Anda di halaman 1dari 11

PAIN KILLER DALAM PERAWATAN PALIATIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif care
Dosen Pembimbing: dr.Riswahyuni W,M.SI

Disusun oleh:
Rini Ning Tiyas
Septi Anggraeni
Indah

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ichsan Medical Centre


Program Studi S1 Keperawatan Ekstensi
Tahun Ajaran 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu
dilimpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah Keperawata menjelang ajal yang berjudul pain killer dalam perawatan paliatif
demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, yang
tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr.Riswahyuni W,M.SI selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan ajal
dan paliatif care , atas segala wawasan, ide, serta dengan sabar memberikan
bimbingan, masukan dan saran dalam proses perkuliahan.
Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri penulis
sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Tangerang,April 2021

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas


hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Prinsip pelayanan
perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta
keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan
menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan mempercepat atau
menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual,
memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan
dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan
tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya. Masalah fisik yang
seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu nyeri. Nyeri
merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba dari intensitas
ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Masalah psikologis yang
paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal yang menyebabkan
terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut sehingga
menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalahnya yaitu
1. Bagaimana konsep manajemen nyeri?
2. Bagaimana pengkajian fisik dan psikologis?

C. TUJUAN
1. Untuk diketahuinya konsep manajemen nyeri.
2. Untuk diketahuinya pengkajian fisik dan psikologis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MANAJEMEN NYERI

1. Definisi Nyeri
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai an unpleasant sensory and emotional experience which we primarily associate
with tissue damage or describe in terms of such damage, or both. Definisi ini
menyatakan bahwa nyeri merupakan phenomena kombinasi dari aspek sensory,
emosional, kognitif dan eksistensi dari keadaan pathology fisik tidaklah mutlak muncul
pada pasien yang sedang mengalami nyeri. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik,
universal dan bersifat individual. Walaupun demikian nyeri dapat pula diartikan sebagai
suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga
individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-
hari, psikis dan lain-lain.
2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat,
sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya yaitu
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada mukosa, kulit.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system
saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu
yang lama.
3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar menit, lalu menghilang, kemudian timbul
lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya

1) Nyeri rendah, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.


2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan

1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri
mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit
arteriosclerosis pada arteri koroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
3. Jenis-Jenis Skala Nyeri
Skala nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10. Berikut
adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu Anda ketahui.
a. Skala 0, tidak nyeri
b. Skala 1, nyeri sangat ringan
c. Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
d. Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
e. Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
f. Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam
waktu lama
g. Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
h. Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
i. Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi
perubahan perilaku
j. Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara
apapun untuk menyembuhkan nyeri
k. Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan
Anda tak sadarkan diri
4. Cara Menghitung Skala Nyeri Mengetahui skala nyeri menjadi penting karena metode
ini membantu para tenaga medis untuk mendiagnosis penyakit, menentukan metode
pengobatan, hingga menganalisis efektivitas dari pengobatan tersebut. Dalam dunia
medis, ada banyak metode penghitungan skala nyeri. Berikut ini beberapa cara
menghitung skala nyeri yang paling populer dan sering digunakan.
a. Visual Analog Scale (VAS) Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung
skala nyeri yang paling banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan
skala linier yang akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh
pasien. Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang
lebih 10 cm, di mana pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara
ujung satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain
dua indicator tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator redanya rasa nyeri. VAS
adalah prosedur penghitungan skala nyeri yang mudah untuk digunakan. Namun,
VAS tidak disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang baru
mengalami pembedahan. Ini karena VAS membutuhkan koordinasi visual, motorik,
dan konsentrasi.
b. Verbal Rating Scale (VRS) Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya,
pernyataan verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik.
VRS lebih sesuai jika digunakan pada pasien pasca operasi bedah karena
prosedurnya yang tidak begitu bergantung pada koordinasi motorik dan visual. Skala
nyeri versi VRS:
c. Numeric Rating Scale (NRS) Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala
angka 1-10 untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS
diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga
dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS
dan VRS. Skala nyeri dengan menggunakan NRS : NRS di satu sisi juga memiliki
kekurangan, yakni tidak adanya pernyataan spesifik terkait tingkatan nyeri sehingga
seberapa parah nyeri yang dirasakan tidak dapat diidentifikasi dengan jelas.
d. Wong-Baker Pain Rating Scale Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode
penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan
Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat
ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.
Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk memilih wajah
yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka alami. Seperti
terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi: 6 yaitu :
1) Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan
2) Raut wajah 2, sedikit nyeri
3) Raut wajah 3, nyeri
4) Raut wajah 4, nyeri lumayan parah
5) Raut wajah 5, nyeri parah
6) Raut wajah 6, nyeri sangat parah
e. McGill Pain Questinonnaire (MPQ) Metode penghitungan skala nyeri selanjutnya
adalah McGill Pain Questinnaire (MPQ). MPQ adalah cara mengetahui skala nyeri
yang diperkenalkan oleh Torgerson dan Melzack dari Universitas Mcgill pada tahun
1971. Sesuai dengan namanya, prosedur MPQ berupa pemberian kuesioner kepada
pasien. Kuesioner tersebut berisikan kategori atau kelompok rasa tidak nyaman yang
diderita.
f. Oswetry Disability Index (ODI) Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980 oleh
Jeremy Fairbank, Oswetry Disability Index (ODI) adalah metode deteksi skala nyeri
yang bertujuan untuk mengukut derajat kecacatan, pun indeks kualitas hidup dari
pasien penderita nyeri, khususnya nyeri pinggang. Pada penerapannya, pasien akan
diminta melakukan serangkaian tes guna mengidentifikasi intensitas nyeri,
kemampuan gerak motorik, kemampuan berjalan, duduk, fungsi seksual, kualitas
tidur, hingga kehidupan pribadinya. Dari sini, dokter dapat mengetahui skala nyeri
dan memastikan apa penyebab utama dari nyeri yang dirasakan tersebut.
g. Brief Pain Inventory (BPI) Awalnya, metode ini digunakan untuk menghitung skala
nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker. Namun. Saat ini BPI juga digunakan
untuk menilai derajat nyeri pada penderita nyeri kronik.
h. Memorial Pain Assessment Card Cara mengukur skala nyeri dengan metode
Memorial Pain Assessment Card ini dinilai cukup efektif, terutama untuk pasien
penderita nyeri kronik. Dalam penerapannya, MPAC akan berfokus pada empat
indicator, yakni intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri, dan mood.
5. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya,
penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin.
c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang
kuat.trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
d. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan
atau metastase.
e. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
f. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut
pula psychogenic pain.
6. Patofisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia
seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypotalamus
nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada
termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
7. Penanganan Nyeri (Pain Management)
Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari displin ilmu
medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief.
Management nyeri ini menggunakan pendekatan multi disiplin yang didalamnya
termasuk pendekatan farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan
psikologikal. Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain
terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong
perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa
nyaman bagi klien dan mengatasi rasa nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi perawat
dalam melaksanakannya adalah kepercayaan perawat bahwa rasa nyeri yang dialami
oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi, kesediaan perawat untuk terlibat dalam
menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh klien dan kompetensi untuk terus
mengembangkan upayaupaya mengatasi nyeri atau pain management. Strategi
keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi pasien yang
sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non farmakologi. Tapi Tindakan
mengatasi nyeri pain management, yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai
penyedia asuhan keperawatan.
a. Managemen Nyeri Farmakologikal
Yaitu terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara
memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan
dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan
untuk terapi nyeri adalah :
1) Analgesik Narkotik Menghilangkan nyeri dengan merubah aspek
emosional dari pengalaman nyeri (misal : persepsi nyeri).
2) Analgesik Lokal Analgesik Bekerja dengan memblokade konduksi
saraf saat diberikan langsung keserabut saraf.
3) Analgesik yang dikontrol klien Sistem analgesik yang dikontrol klien
terdiri dari impus yang diisi narotika menurut resep, dipasang
dengan pengatur pada lubang injeksi intravena.
4) Obat obat nonsteroid Obat-obat non steroid non inflamasi bekerja
terutama terhadap penghambat sintesa prostaglandin. Pada dosis
rendah obat-obat ini bersifat analgesik. Pada dosis tinggi obat ini
bersifat anti inflamatori,sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
b. Managemen Nyeri Non Farmakologikal
Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan
menggunakan pendekatan non farmakologi. Upaya-upaya tersebut antara lain
dengan distraksi, relaksasi, massage, akupuntur oleh akupunturist, therapy
music, pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan oleh seseorang yang ahli
dibidangnya dan disebut sebagai therapist. Setiap individu membutuhkan rasa
nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda pada tiap orang.
Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan
memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi
oleh perawat melalui intervensi keperawatan.
8. Tujuan Penanganan Nyeri (Pain Management)
Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri. Menurunkan kemungkinan
berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten. Mengurangi
penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau
intoleransi terhadap terapi nyeri. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan
mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
9. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
b. jenis kelamin (Tidak terlalu signifikan)
c. Ansietas Cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.

d. Pengalaman masa lalu


Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri
e. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
f. Support keluarga dan social Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan, dll.
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi
secara tiba-tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
diprediksi. Untuk mengatasi hal tersebut seorang perawat harus bisa dalam
memanajemen nyeri yang ada pada pasien. Sedangkan masalah psikologis yang
paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal yang menyebabkan
terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut
sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga. Dan untuk
mentralisirkan bahkan sampai menghilangkan kecemasan atau gangguan secara
psikologis tentunya mengkaji secera keselurahan baik secara fisik maupun
psikologis sehingga kita sebagai seorang perawat dapat melaksanakan
intervensi sesuai dengan keluhan pasien atau masalah yang muncul
dipengkajian.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang manajemen nyeri dan pengkajian fisik dan psikologis
perawatan paliatif. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi,
Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Parrot T Pain Management In Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD,


Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rd ed.
Philadelpia, PA: Lippincott Williams & Wilkins. Ilmu. Prasetyo Nian Sigit. (2010).
Konsep dan proses Keperawatan Nyeri. Jakarta : Graha Gunawan, Imam.
Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta : Bumi Aksara 2013

Anda mungkin juga menyukai