Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Keberfungsian Sosial
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keberfungsian sosial pada penderita
bipolar disorder. Menurut WHO dalam jurnal kesehatan mental (2013 : 8-9) penyakit
gangguan bipolar merupakan gangguan suasana hati dan perasaan yang sangat ekstrim
dengan dua kutub depresi (perasaan sedih berlebihan) dan mania (perasaan bahagia
berlebihan) yang menganggu keberfungsian sosial individu dan merupakan pemicu
kuat upaya bunuh diri penderitanya. Gangguan bipolar termasuk golongan penyakit
otak yang bisa menyebabkan berbagai perubahan pada suasana hati, energi, aktivitas,
dan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas harian serta perasaan si penderita yang
mudah naik turun secara berlebihann jika dibandingkan dengan individu normal pada
umumnya.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) ,
istilah suasana hati dan mood tidak ditemukan sebagai gangguan. Gangguan
digolongkan ke dalam kelompok bipolar and related disorder yang menggambarkan
pada gejala yang tampak. DSM 5 menyatakan bahwa gangguan ini terlihat dalam
episode manik yang diikuti oleh episode hipomanik (Wiramihardja, 2015: 185).
Berdasarkan DSM 5, gangguan bipolar merupakan dua hal ekstrem yang saling
berlawanan di mana penderitanya memiliki perasaan depresi yang diikuti dengan
mania. Menurut DSM 5 [ CITATION APA16 \l 1057 ]gangguan bipolar dibagi menjadi
gangguan bipolar tipe I dan bipolar tipe II. Gangguan bipolar tipe I ditandai dengan
fase mania yang sangat berlebihan, terlalu ceria, memiliki kepercayan diri yang lebih
sedangkan gangguan bipolar tipe II ditandai dengan fase hipomania yang merupakan
fase mania yang tidak terlalu ekstrim. Bipolar disorder mengakibatkan penderitanya
mengalami kesulitan dalam keseharian seperti rusaknya hubungan interpersonal,
prestasi belajar menurun, atau kinerja yang buruk sampai perilaku bunuh diri.
Davision dkk (2010) menjelaskan bahwa depresi merupakan keadaan
emosional yang ditandai dengan kesedihan yang berlebihan. Rasa sedih yang
dilingkupi dengan perasaan tidak berarti dan merasa bersalah, kehilangan minat dalam
beraktivitas yang biasanya dilakukan dan menarik diri dari orang lain. Sedang manik
masih referensi yang sama, menjelaskan manik merupakan keadaan emosional yang
ditandai kegembiraan yang berlebihan, melakukan aktivitas berlebih, berbicara lebih

1
banyak dari biasanya, mudah tersinggung, serta perhatian dan pikiran penyintas
gangguan Bipolar yang mudah dialihkan.
Franky Febryanto (2014) menjelaskan bahwa Bipolar Disorder sendiri
merupakan penyakit mental yang dialami seseorang, di mana gangguan mental
tersebut sangat berpengaruh kuat dalam menurunkan keberfungsian sosial. Kemudian
pengaruhnya juga bisa meningkatkan risiko bunuh diri pada pengidap penyakit mental
tersebut. Kondisi yang dialami oleh penderita gangguan bipolar seperti yang
diungkapkan oleh seorang psikiate, Samosir (2015) bahwa bipolar disorder secara
sederhana dimaknai sebagai gangguan suasana perasaan yang ditandai dengan dua
kutub ekstrem emosi. Manusia memiliki dua buah kutub emosi yaitu bahagia dan
sedih di mana keduanya memiliki batasan. Penderita bipolar memiliki batas yang
berlebihan karena ketika mereka merasa sedih maka akan sangat berlebihan,
begitupun ketika senang atau pun gembira juga sangat berlebiha sehingga dapat
terlihat bahwa perbedaan emosinya sangat tinggi (Samosir, 2015). Dua kutub emosi
yang saling berlawanan tersebut memicu suasana hati yang tiba-tiba berganti tanpa
diketahui waktu kambuhnya.
Dalam artikel penelitian Ishartono, dkk [CITATION ish18 \n \t \l 1057 ]
menjelaskan bahwa perubahan suasana hati pada pengidap gangguan bipolar berupa
rasa sedih atau depresi yang berlebihan dapat terjadi ketika pengidap gangguan
Bipolar menjadi sangat gelisah, tekanan pikiran, pesimis maupun putus asa.
Sedangkan jika suasana hati pengidap Bipolar merasa gembira yang mengisi hatinya
dengan kadar berlebih ketika pengidapnya merasa bersemangat, antusias, hiperaktif
dan semacamnya. Emosi yang dimiliki pengidap Bipolar dengan kadar yang
berlebihan berbeda dengan orang-orang normalnya. Sehingga perubahan suasana hati
yang ekstrem merenggut keberfungsian sosial pengidap Bipolar karena perubahan hati
yang ekstrem tersebut yang memiliki perbedaan dengan orang normal.
Faktor yang menyebabkan penderita gangguan Bipolar mengalami kondisi
seperti itu berasal dari faktor biologis maupun faktor lingkungan sekitar yang ikut
mempengaruhi kondisi tersebut pada penderita Bipolar. Selain itu juga bisa berasal
pada faktor genetika yang justru memainkan peran yang sangat besar dibandingkan
depresi unipolar. Sehingga seorang anak sangat berisiko tinggi mengidap Bipolar jika
salah satu orang tuanya juga mengidap gangguan mental tersebut [ CITATION wid21 \l
1057 ]

