Anda di halaman 1dari 83

Internal Large Animal

( Respiration Disease)
PENGERTIAN UMUM

Pernafasan : - ekstern
- intern/jaringan
- ventilasi
O2 >< CO2 : difusi – barrier ± 2 μ
Pertahanan pernafasan
- Fisik
- Imunologis
- Patologi anatomis
- Reflektoris
 Fisik: rongga hidung – bronchioli lembab partikel jatuh 
mukous  cillia (3-10 mμ)
 Imunologis:
 Limfosit lamina propia  Ig A
IgE dan IgG
- Netralisasi virus
- Manghalangi antigen makro
- Menghambat koloni kuman
Antibodi humural non spesifik
- interferon, lisosim, laktoferin
Dalam alveoli (<3 mμ)
- Fagositosis makrofag alveoler
- Limfosit T  Ig & limfokin
Pathologi anatomis:
- Lokalisasi infeksi  jaringan kapsul
Reflektoris:
- Batuk  benda asing dikeluarkan
- Kontriksi bronchioli

MANIFESTASI KLINIS

Hipoksia/anoksia
Hiperkapsnia
Dipsnoe
HIPOKSIA
Hipoksia lingkungan:
- Non patologik: ketinggian, kandang, narkose
- Patologik: ggn respirasi
Hipoksia anemik:
- Kurang sdm
- Keracunan nitrit, CO (Carboksi Hb)
Hipoksia bendung (stagnant)
- Kegagalan sirkulasi (umum & lokal)
Hipoksia histotoksik:
- Jaringan tak mampu manfaatkan O2
- Sianida  sitokrom oksidase inaktif
 Kompensasi tubuh:
- Hiperpnoe: vol udara per satuan waktu
meningkat
- Kontraksi limpa
- Produksi sdm meningkat
- Slag volume meningkat
- Frekuensi denyut cor meningkat
 Kepekaan organ:
- Syaraf CNS, perifer  mati dalam 15 detik
- Cor – astenis myocardia
- Alat pencernaan  kontraksi & sekresi
menurun
- Hati
- Ginjal
HIPERKAPNIA
 Eliminasi CO2 tergaggu  akumulasi CO2 dalam darah
 Duktus caotidus  refleks nafas  frek ↑
 Sindrom cor-pulmonale insufisiensi jantung dan paru-paru

DISPNOE
 Kesulitan bernafas akibat gangguan organik paru-paru
- Faali: - kerja berat & sesudahnya
- memenuhi kebutuhan O2  dispnoe
- Patologik:
- keadaan istirahat sudah dispnoe
- kerja ringan  dispnoe
• Berdasar etiologinya:
- hipoksia + hiperkapnia  nafas cepat, dangkal
- nyeri paru-paru/thorax  nafas cepat, dangkal

• Dispnoe ekspiratorik: sakit pada saat melakukan


ekspirasi; pd emfisema pulmonum

• Dispnoe inspiratorik: sakit pada saat melakukan


inspirasi
Cara pemeriksaan gangguan pernafasan

 Klinis: - inspeksi
- palpasi
- auskultasi
- perkusi
 Laboratorik:
- mikrobiologik (swabbing)
- diferensiasi kuman
- uji sensitifitas (swab, intratracheal washing,
probing)
- kliniko kimia: darah

 Rongent
 Endoskopi
Tindakan:
Obat: - sulfa Pemberian:
- antibiotik - oral
- supportiva - injeksi: im,
- antihistamin iv, sc, intra-
- expectoransia tracheal

Penempatan penderita:
- kandang dan lingkungan bersih
- hindarkan dari anggin – hujan
- isolasi penderita
- istirahat
Gangguan pada sistema respirasi: terbagi dalam
3 bagian besar

A. Gangguan pada saluran nafas meliputi:


- Epistaxis, Rinorrhagia
- Rhinitis
- Rh. Atropicans pada babi
- Rh. Necroticans pada babi
- Laringitis & Tracheitis
- Sinusitis maxilaris
- Sinusitis frontalis
- Radang saccus guturalis pada kuda
B. Gangguan paru-paru meliputi:
- Congesti & Oedema pulmonum
- Emphysema pulmonum
- Emphysema pulmonum akut pada sapi
- Pneumonia
- Pn. Catarrhalis
- Pn. Crouposa
- Pn. Aspirasi –ganggrenosa
- Pn suppurativa

C. Gangguan thorax meliputi:


- Hydrothorax, Haemothorax, Chylothorax
- Pneumothorax
- Pleuritis
A.Gangguan pada saluran nafas

1. Mimisan
Epistasi : tetes darah
Rhinorhagia : aliran

Etiologi:
Primer:
trauma krn benturan, tanduk, iatrogenik
Tumur granuloma rhinosporodia, seberi, polip
Bendung lokal
Infeksi sacus guturalis
Infeksi larva oestrus ovis
Sekunder: merupakan gejala antrak, malleus,
strangles (drous)
Diatesis hemoragika tidak diketahui penyebabnya
Hemoptoe, hemoptysis: muntah darah

Gejala:
keluar darah dari lubang hidung uni/bi lateral
Darah merah segar, kecoklatan tercampur
lendir/pus/exudat. Asal lambung pH darah asam, asal
paru-paru segar berbusa
Bersin, nafas terganggu
Gelisah, napsu makan turun
Anemis  lesu, lemah, pulsus piriformis
Diagnosis:
Ada darah keluar dari lubang hidung
Perlu dicari penyebabnya & lokasi perdarahan

Terapi:
Adtringensia: tannin 2%
Vasokonstriktor: adrenalin 1permil
Kortikosteroid – trombopenia
Vit K, anaroxyl, adonna, sangostop
Tampon
Operatif / chirugis : ligasi
Penenang
Tranfusi, tracheotomi
2. Rhinitis
Radang mukosa hidung

Etiologi:
Primer: debu, iritasi uap/zat kimia
Sekunder: bagian dari penyakit lain

Macam-macamnya:
Berdasar jaringan yang terlibat, perubahan jaringan &
leleran:
Rhinitis catarhalis
Rhinitis purulenta
Rhinitis crouposa
Rhinitis nekrotican
Berdasar etiologinya:
Kuman: malleus, strangles
Virus: BVD, IBR, Ectyma, Rinderpes
Jamur: Rhinosporodiasis
Parasit: Schistosoma nasalis, Oestrus ovis
alergi
Patogenesis:
Radang ringan __> sedikit timbulkan gangguan
Berat  mukosa bengkak berlendir  gangguan nafas,
klokor-klokor, nafas lewat mulut
Perubahan tersifat terjadi pada penyakit2 tertentu
Gejala:
Ingus: serous – mukous – mukopurulen
Mukosa hiperemik, ada lesi berbagai bentuk
Refek bersin, nafas bersuara
Kepala sering tunduk
Pulsus & temperatur normal - naik
Diagnosis:
Didasarkan gejala
Primer atau sekunder
Diagnosis diff.: sinusitis (leleran purulen, perkusi
pekak)

Terapi:
Radang ringan tak perlu pengobatan
Sekunder  obati penyakitnya
Peluruh lendir: uap minyak volatil
3. Rhinitis Atropikan
Pada babi, bersifat akut, terciri oleh perub tulang
hidung & sekat  moncong pendek, rahang atas
mencong

Etiologi:
B bronkiseptica – non host spesifik
Pasteurella – sangat tahan – 4 bulan
Morbiditas: 40-90% - sangat menular
Mortalitas: 5-10%
Penularan:
Lewat debu
Carrier – induk baru langsung masuk flok
• Gejala:
• Pada babi segala usia, terutama anak babi beberapa minggu
• Ingus: serous – kuning + titik darah
• Batuk, nafas ngorok
• Lakrimasi  bawah mata basah
• Moncong berubah bentuk karena atrofi
• Susunan gigi tak teratur  sukar mengunyah  kurus
• Komplikasi: pneumonia, encepalitis
Patologi anatomi:
Ada berbagai tingkat atrofi
Penampang lintang daerah premolare ke-2: mukosa
mengelupas, eksudat serous – mukopurulen
Tulang lemak --. Benkak asimetri

Diagnosis:
Dasar gejala klinis
Menemukan B bronkiseptika
Sangat menular, uji biologik

Diagnosis defferensial:
Rhinitis necrotikan
Rhinitis viral atau rhinitis benda asing
Terapi:
Preparat sulfa:
100 mg/ton pakan
125 mg/liter air minum
antibiotik

Pencegahan:
Manajemen peternakan
Penderita/carrier dikeluarkan
All in all out
Hati-hati memasukkan babi baru
Vaksinasi, anak & induk
4. Rhinitis Nekrotikan (Bull nose)

 Radang mukosa hidung diikuti proses pernanahan dan


nekrosis

 Etiologi:
 Fusobacterium necrophorum, masuk lewat luka mukosa mulut/hidung
 Kuman lain

 Patogenesis:
 Lesi  radang  infeksi  bengkak
 Kuman  toksin  nekrose  perubahan bentuk  gangguan
pernafasan & pernafasan
 Nekrose  bau busuk
Patologi anatomi:
Muka bengkak dan keras
Irisan: jaringan abu-abu, reruntuhan nekrosis: kehijauan,
busuk
Tulang hidung & mukosa berubah bentuk & rapuh

Gejala:
Ingus: mukopurulen campur darah, bau busuk
Bentuk kepala berubah – membesar
Epifors bau busuk
Anoreksi & kurus
Diagnosis:
Berdasar gejala klinis
Menciri dengan eksudat & bentuk kepala

Diagnosis defferensial:
Rhinitis atropikan
Sinusitis

Terapi:
Keadaan lanjut  tak tertolong
Operatif: bagian nekrosis dikeluarkan  beri sulfonamid +
tinctur jodii
Luka baru – jodium

Pencegahan:
Hindari luka traumatik (potong taring)
5. Laringitis dan Tracheitis
 Radang mukosa laring dan trachea, bersifat akut atau kronis,
primer/sekunder. Biasanya melibatkan juga faring & bronkus

 Etiologi:
 Sapi: F. necrophorum & Pasteurela sp
Virus IBR, MCF
 Kuda: Strep. Equi, C. pyogenes

 Patogenesis:
 Radang  sensitif  batuk (kering)
 Lendir  iritasi  batuk (basah)
 Radang  bengkak  lumen sempit  dispnoe inspiratorik
Gejala:
Batuk, kering  basah
Ingus mukous – purulen
Palpasi laring/trachea  batuk
Dispnoe inspiratorik
Mulut & udara nafas bau (F.necrophorum)
Nafas & pulsus meningkat
Temperatur normal/sedikit naik
Napsu makan turun, kronis  kurus

Patologi klinik:
Eksudat  pemeriksaan mikrobiologiis  etiologi
Primer/sekunder  penetapan terapi
Patologi anatomi:
Radang pada mukosa
Kataralis - granulomatosa
Eksudat: mukous – mukopurulen
Membran difterik

Diagnosis:
Berdasar gambaran klinis

Diagnosis diferensial:
Bronchitis
Broncheolitis
Hiperemia & oedema pulmonum
• Terapi:
• Preparat sulfa
• Antibiotika
• Ekspektoransia, peluruh
• Kortison
• Antihistamin

• Perawatan:
• Kebersihan kandang dan lingkungan
• Pakan serbuk ditambah air
6. Bronkitis kataralis

Radang mukosa dengan eksudat serous – mukous,


akut, sub akut atau kronis, diikuti batuk-batuk. Dapat
bersama dan merupakan lanjutan radang trakea.
Belum melibatkan alveolus

Etiologi:
Primer:
Udara dingin, transportasi
Kandang isi berdesakan
Aspirasi benda asing, debu, asap dll
Agen infeksi
Sekunder:
Bagian dari penyakit lain

Patogenesis:
Radang akut  hipersensitif  batuk kering (pendek,
frekuen)  melanjut sub akut/kronis  kontraksi lumen &
eksudasi  batuk basah/produktif
Rasa sakit  inspirasi hati-hati  dispnoe inspiratorik

Patologi anatomi:
Post mortum: mukosa bronkhus merah + petekie
Lumen isi eksudat mukous - mukopurulen
Gejala klinis
Primer: ringan tidak terlihat perubahan
Akut: auskultasi bronkial – ronki kering
Sub akut/kronis: ronki kering – ronki basah, auskultasi mencicit
(kontraksi lumen)
Sekunder: + gejala spesifik penyakitnya, mis IBR

Diagnosis:berdasar anamnesis & gejala


Diagnosis diferensial: gangguan paru-paru
Terapi:
Antibiotik, sulfonamide
Antihistamin, kortison
Aminofilin, bronkodilatator
Chloretamon, ekstrak beladona
Perhatikan kandang & pakan
7. Sinusitis maksilaris
• Radang sinus maksilaris, kronis, ingus mukopurulen keluar dari satu
lubang hidung. Kebanyakan pada kuda, jarang pada sapi.

• Etiologi:
• Primer: traumatik, jarang
• Sekunder: kelanjutan dari
• Karies , periodontitis P3M1-3
• Rhinitis, malleus, strangles, tumor, dll
Patogenesis:
Radang alveoli gigi/karies  penetrasi kuman ke sinus 
berkembang  eksudat  erosi sinus  eksudat 
rongga hidung & sela gigi  radang gusi  eksudat buntu
 sinus penuh eksudat  pipi bengkak  asimetri
Gld lakrimalis radang  lakrimasi mukopurulen
Radang infraorbital  eksoptalmus (sapi)

Gejala:
Ingus purulen – mukopurulen, sangat bau
Unilateral – pipi bengkak, asimetri
Konjungtivitis – eksudat mukopurulen
Pernafasan terganggu krn stenosis
Sulit mengunyah, makin terganggu mkn kurus
Eksoptalmus (sapi)
Melanjut  meningitis

Diagnosis:
Berdasar gejal & Periksa rongga mulut
Diagnosis diferensial:
 macam-macam rhinitis & tumor rongga hidung

Terapi:
Trepanasi, gigi didorong  lepas
Isi sinus dikeluarkan
Irigasi, antibiotika
8. Sinusitis Frontalis
• Radang bersifat kronis dengan akumulasi eksudat mukopurulen dalam
sinus frontalis.

• Etiologi:
• Primer:
• Trauma, fraktur os frontalis, tanduk patah, potong tanduk
• Sekunder:
• Lanjutan dari penyakit lain
Gejala:
Ingus mukopurulen, unilateral
Daerah frontalis bengkak, luka oksidatif
Kepala dimiringkan
Meningitis  ayan, tak tenang

Diagnosis:
Berdasar gejala dan anamnesa

Terapi:
Trepanasi os frontali
Irigasi, Antibiotik  tampon
9. Infeksi kantong udara
 Radang bersifat akut sampai kronis disertai timbunan eksudat
basah/kering (konkremen)

 Etiologi:
 merupakan kelanjutan proses sekitarnya
 Kelumpuhan tekak/faring
 Radang tekak
 Adenitis equorum / strangl;es
 Ottitis
 Infeksi jamur aspergilus  faring lumpuh, epistaksis
 Gejala:
 Akut: sukar menelan dan bernafas
 Kronis: ingus keluar tak teratur, lgl parotis bengkak, T naik, epistasis
Eksudat kering dalam kantong hawa chondroid / guterolith

Diagnosis:
Berdasar gejala klinis
Endoskopi: kantong hawa membesar, faring menyempit

Terapi:
Kateterisasi (eksudat dikeluarkan, irigasi, antibiotik,
preparat jodium)
Kronis: drainase lewat segitiga vibong
Jamur sulit diobat  fungisida
B. Gangguan paru-paru
1. Kongesti Pulmonum, Hiperemia Pulmonum,
Oedema pulmonum
Kongesti p: jumlah darah meningkat pasif karena
bendung
Hiperemia p: jumlah darah meningat aktif karena
radang
Oedema p: perembesan cairan dari vasa ke jaringan
paru-paru
Gejala ketiga kejadian tersebut sangat mirip, hanya
berbeda intensitasnya dan yang satu merupakan
kelanjutan dari yang lain
Etiologi:
• Kongesti pulmonum: (pasif)
• Gangguan cor  aliran darah balik terganggu  bendung  jumlah darah
meningkat
• Berbaring pada satu sisi terlalu lama (kedengkik, akibat narkose, hipokalsemia)
• Hiperemia pulmonum: (aktif)
• radang  mobililasi darah  jumlah darah meningkat:
pneumonia stadium awal
• iritasi  darah meningkat
• alergi  darah meningkat
Oedema pulmonum:
- Perembesan cairan darah
- Kelanjutan dari kongesti p & hiperemi p

Patogenesis:
Gangguan cor:
darah balik terhambat  dilatasi vasa  kongesti 
oedema
O2 menurun  C)2 meningkat  nafas meningkat
Radang, iritasi, alergi  aliran darah meningkat
• Gejala:
• dispnoe inspiratorik, nafas terengah-engah
• ambil udara lewat hidung & mulut
• exercise  lebih dispnoe
• N, P, T naik
• aliran darah perifer kongesti  conjungtiva hiperemis 
sianosis
• Auskultasi:
• hiperemi p vesikuler berubah
• oedema p vesikuler hilang, tdp ronchi basah/kering
• batuk kering/basah
• leleran dari hidung: mukous - mukopurulen
- perakut:
- pekak
- batas paru-paru tetap
- napsu makan: tetap – turun

• Patologi anatomi:
• paru-paru merah tua, irisan ada darah venous + cairan
serous, uji apung melayang-tenggelam
• Jaringan paru-paru bengkak, elastisitas menurun
• histologis: alveoli + jaringan interstitial berisi cairan
Diagnosis:
berdasar gejala & anamnesis
diagnosis banding: pneumonia, temperatur meningkat,
toksemia

Terapi:
- sanitasi lingkungan, pakan, istirahat
- hipoksia  diberikan Oksigen
- oedem  veneseksi 8 ml/kg BB, diuretika
- dispnoe  sulfas atropin
- antibiotika
2. Emfisema pulmonum (busung gas
paru-paru
Udara tertimbun dalam alveoli melebihi batas
normal, dapat sampai ke jaringan interstitial
Terdapat emfisema alveolaris dan emfisema
interstitialis.

Etiologi:
primer: trauatik, diikuti emfisema subkutan.
sekunder: penyakit paru-paru: pneumonia, bronkitis
kuda tua: terjadi emfisema alveolaris kronis  etiologi tdk
diketahui (heaves)
• Patogenesis:
• batuk paroksismal kronis  alveoli membesar lama  elastisitas menurun 
udara tertimbun  emf. Alveolaris.
• stenosis bronkioli  krn kerjanya sebagai klep udara masuk tak dapat keluar 
alveoli membesar  elastisitas menurun  terjadi alveoli emfisema
• alveoli pecah  udara masuk ke interstitial  terjadi emfisema interstitialis
• pada gangguan paru-paru  terjadi kompensasi pada alveoli yang sehat 
emfisema fisiologik
 krn toksin  dinding alveoli lemah  elastisitas menurun
 emfisema
 dinding alveoli lemah  kesulitan mengeluarkan udara 
dispnoe ekspiratorik  ekspirasi ganda
 kapiler pecah  titik-titik darah  ingus/dahak ada titik-
titik darah

Gejala:
- Dispnoe ekspiratorik, akut sangat hebat, kronis ringan
- Akut: ekspirasi ganda, otot perut kontraksi kuat  dapat
terjadi prolaps ani
- Mukosa mata hiperemis sampai sianotik
- Ingus dan dahak ada titik-titik darah
- Heaves: batuk pendek kering, palpasi laring terjadi batuk,
sedikit bergerak batuk
- Auskultasi:
- terdapat suara krepitasi, sibilant (mencicit),
friksi  pada kuda
- suara vesikuler sangat menurun, friksi,
krepitasi  pada sapi
- Perkusi:
- daerahnya meluas
- terdengar suara timpani
- suara pekak jantung tak jelas, suara
auskultasi jantung teredam.
- Kondisi kronis: napsu makan & minum menurun 
hewan nampak kurus
 Patologi klinis:
- timbunan CO2  terjadi asidosis  alkali meningkat 
terjadi polisitemia
- alergik emfisema  eosinofilia

 Patologi anatomi:
- pulmo besar, pucat
- permukaan pulmo ada bekas tekanan rusuk
- jaringan ikat interstitialis warna abu-abu sp biru mengkilap
- terjadi kongesti jantung

 Diagnosis:
- berdasar gejala klinis dan hasil auskultasi & perkusi
- diagnosa banding: pneumoni, bronkitis, oedem pneumonia,
laringitis
• Prognosis:
- keadaan kronis: jelek

• Terapi:
- sanitasi lingkungan dan istirahat
- expectoran, antihistamin,
cortison, bronkodilatator
- antibiotik
- Ca-boroglukonat
3. Emfisema pulmonum akut pada sapi
(adenomatosis, pneumonia atipik)
 Busung gas mendadak pada sapi akibat perubahan pakan
secara tiba-tiba (protein rendah menjai tinggi)
 Spesifik ada gangguan pencernaan dan pernafasan
 Terjadi secara masal dengan mortalitas ±25%

Etiologi:
- Padangan kering  hijau subur  2-3 hari terjadi emfisema
pulmonum akut
- Pakan berjamur  toksin  emfisema
- Silo (fermentasi belum sempurna)  NO2  emfisema
CH3-indon dan NO2 berlebih  iritasi  prolif. Epith. bronkioli
& alveoli  blokade klep
Toksin  hipersensitif  terjadi oedema 
elastisitas menurun  alveoli pecah  emfisema
interstitialis.

Gejala:
- Terjadi pada pergantian musim
- Pada kejadian akut, sering berakhir dg kematian
- Dispnoe ekspiratorik, nafas meningkat
- Rumen kembung
- Leher dijulurkan, nafas melalui mulut
- Kaki depan abduksi
Diagnosis: berdasar anamnesis & gejala

Terapi:
- Antihistamin dan epinefrin
- Lasix (furosemid)
- Antibiotika, sulfa
- Penanganan gangguan nafas
4. Pneumonia (pneumonitis)

• Radang akut parenkim paru-paru, kadang2 kronis, sering bersama


radang bronkus  bronkopneumonia

Etiologi:
- Agen fisis & kemis
- Agen infeksi: kuman, virus, jamur, chlamedia, mycoplasma, parasit
Faktor predisposisi:
• kondisi tubuh menurun akibat:
- pengelolaan ternak yg tidak baik
- lingkungan kandang lembab/berdebu
- ventilasi jelek
- jumlah ternak terlalu banyak dalam satu
kandang, berbagai tingkat umur jadi satu
- pedet tidak mendapatkan kolustrum
- ternak baru tidak dikarantinakan lebih
dahulu
Patogenesis:
- Agen fisis & kemis : masuk perinhalasi
- Agen infeksi masuk secara aerogen (inhalasi), hematogen,
limfogen, traumatik lewat retikulum
- Berat ringannya infeksi dipengaruhi beberapa faktor.
- Proses penyakit: akut, subakut, kronis
- Paru-paru meradang  pertukaran O2 & CO2 terganggu 
hipoksia  frekuensi nafas meningkat (hiperkapnia). Rasa
sakit krn radang  nafas dangkal. Peradangan paru-paru 
hiperemia/kongesti  konsulidasi  hepatisasi.
- Mukosa hipersensitif  batuk kering-basah  suara
auskultasi & perkusi berubah
- Bernafas sakit  tipe abdominal
- Infeksi kuman  toksemia  infeksi berat
Gejala klinis:
- Diawali seperti tanda-tanda hiperemi pulmonum
- Dispnoe, tipe pernafasan abdominal
- Batuk kering sp basah
- Terdapat leleran di hidung
- Temperatur meningkat (akut) ± 5 hari
tidak naik pada: stadium awal, kronis, cacing
- Akut napsu makan inum hilang  dehidrasi  cermin hidung
kering
- Udara nafas bau (nekrosis, ganggren)
- Konjungtiva hiperemis – sianosis
- Pulsus meningkat
- Auskultasi: (vesikuler tak terdengar, bronkial, ronki
basah/kering dll
- Perkusi: batas paru-paru tak berubah, terdapat
macam-macam perubahan suara
- Sapi perah: produksi susu menurun, dapt terhenti
sama sekali
- Konstipasi, oligouria

Pemeriksaan mikroskopis
- leleran hidung – dg swab steril
- leleran tenggorokan – probang

Pemeriksaan rontgen: pada anak


Pemeriksaan darah:
- lekositosis, left shift (bakterial)
- lekopenia, limfopenis  viaral
Pemeriksaan tinja: ascaris, strongyl
Diagnosis: berdasar gejala, anamnesis, pem. Lab. 
agen kausatif
Diferensial diagnosis: gangguan cor, hiperemia
pulmonum, oedema pulmonum, emfisema
pulmonum, trakeitis, bronkitis.

Prognosis: fausta - dubius


Terapi:
- antibakterial: (antibiotika, sulfonamid)  peros, parenteral, intratakeal,
iv
- supurativa, analgetik-antipiretik (aspirin), ekspectoransia

Perawatan:
- isolasi
- kandang dan lingkungan
5. Pneumonia kataralis
Radang paru-paru akut disertai eksudat serous dan
banyak sel, merupakan perluasan radang katar
ronkus, dan dapat merupakan lanjutan radang
terbatas dan lobuler
Etiologi:
- agen fisis & kemis, aspiratif & aerogen
- agen mikroba dan cacing
- berbaring satu sisi  pneumonia hipostasis
- sehabis narkose, ingus tenang  teraspirasi
• Gejala:
- temperatur naik tak tersifat
- napsu makan turun
- bila tdk diobati  2-3 minggu parah
- dispnoe inspiratorik
- ingus mukous-mukopurulen
- batuk basah
- auskultasi: vesikler meningkat, ronki basah, sibilan/mencicit
- perkusi: pekak, resonan
• Diagnosis: berdasar gejala & anamnesis
• Diferensial diagnosis: pneumonia yg lain, bronkitis
• Prognosis: fausta – dubius
• Terapi:
- antibiotika
- antipiretik, analgesik
- antihistamin
- ecpectoransia
- supurativa
6. Pneumonia crouposa (pneumonia
fibrinosa, pneumonia lobaris)
 Radang paru-paru akut disertai eksudat yg mengandung sel
darah dan fibrin, melibatkan sebagian besar lobus.
 Predisposisi: kondisi turun

 Etiologi: kuman, virus, dll. (Tabel)


 Patogenesis:
 Stadium hperemia ±24 jam.
1. Kumann masuk  infeksi paru-paru focal  reaksi
jaringan  vasodilatasi  tekanan turun  aliran darah
meningkat  Hiperemi di daerah infeksi  stadium awal
pneumonia
Stadium hepatisasi 3-5 hari
2. Perembesan cairan darah & radang ke sela-sela
jaringan. Alveoli & bronkioli konsistensi kenyal, keras
spt hepar  hepatisasi merah. Eritrosit rusak +
banyak lekosit  warna kelabu --. Hepatisasi kelabu.
Infeksi teratasi  jumlah lekosit menurun  sisa-
sisa reruntuhan lekosit + fibrin --. Warna kuning 
hepatisasi kuning
Stadium reservasi
3. sdm masuk lagi, giguran jaringan dihancurkan
enzym kemudian diserap. Sebagian yg tak terserap
dikeluarkan  batuk  ingus mukous – purulen.
Peradangan paru-paru tjd di berbagai tempat, terjadi
tak bersamaan, sehingga: suhu naik turun dan
gambaran mozaik (beda stadium)
Gejala:
Suhu tubh dalam 24 jam 40-41oC 3-5 hari, setelah itu naik
turun tgt besarnya bagian yg terlibat.
Mati dalam 2-3 minggu
Depresi
Cermin hidung kering, dehidrasi
Napsu makan tidak ada
Produksi susu berhenti
Frekuensi nafas meningkat
Ingus mukous – mukopurulen
Auskultasi: tidak ada suara di bagian konsulidasi, ronki
basah di bagian isolasi, vesikuler meningkat di bagian
radang awal
Pada kuda ikterus ringan (hemolisis), pada sapi hiperemis
ringan – sianosis
Perkusi pekak, jantung mendebur
• Patologi anatomi: gambaran “marbled lung”
• Diagnosis: berdasar gejala klinis & anamnesis
• Diagnosis deferensial: pneumonia kataralis, pneumonia aspirasi
• Prognosis: fausta – infausta
• Terapi & perawatan: sama dengan pneumonia kataralis, atau “terapi
magna”
7. Pneumonia aspirasi (Slik pneumonia,
pneumonia ganggrenosa)
Radang paru-paru akut disebabkan oleh
masukknya benda asing padat/cair ke dalam paru-
paru yang dapat berlanjut terjadinya ganggren.
Etiologi:
- benda asing (pakan, muntahan, obat, air dipping,
susu, eksudat)
- tersedak, paresis tekak
- bentuk patologik dr rongga mulut & sekitarnya
- choke, salah pemberian obat
Patogenesis:
Tergantung takaran, sifat, virulensi kuman yg masuk
Aspirasi  menyumbat bronkus  batuk, hipoksia, asfiksia
 mati
Bersama kuman  radang akut  batuk, demam, dispnoe
Radang kataral + kuman  ganggren
Toksin  toksemia

Gejala:
Akut: eksitasi, batuk, dispnoe, nafas lewat mulut, dangkal,
frekuen, T42oC, dehidrasi, konstipasi
- Subakut/kronis:
- ingus purulen, berbau
- auskultasi: terutama ronki basah
- perkusi: pekak
- jantung mendebur, pulsus piliformis
- kaki depan abduksi
- Diagnosis: berdasar anamnesa & gejala klinis

- Diagnosis deferensial: radang paru-paru yg lain,


pleuropneumonia

- Prognosis: dubius – infausta


- Terapi:
- seperti pneumonia yang lain
- ingat prognosis
8.Pneumonia supurativa
(abses paru-paru)
Radang paru-paru kronis disertai terbentuknya
nanah dari abses

Etiologi:
C.pyogenes, Strep.sp, staphy.aureus, F.necroph.
Sapi: RPT (retikuloperitonitis traumatika)
Pneumonia yg lain  pneumonia supurativa
Kelanjuta penyakit infeksi (mastitis, endometritis,
myocarditis, omphalitis)  bekterisemia  pneumonia
supurativa
Penyakit kronis (TBC, aktinobasilosis, nocardiasis,
koksidiomikosis)  pneumonia supurativa
Patogenesis:
sering tidak terlihat perubahan klinis
toksemia  lesu
kronis  napsu makan turun  kurus
abses pecah  radang tersebar, bronkiole tersumbat 
dispnoe, batuk, leleran purulen
Radang  abses  demarkasi  resorbsi/kering 
caverna
abses  pecah  leleran purulen + darah
dapat melanjut pleuritis  emfisema + pneumothorax

Gejala:
- kurus, lemah, depresi
- napsu makan turun
• batuk kering, pendek kasar
• dispnoe, lebih-lebih bila exercise
• auskultasi: pekak (abses), belanga pecah (caverna)
• abses pecah: nafas bau, ingus purulen, batuk yg sangat, dispnoe meningkat

• Diagnosis: berdasar gejala, uji tuberkulinasi


• Diagnosis deff.: pneumonia ganggrenosa
• Prognosis: tgt luas paru-paru yg terlibat
• Terapi: antibiotik/sulfa, simtomatik, suportif
Gangguan toraks
1. Hidrotoraks, hemotoraks, khilotoraks
Rongga dada/rongga pleura berisi cairan
(transudat-eksudat), darah atau limfe.  menekan
paru-paru  kurang mengembang  dispnoe 
cepat lelah.

Etiologi:
Hidrotoraks:
- transudasi (lemah jantung, hipoproteinemia)
- bendung (bengkak lgl medialis, bronkialis)
- eksudasi (pleuritis, pleuropneumonia, frenito-
pleuritis (sapi)
Hemotoraks:
- trauma dinding dada  vena rusak
- vasa corna tertusuk (sapi)
Khilotoraks:
- trauma  pembuluh limfe pecah

Gejala:
- dipsnoe, nafas dangkal, frekuen (atelektasis)
- dilatasi perifer (episklera)
- batas horisontal pd auskultasi & perkusi
- kuda bilateral (mediastinalis)
- pulsus venosus (vena jugularis)
 Lekuk interkostae  rata
 Torako sentesis  ambil cairan
• Disgnosis: berdasar gejala dan torakosintesis

• Prognosis: dubius – infausta


• Terapi:
• Potong / terapi magna
• Torako sentesis  isi antibitik
• Diuretik : lasix dsb
• Hemostiptika (anaroxyl, coagulan, dll)
2. Pneumototaks

• Rongga dada berisi udara berlebih  tekanan meningkat

• Etiologi:
• trauma  dinding dada luka  udara masuk
• meluasnya radang parenkim ke tepi  pleura robek  isi udara meningkat
• penetrasi diafragma (RPT)
• kosta patah  menusuk paru-paru  bisa juga menyebabkan emfisema sub
kutan
Gejala:
- dispnoe mendadak
- auskultasi: bronkial
- perkusi: timpani – metalik
belanga pecah (atelektasis)
Diagnosis: gejala yg mendadak
DD: hernia diagfragmatika
Terapi:
- jahit luka, masuki antibiotik
- kurangi tekanan rongga dada
- kuda suntik ATS (anti tetanus serum)
3. Pleuritis
Radang selaput bungkus paru-paru, bersifat akut, sub
akut, kronis

Etiologi:
- Primer (sapi): RPT
- Sekunder (umum): lanjutan radang paru2 lain
Gejala:
Akut: - temperatur 40oC
- dispnoe, nafas abdominal
- auskultasi: friksi
- perkusi: rasa sakit
Sub akut:
- eksudasi, batas horisontal
- auskultasi: suara gerak cairan sesuai inspirasi &
ekspirasi
- perkusi: pekak sampai ½ daerah perkusi
- kuda bilateral

Kronis:
- adesi pleura  nafas sakit, lebih exercise
- dispnoe: cepat, dangkal
- auskultasi: friksi, krepitasi
- perkusi: agak pekak
Diagnosis:
- berdasar gejala klinis
- kombinasi pneumonia dan pleuritis

Prognosis: dubius – infausta

Terapi:
- istirahat, lingkungan kandang bersih
- antibiotik/sulfonamide
- torako sentesis
- analgetik
- antihistamin
- diuretika
Penyakit viral pada sistem pernafasan
1. IBR
2. BVD
3. Para influenza
4. Infeksi Rhino virus
5. Infeksi Respirasi syncitial virus
6. Infeksi Adeno virus

Anda mungkin juga menyukai