Anda di halaman 1dari 7

Desain Aktivitas Jumping Task Pada Materi Persen Menggunakan PMRI dan Pembelajaran

Kolaboratif

Abstrak 
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jumping task yang valid,
praktis dan bermanfaat dalam mendukung pembelajaran persen siswa sekolah dasar.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian desain. Dalam merancang materi isi dan
konteksnya, penelitian ini menggunakan teori pembelajaran PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia). Selain itu, dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran,
penelitian ini menggunakan prinsip Lesson Study for Learning Community (LSLC). Hasil dari
penelitian ini adalah Jumping Task Valid dan Praktis pada Materi Persen. Siswa yang
berprestasi rendah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan jumping task, namun dengan
pembelajaran kolaboratif siswa dapat menjawab permasalahan tentang persen pada jumping
task.

Kata Kunci: Persen, Jumping task, Pembelajaran Kolaboratif, PMRI, Design Research

PENDAHULUAN

Persen adalah perbandingan yang dinyatakan dengan suatu persen yang penyebutnya
sama dengan 100 (Sessu, 2014; Bird,J., 2002). Istilah persen berasal dari makna latin per
seratus, dan persen merupakan cara lain untuk mewakili persen seratus atau desimal seratus
(Fobringer dan Fuchs, 2014). Istilah persen hanyalah nama lain dari seperseratus (Walle,
2008). Hasil dari NAEP menunjukkan bahwa peserta didik mempunyai kesulitan dengan
soal-soal yang melibatkan persen (Wearne & Kouba, 2000). Contohnya, pada NAEP
ketujuh, hanya 35 persen dari peserta didik tingkat delapan yang dapat menemukan jumlah
total setelah terjadi kenaikan dalam persen (Walle, 2008). Pada saat selesai dari sekolah
dasar, semua anak kurang lebih tahu apa itu persentase, tetapi mereka masih sering kesulitan
dengan masalah-masalah persentase (van Galen & van Eerde, 2013).
Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (2003), untuk membuat peserta didik mengerti
tentang persentase, dimulai dengan pendahuluan dimana peserta didik dihadapkan dengan
cerita kehidupan sehari-hari yang mana persentase berperan. De Corte et al (2005), memulai
pengajaran persentase, guru dapat menggunakan banyak situasi sehari-hari yang dimengerti
bagi peserta didik. Sobel dan Maletsky (2004) menyatakan bahwa alat-alat peraga konkrit,
pengalaman memanipulasi yang terkait dengan persen sering memperjelas dan memperkuat
konsep, yang bagi kebanyakan murid sungguh abstrak. Oleh karena itu kita tidak harus
membatasi representasi persen menggunakan grid 100-persegi, tetapi juga termasuk model
yang menggunakan blok pola, geoboards, tongkat meter, garis bilangan, dan benda konkrit
lainnya dan gambaran visual, seperti yang kita lakukan saat memperkenalkan persen dan
desimal. Fobringer dan Fuchs (2014) menggunakan berbagai jenis representasi model
sebuah konsep tergantung pemahaman konseptual peserta didik.
Salah satu cara untuk mengajarkan materi persen yaitu dengan menggunakan grid 100
persegi, (Fobringer dan Fuchs (2014)). Grid adalah garis vertikal dan horizontal yang
ditampilkanpada bidang gambar (Wahana, 1995). Karena persen adalah persen perseratus,
maka grid yang digunakan adalah grid 10 x 10. Dalam pembelajaran persentase,
menggunakan bar model mempunyai beberapa keuntungan (van den Heuvel, 2003; van
Galen et al., 2008).
Sejalan dengan penjabaran di atas maka dibutuhkannya suatu pendekatan dalam
proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang cocok adalah pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang diadopsi dari Realistic Mathematics
Education (RME). PMRI merupakan suatu pendekatan metamatika yang menggunakan
keadaan realistik dalam proses pembelajaran matematika. Kata “realistik” sering
disalahartikan sebagai “real-world” yaitu dunia nyata. Menurut Van den Hauvel- Panhuizen,
penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi
dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika
Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan
(imagineable) oleh peserta didik (Wijaya, 2012). Pada penelitian ini, kami menggunakan
lemari sebagai starting point dalam memahami konsep persen.
Adapun dalam penyusunan instrumen yang digunakan kami menerapkan sistem
kolaborasi (collaboration). Lesson study merupakan suatu kegiatan dimana guru dituntut
bukan hanya mengajar namun juga meninjau kembali atau menganalisis ketika ia melihat
bagaimana cara belajar peserta didik atau kebingungan yang dialami peserta didik (Sato,
2014). Menurut Herman (2017) lesson study merupakan forum belajar bersama untuk saling
belajar dari pengalaman dengan tujuan meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson Study
itu sendiri merupakan suatu sistem kegiatan dimana guru menyiapkan segala kegiatan
seperti guru menyiapkan RPP, melakukan Open Class dan masih banyak lagi. Tujuannya
untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang optimal (Sato, 2014). Program Lesson
Study ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meminimalkan keabstrakan materi matematika
sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika (Yayuk & Ekowati,
2017)
Saat ini, kurikulum 2013 menyarankan guru membimbing siswa dalam pembelajaran
matematika untuk mencapai keterampilan abad 21 atau disebut 4C (Komunikasi,
Kolaborasi, Berpikir Kritis, dan Pemecahan Masalah, serta Kreativitas dan Inovasi) (Putri &
Zulkardi, 2018; Putri, 2018) (Putri & Zulkardi, 2018; Putri, 2018) . Untuk itu, untuk
mencapai keterampilan abad 21 perlu dilakukan peningkatan kualitas pembelajaran dengan
membantu peserta didik berpartisipasi dengan menekankan pada pembelajaran berbasis
masalah.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah melalui masalah pada jumping task yang
dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (Sato, 2014; Sato & Sato,
2003). Selain itu, jumping task dapat menciptakan kegiatan belajar di antara siswa seperti
dialog, interaksi dan kolaborasi yang efektif (Sato, 2014; Nofrion, 2012). Oleh karena itu,
tujuan dari makalah ini adalah untuk menghasilkan jumping task pada topik persen yang
valid dan praktis dalam menunjang pembelajaran matematika HOTs siswa kelas V di
Palembang.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode design research dengan tiga tahap (Gravemeijer &
Cobb, 2006; Putri & Zulkardi, 2018). Pertama, tahap preliminary design yang berfokus pada
studi pustaka, diskusi dengan guru model, dan merancang prototipe Hypothetical Learning
Trajectory (HLT). Partisipan penelitian ini adalah guru dan siswa. Empat guru matematika
yang mengajar kelas V di SD Negeri 157 Palembang dilibatkan. Subjek utama penelitian ini
adalah 15 siswa kelas V. Pada tahap perancangan, peneliti dan guru matematika menyusun
RPP dengan menggunakan bantuan grid dan bar.
Dalam pembelajaran persen, model bar berguna bagi siswa dalam memahami konsep.
Salah satu keuntungan menggunakan model bar adalah model bar memiliki area yang
membuatnya lebih mudah untuk mengatakan istilah "keseluruhan" (Van Galen, et al. 2008;
Van Galen & Van Eerde, 2013). Manfaat kedua, model bar memiliki persentase perkiraan
terbaik, terutama dalam kasus di mana jumlahnya tidak hanya dapat dikonversi ke satu
pecahan atau persen. Model bar juga berfungsi pada tingkat pemahaman yang berbeda (Van
den Heuvel Panhuizen, 2003), termasuk solusi alternatif yang dihipotesiskan oleh guru untuk
pre-test tentang persen, validasi, dan prediksi solusi tes pretest tentang persen.
Selama proses validasi persen materi pembelajaran, kedua guru matematika di SD
Negeri 157 Palembang dilibatkan. Dalam kegiatan ini, peneliti dan guru matematika kelas V
mendesain RPP, sharing task, jumping task, dan soal tes tertulis yang disesuaikan dengan
prinsip dan karakteristik PMRI. Peneliti bersama guru juga membahas bagaimana seharusnya
pembelajaran berlangsung pada saat siswa mengerjakan sharing task dan jumping task
sehingga siswa-siswa bisa berkolaborasi (learning community).
Peneliti membuat 3 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 siswa
dengan kemampuan heterogen (siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah). Gambar 1
menunjukkan sharing task menggunakan konteks kotak jam.

Selama tahap desain, peneliti bekerja sama dengan guru menghasilkan tiga kegiatan
sharing task untuk membantu siswa memahami konsep persen. Peneliti juga merancang
jumping task untuk level analisis. Gambar 2 menunjukkan jumping task.

HLT dirancang untuk satu pertemuan dengan tiga kegiatan. Tujuan dari kegiatan
pertama adalah siswa dapat menentukan bentuk persen dari gambar yang diberikan. Tujuan
kedua siswa dapat mencari nilai persen dari bentuk bar yang diberikan. Kemudian tujuan
ketiga siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan persen dengan
menggunakan bar. Setelah menyelesaikan kegiatan, siswa menyelesaikan beberapa soal yang
diberikan. Proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan sistem LSLC dan
karakteristik PMRI.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes, wawancara, dan dokumentasi
seperti foto dan video. Fase eksperimen berfokus pada pilot experiment dan teaching
experiment. Subjek percobaan percobaan adalah enam siswa kelas V di SD Negeri 157
Palembang. Selama percobaan, guru matematika berperan sebagai pengamat, sedangkan
pengamat berperan sebagai guru model. Selanjutnya, eksperimen pembelajaran yang
sebenarnya dilakukan di zoom dengan 9 siswa kelas V SD Negeri 157 Palembang. Selama
percobaan, kelas dibagi menjadi tiga kelompok dengan kemampuan berbeda. Pada tahap
implementasi ini peneliti tampil sebagai observer dan mengumpulkan data penelitian berupa
tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Selain itu, peneliti melakukan
beberapa wawancara, pengambilan video dan foto yang difokuskan pada ekspresi dan
pemikiran siswa.
Terakhir, refleksi pelaksanaan siklus II menitikberatkan pada analisis yang
membandingkan HLT (Hypothetical Learning Trajectory) dengan ALT (Actual Learning
Trajectory). Tahap observasi dan refleksi bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Para pendidik mencerminkan keefektifan
pembelajaran dan pembelajaran bersama secara kolaboratif. Kegiatan diawali dengan
menyampaikan kesan pengetahuan, kemudian pengamat memberikan tanggapan. Kritik dan
saran diarahkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan ditawarkan secara arif tanpa
merendahkan dan merugikan dosen. Umpan balik positif dapat digunakan untuk mendesain
ulang pembelajaran yang lebih baik (Widiadi & Utami, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Lembar Aktivitas Peserta didik (LAS) yang didesain terdapat dua aktivitas yaitu
sharing task dan jumping task. Pada aktivitas sharing task, aktivitas yang di desain bertujuan
untuk membantu peserta didik memahami konsep perkalian persen. Konteks yang digunakan
pada awalnya adalah penyajian sushi. Namun, berdasarkan hasil dari proses validasi, konteks
diganti menjadi konteks lemari. Sedangkan pada aktivitas jumping taks bertujuan untuk
membantu peserta didik dalam menerapkan konsep persen untuk menyelesaikan
permasalahan. Pada Jumping-task terdapat 2 buah permasalahan yaitu rak sepatu dan rak
mainan.
Pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan apersepsi (Gambar 3). Ini dimulai dengan
pengingat nilai pecahan, menggunakan gambar slot jam. Selanjutnya guru mengarahkan
siswa bahwa rasio antara slot jam yang terisi dan slot jam yang kosong adalah nilai pecahan.
Dalam penelitian ini dirancang tiga kegiatan sebagai acuan bagi guru saat mengajar
tentang persen. Setiap tindakan memberikan penjelasan beberapa kegiatan atau uraian
kegiatan pembelajaran, tujuan pembelajaran, pengetahuan dasar yang harus dimiliki siswa,
dugaan pemikiran siswa, dan kemampuan yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran.
Dalam pelaksanaan siklus pertama (pilot experiment) sampai siklus kedua (teaching
experiment) memungkinkan adanya revisi pada kegiatan pembelajaran. Iceberg materi persen
ada pada Gambar 6.

Pada tahap teaching experiment, guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok,
kemudian siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah yang diberikan
pada LAS. Pertama, siswa mengerjakan kegiatan pertama dalam kelompok, dan siswa
diminta mengidentifikasi kegiatan pertama yang terdapat pada lembar bersama di masing-
masing kelompok. Pada kegiatan pertama guru menghubungkan materi persen dengan
gambar kotak yang ada pada lembar kegiatan. Siswa diberikan beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan kotak jam pada percakapan 1, sebagai berikut (S = semua siswa, G = guru): 
G: “Oke kalo udah dapat LASnya, sekarang yuk kita lihat halaman pertama di LAS kamu ada
aktivitas pertama yang dimulai dengan gambar. Gambar apa itu? ” 
S: "Kotak jam?" 
G: “Ya, kamu benar. Jadi, apakah kamu pernah melihatnya sebelumnya? ” 
S: "Ya pernah , di toko jam" 
G: “Selain itu?” 
S: "Di rumah". 
G: “Oke, sekarang mari kita lihat pertanyaan dibawahnya. Ada empat pertanyaan, dan kalian
harus mendiskusikannya serta menjawab pertanyaan itu. "

Berdasarkan pembahasan antara guru dan siswa di atas, siswa menunjukkan bahwa mereka
sudah mengetahui tentang kotak jam atau siswa sudah dapat membayangkan apa fungsi dari
kotak jam dan bentuk dari kotak jam tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa konteks
kotak jam mengikuti prinsip PMRI yaitu fenomenologi didaktis. Konteks sosial dari kotak
jam dapat digunakan sebagai titik awal dalam pembelajaran persen. Langkah selanjutnya,
guru meminta siswa melakukan kegiatan kedua. Dalam kegiatan ini terdapat kotak jam yang
terisi dan kosong. Kotak jam ini digunakan untuk mengarahkan siswa dalam pembelajaran
persen, dimana persen adalah angka atau rasio yang dinyatakan sebagai pecahan 100. Untuk
lebih jelasnya berikut ini adalah Berikut percakapan keempat guru dan siswa kelompok 3 (S1
= siswa pertama dalam kelompok, S2 = siswa kedua, S3 = siswa ketiga, G = guru) sebagai
berikut: 

G: “Ada berapa kotak jam yang terisi dan kosong ” 


S1: "Yang terisi jam ada 6, sedangkan yang tidak terisi jam ada 19?" 
G: “Pertanyaannya adalah bagian dari tempat yang terisi, jadi?” 
S1: "6 per 25" 
G: “Kalo slot jam yang kosong, bagaimana?” 
S : “19 per 25”
G: “Bisakah kamu mengilustrasikan kotak jam yang terisi dan kosong ke dalam bentuk
grid?” 
S: "Ya bisa” 
G : “Ada berapa kotak yang diarsir dari 25 kotak untuk menggambarkan slot jam yang
terisi?”
S : “Ada 6”
G: “Bisakah kamu menentukan berapa persen kotak yang yang terisi jam ? “
S : “Ya, jika dilihat dari arsiran di dalam 6 kotak besar, ada 24 kotak kecil yang diarsir dari
100 kotak kecil. Jadi ada 24% yang terisi jam”

Berdasarkan pembahasan pada kegiatan kedua, siswa sudah mengetahui tanda persen,
kemudian siswa ditanya dimana mereka menemukan tanda persen. Dari percakapan tersebut
terlihat bahwa siswa sudah dapat memahami pertanyaan yang diajukan serta siswa dapat
menyelesaikan soal dengan memodelkannya ke dalam bentuk grid, sehingga memudahkan
mereka untuk melanjutkan matematika formal. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa dapat
membuat model sendiri atau model yang dikembangkan sendiri. Selain itu, ada kontribusi
siswa dalam menyelesaikan masalah dan interaktivitas antar siswa selama proses diskusi.
Setelah itu siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal yang diberikan
pada kegiatan siswa pada kegiatan ketiga. Pada kegiatan ketiga guru mengarahkan materi
persen dengan menghubungkan lemari sepatu. Berikut ini percakapan antara guru dan siswa
adalah sebagai berikut (S1 = siswa dalam kelompok, G = guru): 

G: “Gambar apa ini?”


S: "Rak sepatu."
G: “Berdasarkan keterangan di soal, ada berapa jenis sepatu yang disebutkan?”
S: “Ada empat”
G: “Bisakah kamu menentukan berapa banyak jumlah sepatu yang belum diketahui?”
S : “Ya, dikurangi saja dari total sepatu yang diketahui”
G : “Bagaimana mencari persen dari setiap jenis sepatu?”
S : “Jumlah sepatu yang ditanya per sepatu seluruhnya x 100%”

Berdasarkan proses diskusi, guru dapat mengarahkan siswa untuk menjawab semua soal yang
ada di lembar tersebut, peran guru disini adalah sebagai pembimbing bagi siswa agar mereka
dapat menyelesaikan masalah dengan ilmu yang dimilikinya.Ada prinsip PMRI yang disebut
dengan guided reinvention yang telah melibatkan kontribusi siswa dalam menyelesaikannya,
dan terdapat interaksi antara siswa dan guru dalam menyelesaikannya (Zulkardi, 2002) Dari
hasil kerja siswa pada kegiatan 1, 2 dan 3, semua siswa dapat menyelesaikan dengan benar.
Terdapat satu masalah dari 1 kelompok yang masih menjadi kendala siswa berkemampuan
rendah tidak mau berkomunikasi di zoom.

Namun melalui pembelajaran kolaboratif, di kelompok lainnya siswa dengan kemampuan


rendah kurang mampu menyelesaikan soal jumping task meminta bantuan kepada temannya
yang berkemampuan tinggi. Menurut (Putri, 2011), dalam pembelajaran PMRI , penggunaan
soal kontekstual yang memuat konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari,
selain itu dalam proses pembelajaran guru menggunakan LKS yang dirancang dengan
menggunakan karakteristik PMRI. Setelah menyelesaikan 3 kegiatan, 10 siswa menjawab
benar, dan hanya lima siswa yang salah, artinya ada peran pembelajaran menggunakan
konteks lemari sepatu dan kotak jam. Setelah siswa memahami bagaimana mencari nilai
persen dengan menggunakan model bar, guru memberikan jumping task kepada siswa.
Selama mengerjakan jumping task matematika, siswa bekerja secara kolaboratif dalam
kelompoknya. Siswa dengan kinerja rendah dibimbing dan dihubungkan untuk mengajukan
pertanyaan kepada teman sebayanya dengan kinerja tinggi. Guru memprediksikan bahwa
siswa yang berprestasi hanya yang mampu menyelesaikan masalah, namun siswa menengah
juga dapat mengerjakannya. Bahkan kinerjanya yang rendah juga bisa mencoba
menyelesaikan masalah tersebut meski masih ada kesalahan. Oleh karena itu, hasil ini
menunjukkan bahwa mereka sudah belajar dalam kelompoknya (Sato, 2014). 

KESIMPULAN 
Penelitian ini telah menghasilkan jumping task matematika pada materi persen yang valid dan
praktis dengan teori pembelajaran PMRI dan sistem LSLC dalam mendukung pembelajaran
konsep matematika siswa. Siswa telah difasilitasi dalam memahami konsep persen melalui
pembelajaran kolaboratif yang menghubungkan siswa dengan menggunakan aturan "Tolong
Ajari Aku". Ini bermanfaat dan konstruktif bagi siswa yang rendah atau sedang dalam
memahami konsep yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi tinggi dapat menyelesaikan jumping task,
sedangkan siswa yang berprestasi rendah mengalami masalah dalam menyelesaikan jumping
task. Namun melalui pembelajaran kolaboratif, siswa yang memiliki masalah dengan konsep
persen akhirnya dapat menyelesaikan jumping task HOTS.

Anda mungkin juga menyukai