2
Gangguan mental Bipolar bisa ditangani dengan serius menggunakan obat-
obatan, perawatan dan juga terapi. Terapi yang komprehensif yang dapat diterapkan
pada penderita gangguan bipolar agar dapat kembali pada fungsinya semula, yaitu
seperti farmakoterapi dan intervensi psikososial [ CITATION Ami12 \l 1057 ]. Beberapa
intervensi psikososial yang dapat dikenakan pada penderita gangguan bipolar seperti
psikoedukasi, cognitive behavioral therapy (CBT), family-focused therapy (FFT),
terapi ritme sosial dan interpersonal. Intervensi psikososial penting dan dibutuhkan
oleh penderita gangguan bipolar karena kekambuhan yang terjadi pada penderita
bipolar akan menganggu fungsi sosial, pekerjaan, aktivitas sehari-hari, dan bahkan
bisa meningkatkan risiko bunuh diri [CITATION ish18 \t \l 1057 ]
Berdasarkan data yang dilansir dari jurnal ilmiah (2017) berdasarkan data dari
National Comordibity Survey Adolescent ( NCS-A) jumlah dari golongan remaja
yang mengidap Bipolar pada usia 13-18 tahun sebanyak 2,9%. Kemudian dari jumlah
tersebut 2,6% diantaranya mengalami penurunan fungsi berat. Dijelaskan lebih jauh
lagi bahwa ada 3,3% remaja wanita mengidap gangguan Bipolar lebih banyak
jumlahnya dibanding remaja laki-laki (2,6%).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang
menderita gangguan Bipolar dapat mengalami masalah penurunanan keberfungsian
sosial dan meningkatkan risiko bunuh diri. Hal itu tentunya merusak hubungan sosial
pengidap Bipolar pada sekelilingnya karena interaksi yang dijalani sudah tidak lagi
baik. Bipolar sendiri terjadi karena dua kutub perasaan yang saling berlawanan
mengubah emosi dengan kadar yang ekstrem. Kemudian dapat dilihat dari data
pengidap Bipolar dengan jumlah yang tertera mengatakan bahwa remaja di usia antara
13-18 tahun sangat rentan mengidap Bipolar. Kemudian keberfungsian sosial ini perlu
untuk dibangun bagi siapa pun yang berada dalam urutan masyarakat. Keberfungsian
sosial ini sebagai bentuk upaya dalam menjalankan sistem peran sosial yang dinilai
sebagai kemampuan seseorang baik secara kelompok, individu, masyarakat atau
keluarga dalam menjalankan jaringan dan lembaga sosial, dengan melakukan peran
sosial, menghadapi tekanan maupun memenuhi kebutuhan dasar.
Definisi dari keberfungsian sosial sendiri menurut Thelma Lee-Mendoza
seperti yang disampaikan oleh Nelson Aritonang dalam seminarnya ialah hasil yang
didapat dari interaksi yang terjadi dari dua kekuatan tuntutan lingkungan dan
kapasitas adaptasi individu. Sehingga dari sana terdapat cerminan bagi individu dalam
level keterampilan sosial yang dimiliki serta relasi yang stabilitas dan bersahabat.

3
Keberfungsian menurut Achlis dalam bukunya, Prkatek Pekerjaan Sosial
[CITATION Ach11 \p 15 \n \t \l 1057 ] , keberfungsian sosial merupakan kemampuan
individu dalam melaksanakan tugas dan perannya ketika berinteraksi dalam situasi
sosial tertentu yang tujuannya untuk mewujudkan nilai dirinya guna memenuhi
kebutuhan hidup.
Dapat disimpulkan bahwa keberfungsian sosial bertujuan dalam hal
pelaksanaan peran baik individu, kelompok, atau pun masyarakat sesuai status dan
tujuan hidupnya sehingga dapat tercapainya tujuan dengan memecahkan masalah
sosial yang ada dalam kehidupan sosial mereka. keberfungsian sosial dibutuhkan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia karena setiap individu memiliki
prinsip dan dasar dalam menjalani kehidupannya.
Adapun menurut Sofa dalam Ambari (2010) faktor yang menimbulkan
ketergantungan pada keberfungsian sosial diantaranya karena individu mengalami
frustrasi, ada kebutuhan yang tidak terpenuhi, kekecewaan terhadap suatu hal. Faktor
lainnya yang menyebabkan keberfungsian sosial seseorang menurun akibat
mengalami rasa duka yang berat, gangguan kesehatan, atau penderita lain yang
disebabkan bencana alam.
1. Aspek-Aspek Keberfungsian Sosial
Pentingnya menjaga keberfungsian sosial ini perlu dijaga untuk berkembang dan
mendapatkan kehidupan yang baik. Konsep dari keberfungsian sosial digunakan
untuk semua orang sebagai motivasi, kapasitas dan kesempatan dalam memenuhi
semua kebutuhan dasarnya sebagai makhluk sosial. Begitu juga sebagai dukungan
terhadap pelaksanaan peran sosial mulai dari sahabat, anak, orang tua, tetangga,
pekerja dan lainnya. adapun aspek keberfungsian sosial pada penderita bipolar,
diantaranya[ CITATION sap19 \l 1057 ].
a) Kemampuan menjalani dengan baik peran sosial yang dimiliki
Untuk menjalani peran sosial dengan baik maka penderita gangguan bipolar
membutuhkan dukungan emosional, informasi, instrumental, dan dukungan
penghargaan dari keluarga mereka.
Dukungan emosional menurut (Sarafino, 2011) adalah semua tingkah laku
yang mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya
bahwa ia dipuji, dihormati, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk
memberikan perhatian. Dukungan emosional keluarga sangat berpengaruh bagi
penderita bipolar supaya dapat menjalani peran sosialnya dengan baik. Hasil

4
penelitian yang telah dilakukan oleh [ CITATION sap19 \l 1057 ] dan dianalisis
deengan teori dukungan emosional bahwa dukungan emosional diperlukan
supaya penderita dapat merasakan bahwa orang lain bersedia untuk memberikan
perhatian atas peran sosial yang dijalaninya.
Penderita bipolar membutuhkan dukungan informasi dari orang terdekatnya
agar dapat menjalankan peran sosial dengan baik seperti pemberian motivasi dan
arahan tentang bagaimana menjalankan peran sosialnya.
Dukungan instrumental seperti yang dikemukakan oleh Sarafino (2011)
merupakan dukungan yang diberikan secara langsung oleh keluarga seperti
bantuan material dengan memberikan tempat tinggal, meminjamkan/memberikan
uang, dan mengerjakan tugas rumah sehari-hari. Bagi penyintas bipolar, dukungan
seperti pengobatan rutin sangat dibutuhkan untuk menjalankan peran sosial
dengan baik .
Dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan bagi penderita agar dapat
menjalankan peran sosial dengan baik. Menurut Friedman [CITATION Fri10 \n
\t \l 1057 ]dukungan penghargaan keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing
umpan balik, membimbing dan memerantai pemecahan masalah dan merupakan
sumber validator identitas anggota.
b) Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
Dalam memenuhi kebutuhan dasar diperlukan kebutuhan emosional,
informasi, instrumental, dan penghargaan dari keluarga penderita gangguan
bipolar. Dukungan emosional dari keluarga sangat berpengaruh bagi penderita
bipolar karena dengan dukungan yang diberikan dapat menjadikan penderita lebih
kuat dan menerima keadaan dirinya. Seorang bipolar dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dengan baik apabila dukungan emosional dari keluarga juga baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION sap19 \l 1057 ]
dukungan emosional yang diterima oleh penyintas bipolar dari keluarga mereka
menjadikan pribadi yang lebih kuat dan mampu memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
Dukungan informasi keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar) informasi tentang dunia [CITATION Fri98 \t \l 1057 ].
Dukungan informasi yang diberikan oleh keluarga dapat berupa motivasi dan
nasihat yang dapat membuat penderita bipolar tetap terus menjalani
kehidupannya. Berdasarkan teori dukungan informasi bahwa seorang penyintas

5
bipolar yang mendapatkan dukungan informasi dari keluarga dapat memenuhi
kebutuhan dasar mereka.
Penderita bipolar juga membutuhkan dukungan intrumental yang merupakan
dukungan diberikan oleh keluarga secara langsung seperti bantuan material guna
memenuhi kebutuhan dasar. Dukungan instrumental ini dapat membantu seorang
penderita bipolar menghadapi masalah yang dialaminya sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh [ CITATION sap19 \l 1057 ]
Penghargaan dari keluarga sesuai yang dikemukakan oleh [CITATION Fri10
\t \l 1057 ]bahwa penghargaan keluarga berperan sebagai sistem pembimbing
umpan balik, membimbing, dan memerantai pemecahan masalah dan merupakan
sumber validator identitas anggota. Penelitian yang telah dilakukan oleh
[ CITATION sap19 \l 1057 ] menunjukkan bahwa penghargaan dari keluarga
membuat seorang penyintas bipolar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya
sesuai dengan keadaan yang mereka alami.
c) Kemampuan diri untuk memecahkan masalah yang terjadi.
Kemampuan problem solving juga membutuhkan dukungan emosional,
informasi, instrumental, dan dukungan penghargaan dari keluarga. Dukungan
emosional melibatkan perasaan, empati, perhatian, semangat atau bantuan
emosional terutama dari keluarga. Dengan adanya dukungan emosional, penderita
gangguan bipolar mampu menghadapi dan menerima masalah yang datang kepada
mereka. Dukungan emosional dari keluarga mampu membuat penderita merasa
tidak sendiri ketika menghadapi masalah dan mereka merasakan kehangatan dari
orang terdekat mereka.
Dukungan informasi diberikan oleh keluarga keluarga baik dalam bentuk
nasehat, saran, dan diskusi tentang penyelesaian masalah yang ada (Sarafino,
2011). Pemberian dukungan informasi oleh keluarga bagi penderita bipolar dapat
membuat ia lebih kuat dan mampu menerima setiap masalah yang datang.
Dalam pemecahan masalah, penderita bipolar memerlukan dukungan
instrumental supaya dapat menghadapi masalahnya dan hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Saputra (2019) bahwa dukungan instrumental dapat membuat
seorang penyintas bipolar mampu menghadapi masalah yang dialami.
Terakhir yaitu dukungan penghargaan keluarga yang terjadi melalui ekspresi
penghargaan yang positif melibatkan persetujuaan serta penilaian positif terhadap
ide-ide, perasaan dan performa orang lain yang berbanding positif antara individu

6
dengan orang lain (Sarafino, 2011). Dukungan penghargaan dari orang terdekat
terutama keluarga membuat mereka merasa didengarkan sehingga dapat
membantu penyintas bipolar menghadapi masalah.
Penyintas Bipolar Disorder yang notabenenya memiliki gangguan pada psikis
mengenai perubahan hati yang ekstrem dapat menyebabkan menurunnya
keberfungsian sosialnya. Sehingga kemampuan penyintas Bipolar Disorder untuk
melakukan tugas kehidupan sesuai dengan status sosialnya terganggu. Misalnya
penyintas Bipolar Disorder yang perannya sebagai anak tidak dapat melakukan
pekerjaan sebagai seorang anak secara maksimal. Mulai dari belajar, membantu
orang tua ataupun dapat diajak bercengkerama layaknya keluarga yang lain. Maka
disanalah keberfungsian sosial itu rusak dan perlu diperbaiki. Namun untuk
memperbaikinya perlu cara yang tidak sembarangan karena keberfungsian sosial
yang rusak ini disebabkan adanya gangguan kesehatan yang perlu dijaga dan
sembuhkan juga.
2. Indikator Keberfungsian Sosial
Adapun indikator keberfungsian sosial menurut [CITATION Ach11 \p 22 \t \l
1057 ], di antaranya :
a. Individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan
dan fungsinya
b. Individu intens menekuni hobi serta minatnya
c. Individu memiliki sifat afeki pada dirinya dan orang lain atau
lingkungannya
d. Individu menghargai dan menjaga persahabatan
e. Individu mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu
mendidik\
f. Individu semakin bertanggung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya
g. Individu memperjuangkan tujuan hidupnya
h. Individu belajar untuk disiplin dan memanajemen diri
i. Individu memiliki persepsi dan pemikiran yang realistik
Achlis [CITATION Ach11 \p 22 \n \t \l 1057 ] dalam bukunya menerangkan
bahwa penderita gangguan bipolar tidak memiliki ciri yang ada dalam indikator
keberfungsian sosial sehingga penderita gangguan bipolar ini akan sulit untuk
menjalankan peran dan fungsi sosial mereka dalam kehidupan.

7
Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa keberfungsian sosial
merupakan cara-cara yang digunakan individu atau kelompok dalam melakukan
kegiatan sehari-hari mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep ini
merujuk pada kemampuan yang dimiliki individu yang mengalami gangguan bipolar
dalam menjalankan peran sosial di lingkungannya.

B. Dukungan Sosial
Variabel bebas dari penelitian ini yaitu dukungan sosial. Menurut Ritter
(dalam Smet, 1994 )dukungan sosial ini adalah jaringan-jaringan yang mengatur
frekuensi kontak, mengikuti kegiatan sosial, kehidupan dan sejenisnya. Hubungan
yang diberikan dari dukungan sosial berdampak pada mendorong diri untuk
mengungkapkan perasaan maupun dukungan emosional secara pribadi. Adapun
bantuan yang diberikan dari dukungan sosial ini berupa finansial, emosional dan
instrumental yang didapat dari hadirnya dukungan sosial yang diberikan[ CITATION
biy16 \l 1057 ]
Dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat diandalkan
untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan, dan perhatian sehingga bisa
meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan[ CITATION joh91
\l 1057 ]. Gore (dalam Gotlib & Hammen 1992, h. 19) menjelaskan bahwa dukungan
sosial biasanya didapatkan dari hubungan terdekat seperti keluarga dan sahabat.
Kekuatan dukungan sosial yang datang dari relasi terdekat ini merupakan suatu proses
psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri individu. [ CITATION Sar98 \l
1057 ] menjelaskan bahwa kebutuhan, kemampuan, dan sumber dukungan sosial
mengalami perubahan selama kehidupan. Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya.
House ( dalam Etzion, 1984) menyataka bahwa dukungan sosial sebagai suatu
bentuk transaksi antar pribadi yang melibatka perhatian emosional, bantuan
instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian. Perhatian emosional
menjelaskan bahwa penderita bipolar membutuhkan empati. Ketika individu
menghargai, mempercayai, dan mengerti dirinya lebih baik maka ia akan terbuka
terhadap aspek-aspek baru dari pengalaman hidupnya. Bantuan instrumental biasanya
berupa materi yang biasanya diberikan secara langsung apat meringankan beban yang
ditanggung oleh penderita. Pemberian informasi yang tujuannya agar dapat digunakan

8
untuk mengatasi masalah pribadi atau pun masalah terkait dengan pekerjaan. Terakhir
yaitu penilaian yang bentuknya berupa evaluasi atau umpan balik.
Sarafino (2006) berpendapat bahwa bentuk dari dukungan sosial mengacu
pada perhatian, kenyamanan bantuan ataupun penghargaan atas eksistensinya di
lingkungan sekitar yang bisa diberikan oleh seseorang ataupun komunitas. Definisi
lainnya sebagai penjelasan terhadap dukungan sosial yang lebih jauh datang dari
Albert. R. Roberts (2009) yang mengatakan dukungan sosial merupakan pemikiran
terbaik yang harus dimiliki setiap orang sebagai wujud dari suatu konstruksi
emosional yang terdiri dari unsur struktur dan fungsional. Selain itu dukungan sosial
juga diartikan sebagai wujud yang dilakukan seseorang ketika ingin menyampaikan
pertolongan pada sesama.
1. Aspek-Aspek Dukungan Sosial
Abdull (2011) menjelaskan lebih rinci mengenai dampak baik dari
sosial melalui emosional yang tinggi, berupa kesadaran dari sikap
dorongan untuk membantunya melewati hidup dengan baik. Dukungan
sosial dapat bersumber dari keluarga yang berupa dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif,
setiap jenis dukungan memberikan pengaruh atau manfaat bagi individu
penerimanya [ CITATION NiM13 \l 1057 ].
Dukungan sosial terbentuk dari empat dasar atau aspek menurut
Sarafino (2011) yaitu:
1) Dukungan Instrumental, dukunyan ini melibatkan bantuan langsung dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari pada saat kondisi stres. Dukungan ini juga
dapat berupa bantuan materi seperti uang atau jasa dalam aktivitas sehari-
hari ketika berada di kondisi stress.
2) Dukungan Emosional, dengan memberikan rasa nyaman dan tenteram di
masa sulit. Dukungan emosional juga sejalan dengan dukungan
penghargaan di mana dukungan ini seperti pemberian empati, sikap peduli,
perhatian, hal – hal positif, dan motivasi kepada individu penderita bipolar .
Selain itu juga ada dukungan sosial yang bisa memberikan rasa nyaman dan
tentram yang diiringi dengan perasaan diterima serta merasa dicintai ketika
masa-masa sulit.
Menurut Komalasari [CITATION kom10 \n \t \l 1057 ] dukungan emosional
yang diterima oleh individu yang mengalami penyakit kronis dapat

9
membantu memulihkan kondisi individu sehingga dapat merasa lebih baik,
senang, dan tingkat stress dapat menurun.
3) Dukungan Persahabatan, dimana mengacu pada keberadaan orang lain yang
membuat orang itu merasakan bahwa dirinya adalah bagian kelompok yang
sama. Dengan adanya dukungan persahabatan bisa membuat penderita
bipolar merasakan kehadiran orang lain dalam hidupnya untuk
menghabiskan waktu sehingga ia merasa diterima di lingkungan sosial dan
berbagai minat serta aktivitas sosial yang sama
4) Dukungan Informasi, dengan memberikan nasehat ataupun saran mengenai
apa yang dilakukan orang lain, misalnya penderita gangguan bipolar akan
mendapatkan informasi mengenai pengobatan atau terapi yang dapat
mereka lakukan guna mengurangi atau pun mencegah penyakit yang
dideritanya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh R. Annisa Khesita A., et al
[CITATION Khe16 \n \t \l 1057 ] bahwa dukungan sosial dapat mempengaruhi
penilaian terhadap stressor sehingga dapat membantu penderita yang mengalami
gangguan bipolar mengatasi stres yangg mereka hadapi ketika reaksi dari kondisi
manik dan depresinya. Oleh karena itu disarankan kepada orang – orang terdekat
terutama keluarga penderita yang mengalami gangguan bipolar serta masyarakat agar
dapat mencari informasi mengenai gangguan bipolar supaya bisa memberikan
dukungan yang tepat kepada penderita. Dengan adanya dukungan baik dari orang
terdekat (significant other), keluarga, dan masyarakat/komunitas maka dapat
membuat penderita mudah dalam beradaptasi dengan lingkungan mereka. Di samping
itu, bagi penderita yang memiliki konsep diri negatif diharapkan agar keluarga, orang-
orang terdekat, masyarakat/komunitas yang merupakan sumber dukungan sosial bagi
mereka untuk memberikan dukungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan penderita
bipolar. Tujuan dari tindakan tersebut selain penderita mendapatkan dukungan sosial
agar patuh minum obat saja tapi juga mendapatkan dukungan sosial yang bisa
membuat mereka memilih copyng strategy yang tepat ketika menghadapi stresor.
Hasil penelitian R. Annisa Khesita A., et al juga menunjukkan bahwa aspek
dukungan persahabatan yang paling berpengaruh bagi individu yang mengalami
gangguan bipolar, sedangkan dukungan aspek instrumental memiliki hubungan yang
paling rendah. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa aspek persahabatan yang
langsung berhubungan dengan dunia sosial penderita sangat berpengaruh bagi

10
penderita bipolar karena dengan adanya dukungan dari dunia sosial dapat membuat
penderita merasa didengar dan memiliki orang lain yang perhatian kepada mereka
sehingga mereka merasa diterima di lingkungan sosial walaupun menderita gangguan
bipolar. Sebaliknya, aspek dukungan instrumental memiliki korelasi yang rendah, hal
ini mengindikasikan bahwa bantuan secara langsung yang diberikan berupa materi
tidak terlalu berpengaruh terhadap individu yang mengalami bipolar karena aspek
yang paling berpengaruh adalah yang berhubungan dengan psikologis penderita.
2. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Hubungan yang diberikan dari dukungan sosial berdampak pada
mendorong diri untuk mengungkapkan perasaan maupun dukungan
emosional secara pribadi.
Faktor yang mempengaruhi dukungan sosial menurut Stanley (dalam
Aziz, 2013:50) sebagai berikut :
a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial karena
ketika kebutuhan fisik seorang individu tidak terpenuhi maka
dukungan sosial individu tersebut juga berkurang. Contoh kebutuhan
fisik meliputi sandang, pangan, dan papan juga termasuk kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi guna bisa tetap menjalani kehidupan.
Dukungan sosial diperlukan bagi penderita bipolar supaya mereka bisa
menerima keadaan yang dialami
b. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial berkaitan dengan aktualisasi diri individu dalam
kehidupan mereka. individu yang memiliki aktualisasi diri yang baik
cenderung mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat
oleh karenanya pengakuan sangat diperlukan untuk penghargaan.
Adapun dukungan penghargaan bisa didapatkan dari orang-orang
terdekat, orang tua, atau pun masyarakat/komunitas. Kebutuhan akan
penghargaan ini akan juga berpengaruh pada diri individu yang
mengalami bipolar guna bisa mencapai aktualisasi diri mereka.
c. Kebutuhan psikis
Kebutuhan psikis berkaitan dengann kemampuan pemecahan
masalah. Individu yang menderita gangguan bipolar perlu pemenuhan
kebutuhan fisik guna mendapatkan dukungan sosial supaya mereka

11
bisa menghadap masalah yang datang dan mencari penyelesaiannya.
Ketika individu yang mengalami gangguan bipolar telah terpenuhi
kebutuhan psikisnya dan mendapatkan dukungan sosial maka mereka
akan merasa dirinya dihargai, dicicntai, dan diperhatikan oleh
lingkungannya.
Dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor internal seperti keluarga dan faktor
eskternal yang meliputi dukungan dari orang terdekat seperti sahabat, pekerjaan,
tetangga, sekolah, kelompok sosial dan kelompok kesehatan. Individu yang menderita
gangguan bipolar ketika berada dalam kondisi depresi seperti munculnya pikiran-
pikiran negatif yang menyalahkan diri sendiri membuat mereka pernah melakukan
percobaan unuh diri. Perubahan mood yang drastis antara episode manik dan episode
depresi dapat membuat penderita stress akan keadaan tersebut. Dukungan sosial dapat
berfungsi untuk mengurangi rasa stress tersebut dengan adanya strategi copyng stress.
Copyng berkaitan dengan usaha yang ilakukan individu untuk melindungi diri dari
tekanan psikologis yang datang dari pengalaman sosial. Copyng yang efektif dapat
menghasilkan penyesuaian diri yang cenderung menetap, menjadikan sikap sebagai
kebiasaan baru untuk memperbaiki situasi yang lama [ CITATION ras01 \l 1057 ].
Menurut Cohen & Wills ( dalam Arslan, 2009: 557) dukungan sosial keluarga
dapat menurunkan stress pada individu karena dukungan sosial keluarga menjadi
sumber dan pengaruh positif dalam perkembangan adaptasi individu. Ketika sumber
dukungan sosial seperti orang terdekat, keluarga, dan masyarakat/komunitas
memberikan dukungan sosial mereka kepada individu dengan gangguan bipolar maka
penderuta bisa mencapai kestabilan yang substansia dari suasana hati yang naik turun
sehingga mereka memiliki kemampuan untuk memimpin kehidupan yang normal dan
produktif.
Kesimpulan yang diambil ialah bahwa dukungan sosial bisa dilakukan bentuk
apa pun bagi orang-orang yang membutuhkan perhatian lebih salah satunya bagi
penyintas Bipolar Disorder. Karena dukungan sosial bisa membantu orang-orang
tersebut untuk sembuh dan memiliki kualitas kesehatan yang lebih tinggi.
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Keberfungsian Sosial
Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya, terdapat keterkaitan antara dukungan
sosial yang diberikan baik oleh orang-orang terdekat (significnt other), keluarga, atau
pun masyarakat/komunitas terhadap keberfungsian sosial individu yang mengalami
gangguan bipolar dalam menjalankan peran kehidupan sosial mereka. Terdapat suatu

12
proses yang berlangsung ketika individu mendapatkan dukungan keluarga sebelum
akhirnya individu yang mengalami gangguan bipolar dapat berfungsi secara sosial di
masyarakat.

Dua variabel dukungan sosial dan keberfungsian sosial tentunya memiliki


hubungan yang saling berkaitan dalam mewujudkan keberfungsian sosial pada
penyintas Bipolar Disorder. Sudah diketahui dari penjelasan sebelumnya bahwa
Bipolar Disorder sendiri merupakan penyakit mental yang dialami seseorang, di mana
gangguan mental tersebut sangat berpengaruh kuat dalam menurunkan keberfungsian
sosial. Kemudian pengaruhnya juga bisa meningkatkan risiko bunuh diri pada
pengidap penyakit mental tersebut. Dengan gangguan kesehatan tersebut maka
penyintas Bipolar Disorder memerlukan ekstra perhatian, emosional dan kepedulian
dalam menerima keadaan kesehatannya yang terganggu. Karena setelah mengidap
Bipolar Disorder orang tersebut akan hidup dengan beberapa keadaan yang berbeda
dan penanganan yang khusus dari orang-orang yang ahli di bidangnya.
Dukungan sosial ini perlu diterapkan bagi orang-orang terkasih di sekeliling
penyintas Bipolar baik dalam memberikan perhatian, kasih sayangnya, informasi
hingga finansial untuk mendorong kesehatan penyintas Bipolar semakin baik.
Keluarga, tetangga, sahabat karib dan yang lainnya harus ekstra memberikan
dukungan sosialnya agar penyintas Bipolar dapat menerima dirinya dan kesehatannya
yang terganggu selagi disembuhkan oleh orang-orang terpercaya seperti dokter dan
pekerja sosial.
Diberikannya dukungan sosial dari orang-orang sekeliling penyintas maka hal
itu membantu penyintas Bipolar untuk memperbaiki keberfungsian sosialnya yang
tidak baik. Karena gangguan kesehatan Bipolar tersebut menyebabkan keberfungsian
sosial milik penyintas menjadi tidak baik dan peranan yang dimilikinya tidak
dilaksanakan secara utuh sebab kesehatannya yang sedang tidak baik seperti orang
pada umumnya. Sehingga dukungan sosial berupa informasi, perhatian dan sejenisnya
dapat membantu penyintas untuk bisa melihat kenyataan agar bisa berperan seperti
biasanya dalam masyarakat. Dapat disimpulkan dari sana bahwa keberfungsian sosial
penyintas Bipolar dapat terbantu untuk membaik dengan adanya dukungan sosial
yang diberikan orang sekitarnya. Kemampuan yang didapatkan oleh individu yang
mengalami gangguan bipolar dengan adanya strategi copyng dapat membantu

13
penderita menjadi lebih mandiri sehingga mampu menjalankan fungsi sosial dalam
kehidupan sebagaimana mestinya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ketika
berbagai kebutuhan baik fisik, sosial, dan psikis yang merupakan faktor-faktor
dukungan sosial individu yang mengalami gangguan bipolar tidak terpenuhi dengan
baik maka akan berpengaruh pada keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar,
seperti terganggunya kemampuan menjalani peran sosial yang dimiliki, kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar, dan kemampuan dalam pemecahan masalah yang terjadi.
Hasil penelitian yang relevan :
1) Penelitian yang dilakukan oleh Purba, R.A., & La Kahija, Y. F (2018) yang berjudul
“Pengalaman Terdiagnosis Bipolar: Sebuah Interpretative Phenomenoogical
Analysis” yang salah satu hasil penelitiannya pada subjek D terkait dengan
dukungan sosial adalah bahwa faktor dukungan sosial terlihat lebih signifikan pada
diri D dalam proses penerimaan dirinya. Subjek D yang dulunya tidak memiliki siapa-
siapa untuk mencurahkan isis hati, saat ini menunjukkan betapa senangnya dia ketika
ada teman yang bersedia mendengarkan ceritanya. D juga menerima dukungan dari
pacarnya sebagai orang terdekat. Komunikasi D dengan orang tua juga semakin
membaik sehingga berdampak pada intensitas perhatian yang diterima D dari orang
tuanya. Dari hasil tersebut diketahui bahwa betapa pentingnya dukungan sosial bagi
seorang penderita gangguan bipolar dalam menjalani kehidupannya.
2) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Franky Febryanto Banfatin (2013) yang
berjudul “Identifikasi peningkatan keberfungsian sosial dan penurunan risiko bunuh
diri bagi penderita gangguan kesehatan mental bipolar disorder di kota Medan
melalui terapi pendampingan psikososial” menghasilkan bahwa ada 17 model Terapi
Pendampingan Psikososial dipergunakan pendamping dalam meningkatkan
keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar dalam upaya meningkatkan
keberfungsian sosial dan menurunkan risiko bunuh diri, yaitu: Psikoedukasi, CBT
(Mood Journal), Terapi Afeksi Berbasis Keluarga, Teknik Koping (personal), Teknik
Koping Bersama, Teknik Spiritual, Support Group, Manajemen Diri atau Pribadi,
Olahraga, Sahabat Nasehat dan Sahabat Kontrol, Terapi Relaksasi, Pet Therapy atau
Terapi Hewan Peliharaan, Jurnal Harian Bersama, Hipnoterapi, Kreasi Motivasi,
Terapi Musik, dan Manajemen Impian. Terapat 5 model Terapi Pendampingan
Psikososial yang efektif dalam upaya peningkatan keberfungsian sosial penderita
gangguan bipolar, yaitu: Psikoedukasi, Terapi Afeksi Berbasis Keluarga, Teknik

14
Koping Bersama, Support Group, serta Sahabat Nasehat dan Sahabat Kontrol. Dan
terakhir bahwa 5 model Terapi Pendampingan Psikososial yang efektif dalam upaya
peningkatan keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar, yaitu: Psikoedukasi,
Terapi Afeksi Berbasis Keluarga, Teknik Koping Bersama, Support Group, serta
Sahabat Nasehat dan Sahabat Kontrol.
3) Hasil penelitian R. Annisa Khesita A., et al tahun 2016 tentang “Hubungan antara
dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada penderita bipolar di komunitas bipolar
care Indonesia Bandung” juga menunjukkan bahwa aspek dukungan persahabatan
yang paling berpengaruh bagi individu yang mengalami gangguan bipolar, sedangkan
dukungan aspek instrumental memiliki hubungan yang paling rendah. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa aspek persahabatan yang langsung berhubungan
dengan dunia sosial penderita sangat berpengaruh bagi penderita bipolar karena
dengan adanya dukungan dari dunia sosial dapat membuat penderita merasa didengar
dan memiliki orang lain yang perhatian kepada mereka sehingga mereka merasa
diterima di lingkungan sosial walaupun menderita gangguan bipolar. Sebaliknya,
aspek dukungan instrumental memiliki korelasi yang rendah
4) Hasil penelitian Garsha Three Saputra yang berjudul “Dukungan Sosial Keluarga
terhadap Keberfungsian Sosial Penyintas Bipolar di Komunitas Bipolar Care
Indonesia” menunjukkan bahwa ada tiga dukungan sosial keluarga dan komunitas
Bipolar are indonesia berupa dukungan emosional, informasi, instrumental, dan
dukungan penghargaan yang membantu individu yang mengalami gangguan bipolar
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, pemecahan masalah yang dihadapi, dan
membantu dalam menjalankan peran sosialnya. Dari berbagai dukungan sosial
tersebut, dalam mencapai keberfungsian sosialnya dukungan informasi adalah
dukungan yang paling sering diterima oleh penyintas bipolar. Akan tetapi, dukungan
yang paling mempengaruhi seorang penderita gangguan bipolar dalam mencapai
keberfungsian sosialnya adalah dukungan emosional.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan mengenai hubungan antara
dukungan sosial dan keberfungsian sosial pada penyintas Bipolar Disorder di Bali,
terdapat hipotesis yang terbentuk yaitu:
H0 : Tidak terdapat hubungan atau keterkaitan antara dukungan sosial terhadap
keberfungsian sosial pada penyintas Bipolar Disorder

15
H1 : terdapat hubungan atau keterkaitan antara dukungan sosial terhadap
keberfungsian sosial pada penyintas Bipolar Disorder.
E. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir.

Keterangan gambar 1:
: Peran variabel bebas terhadap variabel terikat
: Variabel penelitian
: Aspek variabel penelitian

16
Daftar Pustaka

A, R. Annisa, Kheista., & Endah N. 2016. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan
Penyesuaian Diri pada Penderita Bipolar di Komunitas Bipolar Care Indonesia
Bandung. Psikologi, Gelombang 2, 2(2), 730-735.
Achlis. (2011). Praktek Pekerjaan Sosial I. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Aliño-Dies, M., Sánchez-Ortí, J. V., Correa-Ghisays, P., Balanzá-Martínez, V., Vila-Francés,


J., Selva-Vera, G., Correa-Estrada, P., Forés-Martos, J., San-Martín Valenzuela, C.,
Monfort-Pañego, M., Ayesa-Arriola, R., Ruiz-Veguilla, M., Crespo-Facorro, B., &
Tabarés-Seisdedos, R. (2020). Grip Strength, Neurocognition, and Social Functioning
in People WithType-2 Diabetes Mellitus, Major Depressive Disorder, Bipolar Disorder,
and Schizophrenia. Frontiers in psychology, 11, 525231.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.525231.

Amarillys, R., & Nawangsih, E. (2019). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan
Penyesuaian Diri pada Penderita Bipolar di Komunitas Bipolar Care Indonesia
Bandung

American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manula of Mental Disorder,


Fifth Edition. DSM 5. United States : American Psychiatric

Andarini, S.R. Fatma, A. (2013). Hubungan antara Distres dan Dukungan Sosial dengan
Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi. Talenta Psikologi.
Vol 2 (2): 159-179

APA, A. P. (2016). Diagnostic and statistica manual of mental disorder edition “DSM-5”.
Washintonn DC: American Psychiatric Publishing

Banfatin, F. F. 2013. Identifikasi Peningkatan Keberfungsian Sosial Dan Penurunan Risiko


Bunuh Diri Bagi Penderita Gangguan Kesehatan Mental Bipolar Disorder di Kota
Medan Melalui Terapi Pendampingan Psikososial. Welfare State, 2(3), 1-16.

Biya, C. I. M. J., Suarya, L. M. K. S., & Psi, S. (2016). Hubungan dukungan sosial dan
penyesuaian diri pada masa pensiun pejabat struktural di pemerintahan Provinsi
Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 3(2), 354-362

17
Gotlib, H. & Hammen, C.L. (1992). Psychological Aspects of Depression: Toward a
Cognitive-Interpersonal Integration. New York: John Wiley & Sons.

Friedman, M.M., Bowden, O & Jones, M.(2010).Buku ajar keperawatan keluarga.Jakarta:


EGC

Friedman, M.M., Bowden, O & Jones, M.(1998).Buku ajar keperawatan keluarga.Jakarta:


EGC

Grove, T. B., Tso, I. F., Chun, J., Mueller, S. A., Taylor, S. F., Ellingrod, V. L., McInnis, M.
G., & Deldin, P. J. (2016). Negative affect predicts social functioning across
schizophrenia and bipolar disorder: Findings from an integrated data analysis.
Psychiatry research, 243, 198–206. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2016.06.031.

Ishartono, I. (2018). Pekerjaan sosial: Bekerja bersama orang dengan gangguan


bipolar. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 5(1), 14-22

Johnson, L., Lundström, O., Aberg-Wistedt, A., & Mathé, A. A. (2003). Social support in
bipolar disorder: its relevance to remission and relapse. Bipolar disorders, 5(2), 129–
137. https://doi.org/10.1034/j.1399-5618.2003.00021.x.

Kizilkurt, Ozlem Kazan., Ferzan, Ergun Giynas., Medine, Yazici Gulec., & Hüseyin, Gulec.
(2019). Bipolar disorder and perceived social support: relation with clinical course, and
the role of suicidal behaviour, Psychiatry and Clinical Psychopharmacology, 29(4),
787-793, DOI: 10.1080/24750573.2019.1639410

Komalasari, E. (2010). Dukungan sosial pada penderita sakit jantung. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Miklowitz, David J., & Sheri, L J. 2009. Social and Familial Factors in the Course of Bipolar
Disorder: Basic Processes and Relevant Interventions. Clinical psychology: a
publication of the Division of Clinical Psychology of the American Psychological
Association, 16(2), 281–296. https://doi.org/10.1111/j.1468-2850.2009.01166.x.

Nelson Aritonang. Keberfungsian osial, STKS Bandung.


https://intelresos.kemensos.go.id/new/download/galery/seminar/keberfungsian_sosial.p
df

Nursalam dan Ninuk Dian. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV dan
AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

18
Panggabean, L. (2015). Apa Aku Bipolar? 100 Tanya Jawab Dengan Psikiater. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Purba, R. A., & La Kahija, Y. F. (2018). Pengalaman Terdiagnosis Bipolar: Sebuah


Interpretative Phenomenological Analysis. Empati, 6(3), 323-329

Rasmun.(2001).Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga.Jakarta:


PT. Fajar Interpratama.

Rokhmatika, L., & Darminto, E. (2013). Hubungan antara Persepsi terhadap Dukungan
Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri dengan Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa
Kelas Unggulan. Jurnal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, vol 1(1), 149-157

Samosir, Hanna Azarya. (2015). 10-15 Persen Nyawa Pengidap Bipolar Habis di Tangan
Sendiri. 10-15 Persen Nyawa Pengidap Bipolar Habis di Tangan Sendiri
(cnnindonesia.com) Diunduh pada tanggal 10 Mei 2021 pukul 20.00 WIB

Sarafino, Edward P. Smith, Thimothy W. (2011). Health Psychology Biopsychosocial


Interactions. John Wiley & Sons, Inc: River Street, Hoboken.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo

Studart, Paula M., Severino, Bezerra F., Ana, Beatriz, D S., Amanda, Galvao-de, A., Angela,
Miranda-Scippa. 2015. Social support and bipolar disorder. Archives of Clinical
Psychiatry (São Paulo), 42(4), 95-99. https://doi.org/10.1590/0101-60830000000057

Tamsyn E. Van Rheenen., Eleni P, Ganella., Isabelle E. Bauer., & Cali F. Bartholomeusz.
2019. Social Cognition in Psychosis. Elsevier Inc. ISBN 9780128153154.

Tatay-Manteiga, A., Correa-Ghisays, P., Cauli, O., Kapczinski, F. P., Tabarés-Seisdedos, R.,
& Balanzá-Martínez, V. (2018). Staging, Neurocognition and Social Functioning in
Bipolar Disorder. Frontiers in psychiatry, 9, 709.
https://doi.org/10.3389/fpsyt.2018.00709

Utami, N. M. S. N., & Widiasavitri, P. N. (2013). Hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan penerimaan diri individu yang mengalami asma. Jurnal Psikologi
Udayana, 1(1), 12-21

Uzlifatul Zannah, D. (2015). Review: Farmakoterapi Gangguan Bipolar. Farmaka .

Wahyu, R. (2017). Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Pustaka Setia

19
WHO. (2013). Mental Health Journals : Bipolar Disorder. Washington DC: WHO
Publucation. Hal. 8-9

Widianti, E., Afriyanti, A., Saraswati, N. P. S. D., Utami, A., Nursyamsiah, L., Ningrum, V.
C., ... & Ustami, L. (2021). Intervensi pada Remaja dengan Gangguan Bipolar: Kajian
Literatur. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional
Indonesia, 9(1), 79-94

Wirawan. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigam. Jakarta: Kharisma Putra Utama

20

Anda mungkin juga menyukai