Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI DAN ANALISIS


LANDSCAPE

Praktikum ke : 6

Judul Praktikum : Identifikasi Bentuk perbukitan dan alluvial plain

Hari/Tanggal : Jumat, 13 November 2015

Tempat Praktikum : Laboratorium Survey Tanah dan Evaluasi


Lahan
Kelas : Teknik Geologi

Kelompok : 4 (Marine)
Disusun oleh :

1. Adhis Hikmah Tiar (F1D214018)


2. Niko Ardiansyah (F1D214019)
3. Michael M Pandia (F1D214020)
4. Gusmilah Iriyanti (F1D214021)
5. Raisa Maulani (F1D214022)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
SEMESTER GANJIL 2015/2016
LEMBAR PENGESAHAN
1. Adhis Hikmah Tiar F1D214018

2. Niko Ardiansyah F1D214019

3. Michael M Pandia F1D214020

4. Gusmilah Iriyanti F1D214021

5. Raisa Maulani F1D214022

Dosen/Asisten Praktikum

( Yudhi Achnopha, S.P.,M.Si )

1. PRINSIP TEORI
Geomorfologi ( geomorphology ) adalah ilmu tentang roman muka bumi beserta
aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi bisa juga merupakan salah satu
bagian dari geografi. Di mana geomorfologi yang merupakan cabang dari ilmu geografi,
mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan
satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan terkecil sebagai
bentuk lahan (landform). Hubungan geomorfologi dengan kehidupan manusia adalah
dengan adanya pegunungan-pegunungan, lembah, bukit, baik yang ada didarat maupun
di dasar laut.Dan juga dengan adanya bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi,
tanah longsor dan sebagainya yang berhubungan dengan lahan yang ada di bumi yang
juga mendorong manusia untuk melakukan pengamatan dan mempelajari bentuk-bentuk
geomorfologi yang ada di bumi. Baik yang dapat berpotensi berbahaya maupun aman.
Sehingga dilakukan pengamatan dan identifikasi bentuk lahan (2012)
Bentuk lahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk
topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada
material batuan dalam ruang dan waktu kronologis tertentu. Bentuk lahan terdiri dari
sistem Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik, Karst, Alluvial, Dataran sampai Marine
terbentuk oleh pengaruh batuan penyusunnya yang ada di bawah lapisan permukaan
bumi. Pada makalah ini akan dijelaskan kembali apa yang dimaksud dengan bentang
lahan yang terbentuk berasal dari proses pelarutan.
Sistem Perbukitan yaitu bentuk lahan perbukitan memanjang, tidak teratur,
kuesta dan lereng struktural memanjang, proses kuesta berasal dari proses Orogenetik
dan tenaga eksogen erosi yang membentuk perbukitan kecil dan memanjang; struktural
akan membentuk lahan lereng memanjang.
Aluvial adalah jenis tanah yang terbentuk karena endapan. Daerah endapan
terjadi di sungai, danau yang berada di dataran rendah, ataupun cekungan yang
memungkin kan terjadinya endapan. Tanah aluvial memiliki manfaat di bidang
pertanian salah satunya untuk mempermudah proses irigasi pada lahan pertanian. Tanah
ini terbentuk akibat endapan dari berbagai bahan seperti aluvial dan koluvial yang juga
berasal dari berbagai macam asal. Tanah aluvial tergolong sebagai tanah muda, yang
terbentuk dari endapan halus di aliran sungai. Tanah aluvial dapat dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian karena kandungan unsur hara yang relatif tinggi.
Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap
di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan
pertanian. Aluvial ialah tanah muda yang berasal dari hasil pengendapan. Sifatnya
tergantung dari asalnya yang dibawa oleh sungai. Tanah aluvial yang berasal dari
gunung api umumnya subur karena banyak mengandung mineral. Tanah ini sangat
cocok untuk persawahan. Penyebarannya di lembah-lembah sungai dan dataran pantai.
Berdasarkan sifat atau ciri-cirinya
1. Tekstur, Tekstur tanahnya liat atau liat berpasir.
2. Struktur, Tanah Aluvial yang dipersawahan akan berbeda sifat morfologisnya
dengan tanah yang tidak dipersawahan. Perbedaan yang sangat nyata dapat
dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah
dipersawahan berstruktur granular. Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang
dipersawahan tidak berstruktur.
3. Warna, Tanah Aluvial yang dipersawahan akan berbeda sifat morfologisnya dengan
tanah yang tidak dipersawahan. Perbedaan yang sangat nyata dapat dijumpai pada
epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah dipersawahan berwarna
coklat tua (10 YR 4/3). Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang dipersawahan
warnanya berubah menjadi kelabu (10 YR5/1).
4. Bahan induk, Berdsarkan bahan induknya terdapat tanah Aluvial pasir, lempung,
kapur, basa,asam dan lain-lain.
5. Konsistensi, Mempunyai konsistensi keras waktu kering dan teguh pada waktu
lembab.
6. Porositas dan kandungan bahan orgaik, Kaya akan fosfot yang mudah larut dalam
sitrat 2% mengandung 5% CO2 dan tepung kapur yang halus dan juga berstruktur
pejal yang dalam keadaan kering dapat pecah menjadi fragmen berbetuk persegi
sedang sifat kimiawinya sama dengan bahan asalnya.
7. Permeabilitas, Permeabilitas umumnya lambat dan tanah peka terhadap erosi.
8. Solum, Belum mempunyai perkembangan profil karena tanahnya masih muda yang
berasal dari hasil pengendapan.
9. Curah hujan, daerah-daerah dengan curah hujan rendah di dapat kandungan P dan
K lebih tinggi dan netral.
10. Ph tanah, pH lebih rendah dari 6,5
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilaksanakannya praktikum Geomorfologi dan Analisis Landscape
tentang Identifikasi Bentuk Lahan sistem perbukitan dan alluvial plain adalah untuk :
1. Mahasiswa dapat mengetahui jenis bentuk lahan sistem perbukitan plain, dan
alluvial (dataran) yang terdapat pada setiap foto udara
2. Mendeskripsikan jenis bentuk lahan sistem perbukitan, plain dan alluvial
(dataran) yang diamati.

3. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat dan bahan yang digunakan selama praktikum Geomorfologi dan
Analisis Landscape tentang Identifikasi Bentuk lahan sistem perbukitan dan alluvial
adalah sebagai berikut :
3.1 ALAT
1. Stereoskop cermin
2. Pena warna (spidol)
3. Plastik transparan
4. Kertas gambar
3.2 BAHAN
1. 1 pasang foto udara

4. PROSEDUR KERJA
Cara pengamatan identifikasi bentuk lahan sistem pegunungan, perbukitan dan
alluvial (dataran) menggunakan stereoskop cermin :
1. Siapkan stereoskop cermin
2. Letakkan sepasang foto udara (kiri dan kanan) untuk dilihat di bawah stereoskop
cermin, atur jarak dengan menggeser sedikit demi sedikit sesuai dengan fokus mata
anda hingga terlihat tampilan menjadi 3 (tiga) dimensi.
3. Amati dengan cermat foto udara dari lensa stereoskop cermin. Lihat kerapatan
vegetasi, pola aliran, kerapatan lereng dan ciri fisik lahan lainnya.
4. Deskripsikan gambar yang anda buat.

5. HASIL PENGAMATAN
No. Kode Keterangan
1 H 56 Merupakan daerah bukit yang memanjang dengan erosi
yang sangat kuat. Memiliki pola aliran paralel dengan
bahan induk yang keras. Kemiringan 35 – 40 % vegetasi
berupa rumput, semak belukar dan kayu jati.
2 A 45 Merupakan daerah bagian bawah yang bergelombang
dari sebuah danau tua atau purba. Berupa dataran aluvial
yang sesuai untuk daerah irigasi persawahan dan
bercocok tanam.
3 H 95 Merupakan daerah puncak denga relief hummok atau
bukit yang ketinggiannya kurang dari 10 meter. Batuan
induk berasal dari produk vulkanik yang lebih keras,
berada diantara percabangan 2 aliran sungai. Daerah ini
sesuai untuk ditamani tanaman perkebunan dan bercocok
tanam serta dijadikan perumahan dengan perkarangannya
atau perumahan dengan perkebunan disekitarnya.
4 P 43 Merupakan daerah bagian dari sebuah lipatan
pengendapan teras sungai dari batulempung. Daerah ini
memiliki relief yang bergelombang dengan vegetasi
berupa semak – semak dan sedikit pepohonan. Daerah ini
sesuai unr=tuk dijadukan area hutan, tempat penelitian
ilmu kehutanan, perkebunan dan tanaman untuk makanan
ternak atau daerah untuk menggembaka hewan. Dapat
juga dijadikan sebagi daerah tadah hujan
5 P31 Merupakan dasar lembah yang datar dan sungai yang
berpetak petak. Terdapat jeinis tanah alluvial atau sejenis
tanah liat halus dan dapat menampung air hujan. Sesuai
untuk dijadikan daerah tadah hujan, irigasi persawahan.
Vegetasi berupa rerumputan.
6 P32 Merupakan dasar lembah yang datar dan sungai yang
berpetak petak. Terdapat jeinis tanah alluvial atau sejenis
tanah liat halus dan dapat menampung air hujan. Sesuai
untuk dijadikan daerah tadah hujan, irigasi persawahan.
Vegetasi berupa rerumputan. Daerah ini memiliki relief
yang bergelombang. Daerah ini juga cocok untuk
perpaduan perkarangan dan rumah.
7 H 94 Merupakan area puncak bukit dengan relief
bergelombang dan berbukit – bukit dengan batu – batu
kecil, dengan kemiringan 20 – 25 %. Daerah ini
merupakan daerah hasil dari aktivitas vulkanik. Terdapat
irigasi sawah dan daerah tadah hujan. Daerah ini
digunakan untuk perumahan dengan pekarangannya, atau
hutan lindung.
8 H93 Merupakan daerah atau area puncak punggung bukit,
dengan kemiringan lereng pada umumnya mencapai 15
% dan memiliki relief yang bergelombang. Bahan induk
pada daerah ini merupakan hasil dari aktivitas
vulkanisme yang bersifat keras sehingga tidak mudah
tererosi. Sangat cocok untuk bercocok tanam, daerah
perkebunan dan kebun buah – buahan.
9 H 45 Merupakan daerah lereng bukit yang tererosi. Daerah ini
berbahan induk lunak karena mudah tererosi. Memiliki
pola pengaliran sub-dendritik. Kemiringan lereng pada
umumnya mencapai 15 % dan dibeberapa lokasi
kemiringannya mencapai 40 %. Jenis tanahnya berupa
lempung atau berbutir sangat halus dan tanah dengan
bahan seperti semen yang dihasilkan dari aktivitas erosi
dari lereng bukit. Daerah ini sesuai untuk area
persawahan dan daerah tadah hujan. Vegetasinya berupa
rumput, semak belukar dan sedikit pepohonan. Jadi
secara umum vegetasi didaerah ini berukuran rendah.
Dibeberapa daerah tadah hujan sesuai untuk bersosok
tanam.
10 H 14 Merupakan daerah denga bukit – bukit kecilyang
memiliki pola bergelombang dengan sebuah pola
pengaliran persegi panjang yang sangat rapat. Dengan
luas 10 sampai 20 meter. Dengan kemiringan pada
umumnya 15% dan dibeberapa lokasi mencapai 30%.
Bahan induk pada daerah ini merupakan batulempung.
Vegetasi berupa rerumputan, semak belukar dengan
ukuran yang rendah. Daerah ini sesuai untuk daerah
tadah hujan dan perkebunan kayu jati muda. Daerah ini
hanya dapat digunakan sebagai hutan alami, produk ilmu
kehutanan dan tutupan lahan permanen karena bahaya
erosi.
11 H 32 Merupakan daerah dengan bukit – bukit kecil dan bukit
yang memilik kemiringan mencapai 30%. Bahan induk
didaerah ini merupakan batulempung. Vegetasi berupa
rerumputan, semak belukar berukuran rendah. Daerah ini
sesuai untuk daerah tadah hujan dan perkebunan kayu jati
muda. Daerah ini hanya dapat digunakan sebagai hutan
alami, produk ilmu kehutanan dan tutupan lahan
permanen karena bahaya erosi.
12 V 93 Merupakan daerah punggung vulkanik yang sangat kasar
dengan relief batuannya. Bahan induk pada daerah ini
merupakan batuan vulkanik yang bersifat keras. Vegetasi
berupa rerumputan, semak belukar dan sedikit
pepohonan. Daerah ini sesuai untuk dijadikan daerah
hutan alami.

6. PEMBAHASAN
Pada praktikum Geomorfologi dan Analisis Landscape yang kelimat ini
praktikan melakukan identifikasi bentuk lahan sistem perbukitan dan alluvial pada
pasangan foto udara. Dimana praktikum dilaksanakan dengan menggunakan data
sekunder yaitu dengan menggunakan foto udara yang diamati dibawah stereoskop
cermin dan bukan observasi langsung ke lapangan. Dengan menggunakan stereoskop
cermin, maka gambar foto udara bentuk pola pengaliran dapat dilihat secara tiga
dimensi dan seperti melihat secara langsung di lapangan.
Dari judulnya dapat diketahui bahwa pada praktikum ini akan membahas
mengenai bentuk lahan dipermukaan bumi diataranya sistem perbukitan dan alluvial
plain. Sistem Perbukitan yaitu bentuk lahan perbukitan memanjang, tidak teratur, kuesta
dan lereng struktural memanjang, proses kuesta berasal dari proses Orogenetik dan
tenaga eksogen erosi yang membentuk perbukitan kecil dan memanjang, struktural akan
membentuk lahan lereng memanjang.
Aluvial adalah jenis tanah yang terbentuk karena endapan. Daerah endapan
terjadi di sungai, danau yang berada di dataran rendah, ataupun cekungan yang
memungkin kan terjadinya endapan. Tanah aluvial memiliki manfaat di bidang
pertanian salah satunya untuk mempermudah proses irigasi pada lahan pertanian. Tanah
ini terbentuk akibat endapan dari berbagai bahan seperti aluvial dan koluvial yang juga
berasal dari berbagai macam asal. Tanah aluvial tergolong sebagai tanah muda, yang
terbentuk dari endapan halus di aliran sungai. Tanah aluvial dapat dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian karena kandungan unsur hara yang relatif tinggi.
Jika dilihat dari bentang lahannya secara keseluruhan daerah ini pada mulanya
merupakan daerah hasil aktivitas vulkanisme dan pegunungan yang ditandai dengan sisa
– sisa singkapan bahan vulkanik yang sangat sedikit. Kemudian lama – kelamaan
daerah vulkanik tersebut mengalami erosi dan hanya tinggal edikit sekali bahan – bahan
vulkanik yang tersisa. Material vulkanik yang tersisa ini dusah dapat dipastikan
memiliki sifat yang keras karena sulit tereosi setelah sekian lama, sedangkan daerah
disekitarnya telah mengalami erosi dan bahan induknya bukan lagi materil vulkanik
tetapi kebanyakan batulempung yang mudah tererosi. Selain itu di daerah ini juga
terdapat sebuah danau tuan atau purba yang kemungkinan dimasa lampau danau itu
merupakan sebuah kaldera dari gunung api vulkanik.
Disamping adanya aktivitas erosi dari tingkat rendah sampai tinggi, bentang
lahan sistem pebukitan dan alluvial plain ini sangat cocok untuk daerah perkebunan,
pemukiman didekat perkebunan, hutan alami maupun hutan penelitian, daerah tadah
hujan,daerah persawahan, bercocok tanam maupun menggembala ternak karena daerah
ini kebanyakan atau didominasi oleh vegetasi berukuran rendah seperti rerumputan,
semak belukar, dan sedikit pepohonan dengan ukuran yang rendah. Selain itu daerah ini
juga merupakan daerah aliran sungai dimana dengan adanya aliran sungai seumber
kebutuhan air bagi masyarakat yang mengguanakan lahan untuk berkebunan dan yang
lainnya akan terpenuhi. Dengan adanya aliran sungai juga terbentuk dataran alluvial
atau tanah berbahan alluvial yang sanagt subur sehingga dapat dimanfaatkan untuk
bercocok tanam.
Daerah sistem perbukitan ini terdapat variasi ketinggian bukit yang disebut
dengan hummocks atau bukit dengan ketinggian kurang dari 10 meter dan hillocks atau
bukit - bukit kecil dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Kemiringan lereng perbukitan
didaerah ini juga bervariasi dari yang landai hingga curam. Hal itu juga dapat menjadi
faktor yang menyebabkan tingkat erosi semakin tinggi yang terjadi didaerah tersebut..

7. KESIMPULAN
1. Sistem Perbukitan yaitu bentuk lahan perbukitan memanjang, tidak teratur, kuesta
dan lereng struktural memanjang, proses kuesta berasal dari proses Orogenetik dan
tenaga eksogen erosi yang membentuk perbukitan kecil dan memanjang, struktural
akan membentuk lahan lereng memanjang. Sedangkan Aluvial adalah jenis tanah
yang terbentuk karena endapan.
2. Sistem perbukitan terdiri dari hummocks atau bukit dengan ketinggian kurang dari
10 meter dan hillocks atau bukit bukit kecil dengan ketinggian lebih dari 10 meter.
Kemiringa lereng tergantung pada ketinggia bukit serta alktivitas erosi yang terjadi.
Sedangkan alluvial terdapat daerah endapan yang terjadi disekitar sungai dan dataran
rendah, ataupun cekungan yang memungkin kan terjadinya endapan yang memiliki
jenis tanah yang subur

8. DAFTAR BACAAN

http://soborneo.blogspot.co.id/2006/04/bentang-alam-dan-lokasi-sob.html diakses
tanggal 15 november 2015

http://reskiayumagfira.blogspot.co.id/ diakses tanggal 15 november 2015

http://teachgeograf.blogspot.co.id/2012/05/makalah-geomorfologi-bentukan-lahan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Aluvial diakses tanggal 15 november 2015

http://pendiks.blogspot.sg/2013/05/tanah-aluvial-tanah-aluvial-adalah.html diakses
tanggal 15 november 2015

Anda mungkin juga menyukai