Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Gasifikasi

Teknologi gasifikasi merupakan salah satu bentuk peningkatan

pemanfaatan energi yang terkandung di dalam bahan biomassa melalui konversi

dari bahan padat menjadi gas, material-material organik pada temperatur tinggi di

dalam pembakaran yang tidak sempurna (Antonio et al, 2016). Proses ini

berlangsung didalam suatu alat yang disebut reaktor/gasifier, bahan bakar

biomassa dimasukkan kedalam reaktor untuk dibakar secara tidak sempurna.

Dengan kata lain proses gasifikasi merupakan proses pembakaran parsial bahan

bakar padat, dengan melibatkan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar padat

(Rauch et al, 2014). Hasil pembakaran berupa uap air dan karbon dioksida

direduksi menjadi gas yang mudah terbakar, gas hasil proses gasifikasi ini disebut

dengan gas produser. Umumnya kandungan dari gas produser yaitu karbon

monoksida (CO), hidrogen (H2) dan methan (CH4), gas-gas ini dapat digunakan

sebagai pengganti bahan bakar minyak untuk berbagai keperluan seperti

menggerakkan mesin tenaga penggerak (diesel dan bensin), yang selanjutnya

dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, menggerakkan pompa, dan lainnya

(Basu, 2010).

2.1.1 Jenis-Jenis Reaktor Gasifikasi (Gasifier)

Teknologi gasifikasi yang terus berkembang mengarahkan klasifikasi

teknologi sesuai dengan sifat fisik maupun sistem yang berlangsung dalam

8
9

menciptakan proses gasifikasi. Beberapa kategori alat gasifikasi tersebut antara

lain adalah :

Berdasarkan mode fluidisasi, alat gasifikasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Fixed/Moving Bed Gasifier

Jenis gasifier ini merupakan tipe yang paling tua dan paling simpel, dan

hanya digunakan untuk aplikasi dalam skala kecil (Sadaka, 2011). Tipe updraft

gasifier umumnya digunakan untuk gasifikasi batu bara, bahan bakar padat

dimasukkan kedalam reaktor dari bagian atas dan udara masuk reaktor dari bagian

bawah sedangkan gas yang dihasilkan keluar meninggalkan reaktor pada bagian

atas (Basu, 2010). Pada bagian atas reaktor terjadi pemanasan dan pirolisis pada

bahan bakar reaktor akibat perpindahan panas karena konveksi paksa dan radiasi

dari zona dibawahnya. Tar dari hasil proses ikut terbawa oleh gas, sedangkan abu

dikeluarkan melalui bagian bawah reaktor. Untuk downdraft gasifier banyak

digunakan untuk gasifikasi biomassa, dimana bahan bakar masuk reaktor dari

bagian atas dan udara masuk pada daerah pembakaran (Basu, 2010). Gas dan

bahan bakar mengalir kebawah dan temperatur meningkat kearah bawah dalam

zona pembakaran. Gas hasil produksi keluar reaktor pada bagian atas, Kandungan

Tar dalam gas relatif lebih kecil jika dibandingkan tipe updraft.

Pada crossdraft gasifier bahan bakar dimasukkan kedalam reaktor dari

bagian atas, dan udara diinjeksikan melalui nozzle masuk reaktor pada bagian

samping. Sedangkan untuk gas hasil dikeluarkan pada bagian samping dinding

reaktor dengan posisi berlawanan dengan titik masuk udara. Gasifier ini

mempunyai zona reaksi yang kecil dengan kapasitas panas yang rendah, waktu
10

respon yang cepat dan kandungan tar yang dihasikan rendah. Tipe ini umumnya

digunakan untuk gasifikasi biomassa dalam skala kecil (Basu, 2010). Bentuk fixed

bed gasifier dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Fixed Bed Gasifier


Sumber : Basu, (2010)

Ciri khas gasifier ini adalah perbedaan temperatur pada berbagai tempat

di dalam gasifier dan beroperasi pada tekanan tinggi. Karakteristik dari gasifier

jenis ini adalah rendahnya temperatur gasifikasi dan gas hasil gasifikasi sehingga

membutuhkan oksigen yang rendah, serta menghasilkan kandungan metan yang

tinggi. Gasifier jenis ini sangat mudah dibuat dan dioperasikan, tetapi mahal untuk

ukuran kapasitas yang relatif kecil. Berdasarkan aliran udara yang di pasok ke

dalam kolom bahan bakar, fixed bed gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

updraft gasifier, downdraft gasifier, dan crossdraft gasifier.

a. Updraft Gasifier

Pada gasifier jenis ini, udara masuk melalui bagian bawah gasifier

melalui grate. Aliran udara ini berlawanan arah (counter current) dengan aliran

bahan bakar yang masuk dari bagian atas gasifier (Sadaka, 2011). Gas produser

yang dihasilkan keluar melalui bagian atas gasifier sedangkan abu diambil pada
11

bagian bawah gasifier. Reaksi pembakaran pada gasifier ini terjadi di dekat grate

kemudian diikuti reaksi reduksi (proses gasifikasi). Reaksi reduksi tersebut akan

menghasilkan gas bertemperatur tinggi. Gas hasil reaksi (gas produser) tersebut

bergerak ke bagian atas gasifier menembus unggun bahan bakar menuju daerah

yang bertemperatur lebih rendah. Pada saat menembus unggun bahan bakar, gas

produser akan kontak dengan bahan bakar yang turun sehingga terjadi proses

pirolisis dan pertukaran panas antara gas dan bahan bakar. Panas sensible yang

diberikan gas digunakan bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan

bahan bakar. Proses pirolisis dan pengeringan tersebut terjadi pada bagian teratas

gasifier. Updraft gasifier mencapai efisiensi tertinggi ketika gas panas yang

dihasilkan meninggalkan gasifier pada temperatur rendah. Bentuk updraft gasifier

dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Updraft gasifier


Sumber : Basu, (2010)

Updraft gasifier memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan yang

dimiliki updraft gasifier adalah tingginya jumlah uap tar yang terkandung di

dalam gas keluaran dan kemampuan gas produser membawa muatan rendah.

Selain itu ada kemungkinan terjadi channeling, sehingga distribusi panas tidak
12

merata dan dapat menurunkan efisiensi gasifier. Sedangkan keuntungan

pemakaian updraft gasifier adalah mekanismenya sederhana, arang (charcoal)

habis terbakar, temperatur keluaran rendah, dan efisiensi tinggi.

b. Downdraft Gasifier

Downdraft gasifier dirancang untuk membatasi kandungan minyak dan

tar yang terbawa bersama gas produser. Pada downdraft gasifier, udara

dimasukkan ke dalam aliran bahan bakar padat (packed bed) pada atau di atas

zona oksidasi. Aliran udara ini searah (co-current) dengan aliran bahan bakar

yang masuk ke dalam gasifier (Akhator, 2014). Bahan bakar dimasukkan pada

bagian atas gasifier. Bahan bakar tersebut akan mengalami proses pengeringan

dan pirolisis akibat panas yang dihasilkan pada reaksi oksidasi. Pada tahap

pirolisis bahan bakar, dihasilkan uap dan tar. Uap dan tar yang dihasilkan tersebut

akan melalui unggun arang panas dan mengalami perengkahan menjadi gas yang

lebih sederhana atau arang. Perengkahan ini menghasilkan pembakaran stabil

yang menjaga temperatur. Jika temperatur naik (melebihi rentang temperatur

tersebut) maka reaksi endotermik akan mendominasi dan mendinginkan gas, dan

jika temperatur turun (kurang dari rentang temperatur tersebut) maka reaksi

eksotermik akan mendominasi dan menjaga gas agar tetap panas. Tahap

selanjutnya adalah reaksi reduksi. Reaksi reduksi terjadi pada zona dekat dengan

grate. Pada tahap ini, gas produser dihasilkan. Gas produser yang dihasilkan akan

tertarik keluar menuju bagian bawah gasifier. Gambaran tahap-tahap yang

terjadi pada downdraft gasifier dapat dilihat pada Gambar 2.3.


13

Gambar 2.3 Downdraft Gasifier


Sumber : Basu, (2010)

Sama halnya dengan updraft gasifier, downdraft gasifier juga memiliki

kekurangan dan kelebihan. Kekurangan yang dimiliki gasifier jenis ini adalah

rendahnya efisiensi keseluruhan akibat rendahnya pertukaran panas dalam sistem

dan kesulitan dalam menangani kelembaban dan kadar abu yang tinggi.

Kelebihan menggunakan gasifier jenis ini antara lain adanya kemungkinan

menghasilkan gas bebas tar sehingga masalah lingkungan yang ditimbulkan lebih

kecil dari pada updraft gasifier, perolehan tar dan minyak yang dihasilkan pada

downdraft gasifier lebih kecil terhadap perolehan tar dan minyak yang dihasilkan

pada updraft gasifier, waktu yang dibutuhkan untuk penyalaan bahan bakar dan

pengoperasian sistem pada kondisi optimal. Waktu tersebut lebih singkat jika

dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh updraft gasifier.

c. Crossdraft Gasifier

Crossdraft gasifier merupakan jenis gasifier yang khusus dirancang

untuk arang (charcoal). Gasifier ini tidak ideal, gasifier jenis ini memiliki

beberapa kekurangan, diantaranya adalah proses hanya ditujukan untuk arang


14

kualitas tinggi, temperatur gas keluaran gasifier tinggi, CO2 yang tereduksi

rendah, dan kecepatan gas tinggi (Akhator, 2014). Hal ini disebabkan oleh design

crossdraft gasifier yang penempatan penyimpanan abu, zona pembakaran dan

pereduksiannya terpisah. Karakteristik design seperti ini menyebabkan jenis

bahan bakar yang dapat digunakan terbatas hanya pada bahan bakar yang

berkadar abu sedikit, seperti kayu, sekam padi, arang, dan batu karang. Waktu

yang dibutuhkan untuk start up lebih singkat dari pada gasifier jenis downdraft

dan updraft. Temperatur tinggi pada gasifier ini memiliki efek yang nyata

terhadap komposisi gas. Gasifier jenis ini akan beroperasi dengan baik pada

aliran udara dan bahan bakar yang kering. Gasifier ini cocok untuk dioperasikan

pada skala kecil. Bentuk crossdraft gasifier dapat dilihat pada Gambar 2.4

dibawah ini.

Gambar 2.4 Crossdraft Gasifier


Sumber : Basu, (2010)

2. Reaktor Tipe Entrained-Flow Bed Gasifier

Pada reaktor Entrained-Flow dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu slagging

dan non slagging. Di dalam gasifier slagging, komponen-komponen yang


15

terbentuk dari partikel debu dapat meleleh di dalam gasifier, mengalir turun di

sepanjang dinding reaktor, dan meninggalkan reaktor dalam bentuk slag cair. Di

dalam gasifier non slagging, dinding reaktor tetap bersih dari slag. Jenis gasifier

ini cocok untuk bahan bakar yang kandungan partikel debunya tidak terlalu tinggi.

Bahan bakar berupa serbuk dicampur dengan udara sebelum dimasukan ke dalam

reaktor, temperatur kerja reaktor cukup tinggi sehingga hampir seluruh bahan

bakar dapat dikonversi menjadi gas. Reakor tipe Entrained-Flow dapat dilihat

pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Entrained-Flow Bed Gasifier


Sumber : Basu, (2010)
16

3. Fluidized Bed Gasifier

Gasifier jenis ini menggunakan unggun yang terdiri dari inert (pasir atau

arang (char) atau kombinasi keduanya). Inert yang digunakan berfungsi sebagai

pengatur panas agar temperatur operasi tetap (Basu, 2010). Pada gasifier jenis ini,

bahan bakar yang digunakan berupa padatan. Bahan baku tersebut dimasukkan

pada bagian atas unggun atau langsung pada unggun kemudian dialirkan dengan

bantuan gas sehingga bergerak seperti fluida dan membentuk unggun fluidisasi.

Pencampuran bahan bakar dan cepatnya perpindahan panas pada bahan bakar

akibat fluidisasi menyebabkan temperatur di dalam gasifier seragam. Gas

(campuran steam dan oksigen atau udara) yang digunakan dialirkan dari bawah

bagian bawah unggun. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi unggun agar

selalu terfluidisasi. Sedangkan abu yang dihasilkan diambil dari bagian bawah

gasifier dan didinginkan oleh umpan gas masuk. Reaktor tipe ini merupakan

pendekatan desain dari permasalahan yang biasa ditemui pada pemakaian reaktor

tipe updraft dan downdraft yaitu ketiadaan tempat aliran, ampas dan penurunan

tekanan secara ekstrim pada reaktor.

Gambar 2.6.Fluidized Bed Gasifier


Sumber : Basu, (2010)
17

Udara dihembuskan melewati material bed pada kecepatan tertentu untuk

menjaga dalam kondisi tertentu.material bed pada dasarnya mengalami

pemanasan dari luar dan bahan bakar disentuhkan sehingga mencapai temperatur

tinggi. Sebagai material bed umumnya digunakan pasir silika, dan fungsi material

bed ini sebagai media gasifikasi selama peoses gasifikasi berlangsung.

Bahan bakar dimasukkan pada bagian bawah reaktor, kemudian

bercampur dan dipanaskan oleh media gasifikasi sehingga pirolisis terjadi dengan

cepat menghasilkan komponen campuran dengan sebagian besar berupa gas.

Kemudian gasifikasi dan koversi char terjadi pada tahap gas. Abu hasil

pembakaran akan terbawa bersama gas kesaluran keluar reaktor pada bagian atas.

Bila ditinjau dari proses kontak antara gas pendorong dan partikel bahan bakar,

Fluidized Bed gasifier (FBG) dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : Bubbling

Fluidized Bed Gasifier (BFBG) dan Circulating Fluidized Bed Gasifier (CFBG).

Pada penggunaannya, CFBG lebih unggul dari pada BFBG, hal ini disebabkan

karena adanya saluran sirkulasi yang menyebabkan waktu tinggal bahan bakar

dalam gasifier menjadi lebih lama sehingga memungkinkan bahan bakar

terkonversi lebih sempurna. Sehingga percampuran massa dan perpindahan panas

menjadi lebih baik (Basu, 2006).

Bila dibandingkan dengan tipe reaktor updraft dan downdraft, tipe reaktor

Fluidized Bed mempunyai beberapa keunggulan yaitu :

a. Mampu memproses bahan baku kualitas rendah.

b. Kontak antara padatan dan gas baik.


18

c. Luas permukaan reaksi lebih besar sehingga reaksi dapat berlangsung

cepat.

d. Efisiensi tinggi, dan

e. Emisi rendah.

4. Dual Reaktor Fluidized Bed

Sebuah pengembangan teknologi terbaru yaitu Dual Reactor Fluidized

Bed merupakan salah satu jenis reaktor yang memiliki sistem sirkulasi ganda,

dimana salah satu reaktor berfungsi sebagai tempat proses gasifikasi sedangkan

reaktor lain berfungsi untuk membakar biomassa yang tidak terkonversi secara

sempurna (Kern et al, 2013). Dual Reaktor Fluidized Bed merupakan sebuah

pengembangan teknologi dari reaktor tipe Circulating Fluidized Bed yang

digabungkan dengan tipe Updraft Gasifier.

Gambar 2.7 Dual Reaktor Fluidized Bed


Sumber : Stefan J. Kern et.al, (2013)
19

Penggabungan dari kedua tipe reaktor tersebut menjadikan Dual Reaktor

Fluidized Bed sebuah teknologi dengan proses gasifikasi dan proses pembakaran

yang terpisah yang bertujuan untuk memisahkan proses reaksi endoterm dan

eksoterm. Pemisahan antara reaksi eksoterm dari reaksi endoterm menyebabkan

pereaksi dapat berupa udara yang melimpah sehingga dapat meningkatkan jumlah

syngas yang dihasilkan dari proses tersebut. Selain itu penggunaan material

hamparan pada proses sirkulasi mampu mempertahankan area hamparan dari

kehilangan panas (heat loss), karena akibat dari material hamparan yang ikut

bersirkulasi dengan bahan bakar yang belum tergasifikasi sepenuhnya ke dalam

reaktor sehingga dapat meningkatkan efisiensi, kualitas gas yang dihasilkan lebih

maksimal dan lebih bersih serta lebih ramah lingkungan.

Prinsip kerja dari dual reaktor adalah bahan bakar dimasukkan kedalam

fuel feeder yaitu reaktor gasifikasi, kemudian akan dialirkan ke reaktor

pembakaran sehingga menghasilkan gas dan sisa-sisa biomassa yang tidak

terkonversi dengan baik akan dialirkan kembali agar dapat dikonversi menjadi

gas. Pada reaktor pembakaran bahan bakar dan material hamparan (bed material)

difluidisasikan, dimana residu arang atau char yang tersisa dikeluarkan dari

bagian bawah reaktor pada bagian yang disebut downer, bersamaan dengan

material hamparan yang tersirkulasi di antara kedua reaktor.

2.1.2 Tahapan Proses Gasifikasi

Pada umumnya proses gasifikasi melalui empat tahapan proses, yaitu

pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.


20

Untuk masing-masing proses tersebut sebagai berikut :

Gambar 2.8 Tahapan-Tahapan Proses Gasifikasi


Sumber : Brian Fissukarher et.al, (2010)

1. Pengeringan :

Pengeringan (drying) merupakan tahap awal dari proses gasifikasi, yang

berlangsung pada temperatur diatas 100 oC. Ketika padatan bahan bakar masuk

kedalam reaktor, air dalam bentuk moisture di permukaan bahan bakar akan

menguap sedangkan yang berada didalam akan mengalir keluar melalui pori-pori

padatan bahan bakar dan menguap. Proses ini berlangsung secara kontinyu hingga

mencapai temperatur sekitar 200 oC dan bersifat menyerap panas (endotermik).

2. Pirolisis/Devolatilisasi :

Pirolisis adalah dekomposisi termal suatu bahan bakar padat. Produk

pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan, char dan arang.

Komponen utama campuran gas-gas tersebut adalah H2, CO, CO2, H2O, CH4 dan

hidrokarbon lainnya. Fraksi tar termasuk senyawa organik berat yang mana adalah

gas ketika dilepaskan selama pirolisis atau sebagai tetes cair (liquid drops), arang

(char) disusun terutama terdiri dari karbon dan adanya materi mineral pada bahan
21

bakar padat (Basu, 2010). Proses pirolisis terjadi pada temperatur 150oC sampai

dengan 800 oC.

3. Oksidasi :

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang

terjadi di dalam gasifier, terjadi pada temperatur 800 oC sampai dengan 1000 oC

(Basu, 2010). Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada

reaksi endotermik.

4. Reduksi :

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik

yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran, terjadi pada

temperatur 600 oC sampai dengan 1000 oC (Basu, 2010). Produk yang dihasilkan

pada proses ini adalah gas mampu bakar seperti, karbon monoksida (CO),

karbondioksida (CO2), hidrogen (H2), metan (CH4), sedikit hidrokarbon berantai

lebih tinggi (etana), air, nitrogen (apabila menggunakan udara sebagai oksidan),

dan berbagai kontaminan seperti partikel arang, debu, tar, hidrokarbon rantai

tinggi, alkali, amoniak, asam, dan senyawa-senyawa sejenisnya. Reaksi yang

umum terjadi pada proses gasifikasi ini adalah sebagai berikut (Rauch, 2014) :

 Boudart reaction:

Reaksi ini merupakan reaksi antara karbon dioksida yang

terdapat di dalam reaktor dan arang (char) untuk menghasilkan CO

dengan reaksi sebagai berikut :

C + CO2 2CO + 172,58 KJ/ mol karbon. ........................ (2.1)


22

 Water gas reaction:

Merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh uap air yang

dapat berasal dari bahan bakar itu sendiri maupun dari sumber

lainnya, reaksi tersebut sebagai berikut :

C + H2O CO + H2 + 131,38 KJ/mol karbon .................... (2.2)

 Shift conversion

Merupakan reaksi reduksi dari uap oleh korbon monoksida

untuk menghasilkan hydrogen, reaksi ini merupakan reaksi

endotermik yang dikenal dengan water-gas shift. Hasilnya akan

meningkatkan perbandingan hydrogen dan karbon monoksida pada

gas, yang diperlukan untuk memproduksi gas sintetik, dengan reaksi

sebagai berikut :

CO + H2O CO2 + H2 - 41,98 KJ/mol ........................... (2.3)

 Methanation reaction

Adalah reaksi pembentukan gas methan dengan reaksi sebagai berikut:

C + 2H2 CH4 - 74,90 KJ/mol karbon....................... (2.4)

Reaksi Boudouard (2.1) merupakan reaksi penting untuk

menghasilkan gas CO murni, ketika proses gasifikasi karbon murni

dengan oksigen atau campuran gas CO2. Reaksi (2.2) merupakan

reaksi yang mendominasi pada water gas process, sedangkan reaksi

(2.4) adalah dasar dari seluruh hidrogenisasi pada proses gasifikasi.


23

2.2 Gasifikasi Fluidized Bed

Pada penelitian ini, teknik gasifikasi yang akan digunakan adalah

gasifikasi dengan fluidized bed gasifier (FBG), karena keunggulan yang dimiliki

untuk tipe ini (Antonio et al, 2016). Khususnya dapat digunakan untuk mengolah

bahan bakar kualitas rendah dengan kandungan abu tinggi, sehingga cocok

digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar bernilai rendah.

Pada proses konversi energi dengan teknologi gasifikasi Fluidized Bed,

awalnya ruang bakar dipanasi secara eksternal sampai mendekati temperatur kerja

reaktor. Media gasifikasi (bed material) yang umum digunakan untuk

mengabsorbsi panas adalah pasir silika. Pasir silika dan bara api bahan bakar akan

mengalami turbulensi di dalam ruang bakar sehingga keseragaman temperatur

sistem terjaga. Kondisi ini menyebabkan proses konversi energi dapat

berlangsung dengan baik. Disamping itu dengan bidang kontak panas yang luas

disertai turbulensi partikel fluidisasi yang cepat, menyebabkan FBG teknologi

bisa diaplikasikan untuk mengkonversi segala jenis bahan bakar, bahkan dengan

ukuran yang tidak seragam.

Kualitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi

efisiensi sistem gasifikasi Fluidized Bed, keseragaman temperatur adalah hal yang

sangat penting untuk menjaga kestabilan pembakaran, disamping itu juga berguna

untuk mengurangi emisi dari polutan seperti hidrokarbon dan NOX sebagai akibat

hasil pembakaran yang tidak sempurna.

Proses ini berlangsung pada temperatur operasi dibawah temperatur leleh

abu, sehingga untuk menghilangkan abu pada proses gasifikasi jenis ini menjadi
24

mudah. Hal ini yang menyebabkan gasifikasi Fluidized Bed sangat cocok

digunakan untuk pengolahan bahan bakar padat yang mempunyai kandungan abu

yang tinggi, disamping temperatur operasi yang relatif rendah.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi

Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi proses dan kandungan syngas yang dihasilkan. Faktor-faktor

tersebut adalah (Basu, 2013):

a. Bahan bakar

Beberapa klasifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai

pada sistem gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya yaitu

(Basu, 2013):

1. Kandungan energi

Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki bahan bakar maka

syngas hasil gasifikasi tersebut semakin tinggi karena energi yang

dikonversi juga semakin tinggi.

2. Moisture

Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya

memiliki kandungan moisture yang rendah. Karena kandungan moisture

tinggi menyebabkan heat loss yang tinggi dan beban pendinginan

semakin tinggi karena pressure drop yang terjadi meningkat. Idealnya

kandungan moisture yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi.


25

3. Debu

Debu (dust) ini sangat mengganggu karena berpotensi

menyumbat saluran sehingga membutuhkan perawatan lebih. Desain

gasifier yang baik setidaknya mengasilkan kandungan debu.

4. Tar

Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan

harus dihindari karena sifatnya yang korosif. Desain gasifier yang baik

setidaknya menghasilkan tar.

5. Ash dan slagging

Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku

yang tetap berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slag

adalah kumpulan ash yang tebal. Pengaruh adanya ash dan slag pada

gasifier adalah:

a. Menimbulkan penyumbatan pada gasifier.

b. Pada titik tertentu mengurangi respon pereaksi bahan baku.

b. Jenis Media Gasifikasi

Jenis media gasifikasi yang digunakan pada umumnya adalah udara,

kombinasi oksigen dan uap (Zhang et al, 2017). Penggunaan jenis media

gasifikasi mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Perbedaan

kandungan syngas terlihat pada kandungan nitrogen dan mempengaruhi besar

nilai kalor yang dikandungnya. Penggunaan udara bebas menghasilkan senyawa

nitrogen yang pekat di dalam syngas, berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap


26

yang memiliki nilai kalor syngas yang lebih baik dibandingkan menggunakan

udara.

c. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR)

Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi

mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang

dihasilkan.

2.4 Parameter–Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi

Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses

gasifikasi, yaitu:

a. Temperatur Gasifikasi

Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi

adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam bahan bakar agar

menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh

dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar (Almeida et al, 2017). Untuk

mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan isolator agar

tidak ada panas yang keluar lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik.

Temperatur memiliki efek penting pada konversi, distribusi produk, dan

efisiensi energi gasifier, yang biasanya beroperasi pada temperatur hampir 600°C.

Konversi karbon secara keseluruhan meningkat seiring dengan meningkatnya

temperatur, pada temperatur yang lebih tinggi hasil CO lebih tinggi sedangkan

hasil metana lebih rendah. Seiring meningkatnya temperatur reaktor gasifikasi

produksi gas CO juga meningkat karena adanya peningkatan reaksi heterogen dan

endotermik seperti Water-Gas Reaction (R4) dan Boudouard Reaction (Lapuerta


27

M, et al, 2008). Dengan kata lain pada temperatur yang lebih tinggi karbon

cenderung bereaksi dengan uap (Water-Gas Reaction) dan CO2 (Boudouard

Reaction) untuk menghasilkan produksi gas CO yang tinggi (Fermoso J, et al,

2010). Reaksi endotermik lainnya yang menyebabkan meningkatnya gas CO

adalah reaksi antara CH4 dengan H2O yaitu Steam Reforming dan reaksi antara

CH4 dengan CO2 yaitu Dry Reforming (Doherty W, 2009). Kandungan gas CH4

diproduksi akibat reaksi eksotermik heterogen pada methane reaction. Namun

seiring dengan meningkatnya temperatur pada reaktor gasifikasi maka gas CH 4

yang diproduksi tersebut akan bereaksi (reaksi endotermik) dengan H2O (Steam

Forming, pers.5.8) dan juga CO2 (Dry Reforming, pers. 5.9) sehingga

menyebabkan kandungan CH4 menurun (Doherty W, 2009). Komposisi dari

producer gas tergantung pada temperatur operasi gasifikasi karena semua reaksi

kimia pada gasifikasi tergantung temperatur (Dillibabu V, 2014). Meningkatnya

temperature menyebabkan meningkatnya kandungan gas H2 dan mulai menurun

diatas temperatur 6000C. Kandungan gas CH4 meningkat pada temperatur 4000C

dan kemudian menurun karena dekomposisi thermal dari CH4 menjadi H2 dan CO.

Kandungan gas CO meningkat dengan meningkatnya temperatur dan peningkatan

maksimumnya pada temperature 500-7000C diikuti dengan penurunan kadar gas

CO2. Pengaruh temperature terhadap kandungan gas gasifikasi dapat dilihat pada

gambar grafik 2.9.


28

Gambar 2.9 Pengaruh Temperatur Terhadap Kandungan Gas


Gasifikasi (Dillibabu V, 2014)

b. Jumlah Udara Pembakaran

Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah

kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna. Sebelum menghitung

kebutuhan udara pembakaran, terlebih dahulu menghitung oksigen yang

diperlukan untuk setiap kandungan C dan H yang mengikat oksigen dalam

pembakaran.

 Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:

C + O2 CO2

12 kg C + 32 kg O2 44 kg CO2

1 kg C + 2,67 kg O2 3,67 kg CO2 ................................................ (2.5)

 Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan :

2 H2 + O2 2H2O

4 kg H2 + 32 O2 36 kg H2O
29

1 kg H2 + 8 kg O2 9 kg H2O. ....................................................... (2.6)

 Belerang (S) terbakar berdasarkan persamaan :

S + O2 SO2

32 kg S + 32 kg O2 64 kg SO2

1kg S + 1 kg O2 2 kg SO2 ............................................................ (2.7)

Dari perhitungan diatas kemudian dijumlahkan kebutuhan oksigennya

maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dari bahan bakar padat dapat dihitung

dengan persamaan:

Kebutuhan oksigen Stoikiometri (SA) = Kebutuhan oksigen C + kebutuhan

oksigen H + kebutuhan oksigen S –

kandungan O dalam bahan bakar

Kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung setelah mengetahui

kebutuhan oksigen stoikiometrinya. Berdasarkan massa dalam udara, umumnya

kadar oksigen yang terkandung antara 23.15 % dan kadar nitrogen 76.85%, maka

dari perbandingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar :

%
Kebutuhan udara pembakaran = %
x kebutuhan oksigen total......... (2.8)

Untuk proses gasifikasi kebutuhan oksigen yang digunakan adalah kebutuhan

oksigen stokiometri (SA).

c. Spesifik Gasification Rate (SGR)

SGR mengindikasikan banyaknya bahan bakar rata-rata yang dapat

tergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak

berjalan sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi

berjalan lambat.
30

d. Fuel Coversion Rate

Perkiraaan kecepatan bahan bakar yang dikonversi, dapat dihitung

dengan persamaan berikut:

V
Fuel Conversion Rate= Fbb ................................................................(2.9)
g

Dimana : Vbb = Laju masuk bahan bakar.

Fg = Faktor gasifikasi (asumsi waktu proses gasifikasi terhadap

waktu pemasukan bahan bakar yang disesuaikan dengan

jumlah bahan bakar yang digunakan).

Bahan bakar yang dikonversi pada proses gasifikasi dapat dihitung

menggunakan rumus:

berat bahan bakar tergasifikasi berat bahan bakar-berat arang kg


FCR= waktu operasional
= waktu operasional jam ......... (2.10)

e. % Char

% Char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan

banyaknya biomassa dibutuhkan.

f. Air Fuel Rate (AFR)

Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang

dibutuhkan untuk reaktor gasifikasi. Jumlah udara yang dibutuhkan dapat

ditentukan dengan menggunakan tingkat konversi bahan bakar, udara stoikiometri

dari bahan bakar (SA) dan rasio ekivalensi (ε) untuk gasifying 0,3-0,4

g. Waktu Konsumsi Bahan Bakar

Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar

mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk
31

waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk menghasilkan gas,

ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor.

Kepadatan dari bahan bakar padat (ρ), volume reaktor (Vr) dan konsumsi bahan

bakar tingkat (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu

untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor.

h. Kecepatan Udara

Hal ini mengacu pada kecepatan aliran udara di tempat bahan bakar.

Kecepatan udara dalam gasifier akan menyebabkan pembentukan saluran yang

sangat mungkin mempengaruhi gasifikasi. Diameter dari reaktor (D) dan tingkat

aliran udara (AFR) menentukan kecepatan superfisial udara di gasifier.

i. Kandungan Gas Hasil Gasifikasi

Sampel gas diproses dan diuji kandungannya dengan alat GCMS

kemudian mendapat hasil berdasarkan berat molekul unsur penyusun gas tersebut.

Persamaan–persamaan dibawah dapat digunakan untuk mengetahui persentase

kandungan gas hasil gasifikasi. Terlebih dahulu perlu mencari nilai abundance

dari N2 pada gas hasil gasifikasi, dengan persamaan:

Nilai abundance N2 udara


Nilai abundance N = × Nilai abundance Ar gas.........(2.11)
Nilai abundance Ar udara

Setelah memperoleh nilai abundance N2, kemudian menghitung nilai

abundance dari CO, dengan persamaan:

Nilai Abundance CO = Nilai abundance berat molekul 28 − nilai abundance N gas.(2.12)

Setelah memperoleh nilai abundance N2 dan CO, dapat dilanjutkan

perhitungan pada persentase kandungan gas yang diinginkan, dengan

menggunakan persamaan:
32

Nilai abundance gas yang dicari


% Kandungan Gas = × 100%. ................................. (2.13)
Total abundance gas keseluruhan

Kemudian dilakukan penjumlah terhadap keseluruhan persentase

kandungan gas untuk memperoleh persentase kandungan dari H2, dengan

persamaan:

% = 100% − % + % + % + % + % + % ...... (2.14)

2.5 Efisiensi Gasifikasi

Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain,

kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heatloss. Dapat disimpulkan

bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas

semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan

tingginya kandungan moisture bahan bakar. Temperatur udara masuk memiliki

pengaruh terhadap efisiensi gasifikasi, semakin tinggi temperatur udara masuk

gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi. Sedangkan pengaruh besarnya heat

loss, semakin kecil heat loss semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi

gasifikasi.

Pengaruh temperatur dan besarnya nilai dari equivalen ratio gasifikasi

juga mempengaruhi efisiensi gasifikasi. Pada bahan bakar biomassa dengan nilai

persentase karbon yang rendah, temperatur gasifikasi dikondisikan. Pada

equivalen ratio yang lebih rendah, jumlah udara menjadi berlimpah menjadikan

panas banyak terbuang, efisiensi gasifikasi turun. Temperatur harus tinggi untuk

memastikan semua karbon bereaksi. Pada kondisi tersebut persentase char yang

dihasilkan sangat tinggi. Ada dua cara untuk mengatasi hal tersebut, yaitu

memanaskan udara masuk gasifier dan memperlama waktu tinggal (residence


33

time) produk gas. Efisiensi gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan

persamaan berikut:

1. Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar

78%. Rumus yang dipakai yaitu:

Supply N2 Udara = 0,769 x SA .................................................. (2.15)

2. Mencari total nitrogen (N) yang diproduksi udara dan bahan bakar :

komposisi N dalam bahan bakar+ N2 Udara


Total N= berat molekul N2
.......................... (2.16)

3. Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi:

Produksi N =
Total N
kandungan N dari gas hasil gasifikasi
. ............................ (2.17)

4. Mencari energi dari gas mampu bakar/syngas yang dihasilkan:

Energi syngas = Produksi N x syngas pada hasil gasifikasi x HHV

syngas .......................................................................................... (2.18)

5. Mencari total energi dari gas mampu bakar/syngas (CO, H2 dan CH4)

yaitu dengan rumus:

Energi syngas = energi syngas CO + energi syngas H2 + energi

syngas CH4 ................................................................................. (2.19)

6. Mencari total energi input dari bahan bakar yang digunakan:

Energi Input = Ʃ nilai kalor bahan bakar .................................... (2.20)

7. Mencari efisiensi gas hasil gasifikasi (ηg) yaitu dengan rumus:

energi syngas
ηg = ×100% ............................................................ (2.21)
energi input
34

Tabel 2.1 Nilai HHV dan LHV Gas Mampu Bakar

Higher Heating Value Lower Heating Value


Gas
(MJ/kg) (MJ/kg)

CO 282,99 282,99

H2 285,84 241,83

CH4 890,36 802,34

Sumber : Basu, (2006)

2.6 Fluidisasi

Fluidisasi dapat didefinisikan sebagai suatu operasi dimana hamparan zat

padat diperlakukan seperti fluida (Basu dan Scott, 1991). Pada fluidisasi, kontak

antara fluida dengan partikel padat dapat terjadi dengan baik karena permukaan

kontak yang luas. Bila cairan atau gas dilewatkan pada unggun partikel padat

dengan kecepatan yang rendah, maka unggun tidak akan bergerak, apabila

kecepatan fluida yang melewati unggun dinaikan maka perbedaan tekanan

disepanjang unggun akan meningkat pula. Pada saat perbedaan tekanan sama

dengan berat unggun dibagi luas penampang, unggun mulai bergerak dan

melayang-layang. Partikel-partikel padat ini akan bergerak-gerak dan mempunyai

prilaku seperti fluida. Keadaan seperti ini dikenal dengan hamparan

terfluidisasikan (fluidized bed).

2.6.1 Karakteristik Fluidisasi

Bila zat cair atau gas dilewatkan melalui lapisan hamparan partikel pada

kecepatan rendah, partikel-partikel itu tidak bergerak (diam). Jika kecepatan fluida

berangsur-angsur dinaikkan, partikel-partikel itu akhirnya akan mulai bergerak


35

dan melayang di dalam fluida, serta berperilaku seakan-akan seperti fluida rapat.

Jika hamparan itu dimiringkan, permukaan atasnya akan tetap horizontal, dan

benda–benda besar akan mengapung atau tenggelam di dalam hamparan itu

tergantung pada perbandingan densitas dari partikel tersebut.

2.6.2 Jenis-Jenis Fluidisasi

a. Fluidisasi Partikulat (Particulate Fluidization)

Fluidisasi partikulat adalah jenis fluidisasi yang menggunakan

zat cair sebagai fluidanya. Dalam fluidisasi air dan pasir, partikel-

partikel itu bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah

hebat dengan bertambahnya kecepatan, tetapi densitas hamparan rata-

rata pada suatu kecepatan tertentu sama disegala arah hamparan. Proses

ini bercirikan ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada

kecepatan yang tinggi.

b. Fluidisasi Gelembung (Bubbling Fluidization)

Fluidisasi gelembung adalah jenis gasifikasi yang menggunakan

udara sebagai fluidanya. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan superficial

gas diatas kecepatan fluidisasi minimum. Bila kecepatan superficial gas

diatas kecepatan jauh lebih besar dari kebanyakan gas itu mengalir

melalui hamparan dalam bentuk gelembung, dan hanya sebagian kecil

gas itu mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk diantara partikel.

Partikel itu bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida tetapi

diruang-ruang antara gelembung fraksi kosong kira-kira sama dengan

kondisi awal fluidisasi. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir


36

seperti gelembung udara dalam air, atau gelembung uap dalam zat cair

yang mendidih (hamparan didih).

2.7 Biomassa

2.7.1 Pengertian Biomassa

Biomassa adalah bahan organik non-fosil dan biodegradasi yang berasal

dari tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Biomassa juga mencakup produk,

produk sampingan, residu dan limbah dari pertanian, kehutanan dan industri

terkait serta yang nonfosil dan fraksi organik biodegradasi limbah industri dan

kota (Basu, 2013). Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses

fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan (sisa/limbah). Melalui

fotositesis, karbondioksida di udara ditrasformasi menjadi molekul karbon lain

(misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan

dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau

dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa antara lain

adalah tanaman pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah

perkebunan, tinja dan kotoran ternak.

Pada prinsipnya biomassa sudah mengandung energi yang dapat diubah

menjadi berbagai macam energi lain, misalnya menjadi energi panas. Contoh

pemanfaatan adalah biomassa dibakar, maka energi akan terlepas, umumnya

dalam bentuk energi panas. Apabila dibakar sempurna, jumlah karbondioksida

yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari udara ketika tanaman

tersebut tumbuh.
37

Umumnya biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah

biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil

produk primernya. Energi yang telah diambil biasanya berupa bahan bakar.

Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan

sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menyediakan

sumber energi secara berkesinambungan (suistainable) (Liu et al, 2013).

Sumber daya biomassa dapat digunakan berulang kali dan bersifat tidak

terbatas berdasarkan siklus dasar karbon melalui proses fotosintesis. Sebaliknya

sumber daya fosil secara prinsip bersifat terbatas dan hanya untuk sementara.

Selain itu emisi CO2 yang tidak terbalikan dari pembakaran fosil akan

memberikan efek yang serius terhadap iklim global.

Sumber energi biomassa pun mempunyai kelebihan sebagai sumber

energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber

energi dalam jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan

(sustainable).

2.7.2 Kandungan dalam Biomassa

Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Ini

ditunjukkan dalam Tabel 2.2. Tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari

berbagai jenis biomassa. Rumus kimia dari biomassa diwakili oleh C xHyOz, nilai

koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari jenis biomassa (Almeida et al, 2017).

Menentukan sistem energi biomassa, dimana kandungan energi setiap

jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan

sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai
38

kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan mengalami pembakaran

sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui

rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri

(terutama kadar karbon).

Tabel 2.2 Analisa Ultimat Biomassa

Ultimate Analysis (wt %) %

HHVa Density convers


No Biomassa X Y Z
C H N O (MJ/kg) (kg/m3) ion of

carbon

1 Ampas tebu 43.8 5.8 0.4 47.1 16.29 111 3.65 5.8 2.94 81

2 Sabut kelapa 47.6 5.7 0.2 45.6 14.67 151 3.97 5.7 2.85 72

3 Batok kelapa 50.2 5.7 0.0 43.4 20.50 661 4.18 5.7 2.71 65

4 Sabut tempulur 44.0 4.7 0.7 43.4 18.07 94 3.67 4.7 2.71 74

5 Bonggol jagung 47.6 5.0 0.0 44.6 15.65 188 3.97 5.0 2.79 70

6 tangkai jagung 41.9 5.3 0.0 46.0 16.54 129 3.49 5.3 2.88 82.3

7 Limbah kapas 42.7 6.0 0.1 49.5 17.48 109 3.56 6.0 3.10 87

8 Kulit kacang 48.3 5.7 0.8 39.4 18.65 299 4.03 5.7 2.46 61.2

9 Jerami padi 38.7 5.0 0.1 32.0 17.48 201 3.56 6.0 2.063 58

10 Sekam padi 42.7 6.1 0.6 33.0 15.25 617 3.24 5.1 2.0 62

11 Tangkai padi 36.9 5.0 0.4 37.9 16.78 259 3.08 5.0 2.37 82.4

12 Serbuk kayu 48.2 5.9 0.0 45.1 19.78 259 4.02 5.9 2.82 70.2

13 Jerami gandum 47.5 5.4 0.1 35.8 17.99 222 3.96 5.4 2.24 56.5

Average 44.6 5.5 0.3 41.8 17.32 253.84 3.72 5.49 2.61 70.89

Sumber: K. Raveendran et al, (1995)


39

2.8 Tanaman Padi

Padi merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman

padi (bahasa latin: Oriza Sativa L) merupakan tanaman pangan berupa rumput

berumpun. Sekam padi adalah kulit yang membungkus butiran beras, dimana kulit

padi akan terpisah dan menjadi limbah atau buangan. Jika sekam padi dibakar

akan menghasilkan abu sekam padi. Secara tradisional, abu sekam padi

digunakan sebagai bahan pencuci alat-alat dapur dan bahan bakar dalam

pembuatan batu bata. Penggilingan padi selalu menghasilkan kulit gabah / sekam

padi yang cukup banyak yang akan menjadi material sisa. Ketika bulir padi

digiling, 78% dari beratnya akan menjadi beras dan akan menghasilkan 22%

berat kulit sekam. Kulit sekam ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam

proses produksi. Kulit sekam terdiri 75% bahan mudah terbakar dan 25% berat

akan berubah menjadi abu.

Gabah yang telah terlepas dari jerami kemudian dikumpulkan untuk

dijemur. Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk atau digiling

sehingga beras akan terpisah dari sekam (kulit padi). Sekam tersusun dari jaringan

serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut

yang sangat keras. Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung

beberapa unsur penting sebagai yang tercantum dalam Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Sekam


Komponen Berat (%)

Kadar air 32,40 – 11,35


Protein kasar 1,70 – 7,26
Lemak 0,38 – 2,98
Ekstra nitrogen bebas 24,70 – 38,79
40

Serat 31,37 – 49,92


Abu 13,16 – 29,04
Pentosa 16,94 – 21,95
Selulosa 34,34 – 43,80
Lignin 21,40 – 46,97
Sumber : Fika Prameidia, (2013)

Adapun manfaat sekam padi dibidang industri adalah:

1. Sumber silika

Silika dalam sekam padi merupakan suatu sumber silika yang cukup

tinggi, silika dari sekam padi merupakan saingan dari sumber silika lain yaitu

pasir, bentonit dan tanah diatomae tetapi biasanya silika dari sekam padi

mempunyai keuntungan karena jumlah elemen pengotornya sangat sedikit.

2. Pemurnian air

Pemanfaatan sekam padi untuk penjernihan air yaitu melalui proses

filtrasi atau penyaringan partikel, koagulasi dan adsoprsi, akan tetapi karbon

yang terkandung dalam sekam padi berfungsi sebagai koagulan pembantu

dengan menyerap atau menurunkan logam-logam pada air yang tercemar.

3. Bahan bakar

Sekam padi yang dibakar secara langsung untuk meneruskan uap nya

atau digunakan didalam generator untuk menghasilkan tenaga penguat dengan

minyak yang memiliki nilai bahan bakar.

4. Bahan bangunan

Manfaat sekam padi adalah sebagai bahan bangunan yang

berhubungan dengan pengerasan balok, batu bata, dan ubin.


41

2.9 Pasir Silika

Pasir silika adalah salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak

kontinen bumi. Material hamparan (bed material) yang digunakan pada gasifikasi

fluidized bed sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses fluidisasi yang

dihasilkan. Pasir silika dipilih sebagai material hamparan karena berat jenis 2,65,

titik lebur 17150o C, bentuk kristal hexagonal, panas spesifik 0,185, dan

konduktivitas panas 12 – 1000 oC. (Asmuni, 2000). Pada sistem ini, material

hamparan akan di fluidisasi dengan menggunakan dorongan agen gasifikasi

seperti udara, oksigen, uap atau campurannya.

Dalam studi ini akan digunakan pasir silika sebagai material. Pasir silika

merupakan material yang sangat baik dalam menyimpan kalor. Sehingga sangat

cocok digunakan untuk aplikasi gasifikasi fluidized bed. Disamping untuk

material hamparan pada sistem ini, pasir silika banyak digunakan dalam industri

semen, gelas, pengecoran besi baja, keramik dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai