Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan suatu aktivitas manusia dalam membangun peradaban


modern yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan aktivitas manusia dalam
membentuk karakter manusia yang baik, yang akan mampu memelihara
keseimbangan dunia ini. Sebab pendidikan banyak negara yang dengan mudahnya
meraih kemajuan. Misalnya, negara Jepang, negara ini maju disebabkan karena
perhatiannya yang tinggi terhadap pendidikan dan teknologi, yang merupakan tanda
kemajuan zaman. Meskipun secara geografis negara ini tidak memiliki wilayah yang
besar, tetapi pendapatan negara dan kemajuan fasilitasnya berbanding terbalik dengan
negara yang secara geografis lebih baik darinya.

Kemajuan positif melalui bidang pendidikan yang dilakukan negara Jepang,


disebabkan karena perhatiannya dengan menjadikan pendidikan sebagai kunci dalam
modernisasi maupun westernisasi. Namun, tidak hanya itu, Jepang juga menjadikan
pendidikan sebagai instrument penting dalam memelihara nilai-nilai moral dan
spiritual tradisional.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa suatu negara dapat maju salah satunya
melalui bidang pendidikan. Adapun pendidikan seringkali bahkan memang senantiasa
terkait dengan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa dalam menjalankan proses
pendidikan di negaranya

Mengenai hal tersebut, dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam ada satu
pembahasan menarik, yaitu tentang Pendidikan Pembebasan. Berdasarkan hal itu,
penting sekiranya untuk mengetahui bagaimanakah Pendidikan Pembebasan yang
dimaksud dalam Filsafat Pendidikan Islam.

1
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai


berikut:

1.   Apa yang dimaksud dengan pendidikan pembebasan?

2.  Apa saja model-model pendidikan pembebasan?

3. Mengapa pendidikan Islam sebagai praktik pembebasan?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini


sebagai berikut:

1.  Untuk mengetahui hakikat pendidikan pembebasan;

2. Untuk mengetahui model-model pendidikan pembebasan; dan

3.  Untuk mengetahui tentang pendidikan Islam sebagai praktik pembebasan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Hakikat Pendidikan Pembebasan

Pembebasan berakar dari kata dasar bebas, yang menurut Kamus Besar


Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya
sehingga bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa. Dari
pengertian diatas, secara sederhana dapat dipahami bahwa “bebas” merupakan situasi
atau keadaan yang memungkinkan bergeraknya suatu hal sesuai dengan yang
dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan dan diktatorisasi dari pihak
manapun.

Dalam terminologi Paulo Freire, pembebasan bermuara pada realitas dikotomi


peran guru dan peserta didik yang dikonsepsikannya dengan istilah banking of
Education.

Perspektif Paul Freire Kebebasan secara umum berarti ketiadaan paksaan.


Ada kebebasan fisik yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja. Kebebasan moral
yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya
kebebasan berbicara). Kebebasan psikologis yaitu memilih berniat atau tidak,
sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan untuk memilih. Manusia
juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Kalau disimpulkan
ada dua kebebasan yang dimiliki manusia yaitu kebebasan vertikal yang arahnya
kepada Tuhan dan kebebasan horizontal yang arahnya kepada sesama makhluk.

Sementara pendidikan adalah media kultural untuk membentuk manusia.


Kaitan antara pemdidikan dan manusia sangat erat sekali, tidak bisa dipisahkan. Kata
Driyarkara, pendidikan adalah humanisasi, yaitu sebagai media dan proses
pembimbingan manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi.

Jalan yang ditempuh tentu menggunakan massifikasi jalur kultural. Tidak


boleh ada model “kapitalisasi pendidikan”. Karena, pendidikan secara murni
berupaya membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian
kemanusiaan.

Pendidikan secara sederhana ialah proses memanusiakan manusia melalui


usaha sadar dan terencana. Sedangkan pembebasan ialah terciptanya suatu situasi,

3
ketika tidak ada ikatan-ikatan, tekanan, dan intervensi yang menghalang-halangi
dalam melakukan sesuatu sesuai kehendak diri sendiri.

Jadi, Pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia


melalui sebuah kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang
hegemonik dan dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-
pilar pembebasan.

B.  Model-model Pendidikan Pembebasan

1.    Model Dialog (konsientasi)

Paulo Freire sangat menentang pendidikan “gaya bank” yang mencerminkan


masyarakat tertindas yang menunjukkan kontradiksi.Pendidikan gaya bank tersebut
antara lain:

a. Guru mengetahui segala sesuatu, peserta didik tidak tahu apa-apa.

b. Guru berfikir, peserta didik difikirkan.

c. Guru bercerita, peserta didik mendengarkan.

d. Guru mengatur, peserta didik diatur.

e. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, peserta didik menyetujui.

f. Guru berbuat, peserta didik membayangkan dirinya berbuat melaui perbuatan


gurunya.

g. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, peserta didik menyesuaikan diri dengan
pelajaran itu.

h. Guru mencampuradukan jabatan dan kewenangan ilmu untuk menghalangi


kebebasan peserta didik.

i. Guru adalah subyek, peserta didik adalah obyek dalam proses belajar mengajar.

j. Guru mengajar, murid belajar.

Untuk menentang pendidikan model banking tersebut Paulo


Freire menawarkan pendidikan model dialog atau Konsientasi(penyadaran) yaitu
sebuah model belajar dengan cara memahami kontradiksi sosial, politik, dan

4
ekonomi, serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dari
realitas tersebut.

Menurutnya, pendidik hendaknya membimbing peserta didik (yang punya


ilmu yang diketahui oleh gurunya), supaya dia menjadi sadar tentang masalah-
masalah kontradiksi dalam dunianya dan mencari sendiri cara-cara memecahkannya.
Dengan begitu bukan hanya pendidik saja yang mempunyai kemampuan untuk
memecahkan relitas, tetapi peserta didikpun juga mampu untuk memecahkan realitas
sosial yang terjadi didalamnya.

2.    Model Kritik (masifikasi)

Pada model ini peserta didik dibimbing supaya mengetahui struktur sosial,
ekonomi, budaya, agama, dan politik dan tidak menerimanya begitu saja, tetapi malah
mempersoalkan hal-hal yang tidak adil. Pendidik dan peserta didik mempersoalkan
bersama hal-hal yang menyusahkan kehidupan rakyat.

Pendidikan kritis intinya membantu terbentuknya sikap-sikap kritis,


mengangkat kesadaran naif masyarakat yang telah menenggelamkannya dalam proses
sejarah dan membuatnya mudah termakan irrasionalitas.

Dengan menggunakan konsep pendidikan pembebasan versi Paulo Frierekita


akan melihat problema-problema pendidikan islam yang ada pada saat sekarang ini.

C.  Pendidikan Islam Sebagai Praktik Pembebasan

Berdasarkan cermin PauloFreire sebagaimana diuraikan diatas, penulis


mencoba menggali kembali hakekat Islam sebagai agama yang diturunkan Allah
untuk manusia. Pendidikan pembebasan yang digelin dingkan oleh PauloFreire telah
diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam strategi gerakan dakwah Islam menuju
transformasi sosial. Gerakan dakwah pada masa Nabi dipraktekkan sebagai gerakan
pembebasan dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan dalam segala
aspeknya. Ali Engineer  menuliskan bahwa Nabi, dalam kerangka dakwah Islam
untuk pembebasan umat, tidak langsung menawarkan Islam sebagai sebuah ideologi
yang normatif, melainkan sebagai pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan
secara serius problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia, dengan
penyusunan kembali tatanan yang telah ada menjadi tatanan yang tidak eksploitatif,
adil dan egaliter.

5
Pendidikan Islam sebagai praktek pembebasan mendasarkan pada instrumen
akal budi manusia sebagai paradigma pembebasan, dimana pendidkan Islam diartikan
sebagai proses penyadaran diri (konsientasi) realitas objektif dan aktual, serta
mengakui eksistensi manuasia sebagai individu yang bebas dan memiliki jati
diri. Dengan instrumen akal budi pula pendidikan dalam Islam dimaknai sebagai
proses rasioalisasi dan intelektualisasi. Ada tiga hal yang ingin dibebaskan dalam
pendidikan Islam yakni:

1. Bebas dari pola pikir dikotomis keilmuan atau bahkan polarisasi antara ilmu agama
dan ilmu umum. Sejarah meenunjukkan bahwa pola dikotomis keilmuan dalam Islam
ini muncul sejak abad ke-12 yang diusung oleh al-Ghazali, sebagai akibatnya umat
Islam lebih suka mendalami ilmu-ilmu keagamaan dengan supremasi fiqh tanpa
diimbangi ilmu lain.

2. Bebas dari pemasungan kesadaran (internal dan eksternal) yang menyebabkan


melemahnya kondisi peserta didik. Hal ini disebabkan adanya budaya kekerasan
terhadap peserta didik yang lebih mementingkan  punishment (hukuman),
daripadareward (hadiah).

3. Bebas dari praktik-praktik pendidikan yang membelenggu kreatifitas dan


kebebasan berfikir peserta didik. Akibat dari pendidikan semacam ini timbul kultur
bisu dan memudarnya kritisisme masyarakat yang mengakibatkan menipisnya
percaya diri, self-reliance dan self-esteem. Akibat lainya adalah adanya
kecenderungan pasif dalam dimensi politik dan budaya.

Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagai praktik pembebasan manusia dalam proses
pendidikan harus dipahami dalam dua dimensi, yaitu:

1. Pendidikan harus dipahami dalam posisinya secara metodologis, dimana


pelaksanaan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis,terbuka, dan dialogis
serta tidak bebas dari moral.

2. Pendidikan Islam sebagai proses pewarisan nilai-nilai keislaman atau transfer of


Islamic Values. Nilai-nilai keislaman yang dimaksud disini adalah tauhid, yaitu tidak
ada penghambaan kepada yang selain Allah yang berarti bebas dari belenggu
kebendaan dan kerohanian. Dengan kata lain, seseorang yang telah mengikrarkan diri
dengan “dua kalimat Syahadat” berarti melepaskan dirinya dari belenggu dan
subordinasi apapun.

Tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah mengarahkan peserta didik menjadi
manusia yang bertakwa kepada Allah. Adapun kebebasan manusia disini dibatasi oleh

6
hukum-hukum dan ajaran-ajaran yang ditentukan oleh Allah yang sejalan dengan
filsafat yang mendasari penciptaan manusia. Manusia yang di idam-idamkan oleh
Islam pada umumnya, dan pendidikan Islam pada khususnya adalah manusia yang
cerdas, mampu berfikir dan juga mampu menggunakan akalnya dengan baik dan
bertanggung jawab.

7
BAB III

PENUTUP

            Pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia melalui


sebuah kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang hegemonik
(kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi
untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan) dan
dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-pilar
pembebasan.

            Pendidikan islam sebagai praktek pembebasan mendasarkan pada instrumen


akal budi manusia sebagai para digma pembebasan, dimana pendidkan islam
diartikan sebagai proses penyadaran diri (konsientasi) realitas objektif dan aktual,
serta mengakui eksistensi manuasia sebagai individu yang bebas dan memiliki jati
diri.

            Manusia tidak bisa diperbudak dan dipasung kebebasannya, sehingga tidak
boleh menurut dan terikat pada ikatan yang membelenggu kebebasannya. Pendidikan
Islam dapat mewujud menjadi pendidikan pembebasan apabila proses pelaksanaan
pendidikan Islam dapat dilaksanakan secara demokratis, dialogis dan terbuka serta
berupaya menanamkan nilai-nilai tauhid, sehingga pada akhirnya peserta didik
menjadi manusia yang bertaqwa.

Anda mungkin juga menyukai