• Faktor dari negara asal: perang, konflik sosial, kemiskinan dan kurangnya
kesempatan untuk melakukan migrasi secara resmi;
• Faktor penarik dari negara tujuan: lingkungan yang aman, kesempatan
ekonomi yang lebih tinggi, hubungan keluarga dan budaya serta negara
tersebut memiliki kebijakan menerima pengungsi/pencari suaka.
• Faktor kombinasi yaitu kemudahan melewati batas negara secara illegal,
mudahnya akses ke sindikat penyelundupan manusia dan kemudahan dan
komunikasi dan perjalanan. Pola kejahatan People Smuggling adalah jaringan
horizontal yang tidak ada komando yang jelas, mereka bergerak secara bebas
dan besama secara ad hoc. Biasanya para pelaku menggunakan jaringan sosial
atau keluarga untuk memanfaatkan peluang yang mungkin akan muncul
(UNODC, 2011:8).
Pada saat ini kita tidak dapat memungkiri bahawa aksi kejahatan People
Smuggling merupakan bisnis migrasi. Peneliti menggunakan teori yang dimiliki
oleh Salt dan Stein dimana para imigran digambarkan sebagai sebuah “produk” dan
penyelundup adalah “pengusaha illegal” (Bilecen, 2009:8). People Smuggling
sebagai bisnis global yang telah mengambil banyak keuntungan dari setiap aksi
yang berhasil dilakukan. Dengan berdasarkan pemahaman ini jelas terlihat sebagai
model perdagangan dengan dibaginya dalam tiga tahap yaitu mobilisasi dan
rekrutmen migran, pergerakan selama perjalanan dan penyisipan serta intergrasi
mereka ke pasar tenaga kerja atau masyarakat dalam negara tujuan. Namun penting
untuk di ingat bahwa kekuatan pasar tetap memiliki peran penting, semakin kuat
sebuah pasar maka keuntungan akan semakin besar untuk di miliki.
Dalam melakukan aksinya para pelaku (smuggler) memiliki modus operandi
yang berbeda-beda dari tahun ke tahun hal tersebut dilakukan agar mampu
mengelabui para petugas di lapangan. Menurut data yang peneliti dapatkan dari
Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling ada beberapa modus yang digunakan oleh para pelaku yaitu:
1. Modus Pertama
Para pelaku menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum
diberangkatkan ke negara tujuan seperti Australia, Malaysia dan New Zealand.
Para imigran yang diselundupkan banyak berasal dari Bangladesh, Myanmar,
Srilangka, Afganistan dan Nepal. Mereka akan dibawa masuk ke Indonesia
secara tidak resmi yaitu melalui jalur laut ataupun secara resmi yaitu jalur
udara. Ketika sampai di Indonesia para imigran tersebut kemudian dibawa ke
daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan selanjutnya1, setelah
berada di daerah yang beredekatan di titik pemberangkatan para imigran
kemudian ditampung di rumah yang telah disediakan oleh para pelaku2 dan
1
Di Indonesia daerah yang menjadi titik pemberangkatan adalah daerah Jawa Barat, Dumai dan
Makasar dan daerah lainnya yang dilihat berpotensi sebagai titik pemberangkatan.
2
Para penyelundup (smuggler) dalam menjalankan aksinya mereka telah melakukan kerjasama
dengan para penduduk lokal yang berada di Indonesia dan telah membagi tugas masing-masing
termasuk mencari rumah penampungan sementara dan mencari kapal untuk mengangkut para
imigran menuju negara tujuan.
menunggu para pelaku lainnya untuk mencari kapal yag aman untuk
memberangkatkan para imigran tersebut ke negara tujuan, seringkali dalam
beberapa kasus People Smuggling kapal yang digunakan sangat tidak layak
untuk berlayar baik dalam jarak dekat ataupun jauh walaupun telah di
modifikasi, banyak pelaku yang mencari kapal yang tidak mencolok dan
terkesan tidak mampu membawa penumpang dalam jumlah sedikit atau
banyak, contohnya adalah kapal para nelayan. Berdasarkan data dari Badan
Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling kapal-kapal tersebut minim fasilitas bahkan tidak
sesuai dengan bayaran yang telah diberikan oleh para imigran yang berkisar
US$3000-US$12.000/orang kepada para pelaku (smuggler).
2. Modus Kedua
Pelaku yang memberangkatkan para imigran dari negara asal menuju negara
tujuan telah menerima uang yang digunakan untuk membiayai perjalanan para
imigran yang berkisar US$3000-US$12.000/orang dan pelaku juga
mempersiapkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perjalanan. Lalu
imigran tersebut diberangkatkan menuju negara transit yaitu Indonesia, ketika
sampai di Bandara Indonesia para imigran diminta untuk mengurus visi On
Arrival dan selanjutnya mereka dibawa oleh pelaku lainnya yang telah
menunggu di Indonesia untuk diantarkan ke tempat penampungan sementara
yang telah disediakan baik berupa apartment atau hotel yang berada di Jakarta
atau Bogor. Para imigran akan tetap berada di rumah penampungan sementara
selama mendaftarkan diri mereka sebagai pencari suaka di United Nations
High Commissioner for Refugess (UNHCR) dan selanjutnya para imigran
tersebut diberangkatkan ke negara tujuan melalui jalur laut dari Indonesia.
3. Modus Ketiga
Para imigran yang telah berada di Indonesia baik yang telah diberangkatkan
melalui jalur resmi (udara) ataupun tidak resmi (laut) mereka akan
diberangkatkan oleh para penyelundup yang sebelumnya telah mencarikan
kapal nelayan dan akan digunakan untuk memberangkatkan para imigran,
namun terlebih dahulu kapal tersebut di renovasi agar mampu membawa
penumpang dalam jumlah banyak. Penyelundup juga telah mencari rekan yang
bisa dipercayakan untuk mengoperasionalkan kapal tersebut hingga sampai di
negara tujuan, biasanya para penyelundup akan mencari rekan-rekan ABK
yang telah memiliki pengalaman dalam berlaut dimana mereka juga mengerti
pekerjaan yang dilakukan, telah menerima upah dan mau menerima segala
bentuk resiko dari pekerjaan tersebut di negara tujuan ataupun selama
perjalanan menuju negara tujuan.
4. Modus Keempat
Para penyelundup ketika mengetahui bahwa petugas penegak hukum di
negara transit ataupun di negara tujuan aktif dalam beroperasi guna
memberantas aksi kejahatan penyelundupan manusia telah memaksa para
penyelundup ini untuk mencari jalan lain agar pekerjaan tersebut tetap dapat
dilaksanakan. Dalam modus ini para penyelundup akan membagi imigran
menjadi dua kelompok atau lebih, lalu mereka akan diberangkatkan ke negara
yang menjadi lokasi transit menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi
(laut). Ketika sampai di negara transit, para penyelundup akan memasukkan
imigran tersebut ke daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan baik
kembali menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi (laut) ataupun
melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan besar seperti minibus atau
bus besar.
Dalam menjalankan aksinya para penyelundup telah membagi tugas
menjadi tiga kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang berasal dari
negara asal para imigran, negara transit dan negara tujuan. Pembagian tugasnya
adalah “Smuggler pertama” akan melakukan pengendalian dari negara asal
dengan mengontrol setiap penerimaan uang dari para imigran dan akan
disalurkan melalui penyelundup lainnya yang berada di negra transit,
“Smuggler kedua” yang berada di negara transit akan bertugas mengontrol
kedatangan para imigran tersebut dari negara asal lalu mereka akan
mempersiapkan kapal atau moda angkutan yang digunakan untuk
memberangkatkan imigran ke negara tujuan dan ketiga sampai di negara tujuan
yang bertugas adalah “Smuggler ketiga” yang mana akan mengendalikan para
imigran tersebut di negara tujuan dan para penyelundup ini telah menjadi
penduduk di negara tujuan.
Sebelumnya peneliti diatas ada menyampaikan jalur resmi yaitu melalui
udara dan jalur tidak resmi adalah melalui laut serta jalur darat dan oleh karena
itu peneliti akan memaparkan jalur-jalur tersebut melalui beberapa peta
perjalanan di bawah ini.
Gambar 4.1
Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Laut dan Darat
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Dari peta diatas dapat kita lihat bahwa para smuggler membawa para
imigran gelap dengan cara diselundupkan melalui negara Malaysia selanjutnya
ketika berada di Indonesia imigran tersebut dibawa melalui kota Pekanbaru,
Riau, lalu melewati daerah pinggiran Pulau Sumatera yaitu kota Padang,
Bengkulu dan diseberangkan menuju Jakarta menuju kota Kupang yang
berdekatan dengan Australia.
Tidak hanya melalui jalur darat, namun penyelundup juga melakukan
dengan menggunakan jalur udara dan berikut peneliti paparkan peta jalur
penyelundupan melalui jalur udara.
Gambar 4.2
Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Udara
DUBA
I
Ban
dun
g
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
PAKISTAN Pontia
nak
sema
rang
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
ACEH
SUMUT
RIAU
SUMUT
KEPRI
KALTIM
RIAU
KALBAR
KEPRI SULSEL SULSEL
SUMBAR
Keterangan:
Kolom berwarna putih merupakan pintu masuk Indonesia
Kolom berwarna ungu merupakan titik pemberangkatan menuju Australia
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Bau Bau
Kabaena
Yogyakarta
Paninbang Cilacap Madura
Pel. Ratu Dompu
Sumbawa
Situbondo Bima Maumere
Banyuwangi Kupang
Chrismast Island
Carter Island
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Daerah yang terdekat dengan Christmas Island dan Carter Island adalah
lokasi strategis yang digunakan oleh para smuggler untuk memberangkatkan
para imigran seperti dari Palembang, Pelabuhan Ratu, Yogyakarta, Madura,
Banywangi, Situbondo, Dompu, Sumbawa, Maumere, Kupang, Bima dan Bau-
Bau.
Pihak Indonesia ataupun Australia telah mengalami beberapa kasus People
Smuggling yang sama dalam periode waktu 2015-2017. Kasus-kasus tersebut
ditangani oleh beberapa badan penegak hukum pada masing-masing negara.
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan badan penegak hukum yang berada di
Indonesia dan bertugas serta bekerja sama dengan pihak Sekretariat NCB-
INTERPOL Indonesia dan pihak Australia dalam menangani kasus People
Smuggling.
Dalam penanganan tindak kejahatan People Smuggling Sekretariat NCB-
INTERPOL Indonesia memiliki peranan yang sangat penting yaitu terkait
dengan pembuatan MoU (Memorandum of Understanding) dan agreement
dengan pihak-pihak yang memiliki permasalahan yang sama terkait tindak
kejahatan People Smuggling, namun dalam penanganan secara teknis yang
memegang kendali adalah pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.
Perihal yang melatarbelakangi dibentuknya suatu unit khusus yang
menangani kasus People Smuggling didalam Badan Reserse Kriminal Polri
Direktorat Tindak Pidana Umum adalah dengan melihat peningkatan kasus
imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu menyebabkan pada
tahun 2009 dibentuk sebuah Satgas People Smuggling yang berada di pusat
yaitu Bareskrim Polri dan kemudian dikenal dengan “Satgaspus People
Smuggling” dan di bawahi oleh Polda Jajaran yang disebut dengan Satgasda
People Smuggling. Satgas People Smuggling memiliki masa jabatan selama
satu tahun dan dapat diperpanjang dengan berdasarkan keputusan Pimpinan
Polri dan menurut informasi yang peneliti dapatkan Satgas People Smuggling
pada bulan Juni 2015 tidak diperpanjang dan penanganan kasus People
Smuggling berada ditangan Unit III Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum
yang dipimpin oleh Kanit yang berpangkat AKBP (Adjun Komisaris Besar
Polisi) dengan jumlah anggota sebanyak enam orang serta mendapatkan
dukungan anggaran dari DIPA Polri. Bila sebelumnya pihak AFP (Australian
Federal Police) memberikan hibah berupa sarana dan prasarana kini dialihkan
kepada Satgas TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).
Pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling mencatat data kasus dalam laporan
tahunan saat Satgas People Smuggling masih beroperasi hingga diganti oleh
Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling
yaitu dari tahun 2010 sampai 2016. Berikut tabel data kasus penyelundupan
manusia yang ditangani oleh pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.
Tabel 4.2
Data Kasus Penyelundupan Manusia Yang Telah Ditangani
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Berdasarkan data diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2010 sampai 2013
terdapat banyak kasus penyelundupan dengan angka masing-masing pertahun
adalah 27 kasus ditahun 2010, 23 kasus ditahun 2011, 49 kasus ditahun 2012
dan 48 kasus ditahun 2013. Sedangkan ditahun 2014 sampai tahun 2016 yang
lalu kasus penyelundupan manusia mengalami penurunan yang signifikan
meskipun ada kenaikan merupakan kenaikan yang sedikit, ditahun 2014 ada 8
kasus, 2015 naik menjadi 10 kasus dan di tahun 2016 kembali mengalami
penurunan yaitu hanya 4 kasus.
Bila sebelumnya merupakan tabel yang berisi data kasus, berikut tabel yang
menjelaskan data tersangka yang telah di proses.
Tabel 4.3
Data Tersangka Yang Diproses
50 45
40 35
30
17
20 12 11
10 5 5 4 3 2 3
1 0
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
WNI WNA
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
3
Hasil wawancara dengan salah satu penyelidik pembantu,Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat
Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling Bripka Agus Widodo, pada
tanggal 16 Oktober 2017.
para pelaku dari para imigran berkisar Rp. 4.000.000.000,- (empat miliyar
rupiah) dalam sekali pemberangkatan. Semua pelaku tidak ditangkap
secara bersamaan dan masing-masing diamankan pada tanggal dan tempat
yang berbeda, berikut peneliti paparkan proses penangkapan para pelaku:
➢ Pada tanggal 1 Juni 2015 pihak Kepolisian mengamankan 1 kapten
dan 4 ABK kemudian mereka ditetapkan sebagai tersangka pada
tanggal yang sama. Keempat ABK tersebut adalah Marthen Karaeng,
Steven, Medi Ampow dan Indra R. Rumambi.
➢ Pada tanggal 10 Juli 2015 pihak Bareskrim Polri mengamankan
seorang DPO atas nama Thines Khumar di sebuah rumah kost Jalan
Gunung Raya No. 40 D, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat,
Kota Tangerang Selatan.
➢ Pada tanggal 13 Februari 2016 pada pukul 11:45 WIB di sebuah
rumah kontrakan Kampung Sawah Baru, RT 03 RW 08 Desan
Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pihak
Bareskrim Polri mengamankan Abadul (Abdul).
➢ Pada tanggal 23 Juli 2016, sekitar pukul 12.15 WIB di Jalan Marigol,
Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, pihak Bareskrim Polri
mengamankan Mansyur (Yohanes Mansyur atau Arman Johanes).
➢ Pada tanggal 23 September 2016 tersangka Kapten Bram (Abraham
Louhenapessy) berhasil diamankan di Perumahan Semanan Jaya
Blok. 4 Nomor 8 RT 11 RW 08, Keluarahan Semanan, Kecamatan
Kalideres, Jakarta Barat.
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III
Unit People Smuggling.
Bagan 4.2
Jaringan Saleh
Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling.
General
Assembly
Executive
NCB’s Advisers
Committee
General
Secretariat
Peneliti dalam penelitian ini lebih memilih untuk menjelaskan lebih lanjut
mengenai NCB yang tertera dalam struktur organisasi ICPO-INTERPOL.
National Central Bureau (NCB) merupakan sebuah Biro Pusat Nasional yang
bertugas sebagai penghubung dengan lembaga-lembaga dalam negeri yang
terdiri dari NCB negara lain dan Setjen ICPO-INTERPOL. NCB dibentuk
dengan merujuk pada pasal 31 Konstitusi ICPO-INTERPOL mengenai
diperlukan kerjasama secara aktif dengan para anggota INTERPOL di seluruh
dunia guna adanya saling keterikatan dan memperkuat kekuatan jaringan
INTERPOL (INTERPOL, 1956:6).
4
Commonwealth Investigation Service (CIS) merupakan penggabungan dari The Commonwealth
Investigation Branch dan Military Security Service pada masa perperangan.
https://www.archives.act.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/562587/History_of_Australian_Feder
al_Police.pdf diakses pada tanggal 30 Oktober 2017
5
Peace Officers Guard (POG) didirikan di Aerodrome Parafield di Australia Selatan. Fungsi POG
adalah untuk memastikan keamanan dan patroliDepartment of Defence Production (Division of
Aircraft Production) yang berlokasi di Parafield, Adelaide bagian
utara.https://www.archives.act.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/562587/History_of_Australian_
Federal_Police.pdf diakses pada tanggal 30 Oktober 2017
AFP memiliki beberapa prioritas dalam bekerja yaitu mereka
diharuskan untuk memberikan informasi yang up to date kepada parlemen dan
dalam tindakan operasional AFP dengan jelas akan menyelidiki kejahatan
kompleks, transnasional, serius dan tergorganisir, AFP akan melindungi warga
Australia dan kepentingan Australia serta mencegah aksi terorisme dan
ekstreminisme garis keras, AFP mewakili polisi dan penegak hukum Australia
dalam pertemuan internasional dan mengembangkan kemampuan serta
memanfaatkan teknologi untuk mendukung kepentingan nasional Australia.
6
S3E Crimes Actmerupakan bagian dari Crimes ACT 1914 yang berisi surat perintah pencarian
terhadap kasus yang sedang diselidiki. http://www.austlii.edu.au/cgi-
bin/viewdoc/au/legis/cth/consol_act/ca191482/s3e.html diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
• Ikut membantu dalam melayani investigasi keuangan termasuk pelatihan,
memberikan saran dan bimbingan yang berkaitan dengan hasil
penyelidikan kejahatan.
• Bantuan forensik komputer dan layanan forensik lainnya.
• Bantuan dalam memberikan kerjasama bidang elektronik termasuk dalam
pelatihan, saran dan pemeriksaan forensik komputer dan barang elektronik
yang menjadi barang bukti (disita).
Terdapat regulasi yang harus dipatuhi oleh AFP ketika merujuk hal-hal kepada
departemen dan para agen yaitu:
Sumber: http://www.osb.border.gov.au/~/media/Files/OSB/osb-organisational-chart.ashx?la=en
Dalam struktur organisasi JATF dan OSB terdiri dari Disruption and Deterrence
Task Group (DDTG) organisasi multi agensi yang di pimpin oleh Australian
Federal Police (AFP), Detection, Interception and Transfer Task Group (DITTG)
di pimpin oleh Maritime Border Command dalam Australian Border Force dan
Detention and Removals Task Group (DRTG) yang bekerja sama dengan seluruh
pelayanan detensi imigrasi dan dipimpin langsung oleh Australian Border Force
Support Group.
Australia telah mengeluarkan anggaran untuk membantu program dan
badan penegakkan hukum lainnya untuk memberantas tindak kejahatan
penyelundupan manusia sebanyak $48,3 juta. Australia melaui AFP akan
melakukan kerjasama dengan Polri untuk mengumpulkan, menganalisa dan
memberikan informasi tindakan para pelaku dengan menyisipkan perwakilan
intelijen tambahan dan juga membantu Polri dalam menindak para pelaku. AFP
juga berpatisipasi aktif dalam forum internasional untuk memerangi aksi
penyelundupan manusia diantara adalah INTERPOL yang mana didalamnya
akanada upaya untuk mengidentifikasi jaringan penyelundupan manusia,
membantu negara-negara anggota dalam penyelidikan dan membangun jaringan
komunikasi petugas yang telah dipiih untuk saling bertukar informasi, selain
INTERPOL adapun Bali Process yang merupakan forum untuk mengerjakan
langkah-langkah praktis untuk membantu memerangi penyelundupan manusia dan
kejahatan lintas negara di kawasan Asia Pasifik dan sekitarnya dan yang terakhir
adalah Law Enforcement Cooperation Program(LECP) merupakan program yang
ditujukan kepada para LO (Liaison Officers) dimana mereka akan membentuk
hubungan antar negara serta memfasilitasi pertukaran informasi guna
meningkatkan komunikasi dan pemahaman dengan menghadiri seminar-seminar
internasional dan mempromosikan LECP ke negara lain sehingga dapat terjalinnya
hubungan baik (Australian Federal Police, 2017).
Pada tahun 2015-2016 lalu peneliti mendapatkan data mengenai jumlah para
imigran yang datang ke Australia dengan melalui prosedur resmi bukan sebagai
imigran gelap, berikut peneliti paparkan data tersebut.
Tabel 4.5
Sumber: https://www.border.gov.au/ReportsandPublications/Documents/statistics/2015-16-
migration-programme-report.pdf
Dari tabel diagram diatas dapat kita lihat bahwa para imigran yang datang
dari India menduduki peringkat pertama yang bermigrasi ke Australia dengan
angka 40.145 jiwa yang mengalami kenaikkan sebesar 21.2% dimana pada tahun
2014-2015 jumlah imigran adalah 34.874 jiwa, disusul oleh RRT (Republik Rakyat
Tiongkok/ Peoples Republic of China) pada peringkat kedua dengan angka 29.008
jiwa yang mengalami kenaikan sebanyak 15.3% dari jumlah imigran RRT pada
tahun 2014-2015 sebanyak 27.872 jiwa dan pada peringkat ketiga diduduki oleh
Inggris dengan jumlah imigran sebanyak 18.950, khususnya imigran dari Inggris
mengalami penurunan sebanyak 10% dari data tahun 2014-2015 yaitu sebanyak
21.078 jiwa (Department of Immigration and Border Protection 2016:4) .
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Hieu Van Le (2009: 89)
selaku Chairman dari South Australian Mulitcultural and Ethnic Affairs
Commision (SAMEAC)7 menyampaikan:
7
Agensi yang berada dibawah naungan Minister for Multicultural Affairs Australia yang bertugas
untuk bertanggung jawab dan penasehat pemetintah Australia yang berkaitan dengan urusan
multikultural dan etnis di Australia bagian selatan.
isu-isu global pada saat ini. Ada banyak kritik terhadap multikulturalisme yang
terjadi di Australia salah satunya adalah dapat kita temukan dalam karya Katharine
Betts yang mana beliau sebelumnya berbicara mengenai Ideologi dan Imigrasi dan
diperbaharui dalam karyanya berjudul “The Great Divide” Betts berpendapat
bahwa multikulturalisme telah berkembang dalam kebijakan pemerintah pada tahun
1970an dengan berkomitmen bahwa keberagaman akan semakin memperkaya
masyarakat. Namun, di Australia khususnya para tetua tidak begitu antusias dengan
kebijakan multikulturalisme sehingga adanya perpecahan dalam memahami
multikulturalisme di Australia dan untuk mereka yang menolak multikulturalisme
disebabkan adanya ketidaksukaan terhadap kehadiran para imigran (Beth,
1999:124).
Dari tabel tersebut dapat kita lihat 19,7% warga Australia yang berasal dari Inggris
setuju dan 45.9% sangat setuju sedangkan dari pihak warga Australia yang bukan
dari Inggris 34.4% setuju dan 40.5% sangat setuju. Berdasarkan penelitian dari
Scanlon Foundation tersebut memperlihatkan bahwa warga Australia yang berasal
bukan dari Inggris sangat setuju dengan adanya keberagaman yang ada di Australia
karena akan memperkuat multikultural yang ada di Australia begitu pula yang dapat
dilihat dari respon warga Australia yang berasal dari Inggris setuju dengan adanya
keberagaman tersebut.
Dari setiap pelayanan dan kondisi yang dimiliki oleh Australia wajar apabila
banyak imigran yang memilih Australia sebagai negara tujuan dalam bermigrasi.
Australia yang dilihat sebagai negara yang cukup terbuka dalam menerima
kehadiran para imigran tersebut. Namun, perlu untuk diketahui bahwa setiap negara
juga memiliki kapasitas demikian pula Australia. Guna meminimalisir jumlah
imigran yang datang ke Australia khususnya kepada para imigran gelap yang
mengancam kedaulatan dan keamanan Australia dengan melalui kebijakan JATF
dan OSB yang telah peneliti jelaskan pada sub judul sebelumnya.