Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi

Berat badan lmerupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rerata

berat bayi normal (usia gestasi 37 s.d 41 minggu) adalah 3200 gram. Secara umum,

BBLR dan bayi dengan berat berlebih lebih besar risikonya untuk mengalami

masalah. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena

semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep BBLR tidak

sinonim dengan prematuritas telah diterima secara luas pada akhir tahun 1960-an.

Tidak semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram lahir cukup bulan.

Sepertiga BBLR sebenarnya adalah bayi cukup bulan (Damanik, 2014).

Kecukupan pertumbuhan intrauterin dapat ditentukan dengan melihat

hubungan antar usia kehamilan dengan berat lahir. Hubungan antara berat lahir dan

atau umur kehamilan juga sangat membantu dalam meramalkan masalah klinis bayi

baru lahir. Berat lahir merupakan salah satu faktor penentu kelangsungan hidup dan

perkembangan bayi. Berat lahir rendah meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada

bayi lahir (Sharna dkk., 2015).

Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal hingga setelah

persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan

menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama

kehamilan yang penting. Grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan digunakan

7
untuk menentukan apakah berat lahir bayi sesuai untuk usia kehamilan atau tidak.

Setelah persalinan, penentuan umur kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan.

Bagian dari pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria perkembangan saraf yang

spesifik serta berbagai sifat fisik luar yang terus-menerus berubah seiring dengan

berlanjutnya kehamilan, yang kemudian dikembangkan dan diuraikan oleh beberapa

peneliti, diantaranya Dubowitz, Usher, dan Farr. Penerapan klinis yang praktis dan

dapat dipercaya digambarkan oleh Dubowitz dkk., dan dengan cepat diterima dunia.

Selanjutnya modifikasi Dubowitz yang disederhanakan tetapi dengan akurasi yang

hampir sama untuk memperkirakan umur kehamilan secara klinis dilaporkan oleh

Ballard dkk. (Damanik, 2014)

Klasifikasi pada bayi baru lahir dapat dilihat berdasarkan berat lahir, umur

kehamilan, atau hubungan antara berat lahir dan umur kehamilan sesuai dengan tabel

2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Dasar Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut Berat Badan, Masa Gestasi dan

Hubungan Berat Badan dengan Masa Gestasi

Dasar Klasifikasi Klasifikasi Definisi

Menurut berat lahir Bayi Berat Lahir Rendah Bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir <2500 gram
Bayi Berat Lahir Cukup/Normal Bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir 2500-4000 gram
Bayi Berat Lahir Lebih Bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir >4000 gram
Sumber: Damanik, 2014
World Health Organization (WHO) membagi BBLR untuk kepentingan

kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi menjadi bayi berat lahir sangat rendah

(BBLSR) bila didapatkan dengan berat <1.500 gram dan bayi berat lahir amat sangat

rendah (BBLASR) bila didapatkan dengan berat <1.000 gram (WHO, 2011).

2.2 Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram atau lebih rendah. Idealnya, definisi dari BBLR seharusnya berdasarkan

dari data populasi masyarakat dan genetik yang sebisa mungkin homogen. Penyebab

berat lahir rendah adalah prematuritas, dan buruknya pertumbuhan janin di dalam

kandungan atau disebut Intra Uterine Growth Restriction (IUGR). Bayi berat lahir

rendah berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dari bayi baru

lahir (Damanik, 2014).

Di Amerika Serikat prevalensi bayi lahir hidup dengan BBLR adalah 8,2%,

dengan jumlah Afrika-Amerika dua kali lebih banyak dari pada Kaukasia, sedangkan

di Indonesia prevalensi BBLR adalah 10,2% (Riskesdas, 2013). Lebih dari dua

dekade ini jumlah bayi BBLR meningkat, terutama disebabkan oleh karena

peningkatan kelahiran bayi prematur. Wanita yang dimana kelahiran pertamanya

prematur, berisiko untuk melahirkan prematur untuk kehamilan berikutnya (Carlo,

2016).

Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan

kecukupan pertumbuhan intrauterin. Tiga puluh persen dari bayi BBLR adalah bayi

cukup bulan (usia kehamilan >37 minggu) yang mengalami IUGR (Carlo, 2016).
Bayi dengan IUGR, menyebabkan lahirnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK),

dimana bayi dengan KMK mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi

dari pada bayi yang sesuai dengan masa kehamilan (Sharma dkk., 2015).

2.3 Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir 1.000

gram hingga kurang dari 2.500 gram. Bayi BBLSR, didominasi oleh bayi prematur.

Di Amerika Serikat, prevalensi BBLSR adalah 1,46%. BBLSR merupakan prediktor

yang akurat mortalitas bayi. Lebih dari 50% dari bayi BBLSR mengalami kematian,

dan 50% mengalami kecacatan seperti masalah dalam penglihatan dan pendengaran.

Kemampuan BBLSR untuk bertahan hidup sangat berhubungan dengan berat badan

lahirnya, dengan perkiraan 20% bayi bertahan hidup pada BBL 500 hingga 600 gram,

dan 90% bayi bertahan hidup pada BBL 1250 hingga 1500 gram. Dibandingkan

dengan bayi berat lahir normal, bayi BBLSR memiliki insiden yang lebih tinggi

untuk dirawat kembali di rumah sakit pada satu tahun kehidupannya oleh karena

sekuel dari prematuritas, infeksi, komplikasi neurologi dan gangguan psikososial

(Carlo, 2016).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Bayi Berat Lahir Rendah

Penyebab berat lahir rendah adalah prematuritas dan IUGR. Memisahkan

faktor yang berhubungan dengan prematuritas dengan IUGR sangatlah sulit. Terdapat

korelasi yang kuat antara kelahiran prematur dan IUGR dengan status sosioekonomi

yang rendah. Keluarga dengan status sosioekonomi yang rendah memiliki

kemungkinan yang lebih tinggi untuk kejadian anemia, kesakitan dan asupan nutrisi
yang kurang pada ibu hamil; asuhan prenatal yang inadekuat; komplikasi obstetrik;

penyalahgunaan obat; dan riwayat persalinan yang buruk (abortus, persalinan

prematur pada kehamilan sebelumnya). Faktor lain yang berhubungan adalah seperti

keluarga yang bercerai, kehamilan remaja, jarak antar kehamilan yang dekat, ibu

yang telah melahirkan lebih dari empat anak. Perbedaan pertumbuhan janin juga

dipengaruhi oleh suku dan ras orang tua, berat dan tinggi badan orang tua, status

sosial, dan faktor lainnya seperti merokok, penggunaan obat-obatan pada ibu, dan

lain-lain (Sharma dkk., 2015). Perbedaan derajat berat lahir dari setiap populasi lebih

banyak dipengaruhi oleh karena faktor lingkungan daripada oleh karena perbedaan

genetik yang lebih sulit untuk dijabarkan. Variasi genetik yang mempengaruhi berat

lahir mulai diketahui (Carlo, 2016).

2.5 Prematuritas

Etiologi dari bayi prematur disebabkan oleh banyak faktor dan termasuk

interaksi yang kompleks dari fetus, plasenta, uterus dan faktro maternal seperti yang

terlihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2

Penyebab Bayi Prematur yang Telah Diketahui

Fetus
- Fetal distres
- Kehamilan multipel
- Eritroblastosis
- Hydrops nonimun
Plasenta
- Disfungsi plasenta
- Plasenta previa
- Abrupsio plasenta
Uterus
- Uterus bicornuate
- Inkompeten cervix
Maternal
- Preeklamsi
- Penyakit kronis (penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal)
- Infeksi
- Penyalahgunaan obat
Lainnya
- Ketuban pecah dini
- Polihidramnion
- Iatrogenik
- Trauma
Sumber: Carlo, 2016

Kelahiran prematur dengan BBLR dimana berat badan bayi sesuai masa

kehamilan (SMK) biasanya berhubungan dengan kondisi medis seperti

ketidakmampuan uterus mempertahankan janin, ketuban pecah dini, abrupsio

plasenta, kehamilan multipel, atau stimulus kontraksi uterus sebelum waktunya

(Miller dan Hassanein, 1971).

Infeksi bakteri (Streptococcus Grup B, Listeria monocytogenes, Ureaplasma

urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia, Trichomonas vaginalis, Gardnerella

vaginalis, Bacteroides spp.) baik simptomatis maupun asimptomatis dapat

menyebabkan kelahiran prematur. Zat yang diproduksi oleh bakteri dapat

menstimulasi produksi mediator inflamasi (interleukin-6, prostaglandin). Mediator

inflamasi akan menginduksi kontraksi uterus prematur atau menyebabkan respon

inflamasi lokal sehingga terjadi ruptur amnion. Pemberian terapi antibiotik yang tepat

dapat menurunkan risiko dari infeksi fetus bahkan mungkin dapat memperpanjang

masa kehamilan (Carlo, 2016).


2.5.1 Faktor Plasenta

Pada pertumbuhan intrauterin normal, pertambahan berat plasenta sejalan

dengan pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar

dibutuhkan plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian, berat

lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga

berhubungan secara berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah

uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai

penyakit vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat

gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus

gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah

uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan

klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk seperti, kehamilan ganda,

penyalah-gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik),

penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta umbilikus yang

abnormal, dan tumor vaskular (Damanik, 2014).

2.5.2 Faktor Malnutrisi

Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin,

yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu dengan

berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil daripada

yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis

status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena

kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh
lambat. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan trimester ketiga saat hipertrofi

seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika

masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLRdengan pemberian

tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi(riwayat nutrisi buruk)

menunjukkan bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat

janin dibanding penambahan protein (Damanik, 2014).

2.5.3 Faktor Genetik

Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi

genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecenderungan untuk

berulangkali melahirkan bayi KMK (tingkat pengulangan 25%-50%), dan

kebanyakan wanita tersebut dilahirkan sebagai BBLR KMK. Demikian juga, wanita

yang pernah melahirkan bayi besar memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk

kembali melahirkan bayi besar, dan mereka sendiri cenderung berukuran besar pada

saat lahir. Hubungan yang berarti antar berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua

ras. Pengaruh dari polimorfisme nukleotida tunggal telah dilaporkan baru-baru ini.

Adalah penambahan penambahan alel C dari rs900400 dekat pada gen LEKR1 dan

CCNL1 pada bayi dengan berat badan lebih rendah pada kehamilan prematur tunggal

(Mc Ellroy dkk., 2012).

2.6 Gangguan Pertumbuhan Intrauterine

Gangguan pertumbuhan intrauterin (IUGR/Intrauterine Growth Restriction)

berhubungan dengan kondisi medis yang dapat mengganggu efisiensi sirkulasi dari
plasenta sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, atau gangguan

dari kesehatan dan nutrisi dari ibu. Banyak faktor penyebab yang sama antara IUGR

dan bayi prematur. Gangguan pertumbuhan intrauterin berhubungan dengan

penurunan produksi insulin atau retensi insulin. Bayi dengan gangguan pada reseptor

IGF (Insulin Growth Factor)-1, hipoplasi pankreas, atau diabetes neonatus transien

dapat terjadi IUGR. Mutasi genetik berhubungan dengan mekanisme regulasi glukosa

dari sel islet pankreas yang menyebabkan penurunan produksi insulin meningkatkan

kemungkinan IUGR (Miller dan Hassanein, 1971).

Tabel 2.3

Faktor yang Berhubungan dengan IUGR

Fetus
- Kelainan kromosom
- Infeksi kronis (rubela kongenital, CMV kongenital, sifilis)
- Kelainan kongenital
- Irradiasi
- Kehamilan multipel
- Hipoplasi pankreas
- Defisiensi insulin atau insulin growth factor
Plasenta
- Berat plasenta yang rendah
- Area perlekatan plasenta yang kecil
- Plasentitis
- Tumor plasenta (Chorioangioma, hydatidiform mola)
- Twin transfusion syndrome
Maternal
- Toxemia
- Hipertensi atau penyakit ginjal kronis
- Hipoksemia (oleh karena penyakit jantung sianosis, penyakit paru ataupun ketinggian
- Malnutrisi
- Penyakit kronis
- Anemia
- Penyalahgunaan obat
Sumber: (Carlo, 2016)
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) adalah respon normal dari fetus

terhadap keadaan kurang oksigen dan/atau nutrisi. Oleh karena itu bayi IUGR

berisiko tinggi untuk terjadi malnutrisi dan hipoksia. Intrauterine Growth Restriction

(IUGR) diklasifikasikan berdasarkan onset serta tipe pertumbuhan yang terhambat,

dibagi menjadi tipe IUGR simetris dan IUGR asimetris. Jika gangguan pertumbuhan

terjadi pada akhir kehamilan, pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak

paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, limpa dan timus sangat berkurang.

Keadaan klinis ini disebut IUGR asimetri yang disebabkan oleh gangguan pada akhir

kehamilan seperti pada preeklampsia. Sedangkan apabila gangguan terjadi pada awal

kehamilan maka pertumbuhan otak dan tulang rangka pun terganggu, ini disebut

IUGR simetris dan seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan syaraf yang

buruk (Eichenwald dan Stark, 2008).

2.7 Penilaian Usia Kehamilan

2.7.1 Teknik Penilaian Umur Kehamilan Antenatal

Ada berbagai cara penentuan umur kehamilan antenatal mulai dari cara

sederhana yang telah digunakan dan terus digunakan yaitu Hari Pertama Haid

Terakhir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama kehamilan penting misalnya gerakan

janin, munculnya suara jantung janin, dan tinggi fundus. Hari Pertama Haid Terakhir

(HPHT) biasanya tidak jelas, dan kejadian-kejadian selama kehamilan biasanya tidak

tercatat bila pasien tidak menjalani perawatan antenatal. Metode kebidanan yang

paling umum digunakan untuk mengukur umur kehamilan adalah ukuran Mc Donald.

Ukuran ini menggunakan tinggi fundus uteri dalam sentimeter di atas simfisis pubis.
Penentuan umur kehamilan yang lebih mutakhir menggunakan serangkaian

pemeriksaan ultrasonografi pada janin (Damanik, 2014).

2.7.2 Teknik Penilaian Umur Kehamilan Pasca Persalinan

Perjalanan klinis, masalah, dan hasil perawatan klinis bayi KMK, SMK, dan

BMK berbeda. Demikian juga masalah bayi BKB berbeda dengan BBL cukup bulan

dan lebih bulan. Dengan melakukan klasifikasi, maka antisipasi dapat dipermudah

(Damanik, 2014).

Dibandingkan dengan bayi prematur dengan berat badan sesuai masa

kehamilan, bayi yang mengalami IUGR memiliki ukuran tubuh yang tidak

proposional, kepala relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh. Akan

tetapi kedua bayi baik prematur maupun IUGR memiliki lemak sub kutan yang tipis.

Maturitas neurologis (kecepatan konduksi saraf), pada keadaan tidak asfiksia,

berhubungan dengan usia kehamilan. Tanda-tanda fisik mungkin berguna dalam

memperkirakan usia kehamilan pada saat kelahiran. Pemeriksaan fisik yang sering

dilakukan adalah sistem penilaian Ballard (New Ballard Score/NBS) (Gambar 2.1),

NBS memiliki keakuratan hingga + 2 minggu. Sistem NBS menggabungkan antara

penilaian ciri fisik luar dan evaluasi neurologis. Bayi dianggap memiliki risiko
morbiditas dan mortalitas yang tinggi apabila terdapat perbedaan antara usia

kehamilan berdasarkan pemeriksaan fisik, hari terakhir haid terakhir ibu, dan

pemeriksaan ultrasonografi janin sewaktu dikandungan (Carlo, 2016).

Gambar 2.1 Kriteria Fisik untuk Maturitas Bayi dari New Ballard Score Sumber:

(Ballard dkk., 1991)

Gambar 2.2 Kriteria Neuromuskular untuk Maturitas Bayi dari New Ballard

Score beserta Maturity rating.

Sumber: (Ballard dkk., 1991)

2.7.3 Kurva Antropometri Neonatus

Pada penilaian antropometri neonatus yang sering dilakukan adalah

menggunakan kurva Lubchenco. Kurva Lubchenco mengukur ukuran antropometri

dari neonatus mulai dari tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Penggunaan
kurva Lubchenco adalah dengan melihat distribusi dari ukuran neonatus

dibandingkan dengan usia kehamilan (Bertino dkk., 2007).

Gambar 2.3 Kurva Antropometri Neonatus Lubchenco L.

Sumber: Lubchenco dkk., 1966.


2.8 Kalium

Kalium merupakan kation intraseluler utama. Komponen kalium yang dapat

dipertukarkan meliput kalium intraseluler (89,6%), ekstraseluler (0,4%) dan limfe

interstitiel (1,0%). Sisanya (10%) tidak dapat dipertukarkan terdapat dalam jaringan

ikat padat dan kartilago (0,4%), tulang (7,6%) dan sejumlah kecil intrasel (2%).

Konsentrasi kalium intrasel pada anak berkisar 150 mEq/L, namun pada bayi

prematur konsentrasi kalium intrasel hanya 120 mEq/L. Hanya terdapat 2% dari

kadar kalium dari seluruh tubuh yang terdapat pada ekstraseluler, yaitu berkisar

antara 3,8 hingga 5 mEq/L (Soriano, 1995). Kadar kalium serum pada bayi baru lahir

sedikit lebih tinggi dari pada kadar ekstraseluler berkisar antara 6 mEq/L (Rahardjani,

2014), hal ini disebabkan oleh karena kalium yang keluar dari sel darah merah pada

saat terjadi proses pembekuan darah. Bayi baru lahir dikatakan hiperkalemi apabila

kadar kalium serum >6mEq/L (Gomella dkk., 2013). Perbedaan ini dipertahankan

oleh aktifasi Na-K ATPase, hal ini sangat penting untuk mempertahankan perbedaan

potensial membran antara sisi membran sel.

Kalium sangat penting untuk eksitabilitas sel-sel saraf dan otot, kontraktilitas

otot polos, rangka dan jantung. Karena kontribusi osmotik intraselnya, kalium

penting untuk mempertahankan volume sel. Kalium berperan penting dalam

membentuk potensial aksi pada jaringan-jaringan peka rangsang, neuron dan serabut

otot.peningkatan atau penurunan konsentrasi kalium dalam cairan ekstraseluler yang

dapat mengubah gradien konsentrasi kalium intrasel sehingga dapat mengubah

potensial membran istirahat. Peningkatan konsentrasi kalium ekstrasel dapat


menyebabkan penurunan potensial istirahat dan peningkatan eksitabilitas, terutama

pada sel otot jantung (Guyton dan Hall, 2008).

Kalium yang ikut diekskresikan dalam feses hanya sekitar 5 sampai 10 persen,

sehingga untuk mengatur keseimbangan kalium memerlukan penyesuaian ginjal

terhadap ekskresi kaliumnya dengan cepat dan tepat tergantung dengan asupan

gizinya. Selain itu, pengaturan distribusi kalium dari cairan ekstrasel ke intrasel juga

berperan dalam homeostasis kalim (Guyton dan Hall, 2008).

2.9 Hipokalemia pada Neonatus

Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar serum kalium lebih rendah daripada

3,5 mEq/L (Gomella dkk., 2013). Hipokalemia pada neonatus dapat disebabkan oleh

karena peningkatan kehilangan kalium dari renal, peningkatan kehilangan kalium dari

ekstra-renal, redistribusi, atau kekurangan asupan dari kalium. Peningkatan ekskresi

kalium dari renal dapat disebabkan oleh karena kelainan metabolik (Congenital

adrenal hyperplasia, Cushing syndrome, dll). Ekskresi kalium ekstra-renal dapat

disebabkan oleh karena diare pada neonatus, atau terjadi malabsorbsi dari

gastrointestinal. Redistribusi kalium ke dalam intrasel juga dapat mengakibatkan

hipokalemia, seperti pada penggunaan insulin pada neonatus, penggunaan nebulisasi

dengan β-2 agonis yang dapat mengakibatkan masuknya kalium ekstraseluler menuju

intraseluler (Sarici dan Sarici, 2012).

2.10 Hiperkalemia pada Bayi Berat Lahir Rendah

Hiperkalemia reversibel terjadi pada bayi prematur pada hari pertama

kehidupan, pertama kali dilaporkan oleh Usher pada tahun 1959. Pada penelitiannya,
Usher menemukan kejadian hiperkalemia pada bayi prematur yang mengalami distres

pernapasan. Berdasarkan penelitiannya kejadian hiperkalemia ini bersifat reversibel.

Pada penelitian berikutnya Shortland dkk menemukan bahwa kadar kalium

meningkat, walaupun tidak diberikan asupan kalium baik secara oral maupun

parenteral. Penelitian lain oleh Kwak dkk. (2013) menunjukan bahwa hiperkalemia

pada bayi prematur lebih sering dijumpai pada bayi <1.000 gram.

Kadar kalium lebih dari 7 mmol/L berhubungan dengan kelainan pada

gambaran elektrokardiografi (konduksi atrioventrikular yang memanjang), dimana

kadar serum kalium di bawah 7 mmol/L menunjukan gambaran elektrokardiografi

yang normal. Kadar kalium pada neonatus mencapai puncaknya pada 12 hingga 48

jam kehidupan, setelah itu lalu berangsur turun hingga kadar normal. Kadar kalium

yang tinggi >9mEq/L, berhubungan dengan perubahan irama jantung (aritmia) yang

meningkatkan risiko mortalitas (Usher, 1959).

2.10.1 Etiologi

Hiperkalemia pada bayi prematur dapat disebabkan oleh banyak faktor,

diantaranya adalah gagal ginjal, distres pernapasan, hemolisis dari sel darah merah,

asidosis metabolik/respiratorik, pemberian kalium yang berlebihan, dan yang paling

sering adalah imaturitas (Lorenz dkk., 1997).

Gagal ginjal dapat menyebabkan hiperkalemia. Oliguria dapat menyebabkan

penurunan pembuangan kalium dan menyebabkan hiperkalemia. Selain itu gagal

ginjal dapat juga menyebabkan penurunan pH darah, yang menyebabkan

berpindahnya kalium intraseluler ke ekstraseluler, yang juga kemudian menyebabkan


hiperkalemia. Gagal ginjal pada bayi baru lahir adalah penurunan filtrasi glomerulus

dan fungsi tubulus yang mendadak dan berat, yang ditandai oleh kadar kreatinin

serum diatas 1,5 mg/dL (Noer dkk., 2014).

Penurunan pH dalam darah atau lebih sering disebut dengan asidemia dapat

mengakibatkan berpindahnya kalium intraseluler ke ekstraseluler. Asidemia dapat

disebabkan oleh karena gangguan metabolik maupun gangguan respiratorik. Asidosis

adalah sebuah proses patologi dimana terjadi peningkatan asam dari tubuh, proses ini

apabila tidak terkompensasi dengan baik maka akan menimbulkan asidemia

(Brouillette dan Waxman, 1997).

Penyebab tersering hiperkalemia pada BBLR adalah imaturitas. Pada bayi

prematur dapat terjadi nonoliguric hiperkalemia yang bersifat reversibel. Pada

nonoliguric hiperkalemia biasanya didahului oleh peningkatan kadar kalium yang

cepat pada 24 jam pertama setelah lahir, yang kemudian akan turun pada 72 jam

berikutnya (Mildenberger dan Versmold, 2002). Pada bayi prematur sel tubulus distal

ginjal memiliki respon yang buruk terhadap aldosteron, kadar aldosteron pada

BBLSR yang terjadi hiperkalemia tidak berbeda dengan bayi yang normokalemia

(Soriano, 1995).

2.10.2 Pathogenesis

2.10.2.1 Peningkatan Asupan/Produksi Kalium

Pada bayi prematur sebaiknya diberikan cairan bebas kalium pada hari

pertama setelah lahir, untuk mencegah peningkatan kadar kalium berlebihan

(Mildenberger dan Versmold, 2002). Peningkatan kadar kalium serum dapat berasal
dari eksogen ataupun endogen. Secara eksogen, asupan kalium yang berlebihan tidak

hanya berasal dari cairan infus, tetapi juga bisa berasal dari darah yang ditransfusikan

kepada bayi prematur. Kebutuhan elektrolit pada bayi prematur baru lahir di pada

minggu pertama adalah 0-2 mEq/kg/hari, pemberian dengan menggunakan larutan

elektrolit parenteral (Sjarif dkk., 2015). Secara endogen, dapat disebabkan oleh

hemolisis dari sel darah merah, atau perdarahan (intraventrikular, cephalhematoma,

perdarahan gastrointestinal) ataupun nekrosis jaringan yang dapat meningkatkan

produksi dari kalium (Gruskay dkk., 1988). Semakin lama darah disimpan sebelum

diberikan akan semakin tinggi kalium di ekstrasesluler, untuk tiap penyimpanan per

hari akan meningkatkan kadar 0,5-1 mEq/L (Soriano, 1995).

Pemberian nutrisi pada bayi baru lahir dapat diberikan secara enteral maupun

parenteral. Pemberian nutrisi enteral dilakukan apabila bayi tidak memiliki risiko

terhadap pemberian nutrisi enteral seperti berat badan <1.000 gram, bayi prematur

dengan usia gestasi <34 minggu dan kurang masa kehamilan, bayi yang belum stabil,

malformasi usus kongenital, hipoksia iskemia perinatal dengan disfungsi organ, bayi

dengan penyakit jantung kongenital kompleks. Pemberian nutrisi enteral dimulai

dalam 24 jam pertama (hari 0) dan diberikan ASI 10-15 ml/kg/hari, dibagi 8-12 kali

pemberian, dan volume dinaikan bertahap 20-30 ml/kg/hari (Sjarif, 2015).

Nutrisi parenteral diberikan terutama pada bayi dengan risiko tinggi terutama

pada bayi dengan status kafrdiovaskular dan respirasi buruk, intrauterine growth

retardation (IUGR) berat, berat lahir <1.500 gram, dan kondisi terkait saluran cerna

dan fungsi saluran cerna yang buruk (Hay, 2013). Syarat utama pemberian nutrisi
parenteral adalam kondisi pasien yang stabil dan tidak ada kelainan dari fungsi ginjal,

fungsi hati dan kelainan elektrolit pada awal pemberian. Monitoring laboratorium

dilakukan selama pemberian nutrisi parenteral seperti pemeriksaan elektrolit, analisis

gas darah yang dilakukan setiap 3 hari (Sjarif, 2015).

Gambar 2.4 Skema Proses Peningkatan Asupan/Produksi Kalium

Hemolisis dari sel darah merah biasanya merupakan kejadian sekunder oleh

karena perdarahan intraventrikular, cephalhematoma, trauma, hipotermia, pemberian

cairan hipotonik, hingga inkompabilitas rhesus ataupun golongan darah ABO.

Hemolisis dari sel darah merah menyebabkan keluarnya ion kalium intraseluler dari

sel darah merah ke dalam intravaskular. Anemia hemolitik ditandai dengan adanya

ikterus neonatorum oleh karena peningkatan hiperbilirubinemia indirek, peningkatan

kadar retikulosit, yang diikuti dengan penurunan kadar Hb tanpa disertai dengan

adanya perdarahan. Pada perdarahan intraventrikuler, cephalhematoma dan trauma


terjadi pengeluaran dari sel darah merah menuju ekstravaskular, dalam prosesnya

terjadi penghancuran sel darah merah ekstravaskular menjadi hemoglobin, dan

hemoglobin sendiri akan dihancurkan menjadi bilirubin (Hafidh dkk., 2014).

2.10.2.2 Ekskresi Kalium yang Menurun

Penurunan ekskresi kalium di dalam ginjal tergantung oleh filtrasi glomerolus

dan sekresi tubulus distal, yang nantinya akan diperkuat oleh hormon aldosteron

(Mildenberger dan Versmold, 2002). Pada bayi prematur didapatkan laju filtrasi

glomeroulus yang sama dengan bayi aterm, akan tetapi sekresi kalium pada bayi

prematur lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh karena fungsi tubulus distal ginjal

yang belum bekerja sempurna, dan respon yang buruk dari tubulus distal terhadap

hormon aldosteron (Brion dkk., 1989). Sekresi kalium pada ginjal bayi prematur tidak

dapat mengimbangi peningkatan serum kalium pada bayi prematur.

Dua pertiga dari kalium yang difilitrasi dari glomerolus akan direabsorbsi

pada tubulus proksimal. Pada bagian tubulus distal terjadi sekresi kalium yang

dimediasi oleh pompa natrium kalium. Pompa natrium kalium akan menarik kalium

dalam darah menuju sel tubulus distal pada ginjal, sehingga menyebabkan tingginya

kadar kalium intraseluler pada sel tubulus distal, sehingga akan terjadi perpindahan

secara pasif kalium dari intraseluler menuju lumen pada tubulus ginjal. Perpindahan

secara pasif kalium dari intraseluler menuju lumen pada tubulus ginjal tergantung

pada permeabilitas membran dari sel tubulus ginjal (Guyton dan Hall, 2006). Pada
keadaan normal peningkatan kadar kalium akan mengakibatkan peningkatan kadar

aldosteron. Aldosteron akan menstimulasi pompa natrium kalium pada sel tubulus

distal dan meningkatkan permeabilitas membran dari sel tubulus distal ginjal terhadap

kalium. Stimulasi dari aldosteron terhadap sel tubulus distal akan meningkatkan

sekresi dari kalium (Soriano, 1995). Pada BBLR pompa natrium kalium dan reseptor

aldosteron pada tubulus distal belumlah terbentuk dengan baik, sehingga fungsi

sekresi dari kalium pada ginjal belum bekerja dengan baik (Brion dkk., 1989).

Gambar 2.5 Proses Ekskresi Kalium yang Menurun pada Bayi Prematur.

2.10.2.3 Perpindahan dari Ion Kalium Intraseluler ke Ekstraselular

Pada bayi prematur terjadi perpindahan ion kalium dari intraseluler ke

ekstraseluler yang terjadi pada hari pertama kehidupan. Dari seluruh kadar kalium,

98% terletak intraseluler pada konsentrasi 150 mmol/L, sedangkan kadar kalium

ektraseluler 30 kali lebih rendah. Kalium secara pasif dikelurkan terus menerus dari

sel sesuai gradien konsentrasi kalium, yang kemudian dimasukan kembali ke dalam
sel oleh pompa natrium-kalium (Na+/K+-ATPase), dibantu dengan ATP (Soriano,

1995).

Peningkatan konsentrasi H+ dapat menurunkan aktivitas pompa natrium-

kalium, sehingga menurunkan perpindahan kalium ke dalam sel sehingga

meningkatkan kadar kalium dalam plasma. Pada keadaan asidosis dengan anion gap

normal ion H+ akan masuk ke dalam sel, hal ini mengakibatkan keluarnya ion K +

secara pasif, untuk menjaga potensial membran sel. Pada keadaan asidosis metabolik

berat dengan anion gap normal apabila tidak disertai dengan peningkatan kadar

kalium, dapat disebabkan karena habisnya cadangan kalium pada intraselular

(Soriano, 1995). Keluarnya kalium intraseluler juga dapat disebabkan oleh karena sel

yang hancur (misal pada trauma). (Mildenberger dan Versmold, 2002). Pada usia 1

jam pertama kelahiran pH darah bayi baru lahir berkisar antara 7,2-7,45 (Brouillette

dan Waxman, 1997). Shaffer dkk. (1992) mengatakan bahwa pH <7,2 merupakan

salah satu faktor risiko untuk terjadinya hiperkalemia.

Asidosis dapat disebabkan oleh karena hipoksemia, yaitu keadaan dimana

kekurangan oksigen di dalam darah dikatakan hipoksemia apabila PaO2 kurang dari

50 mmHg (Rusmawati, 2008). Hipoksemia mengakibatkan terjadinya metabolisme

anaerob yang akan menghasilkan asam laktat, yang akan mengakibatkan menurunnya

kadar pH dalam darah (Guyton dan Hall, 2006). Selain itu pada keadaan hipoksemia

terjadi penurunan perpindahan ion kalium ke dalam intraseluler yang disebabkan oleh

karena menurunnya kadar ATP untuk mengaktifkan pompa natrium-kalium (Soriano,

1995). Pada bayi dengan asfiksia dikatakan akan mengalami hipoksemia apabila
didapatkan dengan distres napas dengan downes score lebih dari 5 (Rusmawati,

2008).

Pompa natrium-kalium (Na+/K+-ATPase) terdapat pada semua jenis sel,

dimana pompa ini akan membawa 3 molekul natrium ke luar sel dan memasukan 2

molekul kalium ke dalam sel (Guyton dan Hall, 2006). Penurunan perpindahan ion

kalium ke dalam intraseluler dapat disebabkan asidosis (untuk setiap penurunan pH

0,1, serum kalium meningkat 0,6 mEq/L), dan hipoglikemia dengan kadar insulin

yang rendah (Sarici dan Sarici, 2012). Insulin menstimulasi kerja dari pompa

natrium-kalium (Na+/K+-ATPase) (Soriano, 1995). Kerja insulin dalam memacu

pompa natrium-kalium tidak berhubungan dengan metabolisme glukosa.

Gangguan/inhibisi pada kerja pompa natrium-kalium akan menyebabkan

penumpukan kalium pada ekstraseluler (Soriano, 1995). Pada bayi prematur

didapatkan aktifitas pompa natrium-kalium sel darah merah yang lebih rendah dari

pada bayi aterm (Stefano dkk., 1993). Aktifitas imatur dari pompa natrium-kalium

dapat menyebabkan hiperkalemi pada hari pertama kehidupan bayi prematur.

Peningkatan tekanan osmotik pada intravaskuler juga dapat meningkatkan

kadar kalium serum. Peningkatan tekanan osmolaritas membuat keluarnya cairan dari

dalam sel. Pada keadaan sel yang dehidrasi terjadi peningkatan kadar kalium

intraselular, hal ini menyebabkan proses difusi dari ion kalium keluar sel menuju

cairan ekstraseluler. Hal ini dapat terjadi pada bayi dengan kadar gula serum yang

tinggi.

Anda mungkin juga menyukai