Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN (TEORY)
PADA ANAK YANG MENGALAMI KEJANG

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Dosen Pengampuh : NS. Winarsi Molintao, S.Kep, M.Kes.

OLEH
KELOMPOK VIII :

NATASYA G. LANAWAANG (1814201270)


FITRIA GOSAL (1814201266)
SRI A. KOSASI (1814201088)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA
MANADO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus

keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak

satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya

mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.

Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5

Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun

begitu, walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat

mencemaskan, menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama

dibanding yang sebenarnya.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering

dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa

sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai

umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang

lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan

Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam

komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu

kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang

demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih

dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000)


Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang

telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 1 0C

pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan

kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila

kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak

akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit

tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang

biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak

akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi

atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada

jalan nafas.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan

segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk

menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.

Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi

keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan

penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara

terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh

secara bio-psiko-sosial-spiritual.

Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturunkan

melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin

pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan

hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai

dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.


B.Tujuan

1.Tujuan umum:

Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.

2. Tujuan khusus:

Untuk mengetahui;

a.       Definisi penyakit kejang demam pada anak.

b.      Etiologi penyakit kejang demam pada anak

c.       Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

d.      Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

e.       Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

f.       Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

g.      Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

h.      Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang

demam.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3

bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial

maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6

bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi

bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik

yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.

Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia

3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang

dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong,

2008)

B. Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu

lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion

natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron

terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di

luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran

dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan

potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra selular


b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau

keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkankenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan

orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat

mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat

terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh

sel maupun kemembran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan

terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)

biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung

yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya

aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.


D. Nursing Pathw
E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

b. Kejang umum tonik dan atau klonik

c. Umumnya berhenti sendiri

d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam

A. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang


7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas

perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

B. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang

pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan

terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi

atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG

tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan

laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil

seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi

pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur

kurang dari 18 bulan.


3. Darah

a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200

mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c. Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis

a. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam

yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang

belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis. Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,

walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis

atau bila kejang demam berlangsung lama. 

d. Pengobatan profilaksis.

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam

dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk

profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5

mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

b. Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri

diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital :5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri :2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis


Diazepam :(indikasi khusus)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG (DEMAM)

A. Pengkajian Keperawatan

1. Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

Keletihan, kelemahan umum, Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-

lain

b. Sirkulasi

Iktal :Hipertensi, peningkatan nadi sinosis

Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan

pernafasan

c. Intergritas Ego

Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau

penanganan Peka rangsangan: pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya

Perubahan dalam berhubungan.

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan

aktivitas kejang

e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat

trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeriotot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan

sekresi mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1. Riwayat terjatuh

2. Adanya alergi

i. InteraksiSosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

2. PemeriksaanFisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

Iktal :penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

Posiktal :otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia


d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

1) Faseprodomal :Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas

yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum

Tonik – klonik :kekakuan dan postur menjejak, peningkatan keadaan, pupil

dilatasi, inkontineusia urine.

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau

mental dan anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial

Jaksomia atau motorik fokal :sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit

tidak ada penurunan kesadaran gerakan sifat konvulsif.

f. Kenyamanan

 Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

 Perubahan pada tonus otot

 Tingkah laku distraksi atau gelisah 

g. Keamanan

 Trauma pada jaringan lunak

 Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit infeksi d/d suhu tubuh pasien
meningkat.
2. Resiko perfusi Cerebral tidak efektif b/d Neoplasma Otak d/d perubahan suplay darah.
3. Resiko cedera b/d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh.
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh.
5. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi mengenai penanganan kejang pada
anak.

C. Rencana Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering

berhubungan keperawatan selama mungkin

dengan proses 2x24 jam diharapkan 2. Monitor warna kulit

penyakit tidak terjadi hipertermi 3. Monitor tekanan darah, nadi

infeksi d/d atau peningkatan suhu dan RR

suhu tubuh tubuh dengan kriteria 4. Monitor penurunan tingkat

pasien hasil: kesadaran

meningkat. a. Suhu tubuh dalam 5. Tingkatkan sirkulasi udara

rentan normal (36,5- dengan membatasi pengunjung

37oC) 6. Berikan cairan dan elektrolit

b. Nadi dalam rentan sesuai kebutuhan

normal 80-120x/menit 7. Menganjurkan menggunakan

c. RR dalam rentan pakaian yang tipis dan

normal 18-24x/menit menyerap keringat

d. Tidak ada perubahan 8. Berikan edukasi pada keluarga

warna kulit dan tidak tentang kompres hangat


ada pusing. dilanjutkan dengan kompres

dingin saat anak demam

9. Kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian obat penurun

panas
2. Resiko perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan

Cerebral tidak keperawatan selama RR

efektif b/d 2x24 jam diharapkan 2. Catat adanya penginkatan TD

Neoplasma pasien tampak tidak 3. Monitor jumlah dan irama

Otak d/d lemah, tidak pucat, kulit jantung

perubahan tidak kebiruan dengan 4. Monitor tingkat kesadaran

suplay darah. kriteria hasil: 5. Monitor GCS

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit

d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456
3. Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang

b/d Kegagalan tindakan keperawatan aman untuk pasien

Mekanisme selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan


pertahanan diharapkan masalah tidak keamanan pasien

Tubuh. menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan

kriteria hasil: lingkungan yang

a. Tidak terjadi berbahaya

kejang 4. Memasang side rail tempat

b. Tidak terjadi tidur

cedra 5. Menyediakan tempat tidur

yang nyaman dan bersih

6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan

yang cukup

8. Menganjurkan keluarga

untuk menemani pasien

9. Mengontrol lingkungan

dari kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit

kepada keluarga.
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung

b/d ke 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien

tidakadekuat terkontrol, status imun secara benar setiap setelah

pertahanan adekuat digunakan pasien

tubuh KRITERIA HASIL : 3.  Cuci tangan sebelum dan

sekunder; a. Bebas dari tanda sesudah merawat pasien, dan

Imununnosupr dangejala infeksi. ajari cuci tangan yang benar

esi b. Keluarga tahu tanda- 4. Anjurkan pada keluarga

tanda infeksi. untuk selalu menjaga


c. Angka leukosit kebersihan klien

normal (9000– 5.  Tingkatkan masukkan gizi

12.000/mm3) yang cukup

6. Tingkatkan masukan cairan

yang cukup

7. Anjurkan istirahat

8. Ajari keluarga cara

menghindari infeksi serta

tentang tanda dan

gejala infeksi dan segera

untuk melaporkan  keperawat

kesehatan

9. Pastikan penanganan aseptic

semua daerah IV (intra vena)

10. Kolaborasi dalam pemberian

therapi antibiotik yang

sesuai, dan  anjurkan untuk

minum obat sesuai aturan.

5. Defisit Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang

Pengetahuan tindakan keperawatan kejadian kejang dan dampak

b/d Kurang selama 2x24 jam masalah, serta beritahukan

terpapar keluarga mengerti cara perawatan dan

informasi maksud dan tujuan pengobatan yang benar.

mengenai dilakukan tindakan 2. Informasikan juga tentang


penanganan perawatan selama

kejang pada kejang.kriteria hasil :

anak. b. Keluarga

mengerti cara

penanganan

kejang dengan

c. Keluarga

tanggap dan

dapat

melaksanakan

peawatan bahaya yang dapat terjadi

kejang. akibat pertolongan yang salah.

d.  Keluarga 3. Ajarkan kepada keluarga

mengerti untuk memantau

penyebab tanda perkembangan yang terjadi

yang dapat akibat kejang.

menimbulkan 4. Kaji kemampuan keluarga

kejang. terhadap penanganan kejang.


REFERENSI

Amid dan Hardhi, Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta


Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica Ester,
Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (engantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba
medika.

Judith M. Wilkinson, Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lpkejangdemam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-


Kejang-Demam

Hidayat, Azis Alimul. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba


medika.

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,  alih
bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai