DI SUSUSN OLEH :
KELOMPOK 6
MERI SURYANINGSIH NPM. 20142019107.P
MUHAMAD IBRAHIM NPM. 20142019123.P
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Mujahidin, S.Kep, M.Kes
2.1 DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan TIO (Tekanan Intra
Okuler), penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. (Anas Tamsuri,
2010 : 72) Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata.
Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi cairan
dan pembuangan cairan dalam jaringan saraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. (Sidarta
Ilyas, 2010) Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga
akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata
terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata (tekanan intraokular), baik akibat
produksi cairan mata yang berlebihan, maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut.
Tekanan ini dapat merusak serabut saraf retina atau jaringan saraf yang melapisi bagian belakang mata dan
saraf optik yang menghubungkan mata ke otak juga. Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata
bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat.
2.3 TANDA DAN GEJALA
1.Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
2.Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang
kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3.Tajam penglihatan sangat menurun.
4.Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5. Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6. Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7. Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang
uvea.
8. Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9. Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10.Tekanan bola mata sangat tinggi.
11.Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal
2.4 PATHWAY
1. Pemeriksaan lapang pandang : Hal ini penting dilakukan untuk mendiagnosis dan menindaklanjuti
pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang akan berkurang karena peningkatan TIO
akan merusak papil saraf optikus.
2. Pengukuran tonografi/tonometri : Mengkaji Tekanan Intra Okuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
3. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
4. Tes Provokatif : Digunakan dalam\ menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa Tekanan intraokuler harus diturunkan dengan secepatnya dengan memberikan
asetanolamid 500 mg dilanjutkan dengan 3 x 500 mg, solusio gliserin 50% 4x 100-150 ml dalam air
jeruk, penghambat beta adrenergik 0,25 – 0,5% 2 x 1 dan KCl x 0,5 g. Diberikan pula tetes mata
kortikosteroid dan antibiotik untuk mengurangi reaksi inflamasi. Untuk bentuk primer, diberikan
tetes mata pilokarpin 2% tiap ½ - 1 jam pada mata yang mendapat serangan dan 3x1 tetes pada mata
disebelahnya. Bila perlu berikan analgetik dan antiemetik.
2. Operasi Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan
keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun segera dilakukan operasi. Sebelumnya diberikan infus
manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun operasi ditunda sampai mata lebih
tenang dengan tetap mematau TIO. Jenis operasi iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan
hasil pemeriksaan genioskopi setelah pengobatan medikamentosa. Selain pencegahan juga dilakukan
iridektomi pada sebelahnya. Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati yang
sesuai. Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung penyebab. Misalnya pada hifema
dilakukan parasentesis pada kelainan lensa dan pada uveitis dilakukan iridektomi atau operasi
iridektomi.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil
atropi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata
dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan fungsi badan siliar, alcohol
retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan
memberikan rasa sakit.
Kriteria Hasil :
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
1. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional:
Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial
siklus insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional:
Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan/harapan yang akan datang dan
memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan info tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional:
Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah
konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional:
Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi ditandai
dengan : pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
Kriteria Hasil:
Intervensi: