Anda di halaman 1dari 4

Metode diagnosis

Diagnosis campak (measles) atau rubeola umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja.
1. Anamnesis, beberapa riwayat yang dapat ditanyakan dari anamnesis adalah riwayat
kontak dengan penderita campak selama masa inkubasi 10-12 hari.
2. Pemeriksaan Fisik, temuan pemeriksaan fisik yang sering adalah bercak Koplik (Koplik
spots), yaitu exantema sebesar ujung jarum dikelilingi eritema di dalam mulut dan
hampir selalu ditemukan pada akhir stadium prodromal. Cenderung terjadi berhadapan
dengan molar bawah, terutama molar 3, tetapi dapat menyebar secara tidak teratur pada
mukosa bukal yang lain. Bercak Koplik muncul pada 1-2 hari sebelum muncul rash dan
menghilang 1-2 hari setelah munculnya rash.
3. Pemeriksaan Penunjang, pemeriksaan penunjang jarang diperlukan untuk diagnosis,
namun dapat membantu mendeteksi komplikasi
 Pemeriksaan darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi infeksi bakteri
 Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk mendeteksi infeksi campak
akut, sebaiknya diambil pada hari ke-3 setelah munculnya rash untuk menghindari
hasil pemeriksaan false negative. Antibodi IgG dapat dideteksi pada hari ke-4
setelah rash muncul, umumnya 1-3 minggu setelah onset. IgG masih dapat
ditemukan sampai beberapa tahun kemudian. Namun pemeriksaan IgM dan IgG anti-
campak ini belum tersedia di Indonesia.
 Pemeriksaan untuk komplikasi:
 Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit
darah, dan analisis gas darah.
 Enteritis: feses lengkap
 Bronkopneumonia dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah

Referensi :
1. Maldonado YA. Measles. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia: Saunders; 2004, h. 1026-32
2. Medscape. Measles. November 2016
3. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI; 2009. h. 33-35
7. CDC. Measles Signs and Symptoms. February 2017
Faktor risiko

Para ahli melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
campak adalah tingkat pengetahuan ibu, status imunisasi dan status gizi, umur, sosial
ekonomi, budaya.

Hasil penelitian Ade Soemantri (2012) yang berjudul faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian penyakit campak (Morbili) pada anak di Kota Bukit tinggi menemukan bahwa faktor
kepadatan hunian rumah (OR= 10,06) juga merupakan faktor risiko kejadian penyakit
campak. Hasil penelitian I Made Suardiyasa (2013) tentang faktor risiko kejadian penyakit
campak pada anak balita di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan
bahwa : Status Imunisasi dengan Odd Ratio (OR) = 22,031, Status Gizi (OR= 28,897) dan
faktor umur pemberian imunisasi (OR= 5,371) adanya pengaruh faktor status imunisasi
terhadap kejadian campak dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko 3
kali lebih besar untuk terkena campak dibanding anak yang mendapat imunisasi. Duski
(2001) menyatakan bahwa adanya pengaruh status gizi campak dengan kejadian penyakit
campak dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko 3,2 kali lebih besar
untuk menderita campak dibanding anak yang mendapat imunisasi.

(212-101-1-SM.pdf)

Pencegahan
A. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam
tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan
memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi schingga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
B. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena
penyakit campak, yaitu:
1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi
campak untuk semua bayi.
2. Imunisasi dengan vinus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua
anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka
waktu 4 - 5 tahun.
C. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Presention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-
kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu:
1. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau
darah.
2. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah
selama empat hari setelah timbuinya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau
mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada
stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash
yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya.
3. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan
bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
4. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak
yakni bronchitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortu, dan miokarditis
yang reversibel.
D. Penoegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegaha tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
1. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
2. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat
terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.

Imunisasi campak yang diberikan bayi 9 bulan merupakan pencegahan yang paling
cfektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang dilemahkan. Pemberian vaksin
diberikan dengan cara intrakutan atau intramuskular dengan dosis 0,5 cc. Pemberian
imunisasi campak satu kali akan mcmberikan kekebalan selama 14 tahun, sedangkan untuk
mengendalikan penyakit diperlukan cakupan imunisasi paling sedikit 80% per wilayah secara
merata selama bertahun-tahun. Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari
menurunnya jumlah kasus campak dari waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi dapat
disebabkan oleh:
1. Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari antibodi ibu.
Antibedi itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.
2. Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan, pengangkutan, atau penggunaan di luar
pedoman.

(biomedik 1)

Pengobatan
Terdapat beberapa cara yang bisa membantu kekebalan tubuh melawan measles virus, di
antaranya :
1. Berikan banyak air minum (cairan) pada anak untuk menghindari dehidrasi
2. Mengendalikan demam dan mengurangi rasa sakit
3. Dokter mungkin memberikan terapi tambahan berupa vitamin A dan antibiotik
4. Tutup jendela dengan tirai atau mengganti lampu redup saat malam hari karena mata
penderita campak lebih sensitif terhadap cahaya
5. Mandikan bayi dan anak kecil dengan air hangat

https://rsudkotabogor.org/web/campak-measles/

jadi, dapat disimpulkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi adalah status gizi,
riwayat kontak, umur rentan, kepadatan hunian, kondisi lingkungan dan persepsi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai