Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ANALISIS JURNAL

Judul :
DEVELOPING A LEARNING ENVIRONMENT ON REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION FOR INDONESIAN STUDENT TEACHERS (MENGEMBANGKAN
LINGKUNGAN BELAJAR TENTANG PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIS
UNTUK GURU MAHASISWA INDONESIA)

Oleh :
Zulkardi, Thesis University of Twente, Enschede.
ISBN 90 365 18 45 8

Latar Belakang Penelitian


Masalah utama pendidikan matematika di Indonesia - terutama di ruang lingkup
sekolah menengah - adalah rendahnya pencapaian objektif siswa dalam matematika dan sikap
mereka yang buruk terhadap matematika. Masalah rendahnya pencapaian tujuan dapat dilihat
misalnya pada rata-rata nilai ujian matematika nasional. Tes ini dilakukan oleh pemerintah
setiap tahun dan diikuti oleh seluruh siswa sekolah menengah pertama di Indonesia tahun
sebelumnya. Dari tahun 1990 sampai 1997 nilai rata-rata selalu di bawah 5.0 dari skala 1
sampai 10, menjadikannya nilai terendah secara konsisten dari semua mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah (Manan, 1998). Lebih lanjut, temuan dari dua tes diagnostik yang
dilakukan oleh Somerset (1997) dan Suryanto (1996) menunjukkan bahwa nilai rata-rata
pendidikan matematika untuk 16 sekolah menengah pertama di perkotaan dan pedesaan di
beberapa provinsi di Indonesia juga lebih rendah dari 5,0. Hasil tes menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa kurang memahami keterampilan dasar yang seharusnya mereka pelajari
di sekolah dasar dan dalam soal aplikasi sehari-hari. Terakhir, di tingkat internasional,
berdasarkan hasil Kajian Matematika dan Sains Internasional Ketiga (TIMSS), prestasi siswa
Indonesia di bidang matematika menduduki peringkat ke-34 dari 38 negara peserta (Mullis et
al., 2000).
Masalah yang berkaitan dengan sikap terhadap matematika secara eksplisit ditangani
oleh Marpaung (1995). Ia mengatakan, sebagian besar siswa di sejumlah sekolah dasar di
Yogyakarta takut terhadap matematika. Ia menunjukkan bahwa guru matematika kurang
percaya diri dan tidak menstimulasi interaksi antar siswa selama pembelajaran. Begitu pula
seperti yang dibahas secara informal dalam berbagai seminar, surat kabar nasional atau di
kalangan guru matematika, banyak siswa - bahkan orang dewasa yang sudah mengajar
matematika 12 tahun di sekolah - melihat matematika sebagai hantu (dalam bahasa Indonesia
lebih dikenal sebagai momok) yang membuat mereka ketakutan. Namun, dalam beberapa
kasus hal ini bukan karena matematika itu sendiri, tetapi karena guru. Guru dengan
pemahaman yang tidak memadai tentang konten dan pedagogi matematika membuat mata
pelajaran yang sudah menantang itu jauh lebih sulit bagi siswa mereka untuk belajar. Selain
itu, sikap siswa yang buruk terhadap matematika juga dapat disebabkan oleh beban latihan
dan pekerjaan rumah yang berlebihan.
Dalam upaya untuk memerangi prestasi rendah dan sikap buruk terhadap
matematika, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab masalah ini. Penelitian mengutip berbagai penyebab potensial, termasuk bahan
pembelajaran yang tidak akurat, metode pengajaran mekanistik yang tidak memadai, dan
bentuk penilaian yang buruk (Somerset, 1997; Suryanto, 1996). Pertama, terkait materi
pembelajaran, Somerset dan Suryanto melaporkan bahwa beberapa isi buku teks matematika
tidak akurat. Namun, banyak guru, terutama mereka yang pengetahuannya tentang
matematika dipertanyakan, tidak menyadari kesalahan ini. Para guru ini menyajikan
matematika yang tidak akurat kepada siswa mereka, yang menyebabkan kesalahan dalam
menjawab pertanyaan terkait dalam pengujian berikutnya. Selain itu, terdapat kelangkaan
bahan pendukung dari sumber lain, yang dapat digunakan oleh guru untuk melengkapi buku
teks mereka dan membantu mereka mengatasi masalah ketidakamanan mereka. Kedua,
terkait dengan metode pengajaran, sebagian besar guru matematika di Indonesia mendasarkan
pengajaran mereka pada pembelajaran yang berpusat pada guru daripada pembelajaran yang
berpusat pada siswa (Soejadi, 2000). Guru menggunakan sebagian besar waktu kontak untuk
menjelaskan dan menyelesaikan masalah matematika, sementara siswa tetap pasif dan hanya
menyalin apa yang guru mereka tulis di papan tulis. Selain itu, Suryanto (1996) menunjukkan
bahwa meskipun guru sering mengajukan pertanyaan, sebagian besar dari pertanyaan ini
menuntut rendah, yang mengharuskan siswa untuk melakukan tidak lebih dari melakukan
operasi istilah matematika.
Dalam situasi ini, siswa tidak belajar memahami dan mengambil kepemilikan
konsep dengan memecahkan masalah menggunakan strateginya sendiri, tetapi mereka hanya
menulis ulang strategi yang digunakan oleh gurunya. Masalah ketiga dalam konteks
Indonesia mengacu pada penilaian. Saat ini kegiatan asesmen di Indonesia tidak terintegrasi
dalam proses pembelajaran (evaluasi formatif), tetapi diberikan di akhir pembelajaran
(evaluasi sumatif) atau sebagai pekerjaan rumah. Seringkali, karena kurangnya waktu bagi
guru untuk mengevaluasi lembar kerja siswa, siswa tidak mendapatkan umpan balik tentang
kebenaran atau efisiensi strategi mereka. Selain itu, masalah matematika yang digunakan
dalam kegiatan penilaian hanya fokus pada algoritma dan prosedur dan kekurangan elemen
aplikasi praktis (Suryanto, 1996). Masalah abstrak ini dapat dikategorikan ke tingkat
pemikiran yang lebih rendah. Akan tetapi, menurut de Lange (1995), pembelajaran
matematika siswa harus dinilai tidak hanya dari masalah-masalah dalam berpikir tingkat
rendah tetapi juga oleh masalah-masalah di tingkat menengah (pemecahan masalah) dan
pemikiran tingkat tinggi (mathematization).
Secara ringkas terlihat jelas bahwa saat ini terdapat tiga masalah dalam pendidikan
matematika yang perlu diselesaikan, yaitu materi kurikulum matematika, metode pengajaran
dan pendekatan penilaian. Salah satu pendekatan yang menjanjikan terhadap pengajaran dan
pembelajaran matematika yang dianggap dapat mengatasi masalah ini adalah pendidikan
matematika realistik (RME). Bertentangan dengan praktik mengajar yang lazim di Indonesia,
RME mengambil masalah matematika atau aplikasi dari kehidupan sehari-hari sebagai
sumber inspirasi dan titik awal didaktik matematika. Namun, memperkenalkan RME sebagai
pendekatan instruksional baru adalah tugas yang tidak boleh diremehkan. Pertama,
mengembangkan dan memahami materi ajar RME merupakan masalah yang kompleks.
Kedua, guru harus menerima pelatihan lebih lanjut tentang penggunaan materi yang memadai
dalam praktik di kelas. Terakhir, implementasi RME akan menjadi proses jangka panjang
bagi mereka yang terlibat. Dalam upaya untuk memenuhi tantangan ini, beberapa strategi
telah sengaja digunakan dalam studi ini untuk pengenalan RME dalam pendidikan
matematika Indonesia (lihat Bab 2). Program pelatihan guru dipilih sebagai konteks
penelitian, dimana kelompok sasaran terdiri dari siswa (calon guru). Dengan cara ini,
pelatihan guru dan siswa dari berbagai sekolah menengah tempat siswa magang berhubungan
dengan RME. Mahasiswa yang terlibat dilengkapi dengan lingkungan belajar yang terdiri dari
kombinasi pelatihan dan situs web dengan sumber daya dan alat komunikasi. Komputer juga
digunakan sebagai alat bagi siswa untuk mengembangkan / mengadaptasi contoh bahan
pelajaran. Lingkungan belajar memungkinkan siswa untuk mendapatkan wawasan tentang
kompleksitas inovasi. Penelitian tersebut mengajukan pertanyaan berikut: 
PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan penelitian berorientasi desain diterapkan dalam penelitian, di mana
lingkungan belajar dirancang dan dievaluasi (lihat bab 1). Selain lingkungan belajar,
penelitian ini juga bertujuan untuk merumuskan prinsip desain yang lebih umum untuk desain
lingkungan belajar tersebut. Desain dan pengujian lingkungan belajar dikerjakan dalam tiga
tahap utama: 1) penelitian pendahuluan; 2) pembuatan prototipe; dan 3) evaluasi akhir.
Selama dua tahap utama pertama, lima prototipe lingkungan belajar yang berurutan dirancang
dan dievaluasi secara formatif (lihat Bab 3). Semua kegiatan desain berlangsung di Belanda
di Universitas Twente (UT), sedangkan kegiatan evaluasi berlangsung di Belanda (UT) dan
di Indonesia (Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung). Kegiatan evaluasi di
Belanda terkonsentrasi pada mempertanyakan ahli di bidang-bidang berikut: RME,
pengembangan kurikulum berbantuan komputer, desain web, pengembangan kurikulum dan
pembelajaran calon guru. Di Indonesia, kegiatan evaluasi difokuskan pada uji coba praktis
dengan calon pengguna. Sebanyak 34 siswa pelatihan guru (pra-layanan dan dalam layanan)
berpartisipasi dalam evaluasi tersebut. Di antaranya, mereka telah memberikan pelajaran di
12 sekolah menengah di Bandung (dengan total 800 siswa yang mengambil pelajaran). Enam
guru pelatihan guru dilibatkan dalam evaluasi sebagai pengawas dan / atau pengamat. Dalam
lingkungan belajar, peneliti berperan sebagai guru. 

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN BELAJAR


Lingkungan belajar terdiri dari tiga komponen: situs web; sebuah pelatihan; dan contoh bahan
pelajaran. Pada bagian ini, karakteristik utama dari komponen ini akan diuraikan secara
singkat (lihat bab 3). 

Situs web RME 


Isi situs web didasarkan pada filosofi RME. Fitur terkait RME berikut telah disorot di situs
web:
 informasi latar belakang tentang RME;
 contoh materi siswa dan guru untuk berbagai topik yang dapat diadaptasi atau
digunakan siswa secara langsung dalam praktik mengajar mereka dalam pelatihan
guru;
 sejumlah simulasi dan permainan komputer yang dengannya pengguna dapat
melakukan simulasi dan memberikan wawasan tentang fenomena matematika;
 contoh pekerjaan siswa atau solusi yang termasuk dalam contoh bahan pelajaran;
 pedoman untuk mengembangkan bahan ajar, untuk memenuhi peran guru di kelas dan
untuk menguji siswa;
 contoh masalah matematika untuk semua tingkatan sekolah yang dapat digunakan
dalam praktik mengajar. 

Situs web ini menawarkan berbagai bentuk dukungan kepada siswa pelatihan guru. Beberapa
di antaranya secara alami berasal dari Internet, seperti alat komunikasi (fasilitas email dan
milis) dan tautan ke sumber daya lain di RME dan pendidikan matematika secara umum.
Lainnya dirancang khusus untuk audiens sasaran, seperti: 

 instrumen untuk merancang rencana pelajaran; ƒ sejumlah program simulasi dan


permainan tentang mata pelajaran matematika; ƒ bagian tutor; dan ƒ sejumlah
fragmen video tentang seperti apa pengajaran matematika realistik dalam praktiknya. 
Antarmuka pengguna situs web dirancang sedemikian rupa sehingga pengguna dapat dengan
mudah menavigasi program dan menemukan informasi yang diperlukan. Fitur utama dari
antarmuka pengguna adalah: ƒ setiap layar dibagi menjadi beberapa area (seperti menu dan
sub-menu), masing-masing dengan fungsinya sendiri; lokasi area tetap sama di seluruh situs
web; ƒ tombol dan teks (Inggris dan Indonesia) mudah dibaca; pada beberapa layar interaktif
(seperti simulasi) pengguna dapat memvisualisasikan fenomena matematika dengan
mengubah variabel; ƒ beberapa dokumen tersedia sebagai file Word, sehingga dapat dengan
mudah dicetak dari situs web. 

Pelatihan RME  
Isi dan dukungan pelatihan mengikuti filosofi dan karakteristik RME. Berdasarkan sintesis
teori RME dan umpan balik dari para ahli di lapangan, aspek-aspek berikut telah disoroti
selama pelatihan:
 informasi latar belakang RME dan lima karakteristik penting RME;
 ‘'pengalaman pelajaran' di mana siswa menempatkan diri mereka dalam peran murid
dan dalam kapasitas tersebut memperoleh pengalaman dengan proses pembelajaran
yang berhubungan dengan rme;
 dukungan dalam mendesain ulang pelajaran berdasarkan lima karakteristik RME;
 didaktik yang ditujukan pada penggunaan interaksi (sebagai salah satu karakteristik
RME) dalam praktik mengajar, di mana sejumlah momen kritis dalam pembelajaran
diberikan dan didiskusikan;
 penilaian dalam RME, dengan memperhatikan baik penilaian sumatif (penilaian di
akhir pelajaran) dan penilaian formatif (penilaian selama proses instruksi).
Penyelenggaraan pelatihan mengikuti kegiatan utama 'pelajaran pengalaman' (dengan
siswa sebagai murid), desain ulang bahan ajar, magang dan refleksi. Versi terbaru dari
pelatihan ini mencakup total enam pertemuan mingguan (sekitar 100 menit) dan dua
minggu magang di sekolah magang. 

Contoh bahan ajar RME 


Contoh bahan ajar memegang peranan penting dalam penelitian ini. Materi tersebut meliputi
materi siswa, materi penilaian dan panduan guru. Buku pedoman guru berisi spesifikasi
prosedural. Buku pedoman guru memberikan spesifikasi untuk awal, inti dan kesimpulan
pelajaran dan metode penilaian dalam RME. Secara keseluruhan, sampel bahan ajar telah
disesuaikan dengan konteks bahasa Indonesia untuk lima mata pelajaran matematika. Bahan-
bahan ini digunakan selama pelajaran pengalaman dan selama mendesain ulang bahan ajar itu
sendiri. Materi tersebut disertakan dalam informasi pelatihan dan di situs web. 

HASIL
Hasil dari kegiatan evaluasi formatif selama tahap pembuatan prototipe menunjukkan bahwa
peserta menganggap versi akhir dari situs web, pelatihan dan contoh bahan ajar valid dan
praktis. Selama evaluasi akhir, uji coba dilakukan dengan versi lingkungan pembelajaran
terbaru. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui apa pengaruh lingkungan belajar
terhadap pengembangan profesional siswa pelatihan guru. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini
penting: 
1. Apa pendapat siswa tentang lingkungan belajar?
2. Apa yang dipelajari siswa dalam lingkungan belajar?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan belajar terhadap organisasi Jurusan Pendidikan
Matematika UPI Bandung?
4. Sejauh mana siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan terkait
RME dalam praktik mengajar? 
Evaluasi akhir siswa menghasilkan temuan berikut: 
1. Siswa puas dengan konten, dukungan, antarmuka, dan lingkungan belajar. Hal ini
terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa lingkungan belajar memenuhi kebutuhan
mereka dan komponen lingkungan belajar konsisten.
2. Lingkungan belajar mendukung siswa dalam pembelajaran matematis, didaktik dan
praktikum RME. Lingkungan belajar menumbuhkan pemahaman tentang RME dan
membantu siswa dalam mendesain ulang bahan ajar. Selain itu, siswa belajar
menggunakan teknologi web sambil mempelajari RME dan merefleksikan apa yang
telah dipelajari dalam praktik.
3. Pengenalan lingkungan belajar berdampak pada organisasi Jurusan Pendidikan
Matematika UPI Bandung dan guru matematika di berbagai sekolah magang.
4. Lingkungan belajar mempengaruhi perilaku mengajar siswa. Setelah melalui
lingkungan belajar, para siswa mampu mengajar praktek sesuai dengan pendekatan
RME.  Terakhir, terdapat indikasi bahwa lingkungan belajar (melalui siswa) dapat
berpengaruh positif terhadap perubahan sikap siswa pada pendidikan menengah
terhadap matematika. 

REKOMENDASI
Rekomendasi telah dirumuskan berdasarkan kesimpulan penelitian. Rekomendasi pertama
ditujukan untuk proyek percontohan RME di 12 sekolah dasar di tiga kota di Jawa, yang
ditugaskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2001. Rekomendasi tersebut berfokus pada
penggunaan contoh bahan pelajaran, pelatihan guru dalam masa jabatan dan cara di mana
lingkungan belajar yang dikembangkan dapat digunakan dalam proyek percontohan tersebut.
Studi CASCADE-IMEI difokuskan pada siswa pelatihan guru di UPI di Bandung.
Rekomendasi kedua ditujukan untuk menyebarkan lingkungan belajar ke perguruan tinggi
pelatihan guru lainnya di Indonesia. Rangkaian rekomendasi ketiga berfokus pada
perkembangan masa depan lingkungan belajar itu sendiri. Mereka memperhatikan, antara
lain, perluasan lingkungan belajar dan bagaimana lingkungan belajar dapat
diimplementasikan lebih lanjut. Akhirnya, rekomendasi telah dirumuskan untuk penelitian
lebih lanjut tentang lingkungan belajar. Ini dapat mencakup penelitian lebih lanjut tentang
keefektifan lingkungan belajar, penelitian tentang penggunaan lebih lanjut teknologi web
dalam lingkungan pembelajaran dan penelitian penerapan lingkungan belajar dalam konteks
lain. 

Anda mungkin juga menyukai