Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI RESEPTIR

Case Report Gangguan Sistem Integumen


Studi Kasus: Hemangioma Kutaneus pada Anjing Lokal

Oleh :

ZAINUR ROZIKIN, S. KH
NIM. 200130100111069

KELOMPOK III / GELOMBANG VIII

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
PEMBAHASAN
1. Anamnesa dan Signalement
Seekor anjing ras lokal bali, berjenis kelamin jantan berusia 11 tahun dengan
berat 18 Kg bernama Bobby. Bobby memiliki rambut berwarna putih dengan corak
coklat terang bercampur hitam. Memiliki keluhan dengan adanya benjolan pada
bagian extremitas caudal sinister sejak dua bulan lalu. Benjolan pada kaki terus
membesar dan ditemukan ulser yang mengalami pendarahan, konsistensi terasa keras
namun masih dapat digerakkan.

2. Pemeriksaan Fisik
frekuensi detak jantung 70 x/menit, frekuensi pulsus 54 x/menit, frekuensi
respirasi 12 x/ menit, suhu tubuh 38,8 ℃ dan nilai CRT lebih dari 2 detik.
Pemeriksaan mukosa mulut dan konjungtiva memperlihatkan warna yang pucat.

3. Gejala Klinis dan Temuan Klinis


Tanda klinis terlihat jelas adanya massa ulser berdarah pada bagian
extremitas caudal siniser berbentuk bulat dengan konsistensi yang padat, berdiameter
sekitar 5 cm dan mengalami alopecia pada bagian benjolan.

Gambar 2. 1 Ulser pada extremitas caudal sinister

4. Differential Diagnosa
Hemagioma kutaneus sering dikelirukan dengan beberapa penyakit dibawah
ini:
a. Histiocytomapada Kulit: Histiocytoma merupakan tumor jinak yang berasal dari
petumbuhan abnormal dari histiosit (Astrin, 2020).
b. Fibrosarcoma adalah neoplasma ganas dari fibroblas dan paling sering
ditemukan pada anjing tua (Putri & Gorda, 2019).

5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Bobby disajikan pada Tabel 1. Hasil pemeriksaan
hematologi anjing Bobby menunjukkan bahwa anjing Bobby mengalami
leukositosis yang diduga terjadi akibat tumor (nekrosis dan pendarahan), anemia
yang ditandai dengan turunnya nilai RBC dan MCV, serta trombositopenia.
Pemeriksaan histopatologi pada tumor dilakukan untuk menentukan jenis tumor.
Pemeriksaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi universitas
udayana, Denpasar.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah anjing Bobby

Gambar 1. Sel-sel pada endotel mengalami neoplasia


6. Diagnosa
Diagnosa yang diambil berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
histopatologi, untuk menentukan jenis tumor dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi universitas udayana, Denpasar. Diagnosa yang diambil berdasarkan
pertimbangan tersebut bahwa anjing Bobby menderita hemagioma kutaneus.
Hemangioma adalah tumor jinak sel-sel endotel pembuluh darah. Hemangioma
sering terjadi pada kulit, yaitu pada bagian dermis atau lapisan subkutan sebagai
akibat dari sel endotel pembuluh darah yang bermutasi. Hemangioma dapat terjadi
karena paparan sinar matahari dan sering terjadi pada anjing dengan usia di atas lima
tahun (Marliani, 2018).

7. Prognosa
Hemangioma kutaneus memiliki prognosa fausta karena merupakan tumor
jinak dan terlokalisir (Naomi, 2019).

8. Pengobatan
Penanganan yang dilakukan adalah dengan metode pembedahan untuk
mengangkat tumor. Tetapi kondisi Bobby kurang prima beberapa hari sebelum
dilakukan operasi, sehingga dilakukan perbaikan kondisi terlebih dahulu dengan
pemberian biodin guna menambah darah untuk memperbaiki kondisi anemia bobby.
Kemudian dilakukan pembedahan pada massa tumor secara keseluruhan dan
menutup kembali jaringan kulit.

a b

Gambar 2. a. penjahitan luka pasca pengangkatan tumor, b. tumor yang telah


dieksisi

Pengangkatan tumor hemangioma kutaneus pada pasien Bobby berjalan


dengan lancar karena tumor bersifat tunggal dan terlokalisir sehingga dengan mudah
dapat diangkat dan tidak ada pendarahan yang berarti (Naomi, 2019). Pasca operasi
diberikan antibiotic dan analgesic untuk mencegah infeksi sekunder dan mengurangi
rasa nyeri. Terapi yang diberikan pasca operasi adalah antibiotik amoxicilin sirup
sebanyak 7,2 ml sebanyak 3 kali sehari selama 5 hari dan juga asam mefenamat
sebanyak setengah tablet dua kali sehari selama 5 hari. Pada luka insisi setelah
operasi diberikan iodine dan dipasangkan kasa perban. Pemilik juga diberikan saran
untuk membatasi pergerakan anjing dengan mengandangkan/mengikat anjing.
Sejalan dengan Marliani (2018) pada penanganan pasca operasi hemangioma hanya
diberikan Terapi yang diberikan pasca operasi yaitu antibiotik amoxicillin trihydrate
500 mg (Amoxan®) peroral dengan dosis pemberian tiga kali sehari satu tablet
selama lima hari dan pemberian asam mefenamat 2 x 1 tablet perhari secara oral
selama lima hari. Amoxicilin adalah obat semi sintetik yang stabil terhadap asam
termasuk dalam golongan antibiotik penisillin (golongan beta-laktam). Amoxicillin
merupakan antibiotik broad sprectrum dan bersifat bakterisida. Prinsip kerjanya
mencegah pembentukan membran sel bakteri sehingga semua materi genetik yang
ada didalamnya terurai keluar dan menyebabkan bakteri mati (Astrin, 2020).

9. Penulisan resep
a. Obat yang diberikan pada kasus
drh. Zainur rozikin
Jln. Sunan Drajat Kelurahan Lamongrejo
SIP. XXXXXXXXXXXXXX
04 Maret 2021

R/ Amoxcilin 60 ml no. II fls


S. 3. d.d. 7,2 ml P.C.
R/ Asam Mefenamat 500 mg tab. No. X Z
S. 2. d.d. 0,5 tab P.C.
Z
Pro: Anjing
Nama: Bobby
BB: 18 kg
Pemilik: Jono
Alamat: Br. Tibuneneng, Berawa, Kuta Utara

b. Obat alternatif
Ciprofloxacin
Sediaan:
Dosis: 5-15 mg/kg BB= 5x18= 90 mg= 100 mg, waktu pemberian q. 12 jam= 2
kali sehari. Lama terapi 5 hari
Carprofen
Sediaan: Tablet 25 mg
Dosis penggunan: anjing >20 kg= 1-2 tablet/hari, 10-20 kg=0,5 tablet/hari, 1-10
kg=0,25 tablet/hari. Lama terapi 5 hari
drh. Zainur rozikin
Jln. Sunan Drajat Kelurahan Lamongrejo
SIP. XXXXXXXXXXXXXX
04 Maret 2021

R/ Ceprofloxacin 100 mg
m.f.l.a pulv. da in caps dtd. No X Z
S. 2. d. d. 1 caps P.C
R/ Carprofen tab. 25 mg No. III Z
S. 1. d. d. 0,5 tab P.C
Z
Pro: Anjing
Nama: Bobby
BB: 18 kg
Pemilik: Jono
Alamat: Br. Tibuneneng, Berawa, Kuta Utara

10. List obat


a. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin adalah antibiotic broad spectrum dari golongan
fluoroquinolone, yang diperkenalkan ke terapi antibakteri pada 1980-an.
Ciprofloxacin efektif dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh sebagian
besar bakteri Gram-negatif dan Gram-positif (Szalek, 2012). Ciprofloxacin
mempunyai mekanisme menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
(Rahmasari & Lestari, 2018).
Ciprofloxacin digunakan dalam terapi infeksi saluran kemih, infeksi
kulit dan tulang, infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh organisme
multiresisten, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, neutropenia demam,
infeksi intraabdominal (dikombinasikan dengan antibiotik lain untuk melawan
bakteri anaerob) dan otitis eksternal ganas . Antibakteri ini memiliki penetrasi
yang baik ke sebagian besar jaringan dan cairan tubuh (Szalek, 2012).
Antibiotic golongan Fluorokuinolon cepat diabsorbsi di saluran
pencernaan dan kadar serum puncak dicapai sekitar 1–3 jam setelah pemberian
oral.14,15 Kadar serum puncak yang diperoleh setelah pemberian oral sangat
dekat dengan pemberian secara intra vena.16,17 Oleh karena itu pemberian
secara oral lebih disukai. Fluorokuinolon generasi baru mempunyai perbaikan
terhadap parameter farmakokinetik dibandingkan dengan generasi pertama,
untuk siprofloksasin, bioavailabilitas sekitar 70%, dan pada generasi yang lebih
baru (contoh gatifloksasin, levofloksasin dan moksifloksasin) mempunyai
bioavailabilitas sekitar 85–95%.16,17 Waktu paruh golongan fluorokuinolon
bervariasi dari sekitar 60–90 menit untuk asam nalidiksat, 3–5,4 jam untuk
siprofloksasin. Pada umumnya ntibiotik golongan fluorokuinolon dieliminasi
dalam renal. Eliminasi melalui hepatik dilakukan oleh trovafloksasin.
Sedangkan eliminasi melalui renal maupun non renal (gastrointestinal atau
hepatik) dilakukan di antaranya oleh asam nalidiksat, norfloksasin,
siprofloksasin, gemifloksasin, moksifloksasin. Konsentrasi fluorokuinolon
sering masih tinggi hingga 24 jam setelah pemberian. Absorbsi pemberian
secara oral akan menurun dengan adanya aluminium, magnesium, kalsium,
besi, dan seng karena membentuk kompleks kelat obat–kationik dalam saluran
pencernaan. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian logam-logam tersebut
4 jam sebelum pemberian antibiotic fluorokuinolon (Raini, 2016).
Semua antibiotik mempunyai efek samping tetapi golongan
fluorokuinolon mempunyai potensi efek samping yang paling serius, dapat
menyebabkan kerusakan permanen dan bahkan kematian. Salah satu masalah
dalam penggunaan fluorokuinolon adalah peresepan yang tidak sesuai. Efek
samping fluorokuinolon dapat terjadi pada hampir seluruh tubuh. Beberapa efek
samping yang ditimbulkan oleh penggunaan obat golongan fluorokuinolon
adalah gangguan pencernaan, gangguan Susunan Saraf Pusat (SSP), gangguan
penglihatan, gangguan ginjal, gangguan hati, artropati dan tendinitis (Raini,
2016).
b. Carprofen
Carprofen adalah obat yang digunkan untuk menghilangkan rasa sakit
dan peradangan pada anjing. Di Eropa, carprofen dilaporkan terdaftar untuk
penggunaan dosis tunggal pada kucing, tetapi ada masalah yang dilaporkan
(misalnya, muntah) dengan kucing yang menerima lebih dari satu dosis.
Carprofen sedang diselidiki untuk mengetahui efek antineoplastik pada anjing
dan mungkin merupakan pengobatan tambahan yang berguna untuk beberapa
jenis tumor dengan ekspresi berlebih COX-2 (Plumb, 2008).
Seperti NSAID lainnya, carprofen menunjukkan aktivitas analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik mungkin melalui penghambatan siklooksigenase,
fosfolipase A2 dan penghambatan sintesis prostaglandin. Carprofen lebih hemat
COX-1 in vitro dan pada anjing tampaknya memiliki efek COX-1 yang lebih
sedikit (distres / ulserasi GI, penghambatan platelet, kerusakan ginjal) bila
dibandingkan dengan agen spesifik non-COX-2 yang lebih lama. Spesifisitas
COX-2 tampaknya bergantung pada spesies, dosis, dan jaringan. Carprofen pada
kuda atau kucing tampaknya tidak spesifik COX-2 seperti pada anjing (Plumb,
2008).
Pemberian secara peroral kadar serum puncak terjadi antara 1 - 3 jam
setelah pemberian dosis. Obat ini sangat terikat pada protein plasma (99%) dan
memiliki volume distribusi yang rendah (0,12 - 0,22 L / kg). Carprofen
dimetabolisme secara ekstensif di hati terutama melalui proses glukuronidasi dan
oksidatif. Sekitar 70-80% dosis dieliminasi dalam tinja; 10 - 20% dieliminasi
melalui urin. Beberapa daur ulang obat enterohepatik terjadi. Paruh waktu
carprofen pada anjing adalah sekitar 13 - 18 jam dengan bentuk S memiliki
waktu paruh yang lebih lama daripada bentuk R. Pada kuda, waktu paruh
carprofen dilaporkan 22 jam.
Carprofen dikontraindikasikan pada anjing dengan gangguan perdarahan
(misalnya Von Willebrand's) atau anjing yang pernah mengalami reaksi serius
sebelumnya atau agen antiinflamasi kelas propionik lainnya. Ini harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien geriatri atau mereka dengan penyakit kronis yang
sudah ada sebelumnya (misalnya, penyakit radang usus, insufisiensi ginjal atau
hati). Catatan: Meskipun produsen tidak mencantumkan interaksi obat tertentu
dalam sisipan paket, produsen berhati-hati untuk menghindari atau memantau
penggunaan carprofen dengan obat ulserogenik lainnya (misalnya, kortikosteroid
atau NSAID lain) dengan hati-hati. Interaksi obat seperti aspirin, corticosteroid,
digoxin, furosemide dan Methotrexate telah dilaporkan atau secara teoritis pada
manusia atau hewan yang menerima carprofen dan mungkin penting pada pasien
veteriner (Plumb, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Astrin, B. N. R., Wardhita, A. A. G. J., & Gorda, I. W. (2020). Laporan Kasus:


Histiocytoma pada Kulit Leher dan Perut Anjing Kacang di Kabupaten
Badung, Provinsi Bali. Indonesia Medicus Veterinus, 9(5), 807–820.
Marliani, N. K., Pemayun, I. G. A. G. P., & Sudisma, I. G. N. (2018). Laporan Kasus :
Hemangioma pada Anjing Golden Retriever. Indonesia Medicus
Veterinus, 7(6),
Naomi, C., Gorda, I. W., & Warditha, A. A. G. J. (2019). Studi Kasus : Hemangioma
Kutaneus pada Anjing Lokal. Indonesia Medicus Veterinus, 8(2), 131–
143.
Plumb, D. C. (2008). Veterinary Drug Handbook (6th ed.). PharmaVet Inc.
Putri, R. K., & Gorda, I. W. (2019). Studi kasus : fibrosarcoma kelenjar mammae pada
anjing golden retriever. Indonesia Medicus Veterinus, 8(3), 404–413.
Rahmasari, V., & Lestari, K. (2018). Review: Manajemen Terapi Demam Tifoid:
Kajian Terapi Farmakologis Dan Non Farmakologis. Farmaka, 16(1),
184–195.
Raini, M. (2016). Antibiotik Golongan Fluorokuinolon: Manfaat dan Kerugian. Media
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 26(3), 163–174.
Szalek, E., Tomczak, H., Kamińska, A., Grabowski, T., Smuszkiewicz, P., Matysiak,
K., Wolc, A., Kaczmarek, Z., & Grzeœkowiak, E. (2012).
Pharmacokinetics and pharmacodynamics of ciprofloxacin in critically ill
patients after the first intravenous administration of 400 mg. Advances in
Medical Sciences, 57(2), 217-223.

Anda mungkin juga menyukai