ASKEP Kejang Demam.
ASKEP Kejang Demam.
DAN
ASUHAN KEPERAWATAN (TEORY)
PADA ANAK YANG MENGALAMI KEJANG
OLEH
KELOMPOK VIII :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA
MANADO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya
mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5
Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun
begitu, walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat
mencemaskan, menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa
sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai
umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang
lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan
dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang
demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih
telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 1 0C
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak
akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit
tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang
biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak
akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi
atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada
jalan nafas.
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturunkan
melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin
pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan
hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai
1.Tujuan umum:
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik
yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.
Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang
dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong,
2008)
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
keturunan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
perkembangan
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
infeksi.
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
mq/dl)
c. Elektrolit : K, Na
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
a. Pengobatan
belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
d. Pengobatan profilaksis.
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
b. Pencegahan
Dapat digunakan :
BAB III
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
lain
b. Sirkulasi
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan Peka rangsangan: pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
f. Kenyamanan
g. Pernafasan
sekresi mulus
h. Keamanan
1. Riwayat terjatuh
2. Adanya alergi
i. InteraksiSosial
2. PemeriksaanFisik
a. Aktivitas
b. Integritas Ego
c. Eleminasi
2) Hyperplasia ginginal
2) Kejang umum
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal :sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
f. Kenyamanan
g. Keamanan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit infeksi d/d suhu tubuh pasien
meningkat.
2. Resiko perfusi Cerebral tidak efektif b/d Neoplasma Otak d/d perubahan suplay darah.
3. Resiko cedera b/d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh.
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh.
5. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi mengenai penanganan kejang pada
anak.
C. Rencana Keperawatan
panas
2. Resiko perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan
a. TD sistole dan
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
x/menit
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga
9. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
kepada keluarga.
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung
yang cukup
7. Anjurkan istirahat
menghindari infeksi serta
kesehatan
anak. b. Keluarga
mengerti cara
penanganan
kejang dengan
c. Keluarga
tanggap dan
dapat
melaksanakan
Hidayat, Azis Alimul. (engantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba
medika.
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.