Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsumsi pangan asal hewan di Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan dari
tahun 2014 -2018. Sampai saat ini, konsumsi protein hewani asal ternak, didominasi oleh
komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras (Badan Pusat Statistik, 2019). Pola konsumsi
pangan masyarakat berbeda-beda tergantung dari lingkungannya termasuk budaya dan
sumberdaya alam setempat, kesukaan dan pendapatan masyarakat. Demikian dengan konsumsi
pangan assal hewan juga berubah dari waktu ke waktu yang dipengaruhi perubahan pendapatan,
perubahan gaya hidup, serta kesadaran atas pentingnya pangan dan gizi (Ariani, 2018).
Kualitas dan keamanan pangan asal hewan memerlukan perhatian yang lebih. Makanan
yang berasal dari hewan merupakan makanan yang bergizi, tetapi makanan tersebut sangat
mudah rusak dan menjadi tidak aman jika tindakan pencegahan yang tepat tidak dilakukan
dalam produksi utama mereka hingga dikonsumsi oleh konsumen. Konsumsi makanan yang
aman membuat seseorang merasa baik, artinya makan atau minumnya memudahkan kesehatan
dan pertumbuhan tubuh seseorang yang mengonsumsinya. Keamanan pangan tidak hanya
merupakan bagian penting dari kesehatan masyarakat tetapi juga persyaratan peraturan, yang
bekerja melalui inspeksi, pendidikan, dan pengawasan (Attrey, 2017).
Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan Hewan
dan produk Hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan
manusia. kesehatan masyarakat veteriner mencakup tentang penjaminan higiene dan sanitasi,
penjaminan produk hewan, serta pengendalian dan penanggulangan zoonosis (UU). Demi
menjamin keamanan pangan dalam kesehatan masyarakat veteriner terdapat sistem pengawasan
keamanan produk asal hewan termasuk bahan pangan. Produk pangan asal hewan yang
dimaksud ialah semua produk pangan asal hewan (daging/susu/telur serta hasil olahannya) yang
telah beredar di Indonesia adalah ASUH serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri
baik di pasar domestik maupun pasar internasional (Wuryaningsih, 2010).
Keamanan pangan asal hewan meliputi produksi, penanganan, penyimpanan, dan
penyiapan / pemasakan pangan tersebut dengan cara mencegah kontaminasi pada rantai
produksi pangan. Kualitasnya tergantung pada asal, warna, rasa, tekstur, dan metode
pemrosesan yang benar. Makanan berkualitas buruk dan tidak aman menunjukkan tanda-tanda
pembusukan, perubahan warna, bau atau rasa tidak enak, dan kontaminasi dengan materi /
kotoran asing. Praktik sanitasi yang baik dapat meminimalkan kontaminasi makanan (Attrey,
2017). Berawal dari latar belakang inilah maka pengujian keamanan pangan dan mutu dari
…….. ini dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kualitas bahan pangan yang diuji?
2. Apakah bahan pangan yang diuji layak untuk dikonsumsi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kualitas bahan pangan yang diuji
2. Mengetahui kelayakan bahan pangan yang diuji

1.4 Manfaat
Pengujian yang dilakukan ini diharapkan memberikan informasi mengenai keamanan dan mutu
pangan asal hewan sehingga pembaca memahami tentang berbagai mutu pada berbagai bahan
pangan asal hewan. Selain itu diharapkan lebih teliti lagi mengenai kelayakan pangan asal
hewan yang banyak dijual di pasar.
BAB 2 METODE PEMERIKSAAN
2.1 Jenis Pemeriksaan Daging Sapi
Jenis Pemeriksaan yang dilakukan untuk pengamanan pangan antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Kesegaran Daging
2. Pemeriksaan Awal Pembusukan
3. Pengujian Cooking Loss

2.1.1 Pemeriksaan Kesegaran Daging


1. Pemeriksaan Fisik/Organoleptik
Prinsip : Pemeriksaan kualitas daging secara organoleptik yang meliputi : bau, warna dan
konsistensi dapat dilakukan menggunakan pancaindera
Cara Kerja : Sampel daging diletakkan diatas cawan petri lalu amati bau, warna dan
konsistensi.
No Peryaratan Mutu
Jenis Uji
. I II III
1. Warna daging Merah Terang Merah kegelapan Merah gelap
Skor 1-5 Skor 6-7 Skor 8-9
2. Warna lemak Putih Putih kekuningan Kuning
Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-9
3. Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
4. Tekstur Halus Sedang Kasar

2. Pemeriksaan pH
Prinsip : Pengukuran nilai pH dengan menggunakan pH meter berdasarkan pencatatan
tegangan listrik atau potensial listrik yang timbul dalam gelas elektroda. Besarnya
potensial ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen pada bahan yang diukur.
Cara Kerja : Sebelum pengukuran, pH meter harus selalu dikalibrasi menggunakan
larutan standar. Pertama pH meter dikalibrasi dengan larutan standar ber- pH 4,0, lalu
dikalibrasi dengan larutan ber-pH 7,0 atau lebih tinggi. Setiap selesai pencelupan atau
pengukuran pada contoh, gelas elektroda harus selalu dibilas dengan akuades kemudian
dikeringkan dengan kertas tisu. pH meter dengan stillet ditusukkan kedalam sampel
daging atau gelas elektroda biasa ditempelkan pada sampel daging sebelum diiris.
Setelah elektroda pH meter dimasukkan kedalam sampel, biarkan sampai nilai pH
terbaca konstan.
2. Kesempurnaan Pengeluaran Darah
Prinsip : Hewan yang dipotong tidak sempurna akan banyak ditemukan hemoglobin
(Hb) dalam dagingnya. Adanya O2 (dari gas H2O2) dalam reaksi akan mengikat Hb,
sehingga zat warna malachite green tidak akan dioksidasi dan warna tetap hijau. Jika
tidak ada Hb, maka O2 akan mengoksidasi malachite green dan akan menjadi warna
biru.
Cara Kerja : daging di ekstrak kemudian dihomogenkan. Selanjutnya didiamkan 15
menit. Ekstrak daging lalu disaring dan diambil 0,7 ml lalu dimasukkan ke tabung
reaksi. Di teteskan malachite green 1 tetes dan H2O2 3% 1 tetes. Selanjutnya sampel
didiamkan 20 menit pada suhu ruang.
Interpretasi hasil : apabila larutan berwarna biru tandanya pengeluaran darah
sempurna.
Sedankan jika larutan berwarna hijau dan keruh menandakan pengeluaran darah pada
daging tidak sempurna.

2.1.2 Pemeriksaan Awal Pembusukan


1. Uji Eber
Prinsip :Gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses pembusukan daging akan bereaksi
dengan reagen Eber untuk membentuk senyawa NH4Cl yang tampak seperti awan
putih.
Cara Kerja : daging dipotong kecil-kecil sebesar kacang tanah ditusukkan pada kawat
dari sumbat tabung, sehingga daging menggaantung diatas permukaan reagen. 5 ml
reagen Eber dituang ke dalam tabung reaksi (tidak membasahi sampel daging di lidi jika
sampel daging tersebut dimasukkan ke tabung). Sampel daging dimasukkan ke dalam
tabung reaksi secara perlahan dan sesegera mungkin.
Interprestasi : reaksi positif jika terbentuk awan putih sekitar daging.
2. Uji H2S
Prinsip :Pb Asetat akan berikatan dengan gas H2S yang dihasilkan dari awal
pembusukan dan akan membuat warna hitam kecklatan kabibat dihasilkannya PbS.

2.1.3 Pengujian Cooking Loss


Pengujian cooking loss memiliki prinsip kerja bahwa selama pemanasan, protein daging akan
terdenaturasi sehingga susunan selulernya akan rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi daya
ikat air dalam daging. Air dari daging akan keluar selama pemanasan. Cooking loss dilakukan
dengan prosedur kerja sebagai berikut: daging dipotong dan ditimbang (a gram) menjadi
dengan ukuran berat ± 100 gram lalu dimasukan dalam plastic dengan termometer yang
ditusukan dalam daging, kemudian dimasukkan air panas pada suhu 75 °C selama 50 menit.
Kemudian angkat dan didinginkan dengan mengalirkan air kran pada kantung plastic selama
40 menit, dan dilakukan penimbangan kembali untuk memperoleh berat daging setelah
dimasak (b gram) (Rusdimansyah & Khasrad, 2012). Persentase pada pengujian cooking loss
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

a gram
Cooking loss= x 100 %
b gram

2.2 Jenis Pemeriksaan Susu


Pemeriksaan terhadap susu yang dilakukan antara lain:
1. Uji Alkohol
Prinsip : Uji alkohol digunakan untuk mengetahui derajat keasaman susu. Kestabilan sifat
koloid susu tergantung pada selubung air (micelle casein phosphate), yang menyelubungi
butiran-butiran protein terutama kasein (80% dari protein susu). Pada susu asam, adanya
titik isoelektris akan mempengaruhi kestabilan dari selubung air, sehingga garam-garam Ca
dan Mg akan mudah melepaskan diri dari ikatannya secara pelan dan masuk kedalam
larutan. Alkohol yang tinggi yang ditambahkan kedalam susu menyebabkan susu pecah,
karena alkohol memiliki daya dehidrasi sehingga selubung air akan didehidrasi dan protein
susu akan dikoagulasikan.
Cara Kerja: Satu bagian sampel susu ditambahkan alkohol 70% sama banyak, kemudian
dikocok. Sampel susu yang diuji akan pecah pada keasaman susu >9°SH. Bagian sampel
susu ditambahkan 2 bagian alkohol 70% kemudian dikocok dengan kuat. Sampel susu yang
diuji akan pecah pada keasaman susu >8,0°SH.
Interpretasi :Hasil positif ditunjukkan dengan adanya gumpalan.
2. Uji Didih
Prinsip : Uji didih dilakukan untuk mengetahui dengan cepat derajat keasaman susu.
Kestabilan kasein susu berkurang jika susu menjadi asam, sehingga susu yang tidak baik
akan pecah atau menggumpal apabila dipanaskan sampai mendidih (pemanasan suhu
tinggi). Susu pecah pada uji didih juga dapat ditemukan pada susu asam, kolostrum atau
akibat perubahan
fisiologis pada sapi.
Cara Kerja : tabung reaksi diisi dengan 5 ml sampel susu kemudian dengan menggunakan
penjepit dipanaskan sampai mendidih.
Interprestasi : Hasil positif ditunjukkan dari adanya gumpalan atau butiran-butiran halus
pada dinding tabung.
3. Pemeriksaan Total Plate Count
Prinsip dari pengujian ini adalah Jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada
media agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh sebagai gambaran
populasi mikroba
yang terdapat dalam sampel tersebut. Metode pada pengujian ini adalah dengan membuat
sampel yang diencerkan menjadi 10-1, 10-2 , 10-3 , 10-4, 10-5, 10-6, dan 10-7 . Pengenceran
dilakukan dengan mempersiapkan 5 tabung reaksi berisi 9 ml buffer peptone water (BPW)
0,1% steril. 1 mL susu dimasukkan ke tabung pertama, sehingga didapatkan pengenceran
10-1. Selanjutnya, 1 mL susu dari tabung pengenceran 10-1 ditambahkan ke tabung kedua,
sehingga diperoleh pengenceran 10-2 . Begitu seterusnya sampai didapatkan pengenceran 10-
7
. Sampel dengan pengenceran 10-5, 10-6, dan 10-7 selanjutnya masing-masing diambil 1 ml
dan dimasukkan ke cawan petri. Kemudian, 18-20 ml PCA cair (suhu 45-50 °C)
ditambahkan ke dalam cawan petri. Cawan diputar membentuk angka delapan agar larutan
contoh dan media PCA tercampur seluruhnya kemudian didiamkan sampai menjadi padat.
Cawan petri diletakkan pada posisi terbalik dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam
(Septiani & Drastini, 2014). Jumlah mikroba dapat dihitung dengan mengalikan jumlah
koloni yang tumbuh pada media agar dengan pengencerannya. Jika dilakukan duplo maka
jumlah koloni dari cawan dibagi 2. Contoh : koloni mikroba yang diperoleh 60 dan 64 dari
pengenceran 1/10-5 secara duplo, maka jumlah koloni/ml = (60+64)/2 x 1 X 10 5= 62 x 105
cfu/ml.
4. Identifikasi bakteri Escherichia coli
Uji ini bertujuan untuk membedakan bakteri Escherichia coli dengan bakteri lain dengan
menggunakan media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Metode identifikasinya adalah
dengan membiakan masing-masing biakan positif pada uji konfirmasi bakteri coliform,
diambil satu ose dan diinokulasikan pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam (Habullah, 2015). Koloni warna hijau dengan
kilap logam dan bintik biru kehijauan dari media EMBA yang menandakan keberadaan
bakteri Escherichia coli.

2.3 Jenis Pemeriksaan Telur


Pada pemeriksaan telur, untuk melakukan pengamanan pangan asal hewan uji yang dilakukan
adalah
1. Pemeriksaan Kualitas Telur sebelum dibuka
2. Pemeriksaan Kualitas Telur setelah dibuka

2.3.1 Pemeriksaan Telur Sebelum dibuka


1. Pemeriksaan Kualitas Telur Utuh
Prinsip : Pemeriksaan kerabang telur dapat dilihat secara organoleptik, yaitu dengan
mengamati keutuhan telur, bentuk, warna, kehalusan, dan kebersihan cangkang telur. Selain
itu, berat telur juga diukur.
Cara Kerja : Kerabang telur dilihat dan diraba mulai dari ujung tumpul sampai lancip untuk
mengamati keutuhan, bentuk, warna, kehalusan dan kebersihan. Kemudian timbang berat
telur. Hasil pengamatan dicatat
2. Pengukuran Kantung Hawa
Prisip pada pengukuran kantung hawa pada telur ialah semakin besar dan lebar kantung
hawa pada telur menandakan semakin tuanya telur tersebut. Metode dilakukan dengan
mengarahkan teur ke sinar candler, diputar-putar dan dilihat kantung hawanya, kemudian
dengan pengukur dihitung diameter dan tiinggi kantung hawa. Penentuan mututelur
dilakukan dengan mengukur tingggi kantung hawa seperti dinyatakan pada mutu I, mutu II,
dan mutu III. Mutu telur berdasarkan kantung hawa yang ditetapkan oleh SNI adalah
sebagai berikut :

Kondisi kantung udara Tingkatan Mutu


(dilihat dengan
Mutu I Mutu II Mutu III
peneropongan)
Kedalam Kantung
1. <0,5 cm 0,5 – 0,9 cm >0,9 cm
udara
Bebas bergerak dan
Bebas
2. Kebebasan Bergerak Tetap ditempat dapat terbentuk
bergerak
gelembung udara

2.3.2 Pemeriksaan Kualitas Telur setelah Dibuka


1. Indeks Kuning Telur
Prinsip : Semakin tua telur, maka semakin besar kuning telur dan semakin kecil indeks
kuning telur. Telur segar atau baru memiliki indeks kuning telur 0,33-0,52 dengan rata-rata
0,42.
Cara Kerja : Pisahkan kuning telur dari putihnya, kemudian ukur tinggi dan diameter kuning
telur. Hitung indeks kuning telur dengan menggunakan rumus:

a
Indeks Kuning Telur =
b

Keterangan : a = Tinggi kuning telur (mm)


b= Diameter Kuning Telur (mm)

2. Indeks Putih Telur


Prinsip dari pengukuran indeks putih telur bahwa semakin tua umur telur, maka akan
semakin lebar diameter putih telur, sehingga semakin kecil indeks putih telur. Telur segar
atau baru memiliki indeks putih telur 0,050-0,175. Langkah-langkah untuk mengukur
indeks putih telur pertama dengan mengukur tinggi putih telur pada bagian albumen kental
(thick albumen) yang sebelumnya yolk telah dipisahkan dari putih telur dengan jangka
sorong. Kemudian pajang dan lebar dari putih telur juga dihitung dengan menggunakan
jangka sorong. Hasil pengamatan Indeks Putih Telur dicatat pada tabel hasil pemeriksaan
(Swacita & Cipta, 2011). Rumus Indeks Putih Telur seperti yang digunakan adalah :

T
Indeks Putih Telur=
1
( L1+ L 2)
2

Keterangan : T= Tinggi putih telur


L1 = Panjang putih telur
L2 = Lebar putih telur
3. Pemeriksaan Haugh Unit (HU)
Prinsip : Haugh Unit (HU) merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran
isi telur, terutama bagian putih telur. Suatu unit untuk melihat kesegaran telur didasarkan
pada pengukuran tinggi putih telur kental dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU, maka
menunjukkan bahwa kualitas telur itu semakin baik.
Cara Kerja: Telur ditimbang beratnya dan dicatat. Telur dipecah diatas cawan petri. Ukur
tebal atau tinggi putih telur dengan menggunakan mikrometer. Pengukuran dibatas putih
telur dan kuning telur. HU dihitung dengan menggunakan rumus :

HU : 100 log ( H + 7,57 - 1,7 W 0,37)

Keterangan :
HU = Haugh Unit
H = Tinggi Putih Telur (mm)
W = Berat Telur (gram)

2.4 Jenis Pemeriksaan Nuget Ayam


1. Pengujian Most Probable Number (MPN) Coliform
Pengujian MPN merupakan metode yang terdiri dari uji presumtif (penduga) dan uji
konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cari di dalam tabung reaksi daan
dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat
dengan timbulnya gas di dalam tabung durham. Cara uji pada metode ini menggunakan seri
3 tabung. Uji pendugaan dilakukan dengan membuat larutan nugget dengan pengenceran 10-
1
, 10-2, dan 10-3 dengan melarutkannya di dalam larutan BPW 0,1%. pipet masing-masing
pengenceran sebanyak 1 mL lalu masukan ke dalam 3 seri tabung durham yang berisi LSTB
(lauryl sulphate tryptose broth). Kemudian diinkubasi dengan temperature 35 °C selama 24-
48 jam. Apabila gas terbentuk maka dinyatakan positif. Selanjutnya adalah uji konfirmasi,
uji ini harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif. Biakan uji pendugaan
dengan jarum inokulasi dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung ECB yang berada dalam
tabung durham. Kemudian diinkubasi pada suhu 45,5 °C selama 24 jam, jika hasil negatif
maka dinkubasikan kembali selama 48 jam. Hasil positif dapabila dalam tabung Durham
terbentuk gas. Banyaknya koliform yang terdapat dalam contoh uji diinterprestasikan
dengan mencocokan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif,
berdasarkan tabel nilai MPN. Kombinasi yang diambil, dimulai dari pengenceran tertinggi
yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan pada pengenceran berikutnnya
terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang diambil terdiri dari tiga pengenceran.
2. Uji EMBA
Uji ini bertujuan untuk membedakan bakteri E. coli dan E. aerogenes dengan menggunakan
media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Metode identifikasinya adalah dengan
membiakan masing-masing biakan positif pada uji konfirmasi bakteri coliform, diambil satu
ose dan diinokulasikan pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), dan diinkubasi
pada suhu 37°C selama 24 jam (Habullah, 2015). Koloni warna hijau metalik pada media
EMBA menandakan keberadaan bakteri E. coli dan koloni berwarna merah muda dan
transparan diduga adalah bakteri E. aerogenes (Saridewi, 2017).

Anda mungkin juga menyukai