Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS

OLEH :

NI MADE ASTYA DWIKA MERTI

P07120018085

2.3

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009)

2. Penyebab / Faktor Predisposisi Diabetes Melitus


Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,
tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan
faktor herediter memegang peranan penting.
a. DM Tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh:
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan autoimun sel beta.

b. DM Tipe II

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3. Tanda dan Gejala
a. Deficit Nutrisi
a. Data mayor
1) Berat badan menurun
b. Data Minor
1) Cepat kenyang setalah makan
2) Kram/ nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
4) Bising usus hiperaktif
5) Ototo penguyah lemah
6) Otot menelan lemah
7) Membrane mukosa pucat
8) Sariawan
9) Serum albumin turun
10) Rambut rontok
11) Diare

4. Pohon Masalah Diabetes Melitus

-faktor genetic, infeksi Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan Kurang


Gula dalam darah tidak
virus, imunologi produksi insulin pengetahuan
bisa masuk dalam sel
tentang
manajemen
diabetes.
Anabolisme protein
glukosuria Batas melebihi ambang hiperglikemia
ginjal menurun
Gula darah tidak
Dieresis osmotik
terkontrol.
Kerusakan pada antibodi
Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemi
Poliuri -> Retensi Urine
KekebalanRisiko
tubuh menurun
Aliran darah lambat Koma diabetik
Ketidakstabilan
Kehilangan elektrolit
Glukosa dalam
dalam sel Iskemik jaringan Risiko infeksi Neuropati sensori
darah.
Dehidrasi perifer
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Risiko syok

Kerusakan integritas jaringan


Kehilangan kalori gangrene

Sel kekurangan bahan Protein dan lemak dibakar BB menurun


Merangsang hipotalamus
untuk metabolisme

Pusat lapar dan haus Ketidakseimbangan nutrisi keletihan


Polidipsi dan polipagia
kurang dari kebutuhan tubuh
5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian
keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping
kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm 3).
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama
kekurangan insulin yaitu :
a.       Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg per 100
ml.
b.      Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding
vaskuler.
c.       Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

6. Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association, 2010
adalah sebagai berikut :
a. Diabetes tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Pada Diabetes tipe 1 lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin
mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi
sedikit atau tidak langsung dapat diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua
penderita diabetes melitus menderita tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia
dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi
virus atau faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di
pankreas (Merck, 2010).
b. Diabetes tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Diabetes tipe 2 ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari
normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak
ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering
terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum
dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor risiko utama pada diabetes tipe
2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas.
Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang
obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar
gula darah normal (Merck, 2010).

7. Gejala Klinis Diabetes Melitus


Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat (1)
berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; (2) berkurangnya
penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan; dan (3) peningkatan produksi glukosa
(glukoneogenesis) oleh hati.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang
melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi selalu
dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu glukosa plasma
dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL), taraf maksimal reabsorpsi glukosa
pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine
(glukosuria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan
kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) :
kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas),
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Glukosuria
menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram
karbohidrat yang diekskresikan keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan
hilangnya jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang
hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang
normal atau meningkat (Granner, 2009).
Menurut Askandar (2010) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Polifagi : Banyak minum, Poliuri : Banyak kencing dan
Polifagi : banyak makan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (2009) keluhan yang sering terjadi pada


penderita Diabetes Melitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal
yaitu:
a. Postprandial
b. Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
c. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
d. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
e. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

Pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan cara :


a. Tes toleransi glukosa (TTG)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya
tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini
mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.

9. Penatalaksanaan Medis
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga
didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan
S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena risiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.

Menurut Soegondo (2009), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan


Diabetes Melitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

10. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik menurut Smeltzer (2009) yaitu :
a. Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cikupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis
dan asidosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60 mg/dl
keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
b. Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Komplikasi Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam
darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal menjadi menurun sehingga
pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati. Katarak juga
dapat disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf otonom
medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
2) Komplikasi Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)
dengan risiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah –daerah yang terkena trauma
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Demografi :
Diabetes melitus banyak diderita oleh perempuan dewasa. Usia kurang lebih 40
tahun
b. Pengkajian Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada pankreas, hipertensi, riwayat DM
sebelumnya.
c. Pengkajian Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit DM dikeluarga klien
d. Pengkajian data dasar pasien DM
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur / istirahat
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi / disorentasi, koma, penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Kebas, kesemutan ekstemitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi).
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5) Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mengikuti diit, peningkatan
masukan glukosa / karbohidat, penurunan berat badan lebih dari periode
selama hari / minggu, Haus, Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : Kulit kering / bersisik, kekakuan / distensi abdomen, muntah
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah), bau ketonisis / manis, bau buah (nafas acetone)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, sakit kepala, kesemutan, porestesia, gangguan
penglihatan , penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Disorentasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), reflek tendon dalam (DTD) menurun.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpasi, tampak berhati – hati
8) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernafasan
(jika kalium menurun dengan)
9) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis diabetes melitus
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil


No Intervensi (SIKI) Rasional
Keperawatan (SLKI)

1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan SIKI LABEL : 1. Pemantauan status gizi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24 Manajemen Nutrisi sehinggga dapat
ketidakmampuan jam, diharapkan klien tidak Observasi : memperhatiakan jumlah dan
mengabsorpsi nutrien menunjukan defisit nutrisi : 1. Identifikasi status jenis zat gizi yang di konsumsi
nutrisi pasien
1. Porsi makanan yang
2. Identifikasi makanan 2. Untuk menambah/merangsang
dihabiskan meningkat
yang di sukai nafsu makan pasien
dengan skor 5
Terapeutik : 3. Agar tidak menimbulkan rasa
2. Pengetahuan tentang
3. Lakukan oral hygiene tidak enak saat makan
pilihan makanan yang
sebelum makanan, jika 4. Agar tidak menimbulkan
sehat dengan skor 5
perlu konstipasi karena makanan
3. Pengetahuan tentang
4. Berikan makanan tinggi 5. Untuk mencegah mual muntah
pilihan minuman yang
serat untuk mencegah mengurangi resiko tersedat
sehat dengan skor 5
konstipasi 6. Untuk mempercepat proses
4. Nafsu makanan membaik
Edukasi : penyembuhan dan memudahkan
dengan skor 5
5. Anjurkan posisi duduk makanan masuk.
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makanan misalnya
pereda nyeri
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan SIKI LABEL : 1. Pasien mungkin masuk dengan
dibuktikan dengan keperawatan selama ... x … Pencegahan Infeksi infeksi yang biasanya telah
penyakit kronis jam, pasien tidak mengalami Observasi : mencetuskan keadaan
diabetes melitus infeksi setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan ketoasidosis atau dapat
tindakan keperawatan dengan gejala infeksi local dan mengalami infeksi nosokomial.
kriteria hasil : sistemik 2. Agar edema tidak bertambah
Terapeutik : parah
1. Nafsu makan meningkat
2. Berikan perawatan kulit 3. Mencuci tangan untuk mencegah
dengan skor 5
pada edema terjadinya infeksi
2. Demam menurun dengan
3. Cuci tangan sebelum 4. Agar pasien dan orang tua
skor 5
dan sesudah kontak mengetahui tanda dan gejala
3. Nyeri dan bengkak
dengan pasien dan infeksi
menurun 5
lingkungan pasien 5. Mengajrkan cuci tangan yang
4. Cairan berbau busuk
Edukasi : baik dan benar supaya pasien
menurun dengan skor 5
4. Jelaskan tanda dan dan orang tua mengurangi
gejala infeksi terkena infeksi
5. Ajarkan cara mencuci 6. Mengajarkan memeriksa luka
tangan dengan benar agar tidak menimbulkan
6. Ajarkan cara keparahan
memeriksa kondisi luka 7. Untuk mempercepat
dan luka operasi penyembuhan.
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan SIKI LABEL : 1. Untuk mengetahui gangguan
berhubungan dengan keperawatan selama ... x …. Manajemen Energi tubuh mana yang
kelemahan jam, pasien tidak terganggu Observasi : mengakibatkan kelelahan
dan tidak mudah lelah dengan 1. Identifikasi gangguan 2. Untuk mengetahui pola dan jam
kriteria hasil : tubuh yang tidur pasien apakah sudah
1. Kemudahan dalam mengakibatkan tercukupi atau belum
melakukan aktivitas sehari kelelahan 3. Mempermudah pasien untuk
hari meningkat dengan 2. Monitor pola dan jam melakukan latihan aktifitas.
skor 5 tidur 4. Agar pasien dapat sembuh
2. Kekuatan tubuh bagian Terapeutik : 5. Agar pasien dapat membiasakan
atas dan bawah meningkat 3. Sediakan lingkungan diri beraktivitas
dengan skor 5 nyaman dan rendah 6. Agar mempercepat
3. Keluhan lelah menurun stimulus missal : penyembuhan
dengan skor 5 cahaya, suara
4. Tekanan darah dan Edukasi :
frekuensi nafas membaik 4. Anjurkan tirah baring
dengan skor 5 5. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia). Jakarta:
Jagarsa

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia). Jakarta: Jagakarsa

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SLKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). Jakarta: Jagakarsa

Soegondo, Harry. 2009. Diabetes Melitus tipe II. Jakarta : MediAction.


Waspadji, Haryato. 2009. Diabetes Melitus Bisa Dikontrol.Jogjakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai