Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA


DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP)
Dalam bab iv peneliti menjelaskan secara umum mengenai tindak kejahatan
People Smuggling, Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, Australian Federal
Police (AFP) dan penjelasan yang terkait dengan alasan Australia yang seringkali
dijadikan sebagai negara tujuan para imigran gelap.

4.1 People Smuggling


Sebelum peneliti membahas mengenai pemahaman People Smuggling, peneliti
akan membahas konsep dasar dari penyelundupan manusia/migran dari sudut
pandang irregular migrationdan trafficking in persons. Bila kita melihat dari
kacamata irregular migration dari United Nation Office on Drugs and Crime
(UNODC) People Smuggling dan irregular migration memiliki hubungan yang
cukup erat karena People Smuggling memainkan peran penting dalam memfasilitasi
irregular migration karena penyelundup (smuggler) akan menyediakan layanan
berupa transportasi fisik dan moda angkutan untuk melakukan penyeberangan
ilegal dari perbatasan dengan menggunakan dokumen palsu (UNDOC, 2004:53).
Sedangkan dari kacamata trafficking in persons kita akan menemukan
perbedaan yang mendasar dengan People Smuggling, menurut pasal 3 Protocol to
Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and
Children dan United Nations Convention against Transnational Organized Crime
(Trafficking in Persons Protocol) trafficking in persons atau penjualan manusia
diartikan sebagai “perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penyimpanan atau
penerimaan orang, melalui ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk
pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penipuan, manfaat untuk mendapatkan
persetujuan dari suatu orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan
eksploitasi.” Eksploitasi yang dilakukan dapat berupa tindakan prostitusi, pekerja
paksa, budak bahkan penjualan organ tubuh.
Tabel 4.1
Perbedaan antara People Smuggling dan Human Trafficking
People Smuggling Human trafficking
Wilayah • Memasuki negara • Memasuki negara
tujuan melewati tujuan bisa secara
batas negara secara legal atau ilegal.
ilegal.
• Bisa terjadi di dalam
• Selalu terjadi lintas negeri.
negara.

Dokumen Menggunakan Menggunakan dokumen


dokumen palsu atau asli maupun dokumen
dokumen curian. palsu.

Niat Sukarela. Mengandung unsur


paksaan, bujuk rayu, tipu
muslihat.

Keuntungan Keuntungan hanya dari Keuntungan dari


pemindahan orang dari pemindahan dan
satu negara ke negara penjualan dan eksploitasi
lain. terhadap korban.

Jenis Kejahatan terhadap Kejahatan terhadap


negara. korban.
kejahatan

Sumber: Bahan Overview People Smuggling Dittipidum TTPO Bareskrim, Mabes


Polri.
Awal mula upaya membedakan pengertian dari Trafficking In Persons dan
People Smuggling oleh para akademisi setelah pertengahan tahun 1990an, namun
sampai pada tahun 2000an konsep keduanya masih banyak disamakan. Menurut
Webb dan Burrows dalam penelitian mereka yang benama post-conviction, dalam
penelitian tersebut Webb dan Burrows melakukan wawancara dengan pelaku
(smuggler) yang masih aktif dan pelaku yang telah di jatuhi hukuman, menurut
mereka aksi perdagangan dan penyelundupan manusia saling tumpang tindih,
adanya banyak client pada awal operasi dan dapat berakhir sebagai korban
perdagangan manusia (Webb dan Burrows, 2009:14). Penelitian ini
menggambarkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara People Smuggling dan
Trafficking In Persons.
Baik korban PS ataupun TIP, mereka berhak mendapatkan perlindungan
hukum dan bantuan finansial. Adanya ketentuan demikian menyebabkan adanya
perdebatan lainnya karena di nilai tidak seimbang, namun pada akhirnya perdebatan
mengenai bantuan yang diberikan kepada para korban menemukan titik terang
dengan berpedoman pada Smuggling of Migrants Protocol dimana ada sebuah
kewajiban untuk melindungi hak para migran oleh negara-negara, khususnya bila
mereka dalam keadaan terancam oleh tindak kejahatan tersebut.
Australian Institute of Criminology beranggapan bahwa Trafficking in Persons
(TIP) dan People Smuggling (PS) adalah kasus yang sangat berbeda, TIP dalam
aksi nya tidak memerlukan penyebrangan secara illegal, tidak selamanya lintas
negara (khususnya dalam kasus perdagangan dalam negeri) dan korban TIP
dianggap sebagai sebuah komoditas yang telah dibayar oleh pelanggan yang berada
di luar negeri serta yang akan dirugikan dalam kasus TIP ini adalah personal atau
korban bukanlah negara (Rebecca Tailby, 2000:5). Sedangkan People Smuggling
(PS) adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan
secara massive dari bisnis yang dilakukannya dengan cara menyelundupkan
seseorang ke negara tujuan yang bukan secara sah sebagai warga negara tersebut
atau illegal (United Nations Convention on Transnational Organized Crime,
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially
Women and Children (the Trafficking Protocol, article 3)(UNDOC, 2004:55).
Dalam kasus People Smuggling korban yang tertangkap dan diamankan di
Indonesia ini sendiri merupakan imigran gelap yang hendak menuju ke Australia
agar mendapatkan suaka dari negara tersebut dan Australia memiliki undang-
undang “anti-smuggling” yang sangat ketat dimana akan dijatuhkan pidana selama
20 tahun bagi setiap pelaku.
People Smuggling menurut INTERPOL sama halnya dengan yang dimiliki
oleh pemerintah Australian Institute of Criminology, namun ada beberapa
penjelasan tambahan mengenai People Smuggling dimana hubungan antara
penyeludup dan migran akan berakhir saat individu yang telah membayar kepada
pelaku sudah berada di negara baru atau negara tujuan dan mengenai biaya para
korban akan dituntut adanya biaya tambahan yang dikenakan tak jarang pelaku
mengancam para individu yang diselundupkan tersebut dan pada akhirnya mereka
akan bekerja secara illegal untuk melunasi utang-utang akibat modal transportasi
yang mereka gunakan.

Indonesia sendiri mengartikan People Smuggling dengan merujuk pada pasal


1 angka 32 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

“Perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara


langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau orang lain, dengan
membawa seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir
maupun tidak terorganisir atau memerintahkan orang lain untuk membawa
seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir maupun tidak
terorganisir, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah
indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan atau masuk wilayah negara
lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah
tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun
dokumen palsu atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui
pemeriksaan imigrasi maupun tidak.”
Kasus People Smuggling merupakan kejahatan yang tidak hanya merugikan
satu negara saja melainkan akan merugikan dua negara atau lebih. Para individu
yang ingin diselundupkan dipicu oleh beberapa faktor yaitu:

• Faktor dari negara asal: perang, konflik sosial, kemiskinan dan kurangnya
kesempatan untuk melakukan migrasi secara resmi;
• Faktor penarik dari negara tujuan: lingkungan yang aman, kesempatan
ekonomi yang lebih tinggi, hubungan keluarga dan budaya serta negara
tersebut memiliki kebijakan menerima pengungsi/pencari suaka.
• Faktor kombinasi yaitu kemudahan melewati batas negara secara illegal,
mudahnya akses ke sindikat penyelundupan manusia dan kemudahan dan
komunikasi dan perjalanan. Pola kejahatan People Smuggling adalah jaringan
horizontal yang tidak ada komando yang jelas, mereka bergerak secara bebas
dan besama secara ad hoc. Biasanya para pelaku menggunakan jaringan sosial
atau keluarga untuk memanfaatkan peluang yang mungkin akan muncul
(UNODC, 2011:8).
Pada saat ini kita tidak dapat memungkiri bahawa aksi kejahatan People
Smuggling merupakan bisnis migrasi. Peneliti menggunakan teori yang dimiliki
oleh Salt dan Stein dimana para imigran digambarkan sebagai sebuah “produk” dan
penyelundup adalah “pengusaha illegal” (Bilecen, 2009:8). People Smuggling
sebagai bisnis global yang telah mengambil banyak keuntungan dari setiap aksi
yang berhasil dilakukan. Dengan berdasarkan pemahaman ini jelas terlihat sebagai
model perdagangan dengan dibaginya dalam tiga tahap yaitu mobilisasi dan
rekrutmen migran, pergerakan selama perjalanan dan penyisipan serta intergrasi
mereka ke pasar tenaga kerja atau masyarakat dalam negara tujuan. Namun penting
untuk di ingat bahwa kekuatan pasar tetap memiliki peran penting, semakin kuat
sebuah pasar maka keuntungan akan semakin besar untuk di miliki.
Dalam melakukan aksinya para pelaku (smuggler) memiliki modus operandi
yang berbeda-beda dari tahun ke tahun hal tersebut dilakukan agar mampu
mengelabui para petugas di lapangan. Menurut data yang peneliti dapatkan dari
Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling ada beberapa modus yang digunakan oleh para pelaku yaitu:

1. Modus Pertama
Para pelaku menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum
diberangkatkan ke negara tujuan seperti Australia, Malaysia dan New Zealand.
Para imigran yang diselundupkan banyak berasal dari Bangladesh, Myanmar,
Srilangka, Afganistan dan Nepal. Mereka akan dibawa masuk ke Indonesia
secara tidak resmi yaitu melalui jalur laut ataupun secara resmi yaitu jalur
udara. Ketika sampai di Indonesia para imigran tersebut kemudian dibawa ke
daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan selanjutnya1, setelah
berada di daerah yang beredekatan di titik pemberangkatan para imigran
kemudian ditampung di rumah yang telah disediakan oleh para pelaku2 dan

1
Di Indonesia daerah yang menjadi titik pemberangkatan adalah daerah Jawa Barat, Dumai dan
Makasar dan daerah lainnya yang dilihat berpotensi sebagai titik pemberangkatan.
2
Para penyelundup (smuggler) dalam menjalankan aksinya mereka telah melakukan kerjasama
dengan para penduduk lokal yang berada di Indonesia dan telah membagi tugas masing-masing
termasuk mencari rumah penampungan sementara dan mencari kapal untuk mengangkut para
imigran menuju negara tujuan.
menunggu para pelaku lainnya untuk mencari kapal yag aman untuk
memberangkatkan para imigran tersebut ke negara tujuan, seringkali dalam
beberapa kasus People Smuggling kapal yang digunakan sangat tidak layak
untuk berlayar baik dalam jarak dekat ataupun jauh walaupun telah di
modifikasi, banyak pelaku yang mencari kapal yang tidak mencolok dan
terkesan tidak mampu membawa penumpang dalam jumlah sedikit atau
banyak, contohnya adalah kapal para nelayan. Berdasarkan data dari Badan
Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling kapal-kapal tersebut minim fasilitas bahkan tidak
sesuai dengan bayaran yang telah diberikan oleh para imigran yang berkisar
US$3000-US$12.000/orang kepada para pelaku (smuggler).
2. Modus Kedua
Pelaku yang memberangkatkan para imigran dari negara asal menuju negara
tujuan telah menerima uang yang digunakan untuk membiayai perjalanan para
imigran yang berkisar US$3000-US$12.000/orang dan pelaku juga
mempersiapkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perjalanan. Lalu
imigran tersebut diberangkatkan menuju negara transit yaitu Indonesia, ketika
sampai di Bandara Indonesia para imigran diminta untuk mengurus visi On
Arrival dan selanjutnya mereka dibawa oleh pelaku lainnya yang telah
menunggu di Indonesia untuk diantarkan ke tempat penampungan sementara
yang telah disediakan baik berupa apartment atau hotel yang berada di Jakarta
atau Bogor. Para imigran akan tetap berada di rumah penampungan sementara
selama mendaftarkan diri mereka sebagai pencari suaka di United Nations
High Commissioner for Refugess (UNHCR) dan selanjutnya para imigran
tersebut diberangkatkan ke negara tujuan melalui jalur laut dari Indonesia.

3. Modus Ketiga
Para imigran yang telah berada di Indonesia baik yang telah diberangkatkan
melalui jalur resmi (udara) ataupun tidak resmi (laut) mereka akan
diberangkatkan oleh para penyelundup yang sebelumnya telah mencarikan
kapal nelayan dan akan digunakan untuk memberangkatkan para imigran,
namun terlebih dahulu kapal tersebut di renovasi agar mampu membawa
penumpang dalam jumlah banyak. Penyelundup juga telah mencari rekan yang
bisa dipercayakan untuk mengoperasionalkan kapal tersebut hingga sampai di
negara tujuan, biasanya para penyelundup akan mencari rekan-rekan ABK
yang telah memiliki pengalaman dalam berlaut dimana mereka juga mengerti
pekerjaan yang dilakukan, telah menerima upah dan mau menerima segala
bentuk resiko dari pekerjaan tersebut di negara tujuan ataupun selama
perjalanan menuju negara tujuan.
4. Modus Keempat
Para penyelundup ketika mengetahui bahwa petugas penegak hukum di
negara transit ataupun di negara tujuan aktif dalam beroperasi guna
memberantas aksi kejahatan penyelundupan manusia telah memaksa para
penyelundup ini untuk mencari jalan lain agar pekerjaan tersebut tetap dapat
dilaksanakan. Dalam modus ini para penyelundup akan membagi imigran
menjadi dua kelompok atau lebih, lalu mereka akan diberangkatkan ke negara
yang menjadi lokasi transit menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi
(laut). Ketika sampai di negara transit, para penyelundup akan memasukkan
imigran tersebut ke daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan baik
kembali menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi (laut) ataupun
melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan besar seperti minibus atau
bus besar.
Dalam menjalankan aksinya para penyelundup telah membagi tugas
menjadi tiga kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang berasal dari
negara asal para imigran, negara transit dan negara tujuan. Pembagian tugasnya
adalah “Smuggler pertama” akan melakukan pengendalian dari negara asal
dengan mengontrol setiap penerimaan uang dari para imigran dan akan
disalurkan melalui penyelundup lainnya yang berada di negra transit,
“Smuggler kedua” yang berada di negara transit akan bertugas mengontrol
kedatangan para imigran tersebut dari negara asal lalu mereka akan
mempersiapkan kapal atau moda angkutan yang digunakan untuk
memberangkatkan imigran ke negara tujuan dan ketiga sampai di negara tujuan
yang bertugas adalah “Smuggler ketiga” yang mana akan mengendalikan para
imigran tersebut di negara tujuan dan para penyelundup ini telah menjadi
penduduk di negara tujuan.
Sebelumnya peneliti diatas ada menyampaikan jalur resmi yaitu melalui
udara dan jalur tidak resmi adalah melalui laut serta jalur darat dan oleh karena
itu peneliti akan memaparkan jalur-jalur tersebut melalui beberapa peta
perjalanan di bawah ini.
Gambar 4.1
Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Laut dan Darat

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Dari peta diatas dapat kita lihat bahwa para smuggler membawa para
imigran gelap dengan cara diselundupkan melalui negara Malaysia selanjutnya
ketika berada di Indonesia imigran tersebut dibawa melalui kota Pekanbaru,
Riau, lalu melewati daerah pinggiran Pulau Sumatera yaitu kota Padang,
Bengkulu dan diseberangkan menuju Jakarta menuju kota Kupang yang
berdekatan dengan Australia.
Tidak hanya melalui jalur darat, namun penyelundup juga melakukan
dengan menggunakan jalur udara dan berikut peneliti paparkan peta jalur
penyelundupan melalui jalur udara.
Gambar 4.2
Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Udara

DUBA
I

Ban
dun
g

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Dengan menggunakan jalur udara para smuggler memberangkatkan para


imigran dari Dubai, Arab atau dari Kota Pekanbaru, Riau menuju Jakarta dan
ketika sampai di Jakarta para smuggler menerbangkan imigran gelap menuju
Kupang sebagai lokasi pemberangkatan dengan menggunakan kapal menuju
Australia.
Tidak berhenti di jalur udara para smuggler juga menggunakan jalur yang
lebih kompleks di Indonesia salah satunya adalah dengan melalui pulau
Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Berikut peneliti paparkan peta perjalanan
tersebut.
Gambar 4.3
Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Perbatasan Darat (Kuala
Lumpur, Sarawak dan Kalimantan Barat)

PAKISTAN Pontia
nak
sema
rang

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Dengan melihat Kalimantan yang berdekatan dengan Malaysia makan


smuggler menyelundupkan para imigran dari Kalimatan lalu diterbangkan ke
Jakarta, Makasar atau Surabaya lalu menuju Kupang untuk diberangkatkan
menuju Australia, namun sebelum menuju Jakarta smuggler menyelundupakan
para imigran ke Kalimatan dari Pekanbaru, Riau.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Badan Reserse Kriminal Polri
Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat II Unit People Smuggling
terdapat banyak provinsi yang dijadikan lokasi masuk dan keluarnya para
imigran gelap oleh para smuggler dan berikut peneliti paparkan provinsi-
provinsi tersebut.
Gambar 4.4
Mapping Keluar dan Masuknya Imigran Gelap

ACEH

SUMUT

RIAU
SUMUT
KEPRI
KALTIM
RIAU
KALBAR
KEPRI SULSEL SULSEL
SUMBAR

LAMPUNG BANTEN MADUR SULTENG


A
BANTEN JATIM
JABAR
JATIM BALI
NT NTT
B

Keterangan:
Kolom berwarna putih merupakan pintu masuk Indonesia
Kolom berwarna ungu merupakan titik pemberangkatan menuju Australia
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Peta di atas menjelaskan bahwa Riau, Kepulauan Riau, Kalimatan Barat,


Kalimantan Timur, Banten, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan sebagai
lokasi masuknya para imgran gelap ke Indonesia, sedangkan Sumatera Utara,
Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Madura, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur sebagai lokasi keluar atau pemberangkatan para
imigran gelap menuju Australia
Dan yang terakhir adalah peta keluarnya para imigran melalui jalur laut dari
daerah pemberangkatan di Indonesia.
Gambar 4.5
Jalur Keluar Melalui Laut

Bau Bau
Kabaena
Yogyakarta
Paninbang Cilacap Madura
Pel. Ratu Dompu
Sumbawa
Situbondo Bima Maumere
Banyuwangi Kupang

Chrismast Island
Carter Island

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Daerah yang terdekat dengan Christmas Island dan Carter Island adalah
lokasi strategis yang digunakan oleh para smuggler untuk memberangkatkan
para imigran seperti dari Palembang, Pelabuhan Ratu, Yogyakarta, Madura,
Banywangi, Situbondo, Dompu, Sumbawa, Maumere, Kupang, Bima dan Bau-
Bau.
Pihak Indonesia ataupun Australia telah mengalami beberapa kasus People
Smuggling yang sama dalam periode waktu 2015-2017. Kasus-kasus tersebut
ditangani oleh beberapa badan penegak hukum pada masing-masing negara.
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan badan penegak hukum yang berada di
Indonesia dan bertugas serta bekerja sama dengan pihak Sekretariat NCB-
INTERPOL Indonesia dan pihak Australia dalam menangani kasus People
Smuggling.
Dalam penanganan tindak kejahatan People Smuggling Sekretariat NCB-
INTERPOL Indonesia memiliki peranan yang sangat penting yaitu terkait
dengan pembuatan MoU (Memorandum of Understanding) dan agreement
dengan pihak-pihak yang memiliki permasalahan yang sama terkait tindak
kejahatan People Smuggling, namun dalam penanganan secara teknis yang
memegang kendali adalah pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.
Perihal yang melatarbelakangi dibentuknya suatu unit khusus yang
menangani kasus People Smuggling didalam Badan Reserse Kriminal Polri
Direktorat Tindak Pidana Umum adalah dengan melihat peningkatan kasus
imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu menyebabkan pada
tahun 2009 dibentuk sebuah Satgas People Smuggling yang berada di pusat
yaitu Bareskrim Polri dan kemudian dikenal dengan “Satgaspus People
Smuggling” dan di bawahi oleh Polda Jajaran yang disebut dengan Satgasda
People Smuggling. Satgas People Smuggling memiliki masa jabatan selama
satu tahun dan dapat diperpanjang dengan berdasarkan keputusan Pimpinan
Polri dan menurut informasi yang peneliti dapatkan Satgas People Smuggling
pada bulan Juni 2015 tidak diperpanjang dan penanganan kasus People
Smuggling berada ditangan Unit III Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum
yang dipimpin oleh Kanit yang berpangkat AKBP (Adjun Komisaris Besar
Polisi) dengan jumlah anggota sebanyak enam orang serta mendapatkan
dukungan anggaran dari DIPA Polri. Bila sebelumnya pihak AFP (Australian
Federal Police) memberikan hibah berupa sarana dan prasarana kini dialihkan
kepada Satgas TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).
Pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling mencatat data kasus dalam laporan
tahunan saat Satgas People Smuggling masih beroperasi hingga diganti oleh
Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling
yaitu dari tahun 2010 sampai 2016. Berikut tabel data kasus penyelundupan
manusia yang ditangani oleh pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.
Tabel 4.2
Data Kasus Penyelundupan Manusia Yang Telah Ditangani

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Berdasarkan data diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2010 sampai 2013
terdapat banyak kasus penyelundupan dengan angka masing-masing pertahun
adalah 27 kasus ditahun 2010, 23 kasus ditahun 2011, 49 kasus ditahun 2012
dan 48 kasus ditahun 2013. Sedangkan ditahun 2014 sampai tahun 2016 yang
lalu kasus penyelundupan manusia mengalami penurunan yang signifikan
meskipun ada kenaikan merupakan kenaikan yang sedikit, ditahun 2014 ada 8
kasus, 2015 naik menjadi 10 kasus dan di tahun 2016 kembali mengalami
penurunan yaitu hanya 4 kasus.
Bila sebelumnya merupakan tabel yang berisi data kasus, berikut tabel yang
menjelaskan data tersangka yang telah di proses.
Tabel 4.3
Data Tersangka Yang Diproses

Jumlah Tersangka Smuggler (WNI/WNA)


56
60

50 45

40 35

30
17
20 12 11
10 5 5 4 3 2 3
1 0
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

WNI WNA

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Dengan melihat jumlah kasus dari tahun 2014-2016 mengalami penurunan


demikian pula data para pelaku yang telah berhasil ditangani oleh pihak
Kepolisian Indonesia yaitu Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak
Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling, dimana ditahun 2014
para pelaku yang berhasil ditangkap sebanyak 5 (lima) orang dengan
keterangan tiga WNI dan dua WNI, ditahun 2015 ditangkap 12 (duabelas)
dengan keterangan sebelas WNA dan satu WNI dan yang terakhir ada 3 orang
telah ditangkap dan ketiga orang tersebut berstatus sebagai WNA. Menurut
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu petugas, beliau
mengatakan untuk data kasus ditahun 2017 pihak Badan Reserse Kriminal
Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People
Smuggling belum dapat melaporkan data resminya, namun sampai pada saat
ini yang sedang ditangani oleh pihak Bareskrim Mabes Polri adalah kasus-
kasus yang telah terjadi di tahun sebelumnya baik berupa penyelidikan atau
pencarian pelaku-pelaku yang masih berstatus DPO.3

Pihak Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak


Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling telah menangani
beberapa kasus penyelundupan manusia yang telah diselesaikan atau masih
dalam tahap proses persidangan dan pencarian dalam periode waktu 2015-
2017. Berikut peneliti paparkan kasus-kasus tersebut.

1. Kasus Kapten Bram


Pada tahun 2015 tepatnya tanggal 31 Mei 2015, pihak Kepolisian
Indonesia mendapatkan 2 (dua) kapal motor pengangkut imigran yang
terdampar di pulau Lanu, Kecamatan Rote Baratdaya, Kabupaten Rote
Ndaho. Berdasarkan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kapal motor
tersebut telah mengangkut sebanyak 65 (enam puluh lima) orang yang
terdiri dari 10 (sepuluh) orang warga negara Srilangka. Para imigran
tersebut berangkat dari Tegal, Jawa Tengah menuju ke New Zealand.
Pihak perbatasan Australia mengambil tindakan untuk mendorong kapal
tersebut untuk kembali ke perairan Indonesia dan pada akhirnya terdampar
di pulau Lanu. Berdasarkan keterangan yang didapatkan oleh pihak
Kepolisian Indonesia, tujuan dari para imigran gelap menuju New Zealand
adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak karena kondisi
negara asal para imigran tersebut tidak dapat menjamin kemanan dan
kesejahteraan mereka. Para penyelundup mematok harga sebagai biaya
untuk menyelundupkan mereka adalah sebanyak US$ 4000 – US$ 8000
/orang.
Kasus penyelundupan manusia ini merupakan aksi kejahatan yang
dilakukan oleh Thines Khumar dan Abraham Louhenapessy (Kapten
Bram), menurut barang bukti yang didapatkan total uang yang didapatkan

3
Hasil wawancara dengan salah satu penyelidik pembantu,Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling Bripka Agus Widodo, pada
tanggal 16 Oktober 2017.
para pelaku dari para imigran berkisar Rp. 4.000.000.000,- (empat miliyar
rupiah) dalam sekali pemberangkatan. Semua pelaku tidak ditangkap
secara bersamaan dan masing-masing diamankan pada tanggal dan tempat
yang berbeda, berikut peneliti paparkan proses penangkapan para pelaku:
➢ Pada tanggal 1 Juni 2015 pihak Kepolisian mengamankan 1 kapten
dan 4 ABK kemudian mereka ditetapkan sebagai tersangka pada
tanggal yang sama. Keempat ABK tersebut adalah Marthen Karaeng,
Steven, Medi Ampow dan Indra R. Rumambi.
➢ Pada tanggal 10 Juli 2015 pihak Bareskrim Polri mengamankan
seorang DPO atas nama Thines Khumar di sebuah rumah kost Jalan
Gunung Raya No. 40 D, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat,
Kota Tangerang Selatan.
➢ Pada tanggal 13 Februari 2016 pada pukul 11:45 WIB di sebuah
rumah kontrakan Kampung Sawah Baru, RT 03 RW 08 Desan
Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pihak
Bareskrim Polri mengamankan Abadul (Abdul).
➢ Pada tanggal 23 Juli 2016, sekitar pukul 12.15 WIB di Jalan Marigol,
Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, pihak Bareskrim Polri
mengamankan Mansyur (Yohanes Mansyur atau Arman Johanes).
➢ Pada tanggal 23 September 2016 tersangka Kapten Bram (Abraham
Louhenapessy) berhasil diamankan di Perumahan Semanan Jaya
Blok. 4 Nomor 8 RT 11 RW 08, Keluarahan Semanan, Kecamatan
Kalideres, Jakarta Barat.

Berdasarkan keputusan persidangan para pelaku menerima masa


tahanan yang berbeda-beda dan berikut peneliti memberikan informasi
yang tekait dengan masa kurungan para pelaku dari pihak Bareskrim Polri
yang menangani kasus tersebut dan data masa kurungan para tersangka
adalah sebagai berikut:
➢ Kapten kapal Thines Khumar (Kugan) dijerat dengan pasal 120 Ayat
1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan
vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.
➢ Abdul (Abdul Bangla) sebagai koordinator imigran Bangladesh
dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan
penjara.
➢ Kapten Bram (Abraham Louhenapessy) yang bertugas sebagai
koordinator angkutan dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang-
Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana
selama 6 tahun dan subsidair 6 bulan penjara serta membayar denda
sebanyak Rp. 500.000.000.
➢ Mansyur (Arman Yohanes) sebagai perekrut ABK dijerat dengan
pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan
penjara.
➢ Yahonis Himiang sebagai kapten kapal dijerat dengan pasal 120 Ayat
1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan
vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.
➢ Keempat orang ABK yang bernama Marthen Karaeng, Steven, Medi
Ampow dan Indra R Rumambi, masing-masing dijerat dengan pasal
120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian
dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

Berikut peneliti tampilkan bagan jaringan Kapten Bram yang peneliti


dapatkan selama melakukan penelitian.
Bagan 4.1
Jaringan Kapten Bram

Thines Khumar alias


Kapten Bram
Kugan (koordinator)
“Abraham
Louhenapessy”
sebagai koordinator
Abdul alias Abdul angkutan
Bangla (Agen
Bangladesh)

Mansyur alias Arman


Yohanes sebagai
Suresh (Agen perekrut ABK
Srilangka)

Keempat orang ABK


yang bernama
Marthen Karaeng,
Steven, Medi Ampow
dan Indra R Rumambi

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

Selain bagan jaringan Kapten Baram, peneliti juga memaparkan peta


perjalanan yang dilalui oleh Kapten Bram dan pelaku lainnya dalam
melakukan aksi kejahatan penyelundupan manusia serta kronologis
penangkapannya.
Gambar 4.6
Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Kapten Bram

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.

2. Kasus Jaringan Saleh


Dalam proses penyelidikan oleh Badan Reserse Kriminal Polri
Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People
Smuggling pada hari Jum’at tanggal 19 Februari 2016, pukul 04.30 WIB
pihak Kepolisian yang melakukan patroli melihat adanya beberapa orang
yang diduga sebagai WNA di jalan Sidumulyo. WNA tersebut diamankan
dan dimintai keterangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan mereka mengaku
bermukim di Jalan Darma Bhakti RT. 015 Kelurahan Ratu Siam, Kota
Dumai. Pihak Kepolisian langsung mendatangi lokasi tersebut dan
menemukan 74 (tujuh puluh empat) orang dan melakukan pemeriksaan
berkas dan dokumen ke tujuh puluh empat orang tersebut. 31 (tiga puluh
satu) orang diantaranya memiliki paspor dan visa yang telah expired.
Pihak Kepolisian mengamankan pemilik rumah yang bernama
Sugeng Riadi dan Sugiarto alias Ujang yang menyewakan rumah tersebut
dan tersangka pelaku yang membawa WNA yaitu Adlis alias Fadil. Fasil
mengaku bahwa dirinya diperintahkan oleh tersangka Tengku Said Saleh
alias Saleh yang bertugas untuk menjemput dan mencarikan rumah
penampungan. Kedantangan WNA ini diawasi oleh tersangka Jowel Miah
alias Roni yang menjemput WNA dari Bandara Soekarno Hatta,
Cengkareng, Banten lalu dibawa oleh Harahap dengan menggunakan bis.
WNA tersebut rencananya hendak diselundupkan ke Malaysia dengan
menggunakan kapal motor (speedboat) milik Saleh dengan melalui jalur
tidak resmi.
Menurut data yang didapatkan peneliti dari Badan Reserse Kriminal
Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People
Smuggling para tersangka telah diamankan dan sebagian telah menerima
vonis oleh pihak pengadilan, berikut peneliti paparkan datanya sebagai
berikut yaitu:
➢ Saleh sebagai penyedia kapal yang akan digunakan untuk membawa
para imigran gelap menuju Malaysia diamankan pada tanggal 18
Maret 2017.
➢ “Roni” sebagai koordinator imigran di Indonesia diamankan pada
tanggal 18 Maret 2017.
➢ “Fadil” yang bertugas untuk menjemput dan sebagai koordinator
angkutan para imigran diamankan pada tanggal 18 Maret 2017.
➢ “Sugiarto” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan
dan menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No
6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
➢ “Sugeng” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan dan
menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Tindak kejahatan yang dilakukan oleh “Jaringan Saleh” termasuk


jenis kejahatan penyelundupan manusia yang begitu kompleks dan tertata
rapi dalam setiap operasi yang mereka lakukan, sehingga pihak
Kepolisian Indonesia masih mencari beberapa pelaku lainnya yang saat
ini masih bebas dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut peneliti
tampilkan bagan “Jaringan Saleh” secara rinci.

Bagan 4.2
Jaringan Saleh

RAZ (DPO) HLM (DPO)

(Agen dari Bangladesh) (Agen dari Bangladesh)

Harahap (DPO) Jowel Miah alias Roni


Agen di Malayasia
(pengangkut WNA dari (Koordinator di
1. Harun
Jakarta ke Dumai) Indonesia)
2. Alam
3. Arif
4. Sajol
5. Lukman
Adlis alias Fadil Tengku Said alias Saleh 6. Jaynal
7. Hanif
(Penampung WNA) (smuggler)

ABK 12 Orang dan


Sugiarto dan Sugeng Sopir di Malaysia
1 Kapal
(Penampung imigran di 1. Ari
1. Asar
Dumai) 2. Tiben
2. Aong
3. Adi
4. Jali
5. Samsul
6. Herman
7. Rudi
8. Dangol
9. Rasio
10. Ari
11. Daeng
12. Among
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat
III Unit People Smuggling.

Dan berikut peta perjalanan “Jaringan Saleh”


Gambar 4.7
Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Jaringan Saleh

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling.

Jaringan Saleh menyelundupkan imigran tersebut melalui Jakarta


dari Bangladesh dan diberangkatkan ke Dumai untuk seberangkan ke
Malaysia melalui pantai Sepahat, Tanjung Leban dan Pantai Selengsem.
Jaringan Saleh dari bulan Agustus 2016 sampai dengan Maret 2017 telah
mengirimkan imigran illegal sebanyak 2.710 orang dan jumlah
penyelundupan imigran tertinggi yang berhasil dilakukan adalah pada
bulan Agustus 2016 sebanyak 660 orang disusul bulan Januari 2017
sebanyak 54 orang dan data tersebut didapatkan dari buku catatan yang
menjadi barang bukti penyelidikan.
Tabel 4.4
Data Penyelundupan Manusia oleh Jaringan Saleh
No Bulan Pengiriman Jumlah Pengiriman
1 Agustus 2016 660 orang
2 September 2016 161 orang
3 Oktober 2016 43 orang
4 November 2016 91 orang
5 Desember 2016 175 orang
6 Januari 2017 541 orang
7 Februari 2017 499 orang
8 Maret 2017 540 orang
Total 2.710 orang
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling.

Dari hasil pengungkapan kasus “Jaringan Saleh” pihak Kepolisian


Indonesia mendapatkan barang bukti berupa handphone, buku catatan,
kunci rumah penampungan dan bukti lainnya yang tidak dapat peneliti
sampaikan karena bersifat rahasia untuk penyelidikan lebih lanjut.

4.2 Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia


4.2.1 ICPO-INTERPOL

Sebelum menjelaskan pembentukan Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia,


perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai organiasi induk dari NCB-INTERPOL
yang bermarkas besar di Lyon, Perancis yaitu ICPO-INTERPOL. ICPO-
INTERPOL pada awal mulanya terbentuk dari adanya persamaan kepentingan
dalam memberantas kejahatan transnasional dan internasional yang terjadi di
negara-negara di dunia (ICPO, 2017). Banyak faktor yang menyebabkan adanya
kejahatan lintas negara seperti perkembangan teknologi yang telah memberikan
dampak tidak hanya dampak positif namun juga dampak negatif dalam kehidupan
internasional seperti menimbulkan kejahatan transnasional/internasional.
Teknologi telah membantu dalam meningkatkan mobilitas dan pergerakan sosial
dan dalam kejahatan lintas negara dapat kita lihat dari organisasi para aktor
kejahatan, peralatan, modus operandi dan daerah operasi. Tentunya dalam
penanganan kejahatan lintas negara, negaraakan seringkali mengalami kesulitan
dalam menanganinya baik dalam sektor yuridis maupun prosedur ini disebabkan
setiap negara di dunia memiliki kedaulatan dan sistem hukum peradilan yang
berbeda.

ICPO-INTERPOL memiliki visi, misi dan prinsip. Visi dari ICPO-INTERPOL


adalah untuk menciptakan kondisi dunia yang aman dan memberikan pelayanan
kepada para penegak hukum dalam upayanya menjaga dan menjalankan kerjasama
secara transnasional ataupun internasional dalam memerangi kejahatan
internasional seperti yang tercantum dalam pasal 2 Konstitusi INTERPOL dan misi
yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL adalah guna menjadi sebuah organisasi di
dunia yang dapat mendukung organisasi lainnya ataupun badan dan lembaga yang
memiliki misi yang sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan
transnasional atau internasional. Adapun cara tersebut adalah dengan mengadakan
kerja sama baik secara global maupun regional, melakukan pertukaran informasi
secara berkala, akurat relevan dan lengkap, berupaya menyediakan fasilitas kerja
sama dalam lingkup internasional, menjadi koordiator dalam kegiatan operasional
bersama negara-negara anggota dan menyediakan pedoman tentang cara
pencegahan dan penanganan kejahatan berdasarkan Konstitusi dan Ketentuan
umum ICPO-INTERPOL (ibid, 2017).

Guna melihat posisi dari NCB dalam ICPO-INTERPOL, berikut peneliti


paparkan struktur organisasi yang berada dalam ICPO-INTERPOL.
Bagan 4.3
Struktur Organisasi

General
Assembly

Executive
NCB’s Advisers
Committee

General
Secretariat

Sumber : Divisi Hubungan Internasional Polri, Vademikum, 2012

4.2.2 National Central Bureau INTERPOL Indonesia

Peneliti dalam penelitian ini lebih memilih untuk menjelaskan lebih lanjut
mengenai NCB yang tertera dalam struktur organisasi ICPO-INTERPOL.
National Central Bureau (NCB) merupakan sebuah Biro Pusat Nasional yang
bertugas sebagai penghubung dengan lembaga-lembaga dalam negeri yang
terdiri dari NCB negara lain dan Setjen ICPO-INTERPOL. NCB dibentuk
dengan merujuk pada pasal 31 Konstitusi ICPO-INTERPOL mengenai
diperlukan kerjasama secara aktif dengan para anggota INTERPOL di seluruh
dunia guna adanya saling keterikatan dan memperkuat kekuatan jaringan
INTERPOL (INTERPOL, 1956:6).

Penerimaan Indonesia sebagai bagian dari ICPO-INTERPOL bermula


ketika pemerintah Indonesia mengirimkan utusan sebanyak dua orang
sebagai peninjau ditahun 1952 di Stockholm, Swedia dan pada tahun 1954
Indonesia telah resmi bergabung. Namun dalam periode 1952-1954
Pemerintah Indonesia belum sama sekali menunjuk badan yang akan
berfungsi sebagai NCB, dan seluruh permasalahan yang terkait dengan tugas-
tugas NCB diembankan kepada Kantor Perdana Menteri Republik Indonesia.
Di akhir tahun 1954 bersamaan dengan keluarkan Surat Keputusan Perdana
Menteri Republik Indonesia No.245/PM/1954 pada tanggal 5 Oktober 1954
menunjuk Jawatan Kepolisian Negara sebagai Kepala NCB Indonesia yang
diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara. Selain itu dengan merujuk pada
lampiran “J” Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/53/X/2002 tangal 17 Oktober
2002 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Sekreatriat NCB-INTERPOL
Indonesia, dimana tugas Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia memiliki
tugas untuk menyelenggarakan kerjasama atau koordinasi melalui wadah
ICPO-INTERPOL guna mendukung upaya penanggulangan kejahatan
internasional ataupun transnasional dan melakukan kerjasama baik secara
internsional ataupun antar negara dalam mendukung kinerja Polri baik dalam
bidang pendidikan, pelatihan maupun teknologi dan kegiatan “Peace Keeping
Operation” dibawah naungan bendera PBB (Vademinkum, 2012:10).

Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia berada dalam organisasi Divisi


Hubungan Internasional (Divhubinter) Kepolisian Republik Indonesia.
Divhubinter dibentuk dengan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun
2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi di
Tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Divhubinter resmi
berdiri pada bulan September 2010 yang bertugas untuk mengawasi dan
membantu pimpinan hubungan internasional yang berada dibawah Kapolri,
serta melaksanakan dan menyelenggrakan kegiatan National Central Bureau
(NCB)-INTERPOL. Divhubinter saat ini dipimpin oleh Irjen Pol Drs. H. S.
Maltha, S.h., M.Si (ibid, 2012:12).

4.2.3 Tugas dan Fungsi Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia


Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, disingkat Set NCB-INTERPOL
Indonesia bertugas membina, mengawasi dan mengendalikan
penyelenggaraan tugas NCB-INTERPOL dalam kerja sama internasional
dalam lingkup bilateral, trilateral dan multilateral, dan dipimpin oleh Brigjen
Pol Drs. M. Naufal Yahya, M.Sc.Eng. Set NCB-INTERPOL Indonesia
membawahi limabagian dan memiliki tugas masing-masing untuk menunjang
kinerja Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan pembagian tugas
berdasarkan kelima tersebut adalah sebagai berikut:
• Bagian Kejahatan Internasional, disingkat Bagjatinter, bertugas
melaksanakan kegiatan kerjasama INTERPOL dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan kejahatan internasional/transnasional
serta pelayanan umum internasional dalam kaitannya dengan kejahatan,
pelaku kejahatan dan bantuan hukum internasional; disamping itu juga
melaksanakan perlindungan terhadap WNI di luar negeri.
• Bagian Komunikasi Internasional, disingkat Bagkominter, bertugas
melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran
informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan
internasional/ transnasional melalui sarana jaringan INTERPOL,
ASEANAPOL dan sarana informasi lainnya; serta mengumpulkan
informasi dan pengolahan data, publikasi dan dokumentasi terhadap hasil
kegiatan Divhubinter.
• Bagian Konvensi Internasional, disingkat Bagkonvinter, bertugas
mempersiapkan pelaksanaan perjanjian internasional dan
penyelenggaraan pertemuan internasional baik di dalam maupun di luar
negeri dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional/
transnasional dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia maupun
sarana prasarana
• Bagian Liaison Officer (LO) dan Perbatasan, disingkat Bag lotas,
bertugas melaksanakan pembinaan para Atase Polri/ SLO dan Staf
Teknis/ LO Polri di luar negeri, serta kerjasama penegakan hukum di
wilayah perbatasan.
Dalam penelitian ini peneliti berfokus kepada salah satu bagian dalam
Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, yaitu Bagian Konvensi Internasional
(Bagkonvinter). Pada penjelasaan di atas peneliti telah menjelaskan secara
singkat tugas dari bagkonvinter. Berdasarkan Vandeminkum Divhubinter
Polri, Bagkonvinter memiliki beberapa fungsi, yaitu:
• Untuk mengkaji hubungan kerjasama dengan negara lain dan
organisasi/badan internasional.
• Mempersiapkan draft naskah perjanjian internasional, melaksanakan
pertemuan internasional, regional, bilateral dan multilateral.
• Menyelenggarakan Working Group Meeting sebagai wadah untuk
merumuskan perjanjian kerja sama.
• Berwenang untuk melakukan analisa dan evaluasi mengenai efektifitas
kerja sama yang akan atau sedang dilakukan dengan Kepolisian atau
penegak hukum di negara lain serta organisasi dan badan internasional.

Sedangkan fungsi dari Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia merujuk


pada konstitusi organisasi INTERPOL, Sekretariat NCB-INTERPOL
memiliki fungsi sebagai koordinator dalam lingkup nasional untuk
menanggulangi kejahatan transnasional atau internasional maka Sekretariat
NCB-INTERPOL memiliki hubungan dengan beberapa instansi sesuai
dengan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/203/V/1992 pada tanggal 9
Mei 1992 yaitu dibentuknya Tim Koordinasi INTERPOL. Tim Koordinasi
INTERPOL adalah wadah koodinasi dan kerjasama yang besifat non-
struktural yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia selaku Kepala NCB-INTERPOL Indonesia
yang dalam kegiatan sehari-hari dikoordinasikan oleh Sekretaris NCB-
INTERPOL Indonesia.

1.3 Australian Federal Police (AFP)


Australian Federal Police (AFP) merupakan badan kepolisian federal
Australia yang berada di bawah Attorney General Department dan yang secara
resmi mulai beroperasi pada tanggal 19 Oktober 1979. Australian Federal
Police (AFP) dibentuk pada awalnya adalah penggabungan dari
Commonwealth Investigation Service4 dan Peace Officer Guard5. Pada tahun
1970an pemerintah Australia berusaha untuk mengkonsolidasikan semua
lembaga penegak hukum yang mendapatkan dana dari pemerintah federal,
namun mengalami masalah ditengah dan gagal untuk dilakukan setelah Whitol
menjadi Perdana Menteri pada 1975. Pembentukan lebih lanjut AFP kembali
bergema saat adanya kejadian pemboman di Hotel Hilton yang mana pada saat
itu sedang diadakan Commonwealth Heads of Government Regional Meeting,
ACT Police dan Narcotics Bureau kembali membentuk AFP pada tahun 1979
dan AFP telah berhasil menjalankan tugas nya sebagai bagian dalam lembaga
penegak hukum di Australia baik dalam lingkup internasional, nasional dan
masyarakat sipil. AFP dalam pembentukannya harus bertanggung jawab pada
Minister of Justice.

AFP memiliki peran untuk memberlakukan undang-undang pidana


Commonwealth serta berkontribusi aktif dalam memerangi dan memberantas
kejahatan kompleks, serius dan teroganisir yang akan memberikan dampak
buruk terhadap keamanan nasional Australia ataupun luar negeri. Selain
bertanggung jawab kepada Minister of Justice, AFP juga harus bertanggung
jawab kepada beberapa lembaga kepolisian yang berada di wilayah Ibukota
Australia dan negara bagian Australia lainnya termasuk Christmas Island,
Kepulauan Cocos (Keeling), Norfolk Island dan Jervis Bay. AFP juga
melakukan kerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya yang berada di
negara bagian dan pada tingkat internasional guna meningkatkan kualitas
keamanaan dan menyediakan lingkungan regional dan global yang aman.

4
Commonwealth Investigation Service (CIS) merupakan penggabungan dari The Commonwealth
Investigation Branch dan Military Security Service pada masa perperangan.
https://www.archives.act.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/562587/History_of_Australian_Feder
al_Police.pdf diakses pada tanggal 30 Oktober 2017
5
Peace Officers Guard (POG) didirikan di Aerodrome Parafield di Australia Selatan. Fungsi POG
adalah untuk memastikan keamanan dan patroliDepartment of Defence Production (Division of
Aircraft Production) yang berlokasi di Parafield, Adelaide bagian
utara.https://www.archives.act.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/562587/History_of_Australian_
Federal_Police.pdf diakses pada tanggal 30 Oktober 2017
AFP memiliki beberapa prioritas dalam bekerja yaitu mereka
diharuskan untuk memberikan informasi yang up to date kepada parlemen dan
dalam tindakan operasional AFP dengan jelas akan menyelidiki kejahatan
kompleks, transnasional, serius dan tergorganisir, AFP akan melindungi warga
Australia dan kepentingan Australia serta mencegah aksi terorisme dan
ekstreminisme garis keras, AFP mewakili polisi dan penegak hukum Australia
dalam pertemuan internasional dan mengembangkan kemampuan serta
memanfaatkan teknologi untuk mendukung kepentingan nasional Australia.

Perihal tanggung jawab AFP bertanggung jawab terhadap perlindungan


nasional para warga negara, perusahaan dan kejadian yang diidentifikasikan
oleh Pemerintah Australia sebagai sebuah resiko serta bertanggung jawab
dalam penanganan dan pencegahan aksi terorisme nasional terlebih pada
kemananan penerbangan dan infstruktur negara. AFP menjunjung tinggi etika
dan nilai-nilai yang dianut oleh Australia, merangkul keberagaman. Sebagai
pelindung warga negara AFP menghargai kepercayaan masyarakat sipil,
keadilan, integristas, komitmen dalam pelayanannya.

Guna menjaga hubungan kerjasamanya AFP menawarkan serangkaian


investigasi ke departemen dan agen lain untuk membantu dalam penyelidikan,
yaitu:

• Masalah serius dan kompleks seperti tindak kecurangan, perdagangan


narkoba, kejahatan terorgansir, pencucian uang dan penyelundupan
manusia.
• Bantuan operasional dalam pelaksanaan investigasi kriminal dengan
departemen atau lembaga lain, termasuk kejahatan S3E Crimes Act6dalam
mencari bantuan penghubung internasional dan adanya permintaan
INTERPOL.

6
S3E Crimes Actmerupakan bagian dari Crimes ACT 1914 yang berisi surat perintah pencarian
terhadap kasus yang sedang diselidiki. http://www.austlii.edu.au/cgi-
bin/viewdoc/au/legis/cth/consol_act/ca191482/s3e.html diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
• Ikut membantu dalam melayani investigasi keuangan termasuk pelatihan,
memberikan saran dan bimbingan yang berkaitan dengan hasil
penyelidikan kejahatan.
• Bantuan forensik komputer dan layanan forensik lainnya.
• Bantuan dalam memberikan kerjasama bidang elektronik termasuk dalam
pelatihan, saran dan pemeriksaan forensik komputer dan barang elektronik
yang menjadi barang bukti (disita).

Terdapat regulasi yang harus dipatuhi oleh AFP ketika merujuk hal-hal kepada
departemen dan para agen yaitu:

• Mengacu pada Commonwealth's Fraud Control Policy (Attorney


General's Department).
• Sesuai dengan jalur protokol yang telah ditetapkan.
• Mempertimbangkan masalah yang akan dirujuk agar tidak berbau politis.
• Adanya arahan dari AFP Operations Monitoring Centers guna
memastikan sumber daya AFP sesuai dengan prioritas dan menggunakan
AFP's Case Categorisation and Prioritisation Model.

AFP dalam bekerja mereka berfokus menangani beberapa macam tindak


kriminalitas diantaranya kekerasan terhadap anak, counterfeit currency,
cybercrime, drug crime, environmental crime, family law, terorisme, pembajakan,
human trafficking, intellectual property crime, People Smuggling dan proceeds of
crime. Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada salah satu tindak kejahatan
yang ditangani oleh AFP yaitu People Smuggling. People Smuggling atau
penyelundupan manusia telah menjadi salah satu kejahatan yang menyita perhatian
Australia. Australia mendefinisikan People Smuggling adalah bentuk kejahatan
yang mana membantu individu atau kelompok untuk memasuki negara secara tidak
sah dan yang seringkali terjadi di Australia penyelundupan manusia melalaui udara
atau laut (Australian Federal Police, 2017:3).

Tentunya aksi kejahatan People Smuggling memberikan ancaman bagi


Australia karena akan memberikan masalah keamanan dan kriminal yang serius
saat adanya orang-orang yang tiba di Australia tanpa adanya identifikasi dengan
benar, adanya resiko terhadap kesehatan karena adanya kemungkinan penyebaran
penyakit dari para keleompok yang datang secara illegal, akan menimbulkan
masalah dalam pembiayaan logistik dan secara hukum perundang-undanganan
kehadiran kelompok illegal tersebut telah melanggar kedaulatan Australia.

Untuk menangani permasalahan tersebut Australia membentuk The Joint


Agency Task Force (JATF) dan Operation Sovereign Borders (OSB) yang didirikan
pada tanggal 18 September 2013 dan memiliki tugas untuk memastikan adanya
upaya memberantas penyelundupan manusia dan melindungi perbatasan Australia.
OSB merupakan operasi keamanan yang dipimpin militer dan mendapatkan
dukungan dari lembaga penegak hukum Australia dan berbagai macam badan dari
pemerintahan Australia termasuk AFP (Joyce Chia, 2013: 34) . Melalui OSB pihak
pemerintah Australia berupaya mencegah hilangnya nyawa di laut dan melindungi
perbatasan dan dibawah OSB bagi para penyelundup dan korban akan segera di
kembalikan ke negara pemberangakatan sebelumnya dan Australia tidak akan
melakukan negosiasi dengan para pelaku dan korban. Aturan ini berlaku untuk
semua orang baik keluarga, anak-anak (termasuk anak-anak tanpa pendamping)
maupun bagi mereka yang berpendidikan dan terampil. Berikut peneliti paparkan
bagan JATF dan OSB.
Bagan 4.5
Struktur Organisasi JATF dan OSB

Minister for Immigration and Border Protection


“Peter Dutton”

Commissioner of the Australian Border Force


“Roman Quaedvlieg”

Commander Joint Agency Task Force Operation Sovereign Borders


“Air Vice-Marshal Stephen Osbrone”

Operation Sovereign Borders


Operation Sovereign Borders (OSB) dipimpin secara militer, operasi keamanan
perbatasan didukung dan dibantu dari berbagai macam badan pemerintahan federal.
Joint Task Force OSB dibentuk untuk memastikan upaya secara menyeluruh untuk
memerangi penyelundupan manusia dan melindungi perbatasan Australia.

Disruption and Detection, Interception Detention and


Deterrence Task Group and Transfer Task Removals Task Group
(DDTG) Group (DITTG) (DRTG)
Commissioner Lesa Rear Admiral Peter Commissioner Jim
Gale Laver Williams

Australian Federal Maritime Border Department of


Police Command Immigration and
(AFP) (Australian Defence Border Protection
Force dan Australian
Border Force)

Sumber: http://www.osb.border.gov.au/~/media/Files/OSB/osb-organisational-chart.ashx?la=en

Dalam struktur organisasi JATF dan OSB terdiri dari Disruption and Deterrence
Task Group (DDTG) organisasi multi agensi yang di pimpin oleh Australian
Federal Police (AFP), Detection, Interception and Transfer Task Group (DITTG)
di pimpin oleh Maritime Border Command dalam Australian Border Force dan
Detention and Removals Task Group (DRTG) yang bekerja sama dengan seluruh
pelayanan detensi imigrasi dan dipimpin langsung oleh Australian Border Force
Support Group.
Australia telah mengeluarkan anggaran untuk membantu program dan
badan penegakkan hukum lainnya untuk memberantas tindak kejahatan
penyelundupan manusia sebanyak $48,3 juta. Australia melaui AFP akan
melakukan kerjasama dengan Polri untuk mengumpulkan, menganalisa dan
memberikan informasi tindakan para pelaku dengan menyisipkan perwakilan
intelijen tambahan dan juga membantu Polri dalam menindak para pelaku. AFP
juga berpatisipasi aktif dalam forum internasional untuk memerangi aksi
penyelundupan manusia diantara adalah INTERPOL yang mana didalamnya
akanada upaya untuk mengidentifikasi jaringan penyelundupan manusia,
membantu negara-negara anggota dalam penyelidikan dan membangun jaringan
komunikasi petugas yang telah dipiih untuk saling bertukar informasi, selain
INTERPOL adapun Bali Process yang merupakan forum untuk mengerjakan
langkah-langkah praktis untuk membantu memerangi penyelundupan manusia dan
kejahatan lintas negara di kawasan Asia Pasifik dan sekitarnya dan yang terakhir
adalah Law Enforcement Cooperation Program(LECP) merupakan program yang
ditujukan kepada para LO (Liaison Officers) dimana mereka akan membentuk
hubungan antar negara serta memfasilitasi pertukaran informasi guna
meningkatkan komunikasi dan pemahaman dengan menghadiri seminar-seminar
internasional dan mempromosikan LECP ke negara lain sehingga dapat terjalinnya
hubungan baik (Australian Federal Police, 2017).

4.4 Australia Sebagai Negara Tujuan Imigran

Pada tahun 2015-2016 lalu peneliti mendapatkan data mengenai jumlah para
imigran yang datang ke Australia dengan melalui prosedur resmi bukan sebagai
imigran gelap, berikut peneliti paparkan data tersebut.
Tabel 4.5

Jumlah imigran Australia tahun 2015-2016

Sumber: https://www.border.gov.au/ReportsandPublications/Documents/statistics/2015-16-
migration-programme-report.pdf

Dari tabel diagram diatas dapat kita lihat bahwa para imigran yang datang
dari India menduduki peringkat pertama yang bermigrasi ke Australia dengan
angka 40.145 jiwa yang mengalami kenaikkan sebesar 21.2% dimana pada tahun
2014-2015 jumlah imigran adalah 34.874 jiwa, disusul oleh RRT (Republik Rakyat
Tiongkok/ Peoples Republic of China) pada peringkat kedua dengan angka 29.008
jiwa yang mengalami kenaikan sebanyak 15.3% dari jumlah imigran RRT pada
tahun 2014-2015 sebanyak 27.872 jiwa dan pada peringkat ketiga diduduki oleh
Inggris dengan jumlah imigran sebanyak 18.950, khususnya imigran dari Inggris
mengalami penurunan sebanyak 10% dari data tahun 2014-2015 yaitu sebanyak
21.078 jiwa (Department of Immigration and Border Protection 2016:4) .

Meskipun jumlah para imigran yang bersifat dinamis dengan adanya


kenaikan dan penurunan jumlah imigran dari sebuah negara, ada baiknya bila kita
harus mengetahui mengapa Australia menjadi tujuan para imigran tersebut. Tidak
dapat dipungkiri bahwa Australia seringkali menjadi tujuan para imigran untuk
mencari suaka dari tempat asal untuk mendapatkan perlindungan. Australia sampai
pada saat ini dikenal dengan sebagai negara yang sangat multikultur di dunia,
bahkan 40% penduduk Australia saat ini banyak berasal dari luar negeri.
(Australian Today 2015: 14)

Para imigran yang datang ke Australia sebagian besar merupakan mereka


yang sedang mencari pekerjaan dan dipanggil untuk mengisi kekuarangan tenaga
kerja di beberapa perusahaan Australia. Oleh karena dilihat sebagai sektor yang
menguntungkan saat ini ada bisnis yang bekerja dengan menyalurkan para imigran
untuk dijadikan tenaga kerja, tentunya harus melewati tahap seleksi ketat. Selain itu
para imigran yang datang untuk mencari pekerjaan, mereka lakukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap dana kesejahteraan yang diberikan
pemerintah rutin setiap bulannya. Kedatangan para migran ke Australia untuk
mencari pekerjaan juga memberikan keuntungan untuk Australia, selain dapat
terpenuhinya tenaga kerja adapun sisi positifnya adalah meningkatnya modal
manusia yang terampil di Australia (Brown, 2007:25).

Australia dengan jelas selalu memberikan pembekalan dan pelatihan dari


para imigran yang datang, tujuan dilakukannya adalah untuk mendapatkan sisi
positif yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dan juga untuk meninggkat etika
pekerja pada generasi mendatang. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
Australia tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan yaitu kualitas yang
dimiliki oleh para imigran dalam bekerja lebih baik daripada pekerja yang murni
penduduk asli Australia (The Social Cost and Benefits of Migration Into Australia
2007: 14). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Australia saat ini adalah
tentang pemukiman untuk para imigran tersebut, meskipun mereka memiliki
kualitas yang baik dan di akui bukan berarti para imigran tersebut memiliki tempat
tinggal yang memadai terlebih saat para imigran menjadi bagian dari anggota
masyarakat, selain itu masalah yang lain adalah mengenai pemberian dana
kesejahteraan (jaminan sosial) sebagian imigran baru banyak yang tidak memenuhi
persyaratan atau berusia non-produktif menjadikan mereka ancaman dalam
meningkatkan kemiskinan di Australia.
Dalam upaya meningkatkan modal manusia di Australia, pemerintah
Australia juga memberikan pelayanan lainnya untuk para imigran yang datang
sebagai pekerja tersebut yaitu dalam ranah pendidikan. Pemerintah Australia
sendiri telah mengeluarkan sebuah program yang bernama Adult Migrant English
Program(AMEP). AMEP merupakan program pelatihan yang berbasis bahasa
Inggris yang diberikan kepada para imigran untuk menunjang pekerjaan ataupun
untuk kehidupan mereka sehari-hari. AMEP menyedikan 510 jam untuk program
belajar bahasa Inggris kepada para imigran (Adult Migrants English Programs:
2017). Program pelatihan ini dapat ditemukan di 307 lokasi di seluruh Australia
baik di kota-kota besar dan juga daerah pendesaan dan regional. Selain AMEP
adapun sebuah pelayanan dari NGO yang bernama AMES Australia. Pelayanan ini
ada sejak tahun 1951, AMES Australia yang menyediakan berbagai program untuk
membantu para imigran agar fasih dalam berbahasa Inggris, selain itu ada juga
pelatihan komprehensif, kejuruan, dan pekerjaan (AMES: 2017). Dalam AMES
Australia ini sendiri mengajak para tenaga profesional untuk membantu secara
sukarela terhadap para imigran, pengungsi ataupun pencari suaka. Saat ini AMES
Australia memiliki 1200 staf dan telah memberikan pelayanan kepada 50.000 client
di Australia.

Adapun motif lain yang membuat para imigran menjadikan Australia


sebagai negara tujuan adalah budaya multikultur yang ada di Australia telah
menarik perhatian para imigran tersebut. Bila kembali kita membahas sejarah
Australia, benua ini merupakan persemakmuran dari kerajaan Inggris seperti yang
telah peneliti jelaskan pada awal sub judul, membuat Australia telah diduduki oleh
imigran yang berasal dari Inggris. Australia juga disebut sebagai negara yang paling
multikultur di dunia selain Kanada. Meskipun saat ini adanya pergeseran asal
muasal para imigran yang tidak hanya berasal dari Inggris melainkan banyak yang
datang dari kawasan Asia dan telah membuat komunitas di beberapa tempat pada
negara bagian Australia. Keberadaan komunitas tersebut telah mengambil perhatian
pemerintah Australia guna menghindari adanya gesekan sosial yaitu dengan
membuat sebuah program yang bertujuan untuk menerima kehadiran para imigran
dalam wilayah regional (Loc.Cit 2007: 73). Para penduduk yang bermukim dan
bertempat tinggal di wilayah tersebut diharapkan menyambut kedatang para
imigran dan menganggap mereka sebagai keluarga.

Pada tahun 2017 yang lalu pemerintah Australia mengeluarkan sebuah


kebijakan yang menekankan multikultural yang ada di Australia bernama
“Multicultural Australia: United, Strong and Successful, Australia’s Multicultural
Statement” yang berisi komitmen Australia terhadap multikultural yang berada di
negara Australia. Dalam kebijakan tersebut pemerintah Australia melihat bahwa
saat ini adalah saat yang tepat untuk memperbaharui dan menegaskan kembali
komitmen pemerintah Australia, bahwa mereka akan bertanggung jawab dengan
kepentingan nasional dan menjawab segala bentuk tantangan multikultural di
Australia dan akan turut bertanggung jawab dan mendukung nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat Australia serta akan menjunjung tinggi kebebasan dan
kemakmuran (Departement of Social Services Australia 2017: 7).

Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Hieu Van Le (2009: 89)
selaku Chairman dari South Australian Mulitcultural and Ethnic Affairs
Commision (SAMEAC)7 menyampaikan:

“Sebanyak 97,7% orang Australia Selatan percaya bahwa keragaman


budaya memberikan pengaruh postif di masyarakat kita. Hampir setengah
dari mereka yang di survei memiliki lima bahkan lebih teman atau kolega
dengan latar belakang budaya berbeda. Lebih dari 40% percaya bahawa
keragaman telah menghasilkan keterapilan dan pengetahuan lebih luas di
Australia Selatan. Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat Australia
adalah salah satu masyarakat yang paling harmonis di Bumi. Namun, tingkat
apresiasi terhadap manfaat keragaman budaya ini bukanlah sesuatu yang
bisa kita lupakan. Kami telah bekerja keras dan lama untuk menciptakan dan
mempertahankan tingkat pemahaman dan apresiasi terhadap manfaat dan
kekayaan yang dibawa oleh keragaman budaya.”
Reaksi negatif dari sebagian masyarakat tentu ada dan menjadi tantangan
bagi pemerintah Australia dan dalam kurun waktu terakhir adanya perubahan sikap
terhadap kehadiran para imigran di wilayah regional Australia dan juga dipengaruhi

7
Agensi yang berada dibawah naungan Minister for Multicultural Affairs Australia yang bertugas
untuk bertanggung jawab dan penasehat pemetintah Australia yang berkaitan dengan urusan
multikultural dan etnis di Australia bagian selatan.
isu-isu global pada saat ini. Ada banyak kritik terhadap multikulturalisme yang
terjadi di Australia salah satunya adalah dapat kita temukan dalam karya Katharine
Betts yang mana beliau sebelumnya berbicara mengenai Ideologi dan Imigrasi dan
diperbaharui dalam karyanya berjudul “The Great Divide” Betts berpendapat
bahwa multikulturalisme telah berkembang dalam kebijakan pemerintah pada tahun
1970an dengan berkomitmen bahwa keberagaman akan semakin memperkaya
masyarakat. Namun, di Australia khususnya para tetua tidak begitu antusias dengan
kebijakan multikulturalisme sehingga adanya perpecahan dalam memahami
multikulturalisme di Australia dan untuk mereka yang menolak multikulturalisme
disebabkan adanya ketidaksukaan terhadap kehadiran para imigran (Beth,
1999:124).

Seorang peneliti pernah melakukan sebuah penelitian terhadap warga Australia


yang murni berasal dari Inggris dan yang bukan merupakan orang Inggris, dimana
peneliti tersebut mengajukan sebuah pendapat bahwa dengan adanya keberagaman
yang dibawa oleh kelompok imigran dapat membuat Australia semakin kuat.
Peneliti tersebut mengambil sampel dari populasi warga Inggris sebanyak 1695
orang dan warga bukan dari Inggris sebanyak 294 orang dan berikut berikut peneliti
tampilkan hasil penelitian peneliti tersebut dalam berupa tabel.
Tabel 4.6
Respon warga Australia yang berasal dari Inggris dan bukan warga
Australia yang berasal dari Inggris.
Warga Inggris Selain Warga
Inggris
Sangat Setuju 19,7% 34.4%
Setuju 45.9% 40.5%
Antara setuju atau tidak setuju 3.5% 2.4%
Tidak Setuju 19.1% 11.9%
Sangat Tidak Setuju 8.6% 3.4%
Tidak tahu 2.9% 7.5%
Menolak 0.2% 0.0%
Sumber: Scanlon Foundation social cohesion survey- national (2007)

Dari tabel tersebut dapat kita lihat 19,7% warga Australia yang berasal dari Inggris
setuju dan 45.9% sangat setuju sedangkan dari pihak warga Australia yang bukan
dari Inggris 34.4% setuju dan 40.5% sangat setuju. Berdasarkan penelitian dari
Scanlon Foundation tersebut memperlihatkan bahwa warga Australia yang berasal
bukan dari Inggris sangat setuju dengan adanya keberagaman yang ada di Australia
karena akan memperkuat multikultural yang ada di Australia begitu pula yang dapat
dilihat dari respon warga Australia yang berasal dari Inggris setuju dengan adanya
keberagaman tersebut.

Dari setiap pelayanan dan kondisi yang dimiliki oleh Australia wajar apabila
banyak imigran yang memilih Australia sebagai negara tujuan dalam bermigrasi.
Australia yang dilihat sebagai negara yang cukup terbuka dalam menerima
kehadiran para imigran tersebut. Namun, perlu untuk diketahui bahwa setiap negara
juga memiliki kapasitas demikian pula Australia. Guna meminimalisir jumlah
imigran yang datang ke Australia khususnya kepada para imigran gelap yang
mengancam kedaulatan dan keamanan Australia dengan melalui kebijakan JATF
dan OSB yang telah peneliti jelaskan pada sub judul sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai