Anda di halaman 1dari 127

PATOFISIOLOGI

RESPIRASI
Anatomi sistem respirasi
Anatomi trakeobronkial dan paru
Bronkiolus dan alveoli
Alveolus dan
membran
respirasi
Fungsi sistem respirasi

 Respiratorik : memperoleh O2 untuk digunakan sel tubuh dan


mengeluarkan CO2 yang diproduksi sel

 Non respiratorik :
a. Rute pengeluaran air dan panas
b. Meningkatkan aliran balik vena
c. Mempertahankan keseimbangan asam basa
d. Berbicara dan vokalisasi lainnya
e. Sistem pertahanan terhadap benda asing
f. Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau
menginaktifkan berbagai bahan yang melewati sirkulasi paru
g. Organ pembau (hidung)
Fisiologi sistem respirasi

 Ventilasi paru: inspirasi, ekspirasi


 Difusi gas: O2, CO2

 Transportasi gas

 Pengaturan sistem pernapasan


Gejala dan tanda penting pada penyakit
pernapasan
 Batuk
 Sputum
 Hemoptisis
 Dispnea
 Nyeri dada
 Jari tabuh dan osteoartropati hipertrofik
 Tanda pertukaran gas yang tidak adekuat:
 Sianosis
 Hipoksemia dan hipoksia
 Hiperkapnia dan hipokapnia
Batuk

 Batuk  reflek protektif yang disebabkan iritasi


pada cabang trakeobronkial akibat rangsangan
mekanik, kimia, atau peradangan
 Mekanisme fisiologis:
 membersihkan sekresi berlebih
 melindungi saluran pernapasan dari makanan atau
benda asing yang masuk saluran pernapasan
 Gejala penyakit pernapasan yang paling sering
 Setiap batuk menetap >3 minggu cari penyebab
 Batuk biasanya ditandai dengan sputum yang
produktif atau tidak produktif
Sputum
 Sputum  mukus yang keluar saat batuk dari saluran
pernapasan atas
 Normal: mukus dihasilkan saluran napas sekitar
100ml/hari.
 Mukus diangkut menuju faring dengan gerakan
pembersihan normal dari silia yang melapisi saluran
pernapasan.
 Jika terbentuk mukus berlebihan (karena gangguan fisik,
kimia atau infeksi pada membran mukosa), proses normal
pembersihan mungkin tidak efektif mukus tertimbun
membran mukosa terangsang batuksputum
 Evaluasi sputum: sumber sputum, warna, volume,
konsistensi
Hemoptisis

 Hemoptisis batuk berdarah atau sputum


dengan darah yang berasal dari saluran
pernapasan.
 Hemoptisis ≠ hematemesis (muntah
darah/darah yang berasal dari saluran
pencernaan atas, bewarna gelap seperti
warna kopi)
 Hemoptisis berulang: bronkitis akut/kronik,
pneumonia, karsinoma bronkogenik, fibrosis
kistik, tuberkulosis, bronkiektasi, emboli paru
Dispnea

 Dispnea perasaan sulit bernapas secara


subjektif
 Tanda obyektif sesak napas penggunaan otot-
otot pernapasan tambahan
(sternokleidomastoideus, skalenus, trapezius),
cuping hidung, takipnea, hiperventilasi
 Penyebab tersering: penyakit kardiovaskuler,
emboli paru, penyakit paru interstitial atau
alveolar, penyakit paru obstruktif, gangguan
dinding dada atau otot-otot pernapasan,
kecemasan
Dispnea…
Skala dispnea:
Tingkat Derajat Kriteria
Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas
0 Normal
berat
Terdapat kesulitan bernapas, napas pendek-pendek
1 Ringan ketika terburu-buru atau berjalan menuju puncak
landai
Berjalan lebih lambat daripada kebanyak orang
2 Sedang berusia sama karena sulit bernapas atau harus
berhenti berjalan untuk bernapas
Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas
3 Berat
atau setelah jalan beberapa menit
Terlalu sulit untuk bernapas bila meninggalkan rumah
Sangat
4 atau sulit bernapas ketika memakai atau membuka
berat
baju
Nyeri dada
 Nyeri dada  rasa nyeri, sakit atau tertekan pada dada
 Nyeri dada penyakit paru bermula pada dinding dada,
pleura parietal, saluran pernapasan yang lebar, struktur
mediastinum
pleura viseral dan parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri
 Nyeri dada penyakit paru sering disebabkan peradangan
pleura parietal (akibat pneumonia, emboli paru, tuberkulosis,
tumor ganas yang meluas ke permukaan pleura).
Pneumotoraks sering menyebabkan nyeri pleuritik akut
 Nyeri pleuritik  nyeri yang menusuk, terlokalisir, diperberat
dengan inspirasi dalam dan batuk, berkurang dengan
menahan napas
 Nyeri pleuritik dibedakan dengan iskemia miokard,
perikarditis, keterlibatan saraf interkosta akibat herpes
zooster, kostokondritis
Jari tabuh(clubbing finger)

 Jari tabuh  perubahan bentuk normal falang


distal dan kuku tangan dan kaki serta ditandai
dengan:
 Kehilangan sudut kuku (normal 160°)
 Rasa halus berongga pada dasar kuku
 Ujung jari menjadi besar
 Mungkin berhubungan dengan penyakit paru
(tuberkulosis, abses paru, kanker paru),
penyakit kardiovaskuler (tetralogi fallot,
endokarditis infektif),penyakit hati kronik atau
saluran pencernaan
Sianosis

 Sianosis  berubahnya warna kulit menjadi


kebiruan (terutama di bawah kuku) dan
membran mukosa akibat meningkatnya
jumlah Hb tereduksi (deoksigenasi) dalam
kapiler.
 Sianosis sentral: oksigenasi Hb tidak cukup
karena PaO2 rendah
 Sianosis perifer: terjadi akibat darah berhenti
mengalir dan deoksigenasi di sirkulasi perifer
akibat vasokonstriksi perifer (lingkungan dingin,
obstruksi aliran darah, curah jantung rendah)
Hipoksia dan hipoksemia
 Hipoksia O2 yang tidak adekuat dalam tingkat
jaringan
 Hipoksemia PaO2 dibawah normal (<80-
100mmHg)
 Tanda dan gejala hipoksia dan hipoksemia
(tidak spesifik): takipnea, dispnea, sakit kepala,
bingung, takikardi, sianosis
Hipoksemia PaO2
Ringan 60-80 mmHg
Sedang 40-60 mmHg
Berat <40 mmHg
Hiperkapnia dan hipokapnia

 Hiperkapnia:
 Asidosis respiratorius, meningkatnya PaCO2 (>45 mmHg)
 Penyebab langsung: hipoventilasi alveolar ( kegagalan
eliminasi CO2)
 Keadaan yang berhubungan dengan hiperkapnia: COPD,
obat-obatan penekan pusat pernapasan,
kelemahan/paralisis otot pernapasan, trauma dada,
pembedahan abdomen yang menyebabkan napas dangkal
 Hipokapnia:
 Alkalosis respiratorius, menurunnya PaCO2< 35
mmHg
 Penyebab langsung: hiperventilasi alveolar (eliminasi
CO2 lebih cepat daripada produksinya)
Prosedur diagnostik pada penyakit
pernapasan
I. Metode morfologi:
a. Radiologi:
 Radiografi rutin (rontgen):
 Keadaan rangka torak dan bentuk mediastinum
 Ukuran, bentuk, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk
jantung, aorta, kelenjar limfe, dan pangkal cabang trakeobronkial
 Aerasi parenkim paru, lesi paru, kavitas, infiltrasi atau konsolidasi
(terlihat bewarna keputihan karena peningkatan densitas)
 Latar belakang hitam pada parenkim: aerasi normal
 CT scan: menunjukkan perbedaan densitas jaringan, memberikan
gambaran penampang paru (untuk menentukan stadium kanker paru)
 Ultrasound: membantu mendeteksi cairan pleura
 Angiografi pembuluh paru: menentukan lokasi emboli masif,
menentukan derajat infark paru, aneurisma
 Pemindaian paru: menggunakan radioisotop
Prosedur diagnostik pada penyakit
pernapasan…

b. Bronkoskopi: visualisasi langsung trakea


dan cabang-cabang utamanya
c. Biopsi
d. Pemeriksaan sputum: makroskopik,
mikroskopik/bakteriologik
Prosedur diagnostik pada penyakit
pernapasan…
B. Metode fisiologi (uji fungsi paru):
 Uji fungsi ventilasi: pengukuran volume
paru dalam keadaan statis dan dinamis
 Analisis gas darah: untuk mengetahui
kadar O2,CO2, dan keseimbangan asam
basa dalam tubuh
 Oksimetri denyut nadi: penilaian non
invasif oksigenasi, mengukur saturasi O2
Hb (SaO2)
Nilai normal gas darah arteri

Pengukuran gas darah Nilai normal


Tekanan CO2 PaCO2 35-45 mmHg
Tekanan O2 PaO2 80-100 mmHg
Persentase kejenuhan SaO2 97
O2
Konsentrasi ion hidrogen pH 7.35-7,45
Bikarbonat HCO3- 22-26 mmEq/L
Gangguan pada sistem respirasi

 Infeksi:
 Infeksi saluran napas atas: common cold,
influenza
 Infeksi saluran napas bawah: pneumonia,
tuberkulosis
 Gangguan obstruksi: asma bronkial, bronkitis,
emfisema
 Gangguan restriksi: pneumothorak, atelektasis,
bronkiektasi, fibrosis kistik, ARDS (acute
respiratory distress syndrome), respiratory
distress syndrome of the newborn, penyakit paru
interstitial, gagal napas
Common cold

 Common cold  infeksi saluran pernapasan atas


(ISPA) non spesifik atau “flu biasa”
 Disebabkan oleh virus dan menyerang saluran
pernapasan atas (hidung).
 Virus penyebab: rhinovirus, parainfluenza virus,
respiratory syncytial virus, adenovirus, coronavirus
 Umumnya dialami oleh anak-anak hingga dewasa.
 Penyebaran penyakit:
 inhalasi aerosol yang mengandung partikel kecil
 deposisi droplet pada mukosa hidung atau konjungtiva
 kontak tangan dengan sekret yang mengandung virus yang
berasal dari penyandang atau dari lingkungan.
Common cold…: patogenesis

 Deposit virus di mukosa hidung-anterior atau di


mata dari mata, virus  ke hidung melalui duktus
lakrimalis  berpindah ke nasofaring posterior
akibat gerakan mukosilier  di daerah adenoid,
virus memasuki sel epitel (virus berikatan dengan
reseptor spesifik di epitel)  di dalam sel epitel,
virus bereplikasi dengan cepat.
 Infeksi virus pada mukosa hidung  vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler  timbul
gejala klinis hidung tersumbat dan sekret hidung
(gejala utama rinitis)
 Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan
sekresi kelenjar mukosa dan bersin
Common cold…: manifestasi klinik

 Rhinitis — peradangan mukosa hidung


 Sinusitis — peradangan mukosa sinus

 Pharyngitis— peradangan faring dan tenggorokan

 Sakit kepala

 Hidung berair dan tersumbat

Common cold  self limited disease


Influenza

 Infeksi virus yang dapat menyerang saluran napas


bagian atas ataupun bawah
 Penyebab: virus influenza A,B,C
 Penularan:
 droplet pernapasan orang yang terinfeksi (saat bersin
atau batuk)
 menyentuh benda yang terkontaminasi sekret
pernapasan
 menyentuh membran mukus orang yang terinfeksi

 Masa inkubasi antara 1-4 hari dengan rata-rata 2 hari.


Influenza…:patogenesis

 Infeksi influenza  radang pada epitel respirasi 


kerusakan jaringan akut dan hilangnya sel bersilia yang
melindungi saluran napas dari organisme  influenza
dapat memicu terjadinya ko-infeksi saluran napas oleh
bakteri.
 Virus influenza juga dapat menginfeksi paru 
pneumonia virus
Influenza…: gejala

 sakit kepala
 demam, menggigil
 nyeri otot
 sekret hidung
 batuk kering
 sakit tenggorokan
Influenza…: tatalaksana

 Istirahat/tidur yang cukup dan tak banyak beraktivitas


serta tetap berada di rumah untuk mencegah
penyebaran
 Minum air yang banyak
 Antivirus
 Vaksinasi

! Self limiting disease


Influenza…: farmakoterapi
Infeksi saluran napas bawah

 Sejumlah mekanisme sangat efektif


melindungi saluran napas sehingga partikel
dan organisme infeksius tidak dapat
mencapai paru
 Faktor-faktor yang menyebabkan organisme
dapat mencapai saluran napas bawah:
 Organisme sangat virulen
 Jumlah organisme sangat banyak

 Sistem imun host lemah


Pertahanan sistem saluran napas
Pneumonia

 Pneumonia radang pada struktur paru bagian bawah


(alveoli atau ruang interstitial)
 Peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme
(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain - lain)  pneumonitis.
 Penyebab:
 bakteri (Streptokokkus pneumoniae , Stafilokokus aureus, Stafilokokus
piogenes, Klebsiella pneumonia (Friedlander bacillus) , Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa)
 virus (Influenza, Para influenza, RSV (respiratory syncytial virus),
Adenovirus),
 jamur (Actinomyces israeli , Aspergillus fumigatus , Histoplasma
capsulatum)
 parasit (Pneumocystis carinii (sering pada penderita AIDS) , Toxoplasma
gondii)
Pneumonia…
 Faktor risiko:
 Umur > 65 tahun
 Tinggal di rumah perawatan tertentu (panti jompo)
 Alkoholismus : meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu
refleks batuk, mengganggu transport mukosiliar dan gangguan
terhadap pertahanan sistem seluler
 Malnutrisi : menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap
fungsi makrofag
 Kebiasaan merokok mengganggu transport mukosiliar dan sistem
pertahanan selular dan humoral.
 Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan
kesadaran, penderita yang sedang diintubasi
 Adanya penyakit – penyakit penyerta : PPOK, kardiovaskuler, DM,
gangguan neurologis.
 Infeksi saluran nafas bagian atas : + 1/3 – 1/ 2 pneumonia didahului
oleh infeksi saluran nafas bagian atas / infeksi virus
Pneumonia…: klasifikasi

A. Pneumonia tipikal :
 Penyebab biasanya bakteri
 bakteri Gram positif.
 bakteri ekstraseluler: S. pneumonia, S. piogenes dan
H. influenza.
 Mikroorganisme berreplikasi di alveoli
 Manifestasi klinik:
 Inflamasi dan akumulasi cairan di alveoli
 Infiltrasi leukosit dan eksudasi (pada rontgen thorak)
 Demam tinggi, nyeri dada, menggigil, malaise
 Sputum purulen
 Hipoksemia
Pneumonia…: klasifikasi

B. Pneumonia atipikal
 Disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak
dapat diidentifikasi dengan teknik diagnostik
standar pneumonia umumnya (pengecatan gram,
biakan darah, pemeriksaan sputum) dan tidak
menunjukkan respon terhadap antibiotik
golongan b-laktam.
 Mikroorganisme patogen penyebab pneumonia
atipikal : Mycoplasma pneumoniae (M.
pneumoniae), Chlamydia pneumoniae (C.
pneumoniae) dan Legionella pneumophila (L.
pneumophila)
 Mikroorganisme bereplikasi di sekitar alveoli
Perbedaan gambaran klinik pneumonia tipikal dan atipikal
Tanda dan gejala P. atipikal P. tipikal
Onset gradual akut
Suhu kurang tinggi tinggi, menggigil
Batuk non produktif produktif
Dahak mukoid purulen
Gejala lain nyeri kepala, mialgia, jarang
sakit tenggorokan, suara
parau, nyeri telinga
Gejala di luar paru sering lebih jarang
Pewarnaan Gram flora normal atau kokus Gam (+) atau (-)
spesifik
Radiologis ‘patchy’ atau normal konsolidasi lobar
Laboratorium leukosit normal, kadang leukosit lebih tinggi
rendah
Gangguan fungsi hati sering jarang
Pneumonia…: tatalaksana

 Antibiotik (jika penyebabnya bakteri)


 Pemberian oksigen jika terdapat hipoksemia
 Vaksin
Tuberkulosis

 Tuberkulosis adalah penyakit menular


langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis).
 Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
 Cara penularan:
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei)
Tuberkulosis…: patogenesis
 Paru  port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
 Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup  mencapai
alveolus  segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik  makrofag alveolus menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman
TB.
 Jika makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB 
kuman akan bereplikasi dalam makrofag  membentuk
koloni di tempat tersebut (lokasi pertama koloni kuman TB
di jaringan paru disebut fokus primer GOHN)  dari fokus
primer  kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional  terjadi inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Tuberkulosis…: patogenesis

 Pada penyebaran limfogen, kuman


menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer.
 Pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
 penyebaran hematogen menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik
Tuberkulosis…: gejala

 Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi


gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat
 Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup
sulit untuk menegakkan diagnosis secara
klinik.
Tuberkulosis…: gejala sistemik/umum

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu


(dapat disertai dengan darah)
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung

lama, biasanya dirasakan malam hari disertai


keringat malam. Kadang-kadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah


Tuberkulosis…: gejala khusus

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena


 Jika terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Jika mengenai tulang, timbul gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
sebagai meningitis, gejalanya : demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Testing for tuberculosis
Tuberkulosis…: farmakoterapi
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
1. Jenis obat utama (lini 1): rifampisin, INH, pirazinamid,
streptomisin, etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination)
 Empat OAT dalam satu tablet: rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
 Tiga OAT dalam satu tablet: rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH
Asma

 Asma  gangguan inflamasi kronik saluran


napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya.
 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk terutama
malam dan atau dini hari.
 Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian
asma
Asma

 Etiologi asma ??
 Predisposisi genetik untuk perkembangan
asma
 Pencetus serangan asma: alergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons
inflamasi akut (yang terdiri atas reaksi asma
tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti
reaksi asma tipe lambat)
Asma…: reaksi asma tipe cepat

 Alergen terikat pada IgE yang menempel


pada sel mast  terjadi degranulasi sel
mast mengeluarkan preformed mediator
(seperti histamin, protease) dan newly
generated mediator (seperti leukotrin,
prostaglandin dan PAF)  menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mukus dan vasodilatasi.
Asma…: reaksi asma fase lambat

 Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah


provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T
CD4+, neutrofil dan makrofag.
Asma…: gejala dan tanda

 Batuk, wheezing
 Kesulitan bernapas
 Napas cepat dan dangkal
 Frekuensi napas meningkat
 Produksi mukus >>>
 Barrel chest (akibat udara terperangkap di
paru)
 Ansietas
Asma…: tatalaksana
 Menghindari trigger dan alergen, ventilasi udara yang
baik
 Bronkodilator (contoh: albuterol, terbutaline)
 Aktivator reseptor β adrenergik kerja singkat
 Dapat diberikan dalam bentuk solusi nebulizer atau subkutan.
 Obat ini menghambat bronkokonstriksi tetapi tidak mencegah
respon inflamasi
 Obat golongan xanthine (contoh: theophylline)
 Menyebabkan bronkodilatasi tetapi juga dapat menginhibisi
fase lambat asma.
 Biasanya diberikan oral sebagai obat lini kedua yang
dikombinasikan dengan terapi asma lainnya seperti steroid
Asma…: tatalaksana
 Obat anti inflamasi (kortikosteroid) — oral atau inhalasi
untuk menghambat respon inflamasi asma
Efek samping penggunaan kortikosteroid oral jangka
panjang: imunosupresi, peningkatan risiko infeksi,
osteoporosis, dan efek pada hormon lain seperti
glukokortikoid
 Na-kromolin: anti inflamasi yang menghambat fase awal
dan fase lambat asma.
 mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan melibatkan
fungsi sel mast atau respon terhadap alergen
 Modifikasi leukotriene (contoh: Zafirlukast) — kelas baru
yang menghambat sintesis mediator inflamasi, leukotrin
Bronkitis
 Bronkitis  radang pada bronkus dengan manifestasi utama
berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun
kronis.
 Proses ini dapat disebabkan perluasan dari proses penyakit
yang terjadi dari saluran napas maupun bawah.
 Bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-
rata 10-14 hari, bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6
minggu.
 Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut
hampir sama, keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih
berat dan lebih lama.
 pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan
kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan.
 secara klinis, bronkitis kronis ditandai dengan batuk
berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut-turut
Bronkitis…:etiologi

Secara umum penyebab bronkitis:


 Faktor lingkungan meliputi polusi udara,
merokok dan infeksi.
 infeksi: bakteri (Staphylococcus, Pertusis,
Tuberculosis, mikoplasma), virus (RSV,
Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan fungi
(monilia).
 Faktor polusi udara: polusi asap rokok atau
uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis.
 Faktor penderita: usia, jenis kelamin, kondisi
alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada
Bronkitis…: patofisiologi

 Mekanisme patofisiologik bronkitis kronis


sangat kompleks  stimulasi toksik pada
saluran pernapasan  inflamasi saluran
pernapasan, hipersekresi mukus, disfungsi
silia dan stimulasi refleks vagal.
Bronkitis…: gejala

 Gejala umum bronkitis akut dan bronkitis


kronis:
 Batuk, kadang menjadi batuk mengi

 Sputum yang bening, putih atau hijau-


kekuningan
 Merasa lelah dan lesu

 Demam ringan

 Merasa tidak nyaman pada bagian dada


Bronkitis…: tatalaksana

Treatment of chronic bronchitis:


 Cessation of smoking or exposure to irritants

 Bronchodilators to open airway passages

 Expectorants to loosen mucus

 Anti-inflammatories to relieve airway


inflammation and reduce mucus secretion
 Prophylactic antibiotics for respiratory
infections
 Oxygen therapy
Emfisema

 Emfisema perubahan anatomis paru yang


ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminal, yang disertai kerusakan
dinding alveolus atau perubahan anatomis
parenkim paru yang ditandai pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolaris dan
destruksi dinding alveolar.
Emfisema…: etiologi

 Rokok
 Faktor genetik
 Hipotesis elastase-anti elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim
proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak
terjadi kerusakan jaringan. Perubahan
keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru
rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema.
 Infeksi
 Polusi
Emfisema…: patofisiologi
 Penyempitan saluran nafas pada emfisema akibat
elastisitas paru yang berkurang karena defisiensi alfa
1-anti tripsin (protein yang menetralkan enzim proteolitik
yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak
jaringan paru)  AAT dapat melindungi paru dari
kerusakan jaringan oleh enzim proteolitik. Di dalam paru
terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik
elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.
 Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal,
tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang
sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup.
 pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat
dan lebih banyak yang tertutup ventilasi dan perfusi tidak
seimbang  hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema…: klasifikasi

 CLE (emfisema sentrilobular)


 Hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius.
 Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang.
 Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan
 Seringkali lebih berat, menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung
menyebar tidak merata.
 PLE (emfisema panlobular)
 Bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak
distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata.
 Ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, tetapi
dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis
kronik.
Emfisema…: gejala dan tanda

 Pada awal penyakit emfisema tidak memberi


gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu
berfungsi.
 Pada penyakit selanjutnya:
 Pada awalnya ditandai oleh sesak napas
 Batuk, wheezing,
 Berat badan menurun.
 Tanda klasik emfisema dada seperti tong (barrel
chested) sesak napas disertai ekspirasi memanjang
karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak
dan kapasitas difusi gas rendah.
Emfisema…: tatalaksana
 Pencegahan emfisema:
 Berhenti merokok
 Menghindari lingkungan polusi
 Vaksin
 Terapi farmakologi:
 Bronkodilator : golongan teofilin, golongan agonis B2
 Kortikosteroid
 Mengurangi sekresi mukus
Ø Minum cukup  mukus lebih encer
Ø Ekspektoran  gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan
amonium klorida.
Ø Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan
viskositas dan mengencerkan sputum
Ø Mukolitik asetilsistein atau bromheksin.
Pneumothorax

 Pneumothorax penimbunan udara pada rongga


pleura.
 Tekanan dari udara yang menumpuk tersebut dapat
memicu pengempisan paru-paru hingga kolaps.
Pneumothorax terbagi atas:
 pneumothorax primer  terjadi pada orang yang
sehat
 pneumothorax sekunder pneumothorax yang
dialami akibat komplikasi dari penyakit paru-paru
tertentu
Pneumothorax…: etiologi

 Kerusakan paru-paru akibat penyakit


tertentu, seperti penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), pneumonia, serta tuberkulosis.
 Cedera dada yang melukai paru-paru luka
tembak atau tulang rusuk yang patah.
 Sobeknya kantong udara kecil yang terletak
di permukaan paru-paru.
 Penggunaan alat bantu pernapasan
contohnya ventilator.
 Merokok
 Pernah mengalami pneumothorax.
Pneumothorax…: gejala

 Peningkatan tekanan dalam pleura akan


menghalangi paru-paru untuk
menggelembung saat menarik napas  sakit
dada dan napas tersengal-sengal takipnea,
dispnea
 Nyeri dada
 Penekanan pembuluh darah di rongga thorak
dan jantung (terutama pada tension
pneumothorax)
Pneumothorax…: tatalaksana
 Tujuan utama tatalaksana  mengurangi tekanan pada
paru-paru serta mencegah pneumothorax kambuh.
 Untuk pnemothorax yang ringan (hanya sebagian kecil
paru-paru yang kolaps dan tanpa gangguan pernapasan
yang berat)  pemberian oksigen melalui masker jika
pasien mengalami kesulitan bernapas.
 Kolaps paru-paru yang lebih luas membutuhkan
penanganan untuk mengeluarkan udara yang tertimbun.
Cara ini dilakukan dengan menggunakan jarum untuk
membantu memasukkan selang ke rongga dada agar
tekanan berkurang dan bentuk paru-paru kembali seperti
semula.
 Jika penanganan lainnya tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan atau terjadi kekambuhan operasi.
Atelektasis

 Atelektasis paru atau sebagian paru


mengalami hambatan berkembang secara
sempurna sehingga aerasi paru berkurang
atau sama sekali tidak terisi udara.
 Atelektasis  penyakit restriktif akut yang
umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru
atau unit fungsional paru
Atelektasis…: klasifikasi

1. Absorption atelectasis
 Results when the bronchial passages are
blocked with mucus, tumors or edema
 May occur with conditions such as chronic
bronchitis or cystic fibrosis in which there is the
accumulation of excess mucus in the
respiratory passages
2. Compression atelectasis
Occurs when lung tissue is compressed
externally by air, blood, fluids or a tumor
Atelektasis…: etiologi
Etiologi intrinsik :
 Penyumbatan bronkus
 dari dalam tumor bronkus, benda asing, sekresi cairan yang massif
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
 Peradangan intraluminar airway penumpukan mukus.

 Tekanan ekstra pulmonary pneumothorak, cairan pleura, peninggian


diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti
tumor mediastinum.
 Paralisis atau paresis gerakan pernapasan perkembangan paru yang tidak
sempurna (poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya). Gerak napas yang
terganggu  mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret bronkus
penyumbatan bronkus memperberat atelektasis.
 Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak 
menghambat pengeluaran sekret bronkus memperberat atelektasis
Atelektasis…: etiologi

Etiologi ekstrinsik :
 Pneumothoraks

 Tumor

 Pembesaran kelenjar getah bening.

 Pembiusan (anestesia)/pembedahan

 Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan


posisi
 Pernafasan dangkal

 Penyakit paru-paru
Atelektasis…: patofisiologi
Atelektasis…: patofisiologi
Atelektasis…: patofisiologi
Atelektasis…: patofisiologi
Atelektasis…: patofisiologi
Atelektasis…: gejala

 Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan


hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
 Gejala:
 gangguan pernafasan

 nyeri dada

 batuk

 jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan


peningkatan denyut jantung, kadang-kadang
sampai terjadi syok (tekanan darah sangat
rendah).
Atelektasis…: tatalaksana
Tujuan terapi mengembangkan jaringan paru yang kolaps.
Tindakan yang biasa dilakukan:
 Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru
yang terkena kembali bisa mengembang
 Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun
prosedur lainnya
 Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
 Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
 Postural drainase
 Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
 Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
Bronkiektasi

 Bronkiektasis penyakit peradangan saluran


napas kronik dengan karakteristik dan gejala
klinis batuk kronik, peningkatan produksi
sputum dan infeksi bronkus, serta gambaran
radiologi abnormal dengan pelebaran atau
dilatasi bronkus yang permanen
Bronkiektasi…:etiologi

 Penyebab pasti bronkiektasis sulit ditentukan;


dengan pemeriksaan klinis yang menyeluruh,
pemeriksaan laboratorium dan patologik, 50-
80% kasus bronkiektasis masih idiopatik
Bronkiektasi…: faktor risiko

 Beberapa faktor risiko yang berhubungan


dengan penyakit bronkiektasis nonfibrosis
kistik: pasca-infeksiparu, COPD (chronic
obstructive pulmonary disease), disfungsi
imun, penyakit inflamasi/ reumatologi,
defisiensi alfa-1 antitripsin, klirens mukosilier,
malnutrisi atau gizi buruk, dan peningkatan
usia.
Bronkiektasi…: patofisiologi

 Bronchiectasis is a condition that results from


prolonged injury or inflammation of
respiratory airways and bronchioles.
 It is characterized by abnormal dilation of the
bronchus or bronchi.
 It is most frequently associated with chronic
respiratory disease, infections, cystic fibrosis,
tumor growth or exposure to respiratory
toxins.
Bronkiektasi…: gejala

 Batuk produktif kronis dengan sputum


mukopurulen yang banyak (umumnya 200 mL
dalam 24 jam).
 batuk kering tanpa dahak dapat juga
merupakan gejala bronkiektasis.
 Sesak napas
 Batuk darah/hemoptoe
 Gejala nonspesifik seperti mudah lelah dan
penurunan berat badan
 Nyeri dada pleuritik
Bronkiektasi…: tatalaksana

 Tujuan pengobatan bronkiektasis adalah


untuk mencegah eksaserbasi, mengurangi
keluhan, meningkatkan kualitas hidup pasien,
dan menghentikan perburukan penyakit.
 Tujuan tatalaksana adalah untuk menangani
penyebab yang terbukti mendasari.
Fibrosis kistik

 Cystic fibrosis atau fibrosis kistik adalah penyakit


genetika yang menyebabkan lendir-lendir di dalam
tubuh menjadi kental dan lengket, sehingga
menyumbat berbagai saluran, terutama saluran
pernapasan dan pencernaan.
 Dalam keadaan normal, lendir di dalam tubuh
bersifat cair, licin, dan berperan sebagai pelumas.
Sedangkan pada penderita fibrosis kistik, terdapat
kelainan pada gen yang menyebabkan lendir
menjadi lengket dan menghambat sejumlah saluran,
termasuk saluran yang terdapat pada paru-paru dan
pankreas  gangguan pernapasan dan pencernaan
bagi penderitanya sejak usia dini.
Fibrosis kistik…: etiologi

 Fibrosis kistik penyakit keturunan atau


kelainan yang didapat seseorang dari kedua
orang tuanya akibat adanya mutasi pada
gen.
 Kelainan genetik tersebut mengubah protein
yang mengatur keluar-masuknya garam pada
sel, sehingga membentuk lendir yang lengket
dalam berbagai saluran tubuh.
Fibrosis kistik…: gejala
 Gejala fibrosis kistik dapat berbeda-beda tergantung pada tingkat
keparahan penyakit tersebut. Gejala dapat muncul setelah
kelahiran atau baru muncul saat seseorang telah beranjak
dewasa.
 Penyumbatan saluran udara menimbulkan gejala:
 Batuk berkepanjangan
 Napas pendek.
 Diare.
 Muntah
 Sesak napas atau sulit bernapas
 Mengi (bengek).
 Saluran udara melebar akibat peradangan (bronkiektasis).
 Selain gejala-gejala di atas, infeksi paru-paru juga rentan
dialami oleh penderita fibrosis kistik karena lendir menjadi
tempat yang sesuai untuk perkembangbiakan bakteri.
Fibrosis kistik…: tatalaksana
 Hingga saat ini, fibrosis kistik tidak dapat disembuhkan.
Penanganan yang dilakukan hanya sebatas untuk meredakan
gejala, mencegah munculnya komplikasi dan infeksi, serta
membantu penderita menjalani aktivitas sehari-hari.
 Penanganan dapat berupa:
 Farmakoterapi:
 antibiotik untuk melawan infeksi di dalam paru-paru
 antiinflamasi
 Obat-obatan pengendali volume lendir dan pencair lendir
dalam paru-paru
 bronkodilator (misalnya albuterol dan salmeterol) atau
antikolinergik (misalnya ipratropium bromide).
 Terapi gen
 Tranplantasi paru
ARDS

 Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


inflamasi paru yang bersifat akut dan
difus, yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular paru, peningkatan
tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru
yang berisi udara, dengan hipoksemia dan
opasitas bilateral pada pencitraan, yang
dihubungkan dengan peningkatan shunting,
peningkatan dead space fisiologis, dan
berkurangnya compliance paru
ARDS…: faktor risiko
Faktor risiko langsung :
 Pneumonia aspirasi isi lambung
 Trauma inhalasi
 Vaskulitis paru
 Kontusio paru
 Tenggelam
Faktor risiko tidak langsung :
 Sepsis non-pulmonal
 Trauma mayor
 Pankreatitis
 Luka bakar berat
 Syok non-kardiogenik
 Overdosis obat
 Transfusi (transfusions associated acute lung injury/TRALI)
ARDS…: patofisiologi

 Inflamasi di alveoli dan endotel kapiler paru


karena produksi mediator proinflamasi lokal
atau yang terdistribusi melalui arteri pulmonal
 hilangnya integritas barier alveolar-kapiler
sehingga terjadi transudasi cairan edema
yang kaya protein.
 Kerusakan pada kedua sel alveolar (tipe 1
dan 2) menyebabkan penurunan produksi
surfaktan dan penurunan komplians.
ARDS…: gejala

 Manifestasi ARDS bervariasi tergantung


pada penyakit predisposisi, derajat injuri
paru, dan ada tidaknya disfungi organ lain
selain paru.
 Gejala:
 sesak napas, membutuhkan usaha lebih
untuk menarik napas, dan hipoksemia.
 multiple organ dysfunction syndrome
(MODS) dapat terjadi karena abnormalitas
biokimia sistemik.
ARDS…: tatalaksana

 Aspek esensial dalam tata laksana pasien


dengan ARDS: mengobati penyebab
presipitasi, menyediakan perawatan suportif
yang baik, dan mencegah komplikasi lanjut.
 Terapi oksigen
 Anti-inflamasi
 Diuretik untuk mengurangi edema
 Koreksi keseimbangan asam basa
Respiratory distress syndrome of the newborn

 Respiratory distress syndrome of the


newborn terjadi karena pematangan paru
yang belum sempurna akibat kekurangan
surfaktan.
 Tanpa surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada
akhir ekspirasi, sehingga menyebabkan
gagal nafas pada neonatus.
 Umumnya terjadi pada bayi prematur
Respiratory distress syndrome of the newborn…:
gejala
 dispnu, merintih (grunting), takipnu
(pernafasan lebih 60x/menit)
 retraksi dinding toraks dan sianosis.
 Gejala – gejala ini timbul dalam 24 jam
pertama sesudah lahir dengan derajat yang
berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom
gawat nafas sudah nyata pada usia 4 jam.
Respiratory distress syndrome of the newborn…:
tatalaksana
 Delay or prevention of premature delivery of infant if
possible.
 Treatment of premature newborn with synthetic
surfactant delivered directly into the lower
respiratory tract. Exogenous surfactant will need to
be supplied until the infant’s lungs have matured to
the point where they are producing their own
surfactant.
 Mechanical ventilation.
 Injection of cortisol in the mother prior to delivery
may significantly reduce the incidence of respiratory
distress syndrome in premature infants. Cortisol has
also been shown to stimulate activity of Type II cells.
Interstitial lung diseases

 Penyakit paru interstisial (ILDs: interstitial lung


diseases) kelainan paru dengan bermacam-
macam tanda inflamasi dan fibrosis dalam
interstisium paru dengan gambaran
histologis yang menonjol berupa kerusakan
dan/atau regenerasi pneumosit tipe II.
 Faktor risiko: merokok, paparan lingkungan
(sebagai contoh, debu logam, debu pertanian,
dan bulu binatang), mikroba (infeksi virus kronis
seperti Epstein-Barr Virus atau virus Hepatitis
C), gastroesophageal reflux, predisposisi
genetik, dan faktor polimorfisme gen
Possible Causes of Interstitial Lung Diseases
ILD…: patogenesis
 Jejas pada lapisan epitel alveolar inflamasi dengan
melibatkan berbagai sel-sel inflamasi dan sel efektor imun di
dalam parenkim paru alveolitis perubahan struktur alveolar
berupa penebalan dan fibrosis jaringan interstitial paru
penurunan fungsi paru (alveoli tidak dapat melakukan
pertukaran gas).
 Apabila jejas yang terjadi dapat dihindari atau dibatasi, maka
proses inflamasi tidak akan berlanjut kemudian terjadi proses
repair dan proses deposisi kolagen serta fibrosis tidak akan
terjadi
 Apabila jejas terus berlanjut maka proses inflamasi akan berjalan
terus sehingga terjadi proliferasi fibroblas, deposisi kolagen dan
penyumbatan kapiler interstitial. Akibat dari parut dan distorsi
jaringan paru yang ditimbulkannya, dapat terjadi gangguan
pertukaran gas dan fungsi ventilasi yang serius.
ILD…: gejala dan tatalaksana
Manifestations of interstitial lung disease:
 Dyspnea, tachypnea
 Cough
 Hypoxemia
 Clubbing of fingers due to chronic hypoxia
 Progressive deterioration of pulmonary function and
possible respiratory failure
Treatment of interstitial lung diseases:
 treatment options for these disorders are limited and mainly
focus on removal of the injurious substances.
 Anti-inflammatory drugs may be of use in limiting damage
from chronic inflammation.
 Oxygen therapy may be instituted in severe cases.
Gagal nafas

 Gagal nafas adalah kegagalan sistem


pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam jumlah yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan
 pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh tegangan
oksigen kurang dari 50 mmHg (hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia
Gagal nafas…: klasifikasi

 Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang


timbul pada pasien yang parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul.

 Gagal nafas kronik adalah terjadi pada


pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batubara).
Etiologi
1. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan
medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

2. Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus
ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks


Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran
dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi
jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal
nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar

5. Penyakit akut paru


Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan
materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas
Patofisiologi

 Pasien mengalami toleransi terhadap


hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk
secara bertahap. Setelah gagal nafas akut
biasanya paru-paru kembali ke asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami
kerusakan yang ireversibel.
 Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang
tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
 Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke,
tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
 Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opioid.
Pathway
Gagal nafas…: gejala

 Hypoxemia
 Hypercapnia
 Ventilation–perfusion mismatch
 Cyanosis, possible but not always present
 Central nervous system symptoms — slurred
speech, confusion, impaired motor function
 Altered blood pH
 Initial tachycardia and increased cardiac output
followed by bradycardia and decreased cardiac
output
Tanda dan Gejala

 Gagal nafas total


• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat
didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat
retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitan inflasi paru
 Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan seperti
snoring dan whizing.
• Ada retraksi dada

 Hiperkapni atau hipoksemia


• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran
(PCO2)
• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah,
berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
Gagal nafas…: tatalaksana

 Bronchodilators
 Correction of blood pH
 Oxygen therapy
 Mechanical ventilation
 Penyakit paru interstisial (Interstitial Lung Disease (ILD)) atau
dikenal juga sebagai penyakit parenkim paru difus (Diffuse
Parenchymal Lung Disease (DPLD)) merupakan terminologi
yang digunakan untuk berbagai kelainan paru akibat faktor-faktor
yang sudah diketahui (penyakit kolagen-vaskular, lingkungan,
obat) maupun yang belum diketahui antara lain idiopathic
interstitial pneumonia, penyakit paru granulomatosa, dan
penyebab lainnya. Kelainan pada kelompok penyakit ini terutama
terjadi pada jaringan interstisium (mencakup ruang antara epitel
dan basal membran endotel), namun juga dapat mempengaruhi
rongga udara, saluran napas perifer, dan pembuluh darah pada
parenkim paru. Secara umum, ILD ditandai dengan empat
manifestasi, yaitu gejala pernapasan seperti sesak dan batuk,
kelainan spesifik pada gambaran radiologis, penurunan
kapasitas paru pada uji faal paru, dan gambaran mikroskopik
berupa inflamasi dan fibrosis

Anda mungkin juga menyukai