Anda di halaman 1dari 14

ETOS KERJA DALAM PANDANGAN

ISLAM

DISUSUN OLEH :
NAMA :
Arni lajulu
NIRM :
1801046
KELAS:
5C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KSESAHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH MANADO
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


Segala puji penulis haturkan kepada Allah SWT. dan semoga hidayah dan
inayah selalu tercurahkan kepada kami sehinggah bisa menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “ETOS KERJA DALAM PANDANGAN ISLAM”.
Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umatnya dari alam yang tidaktahuan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan. Kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah yang kami susun ini dapat
berguna bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Adapun dalam penyusunan makalah ini terdapat berbagai kesalahan baik
dalam penulisan atau penempatan kata serta dalam mendefinisikan isi makalah.
Oleh karana itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan.

Manado, 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 2
C. Tujuan............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 3
A. Pengertian Etos Kerja...................................................... 3
B. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam.................................. 4
C. Karateristik Etos Kerja Dalam Islam............................... 7
D. Prinsip Etos Kerja Dalam Islam...................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................ 10
A. Kesimpulan...................................................................... 10
B. Saran................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan
dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur
dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan
tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Rasulullah SAW
bersabda:
(‫ الـبيهقى‬ ‫)رواه‬  ‫ت غَـدًا‬ َ َّ‫ك َكأَن‬
ُ ْ‫ك تَـ ُمو‬ َ َّ‫ا ْعـ َمـلْ لِـ ُد ْنـيَاكَ َكأَن‬
َ ‫ك تَ ِعـيْشُ اَبَـدًا َوا ْعـ َمـلْ اِل ِخ‬
َ ِ‫ـرت‬
Artinya : “Bekerjalah untuk duniamu seolah - olah kamu akan hidup selama-
lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok
pagi”.(HR. Al Baihaqi)
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas
manusia, sehingga bekerja yang didasarkan prinsip-prinsip iman tauhid, bukan
saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan
martabatnya sebagai Abdullah (hamba Allah) yang mengelola seluruh alam
sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul
'alamin. Di antara manusia ada yang enggan bekerja dan berusaha dengan
alasan bertawakal dan pasrah kepada allah SWT. Menunggu rezeki dari langit.
Mereka salah memahami ajaran Islam, pasrah kepada Allah tidak berarti
meninggalkan amal dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh
rezeki. Dengan demikian sangat besar tuntutan untuk bekerja, tidak ada alasan
lagi bahwa kaum muslimin berada dalam kemunduran, pengangguran,
kemiskinan dan keterbelakangan. Terlihatnya realita kehidupan umat seperti
kemunduran, pengangguran, kemiskinan dan keterbelakangan ternyata
melahirkan sinyalemen bahwa keadaan umat yang demikian dikarenakan umat
muslim tersebut menderita kelemahan etos kerja.
Masalah etos kerja menjadi salah satu bahan pembicaran yang ramai di
masyarakat. Pembicaraan itu tidak jarang dalam suasana khawatir bahwa jika
sebagai bangsa atau umat muslim tidak dapat menumbuhkan etos kerja yang
baik, maka kemungkinan besar umat Islam akan tetinggal oleh umat non-
Muslim yang telah maju dan makmur. Dengan demikian perlu adanya
kesadaran yang mendalam dalam pribadi muslim untuk menumbuhkan
semangat bekerja. Dengan cara pandang seperti ini, sadarlah bahwa setiap
muslim tidaklah akan bekerja hanya sekedar bekerja, asal mendapat gaji, dapat
surat pengangkatan atau sekedar menjaga gengsi supaya tidak disebut sebagai
pengangguran karena kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi
semangat tauhid dan tanggungjawab uluhiyah merupakan salah satu ciri khas
karakkter pribadi muslim.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etos kerja?
2. Bagaimana pandangan islam tentang etos kerja?
3. Apa karakteristik dari etos kerja dalam islam?
4. Apa prinsip dari etos kerja dalam islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari etos kerja.
2. Untuk mengetahui etos kerja dalam pandangan islam.
3. Untuk mengetahui karakteristik etos kerja.
4. Untuk mengetahui prinsip etos kerja dalam islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja


Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja
dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam
al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-
sungguh, akurat dan sempurna. Seperti terjemahan QS An-Naml : 88
“Begitulah penciptaan Allah SWT, yang membuat dengan (itqon) kokoh tiap-
tiap sesuatu. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui apa yang kalian
kerjakan.”
Berkaitan dengan ayat tersebut, Imam Ibnu Jarir Ath-Thobbari menukil
pendapat Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat di atas, yaitu Allah SWT
membaguskan segala ciptaan-Nya serta mengokohkannya. Jadi, jelas sekali
dalam Itqon terdapat proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat, dan
sempurna. Inilah pekerjaan yang professional, perfect, dan berdedikasi tinggi.
Karena pentingnya etos kerja (itqon) dalam setiap amal pekerjaan, Rosulallah
SAW bersabda:
ُ‫إِ َّن هللا يُ ِحبُّ إِ َذا َع ِم َل أَ َح ُد ُك ْم َع َمالً أَ ْن يُ ْتقِنَه‬
“Sesungguhnya Alloh mencintai seseorang jika ia beramal dengan suatu
amalan atau pekerjaan maka ia kerjakan dengan itqon.” (HR. Baihaqi)
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia susunan M.K. Abdullah, S.Pd
mengemukakan bahwa kerja adalah “perbuatan melakukan sesuatu, Kegiatan
yang bertujuan mendapatkan hasil”. KH. Toto Tasmara dalam bukunya
Membudayakan Etos Kerja Islami mendefinisikan “bekerja adalah aktivitas
yang dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
(jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya
dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai
bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT”. Allah SWT menciptakan alam
ini untuk manusia, dan diantara tugas manusia adalah untuk menjadi khalifah.
ِ ْ‫َوإِ ْذ قَــا َل َربُّكَ لِ ْل َماَل ئِ َكـ ِة إِنِّي َجا ِعـ ٌل فِي اأْل َر‬
: ۖ ً‫ض َخلِيفَ ـة‬
٢:٣٠
Artinya :
Ingatlah tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi. (QS. Al Baqarah : 30)
Khalifah mengandung arti pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari
alam, fungsi manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang
mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat
dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).

3
Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan
keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat
tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang
dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an
juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif.
Didalam Buku yang berjudul Membudayakan Etos Kerja Islami karangan K.H.
Toto Kasmara disebutkan Di dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang
kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :
1. Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-
Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
2. Kata ‘amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud:
46, dan al-Fathir: 10.
3. Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali,
diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.
4. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
5. Kita temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka,
‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya dalam
surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur:
21.
6. Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti dalam
surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7. Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan
istilah seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul
khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan
bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi
ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman “Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(Al-Kahfi: 110)

B. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam


Perbedaan antara etos kerja dengan etos kerja islami terletak pada Niatnya,
Etos kerja berupa semangat dan totalitas sikap dalam bekerja Sedangkan Etos
kerja islami merupakan semangat dan totalitas sikap dalam bekerja dan
dilandasi dengan niatan lillahita’ala sehingga pekerjaannya tersebut selain
mendatangkan materi juga menjadi amal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda:
‫عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطـاب رضـي هللا عنـه قـال سـمعت رسـول هللا صـلى هللا عليـه‬
‫ فمن كــانت هجرتــه إلى هللا ورســوله‬, ‫ وإنمــا لكــل امـرئ مــا نــوى‬, ‫وسلم يقـول " إنمــا األعمــال بالنيــات‬

4
‫ ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى مـا هـاجر إليـه‬, ‫فهجرته إلى هللا ورسوله‬
‫" متفق عليه‬
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu,
ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Segala amal ( Pekerjaan)itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya
mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa
yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang
akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar
pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan)
dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti
hatinya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian (QS. Al-Baqarah : 264)
Ayat ini dimulai dengan panggilan mesra Ilahi, Wahai orang-orang yang
beriman, disusul dengan larangan, jangan membatalkan, yakni ganjaran
sedekah kamu. Kata ganjaran tidak disebutkan dalam ayat ini untuk
mengisyaratkan, bahwa sebenarnya bukan hanya ganjaran atau hasil dari
sedekah itu yang hilang, tetapi juga sedekah yang memberikan modal pun
hilang tidak berbekas, keduanya hilang lenyap. Allah bermaksud
melipatgandakannya namun kamu sendiri yang melakukan sesuatu yang
mengakibatkannya hilang lenyap, karena kamu menyebut-nyebutnya dan
mengganggu perasaan si penerima. Sungguh tercela sifat mereka.
Dua kelakuan buruk di atas dipersamakan dengan dua hal buruk yaitu
pamrih dan tidak beriman. Orang yang pamrih melakukan sesuatu dengan
tujuan mendapat pujian manusia tidak wajar mendapat ganjaran dari Allah.
Yang tampak oleh manusia bahwa dia bersedekah karena Allah, padahal dia
bermaksud meraih pujian orang melalui sedekahnya, serta tujuan-tujuan
duniawi lainnya, dengan memutuskan perhatiannya dari interaksi dengan Allah
dan dari tujuan meraih keridhaan-Nya (Tafsir Ibnu Katsir, h. 440).
Kelakukannya itu menunjukkan ia tidak percaya kepada Allah tidak juga
hari Kemudian. Bersedekah dengan pamrih (riya’) diibaratkan seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. Seandainya
dia bukan batu licin seandainya batu retak, berlubang, atau berpori-pori, bisa
jadi tanah yang tersisa, jadi ada sisa-sisa yang tidak keluar akibat hujan, tetapi
dia batu licin yang halus, licin, dan dengan sedikit air saja sudah dapat
membersihkannya apalagi kalau hujan lebat, maka ia menjadi bersih, tidak

5
meninggalkan sedikit tanah atau debu pun. Dan dengan demikian, mereka tidak
menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, yakni tidak mendapat
sesuatu apapun dari sedekah mereka itu, dan memang Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir, di antaranya mereka yang mengkufuri
nikmat-Nya dan tidak mensyukuri-Nya. (Tafsir Al-Mishbah, vol 1,h.572-573)
Bekerja keras adalah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh
setiap orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT, hal ini
dibuktikan dengan banyaknya perintah Allah dalam Al-quran yang menyuruh
untuk bekerja, seperti Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Apabila Telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-
Jumu’ah: 10)
Pada ayat ini dijelaskan, yaitu apabila telah ditunaikan shalat, maka
bersegeralah mencari karunia Allah, kembali pada kegiatan masing-masing
bertebaran dimuka bumi untuk mencari rizki yang halal dan baik.
Diakhir ayat, Allah SWT menganjurkan bahwa dalam mencari rizki
supaya banyak berdzikir kepada-Nya agar memperoleh keberuntungan. Dzikir
artinya ingat atau menyebut. Dzikrullah adalah bagian terpenting dalam
kehidupan umat Islam, baik dalam kaitannya dengan masalah aqidah, ubudiyah
dan akhlak. Baik dalam hubungan dengan Allah maupun hubungan sesama
manusia, Rasulullah adalah orag yang paling banyak berdzikir, selalu ingat
kepada Allah baik dalam situasi dan kondisi apapun.
Dalam sebuah hadist disebutkan :
‫ (رواه مسلم‬.‫ يذكر هللا على ك ّل احيانه‬.‫م‬.‫ كان رسول هللا ص‬: ‫(عن عائيسة رضي هللا عنها قالت‬
“Dari Aisyah ra mengatakan, adalah Rasulullah SAW berdzikir kepada Allah
sepajang hayatnya”. (HR. Muslim)
Setiap muslim dapat melihat bagaimana Allah menjelsakan format ibadah
pada-Nya. Selain dituntut untuk shalat kemudian berusaha mencari nafkah.
Tidak berpangku tangan dan bermalasan menunggu datangnya rezeki,
seumpama dengan meminta sedekah. Rosul bersabda
‫اس َحتَّى‬ َ َّ‫ قَا َل اَلنَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم ( َما يَ ـ َزا ُل اَل َّر ُجـ ُل يَ ْس ـأ َ ُل اَلن‬:‫ض َي هَّللَا ُ َع ْنهُ َما قَا َل‬
ِ ‫َو َع ِن اِ ْب ِن ُع َم َر َر‬
ٌ َ‫ْس فِي َوجْ ِه ِه ُم ْز َعةُ لَحْ ٍم ) ُمتَّف‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ َ ‫يَأْتِ َي يَوْ َم اَ ْلقِيَا َم ِة لَي‬
Artinya :
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Orang yang selalu meminta-minta pada orang-orang, akan
datang pada hari kiamat dengan tidak ada segumpal daging pun di wajahnya."
(Muttafaq Alaihi).
Etos kerja dalam perspektif Islam juga dapat diartikan sebagai sikap
kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja
itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaanya,

6
melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal soleh. Sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai
hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok
yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah,
menunjukkan sikap pengabdian.
Menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya, Al-
Misbah, penafsiran ayat di atas adalah sebagai berikut: “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali pada diri-Ku.
Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas
meraka adalah beribadah kepada-Ku. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. (QS.Al-Insyiroh :7)
Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad)
telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah
selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada
lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.
(QS.94:7)

C. Karakteristik Etos Kerja Dalam Islam


1. Iman dan Taqwa
Yang dinamakan iman adalah meyakini di dalam hati, menyatakannya
dengan lisan, dan malaksanakannya dengan perbuatan. Kata taqwa (at-
taqwa) dan kata-kata kerja serta kata-kata benda yang dikaitkan dengannya
memiliki tiga arti menurut Abdullah Yusuf Ali:
a. pertama, takut kepada Allah, merupakan awal dari ke’arifan.
b. Kedua, menahan atau menjaga lidah, tangan dan hati dari segala
kejahatan.
c. Ketiga, ketaqwaan, ketaatan dan kelakuan baik.
Dalam Al-qur’an banyak memuat ayat yang manganjurkan taqwa dalam
setiap perkara dan pekerjaan. Ayat-ayat tentang keimanan selalu diikuti
dengan ayat-ayat kerja, demikian pula sebaliknya. Ayat seperti “orang-
orang yang beriman” diikuti dengan ayat “dan mereka yang beramal
sholeh”. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orang-orang mukmin
dengan nada panggilan seperti “Wahai orang-orang yang beriman”, maka
biasanya diikuti oleh ayat yang berorentasi pada kerja dengan muatan
ketaqwaan, di antaranya, “keluarkanlah sebagian dari apa yang telah kami
anugerahkan kepada kamu”, “janganlah kamu ikuti/rusakkan sedekah-
sedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan olokan-olokan dan kata-kata

7
yang menyakitkan” ; “wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu
kepada Allah”.
Keterkaitan ayat-ayat tersebut memberikan pengertian bahwa taqwa
merupakan dasar utama etos kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan,
maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan kerja dengan iman
berarti mengucilkan Islam dari aspek kehidupan dan membiarkan kerja
berjalan pada wilayah kemaslahatannya sendiri, bukan dalam kaitannya
perkembangan individu, kepatuhan dengan Allah, serta pengembangan
umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etos yang harus
diikutsertakan di dalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya
iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat
meningkatkan tujuan akhir dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti
bukan sekedar mencari upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah
demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada
umat. Prinsip inilah yang terutama dipegang teguh oleh umat Islam,
sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang
zaman.
2. Niat (komitmen)
Pembahasan mengenai pandangan Islam tentang etos kerja barang
kali dapat dimulai dengan usaha menangkap makna sedalam-dalamnya
sabda Nabi yang amat terkenal ‫ إنما األعمال بالنيات‬bahwa nilai setiap bentuk
kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya, jika
tujuannya tinggi (tujuan mencari ridha Allah) maka iapun akan
mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (hanya
bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka setingkat
tujuan itu pulalah nilai kerjanya tersebut.
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan
dengan tinggi rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau
niat adalah suatu bentuk pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan
dengan sistem nilai (value system) yang dianutnya. Oleh karena itu
komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi
seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan sunggguh-sungguh.
Sebuah pekerjaan pekerjaan yang dilakukan tanpa tujuan luhur
yang terpusat pada usaha mencapai ridho Allah berdasarkan iman
kepadanya itu adalah bagaikan fartamorgana. Yakni, tidak mempunyai
nilai-nilai atau makna yang suptansial apa-apa.

D. Prinsip Etos Kerja Dalam Islam

8
Menurut riwayat Al-Baihaqi dalam ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip etos
kerja yang diajarkan Rasulullah. Keempat prinsip itu harus dimiliki kaum
beriman jika ingin menghadap Allah dengan wajah berseri bak bulan purnama.
Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi
jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah
haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan
‘haram lidzatihi’. Analoginya, menjadi anggota DPR adalah halal. Tetapi jika
jabatan DPR digunakan mengkorupsi uang rakyat, status hukumnya jelas
menjadi haram. Jabatan yang semula halal menjadi haram karena ada faktor
penyebabnya. Itulah ‘haram lighairihi’. Berbeda dengan preman. Dimodifikasi
bagaimanapun ia tetap haram. Keharamannya bukan karena faktor dari luar,
melainkan jenis pekerjaan itu memang ‘haram lidzatihi’.
Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang
lain (ta’affufan an al-mas’alah). Kaum beriman dilarang menjadi benalu bagi
orang lain. Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat
tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang
yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan
memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada
orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan demikian,
setiap pekerjaan asal halal adalah mulia dan terhormat dalam Islam. Lucu jika
masih ada orang yang merendahkan jenis pekerjaan tertentu karena dipandang
remeh dan hina. Padahal pekerjaan demikian justru lebih mulia dan terhormat
di mata Allah ketimbang meminta-minta.
Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi).
Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan,
dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah yang cukup
populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang
dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang
kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai
sedekah” (HR Ibnu Majah). Tegasnya, seseorang yang memerah keringat dan
membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah dan Rasulullah. Ketika
berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah bertanya soal tangan
Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja
untuk keluarga, Rasulullah memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan
seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”.
Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan
ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri
dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam
menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan
telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. Lebih tegas, Allah bahkan menyebut

9
orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib kaum miskin dan yatim
sebagai pendusta-pendusta agama.
Demikianlah, dan sekali lagi, kemuliaan pekerjaan sungguh tidak bisa
dilihat dari jenisnya. Setelah memenuhi empat prinsip di atas, nilai sebuah
pekerjaan akan diukur dari kualitas niat (shahihatun fi an-niyat) dan
pelaksanaannya (shahihatun fi at-tahshil). Itulah pekerjaan yang bernilai ibadah
dan kelak akan mengantarkan pelakunya ke pintu surga.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etos kerja islami merupakan semangat dan totalitas sikap dalam bekerja
dan dilandasi dengan niatan lillahita’ala sehingga pekerjaannya tersebut selain
mendatangkan materi juga menjadi amal. Komponen Dasar Etos Kerja Dalam
Islam adalah Iman dan Taqwa, dan Niat (komitmen).
Prinsip Etos Kerja Dalam Islamadalah
1. Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan).
2. Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang
lain (ta’affufan an al-mas’alah).
3. Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi).
4. Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan
ala jarihi)

B. Saran
Demikian makalah yang telah dibuat, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan
makalah ini bagi para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah
menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

Unknow. (2016). Etos Kerja Dalam Pandangan Islam. Diakses tanggal 27


desember 2020 http://uinpalembang.blogspot.com/2016/05/makalah-etos-kerja-
dalam-perspektif.html

11

Anda mungkin juga menyukai