru alam semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences),
sedangkan usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam
kehidupan manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and
6
cultural sciences).
Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang
yang beriman maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan
kemampuan metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:

1.    Pasti (Al-Furqan 2)

2.    Tidak pernah berubah (Al-Fath 23)

3.    Objektif (Al-Anbiya’ 105)

Dampak positif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut :

1. Mampu meringankan masalah yang dihadapi manusia.


2. Mengurangi pemakaian bahan – bahan alami yang semakin langka.
3. Membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat
4. Membawa manusia kearah lebih modern.
5. Menyadarkan kita akan keesaan Allah SWT
6. Menjawab pertanyaan yang dari dulu diajukan oleh nenek moyang kita
melalui penelitian ilmiah.

Sedangkan dampak negatif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut :

1. Dengan segala sesuatunya yang semakin mudah, menyebabkan orang – orang


menjadi malas berusaha sendiri.
2. Menjadi tergantung pada alat yang dihasilkan oleh IPTEK itu sendiri.
3. Melupakan keindahan alam.
4. Masyarakat lebih menyukai yang instan.
5. Dengan memanipulasi makanan yang ada, menyebabkan masyarakat kurang
7
gizi.
6. Kekhawatiran masyarakat terhadap IPTEK yang semakin maju menyebabkan
peradaban baru.
Sumber ilmu pengetahuan adalah alam. Alam adalah gudang inspirasi, ide, dan
motivasi untuk mengarahkan seseorang mencapai suatu peradaban yang lebih tinggi.
Dalam autobiografi seorang pelaut yang terkenal di zaman dynasti China yaitu
Laksamana Chengho (seorang jenderal) yang pernah melakukan pelayaran ke Afrika
dan Asia menyebutkan, alam telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan
kepadanya untuk melakukan penjelajahan ke dunia lain untuk menemukan hal-hal
baru. Suatu ide, gagasan, dan motivasi pada awalnya bersumber dari rasa
keingintahuan kita akan sesuatu hal. Rasa keingintahuan ini kemudian dirangsang
oleh alam melalui akal pikiran kita sehingga timbul suatu ide, motivasi, dan semangat
dalam diri. Rasa keingintahuan inilah yang mendasari untuk berkembangnya ilmu dan
pengetahuan.

2.2 Akal dan Wahyu dalam Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk
memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua
pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan menurut kamus, yakni
daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa
pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar.

Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan
dan memegang erat apa yang dia ketahui. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
‘Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata
melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada
jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin,
maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk
mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan
ilmu.
8

Syaikh Al Albani berkata, “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah


yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri.
Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri
kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman
salaf.”

Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany berkata, ”akal ada dua macam yaitu :
thabi’i dan diusahakan. Yang thabi’i adalah yang datang bersamaan dengan yang
kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa bila senang, dan
menangis bila tidak senang. Kemudian seorang anak akan mendapat tambahan akal di
fase kehidupannya hingga usia 40 tahun. Saat itulah sempurna akalnya, kemudian
sesudah itu berkurang akalnya sampai ada yang menjadi pikun. Tambahan ini adalah
akal yang diusahakan. Adapun ilmu maka setiap hari juga bertambah, batas akhir
menuntut ilmu adalah batas akhir umur manusia, maka seorang manusia akan selalu
butuh kepada tambahan ilmu selama masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh
tambahan akal jika sudah sampai puncaknya. Hal ini menunjukan bahwa akal lebih
lemah dibanding ilmu, dan bahwasanya agama tidak bisa dijangkau dengan akal,
tetapi agama dijangkau dengan ilmu.

Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, diantara hal yang


menunjukan perhatian dan penghormatan islam kepada akal adalah :

1. Islam memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam rangka


mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupannya. Islam mengarahkan
kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan merenungi (tadabbur)
ciptaan-ciptaan Allah dan syari’at-syari’atnya sebagaimana dalam firmanNya,
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan
sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya.
2. Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat istiadat dan pemikiran-
pemikiran yang bathil sebagaimana dalam firman Allah, Dan apabila
9
dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka
menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami”, (Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah : 170).
3. Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut ilmu sebagaimana
dalam firman Allah, ”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama.”(QS. At Taubah : 122).
4. Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan menjaga akalnya, dan
melarang dari segala hal yang dapat merusak akal seperti khamar, Allah
berfirman, “Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maidah, 90).

Meskipun islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak


menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan islam membatasi ruang lingkup akal
sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan
mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu. Maka Islam memerintahkan akal
agar tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada
hikmah dan sebab dari perintah itu. Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh
makhluk adalah ketika Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena
lebih mengutamakan akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah
tersebut dengan membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam, Iblis
berkata: ”Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah..” (QS.Shaad ; 76).

Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar


jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang
semacamnya, Rasulullah bersabda, ”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah
memikirkan tentang Dzat Allah.Allah berfirman, Dan mereka bertanya kepadamu
10
tentang roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhanku,dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”(QS.Al Isra’: 85).
Allah menyuruh kita untuk memaksimalkan kemampuan akal yang diberikan pada
kita. Salah satu cara, Ia menganjurkan pada kita untuk menuntut ilmu setinggi –
tingginya demi kemajuan umat bersama. Bahkan pernah dikatakan dalam suatu hadits
bahwa ada tiga peninggalan yang mampu menolong manusia untuk terhindar dari api
neraka yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh. Dengan kata
lain, Allah hendak mengatakan bahwa ilmu sangatlah penting untuk kita, sebagai
umat islam, bukan hanya penting untuk kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan
akhirat. Ilmu yang bermanfaat itu dapat kita bawa hingga ke akhirat kelak.

Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 110, “Kamu adalah umat yang paling
baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia;
menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman
kepada Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu
baik untuk mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang
yang jahat”.

Sebenarnya umat yang menjadi pengamal wahyu Allah (Islam) memiliki identitas
(ciri, sibghah) yang jelas di antaranya menguasai ilmu pengetahuan. Dalam
mewujudkan keberadaannya ditengah masyarakat mereka menjadi innovator dan
memiliki daya saing serta memiliki imajinasi yang kuat disamping kreatif dan
memiliki pula inisiatif serta teguh dalam prinsip (istiqamah, consern), bahkan
senantiasa berfikir objektif dan mempunyai akal budi.

Wahyu sendiri dalam al-Qur’an disebut dengan kata al-wahy yang memiliki
beberapa arti seperti kecepatan dan bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang
dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana
dipergunakan juga untuk lafadz al-Qur’an.

Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan
rasul melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan,
diungkapkan. Ia adalah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan penegasan atas
kebenaran. Setiap gagasan yang di dalamnya
11 ditemukan kebenaran ilahi adalah
wahyu, karena ia memperkaya pengetahuan sebagai petunjuk bagi manusia. Allah
sendiri telah memberikan gambaran yang jelas mengenai wahyu ialah seperti yang
digambarkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 16 yaitu: “Dengan Kitab Itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus”.

Adapun wahyu memiliki fungsi:

1. Wahyu merupakan sumber pokok ajaran Islam.


2. Wahyu sebagai landasan berpikir. Semua produk pemikiran (ilmu, teori,
konsep dan gagasan) tidak boleh lepas dari wahyu, baik makna tersirat
maupun tersurat.
3. Wahyu sebagai landasan berbuat, bersikap, berperilaku dalam semua segi
kehidupan.

Akal dan wahyu kalau diletakkan secara fungsionalis, maka keduanya saling
memiliki fungsi. Akal memiliki fungsi untuk memahami wahyu, karena wahyu ditulis
dengan bahasa Arab, dan tidak setiap orang dapat memahami teks Arab. Wahyu (Al
Qur’an sebagai hudan, untuk memahami hudan diperlukan akal. Wahyu memiliki
fungsi mengarahkan kerja akal dan memberikan informasi kandungan wahyu yang
memerlukan bukti empiris, bahkan dengan observasi, eksperimen, penyelidikan dan
penelitian, yang ini semua dikerjakan dengan akal pikiran.

2.3 Motivasi Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
12
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (Al-'Alaq : 1-5)
Ayat tersebut diatas mendorong Umat Islam untuk pandai membaca, berfikir dan
berkreasi. semakin banyak membaca, semakin banyak manfaat yang diperoleh. Ilmu
akan bertambah, bahasa makin baik, dan wawasan makin luas. Bacalah alam ini.
Bacalah Al Qur'an ini. Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan. Jadi, membaca
merupakan kunci pembuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicerminkan


dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tersebut
diatas. Begitu besar perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, sehingga setiap orang
Islam baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu.

Sabda Nabi : "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan
perempuan" (HR. Ibnu Abdil Bar). Dimanapun ilmu berada, Islam memerintahkan
untuk mencarinya. Sabda Nabi : "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina" (HR Ibnu
'Adi dan Baihaqi). Menuntut ilmu dalam Islam tidak berhenti pada batas usia tertentu,
melainkan dilaksanakan seumur hidup. tegasya dalam hal menuntut ilmu tidak ada
istilah "sudah tua". Selama hayat masih dikandung badan, manusia wajib menuntut
ilmu. Hanya caranya saja hendaklah disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing. Perintah menuntut ilmu sepanjang masa ini diterangkan dalam Hadits
Nabi SAW. "Carilah ilmu sejak buaian sampai ke liang lahad".

Dengan memiliki ilmu, seseorang menjadi lebih tinggi derajatnya dibanding


dengan yang tidak berilmu. Atau dgn kata lain, kedudukan mulia tidak akan dicapai
kecuali dengan ilmu. Firman Allah SWT : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat" (Al Mujadilah : 11)

Dan firman Allah SWT :  "Adakah sama orang-orang yang mengetahui


dengan orang-orang yang tidak mengetahui" (Az-Zumar : 9). Sementara itu,
penghormatan terhadap penuntut ilmu dijelaskan pula dalam beberapa Hadits Nabi
SAW. diantaranya : "Tidaklah suatu kaum berkumpul disalah satu rumah Allah,
sambil membaca al Qur'an dan mempelajarinya
13 kecuali mereka dinaungi oleh para
malaikat, mereka diberikan ketenangan, disirami rahmat dan selalu diingat Allah".
"Sesungguhnya, malaikat akan meletakkan sayapnya (menaungi) pada pencari ilmu
karena senang apa yang sedang dituntutnya".

Menurut hadits tersebut diatas, tempat-tempat majlis ilmu itu dinaungi malaikat,
diberikan ketenangan (sakinah), disirami rahmat dan dikenang Allah di singgasana-
Nya. Begitulah penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang menuntut
ilmu pengetahuan itu.

Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan


pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawawasan, pandangan
serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada
obyektivitas, kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana untuk
mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. Tentunya bagi seorang muslim,
dibalik wajah-wajah kebenaran itu tersirat kebenaran yang mutlak adalah Allah SWT.
Dengan kata lain, ilmu yang benar mendorong seseorang beriman kepada Allah SWT.
Bahkan lebih dari itu, ilmu yang benar dapat pula memperkuat dan meningkatkan
keimanan seseorang. Ilmu dapat memperkuat iman, dan iman melahirkan kepatuhan
dan tawadhu' kepada Allah SWT.

Ilmu atasar dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang
memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi orang yang
melakukan shalat, puasa, zakat, haji, bertasbih, bertakbir dll tetap diberi pahala oleh
Allah SWT, akan tetapi semua ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan
dan kegiatan.

Dalam memanfaatkan hukum-hukum Allah di alam semesta yang melahirkan


ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus berwawasan lingkungan dan dilarang
untuk merusak atau membuat pencemaran (Al-Qasas 77, Ar-Rum 41). Dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki sikap-sikap intelektual yang
diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an.

1. kritis terhadap permasalahan yang14 dihadapi, sebagaimana tercantum dalam


Surat Al-Isra’ ayat 36: “Dan janganlah engkau ikuti sesuatu yang tiada
padamu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan isi hati, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya”
2. bersedia menerima kebenaran dari mana pun datangnya, sebagaimana
tercantum dalam Surat Az-Zumar ayat 18: “Maka gembirakanlah hamba-
hamba-Ku yang menginventarisasi pendapat-pendapat, lalu mengikuti yang
terbaik. Mereka itulah yang memperoleh petunjuk Allah dan mereka itulah
kaum intelektual”
3. menggunakan daya nazhar (nalar) semaksimal mungkin, sebagaimana
tercantum dalam Surat Yunus ayat 101: “Katakan: nalarilah apa yang ada di
langit dan di bumi. Dan tidaklah berguna segala ayat dan peringatan itu bagi
kaum yang tidak percaya”.

Menurut Surat Ali Imran 191-194, seorang ilmuwan atau intelektual Muslim harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Senantiasa dalam kondisi zikir, memelihara komitmen kepada ajaran Allah.


2. Mengembangkan daya fikir dalam menalari ciptaan Allah.
3. Memanfaatkan potensi dan kesempatan yang disediakan Allah.
4. Menjauhi perilaku menyimpang dari ajaran Allah.
5. Siap membela kebenaran dan keadilan serta memberantas kezaliman.
6. Teguh beriman kepada Allah dan Rasul dalam sikap dan perilaku.
7. Menyadari kekhilafan dan berusaha meningkatkan kemampuan diri.
8. Ikhlas berkorban mempersembahkan bakti hanya kepada Allah.

Terdapat tiga alasan pokok, mengapa kita perlu menguasai iptek, yaitu :

1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-
negara barat.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di
negara-negara Islam. 15

3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam .


Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan
dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus
belajar, maka Islam pun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar
mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal)
dan agar mereka tidak salah dan tersesat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah kesadaran akan keesaan
Tuhan. Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran religius, karena ia
merupakan bagian yang terpadu dengan keesaan Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan
keesaan Tuhan berarti meneguhkan kebenaran bahwa Tuhan adalah Satu dalam
Esensi-Nya, dalam nama-nama dan Sifat-sifat-Nya, dan dalam perbuatan-Nya. Satu
konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran ini adalah bahwa orang harus
menerima realitas objektif kesatuan alam semesta. Sebagai sebuah sumber
pengetahuan, agama bersifat empatik ketika mengatakan bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini saling berkaitan dalam jaringan kesatuan alam melalui hukum-
hukum yang mengatur.

16
DAFTAR PUSTAKA

Raverts, Jerome R.2007. Filsafat Ilmu : Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan.

Banda Aceh: Pustaka Pelajar UNSYIAH.

The Liang Gie. 1998. Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB.

Firdani Aldy. 2014. Makalah agama islam dan ilmu pengetahuan. http://aldy-

firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-agama-islam-dan-ilmu-pengetahuan.html,

diakses 08 maret 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai