Anda di halaman 1dari 3

Nama : RAHMAWATI

NIM : 1761201004
Kelas : 2B1
KONSEP KEARIFAN LOKAL

Konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal
(indigenous knowledge system) adalah pengetahuan yang khas milik suatu
masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari
proses hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya (Marzali dalam
Yuwana, 2013).
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai: suatu kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi
kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara
lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya
atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Contoh:
hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan
gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya.Pada umumnya etika dan nilai
moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari
generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah,
semboyan, dan peribahasa, folklore), dan manuskrip.
Berdasarkan uraian tersebut, pengetahuan lokal, local genius, maupun kearifan
lokal, pada hakekatnya memiliki pengertian yang sama. Ketiga istilah tersebut
mendasari pemahaman bahwa kebudayaan itu telah dimiliki dan diturunkan secara
berkelanjutan dari generasi ke generasi bahkan ribuan tahun oleh masyarakat
setempat atau lokal. Kebudayaan yang telah kuat berakar itu tidak mudah goyah dan
terkontaminasi dengan pengaruh dari kebudayaan lain.
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai: suatu kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi
kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara
lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya
atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Contoh:
hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan
gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya.
Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal
diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan
(antara lain dalam bentuk pepatah, semboyan, dan peribahasa, folklore), dan
manuskrip. Kelangsungan kearifan lokal tercermin pada nilai-nilai yang berlaku pada
sekelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai tersebut akan menyatu dengan kelompok
masyarakat dan dapat diamati melalui sikap dan tingkah laku mereka dalam kehidupan
sehari-hari. Kearifan lokal dapat dipandang sebagai identitas bangsa, terlebih dalam
konteks Indonesia yang memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas
budaya yang pada akhirnya melahirkan nilai budaya nasional.
Di Indonesia, kearifan lokal adalah filosofi dan pandangan hidup yang mewujud
dalam berbagai bidang kehidupan (tata nilai sosial dan ekonomi, arsitektur, kesehatan,
tata lingkungan, dan sebagainya). Contoh: kearifan lokal yang bertumpu pada
keselarasan alam telah menghasilkan pendopo dalam arsitektur Jawa. Pendopo
dengan konsep ruang terbuka menjamin ventilasi dan sirkulasi udara yang lancar
tanpa perlu penyejuk udara.
Kearifan lokal memiliki beberapa ciri-ciri yaitu:
 Mempunyai kemampuan memgendalikan.
 Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.
 Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar.
 Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya.
 Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan
budaya asli.
Adapun contoh kearifan lokal yang diantaranya yaitu:
 Hutan larangan adat “desa rumbio kec. kampar prov. Riau” Kearifan lokal ini
dibuat dengan tujuan untuk agar masyarkat sekitar bersama-sama melestarikan
hutan disana, dimana ada peraturan untuk tidak boleh menebang pohon
dihutan tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras 100 kg atau berupa
uang sebesar Rp 6.000.000,- jika melanggar.
 Awig-Awig (Lombok Barat dan Bali) merupakan aturan adat yang menjadi
pedoman untuk bertindak dan bersikap terutama dalam hal berinteraksi dan
mengolah sumber daya alam dan lingkungan didaerah Lombok Barat dan Bali.
 Cingcowong (Sunda/Jawa Barat) merupakan upacara untuk meminta hujan
tradisi Cingcowong ini dilakukan turun temurun oleh masyarakat Luragung guna
untuk melestarikan budaya serta menunjukan bagaimana suatu permintaan
kepada yang Maha Kuasa apabila tanpa adanya patuh terhadap perintahnya.
 Bebie (Muara Enim-Sumatera Selatan) merupakan tradisi menanam dan
memanen padi secara bersama-sama dengan tujuan agar pemanenan padi
cepat selesai dan setelah panen selesai akan diadakan perayaan sebagai
bentuk rasa syukur atas panen yang sukses.
 Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan
terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan
tradisi tanam tanjak.
 Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan
kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan
rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga
penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah
 Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat.
Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan
hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat.
 Bali dan Lombok masyarakat mempunyai awig-awig. Kerifan lokal merupakan
suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan
berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi
dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan
kehidupan yang sakral sampai yang profan.

Anda mungkin juga menyukai