Oleh:
NURUL AZIZAH
NIM : 201403030
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
i
SKRIPSI
Oleh:
NURUL AZIZAH
NIM : 201403030
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
i
ii
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN
ALLAH SWT.
Dosen pembimbing
Wa’amalamutakobbalaan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat
menghadapi berbagai hambatan dan tantangan namun hal itu tidak mengurangi
mahasiswa semester akhir. Kami menyadari bahwa laporan yang kami susun
kami miliki. Karena itu, saran, bimbingan, serta kritikan yang sifatnya
1. Bapak Zainal Abidin SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua Stikes Bhakti
v
5. Pimpinan, pegawai dan seluruh staff Puskesmas Ponorogo Utara
Bhakti Husada Mulia Madiun angkatan 2014 dan semua pihak yang telah
umumnya dan bagi penulis serta orang – orang yang peduli dengan ilmu
dapat di cegah dengan imunisasi. Demikian skripsi ini kami susun, semoga
bermanfaat.
Nurul Azizah
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Email : Azizahnurul665@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
viii
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRAK
NURUL AZIZAH – 201403030
(2018-SKRIPSI)
ix
PUBLIC HEALTH PROGRAM
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
SampulDepan
Sampul Dalam .................................................................................................i
Persetujuan ..................................................................................................... ii
Pengesahan .....................................................................................................iii
Lembar Persembahan .....................................................................................iv
Kata Pengantar ............................................................................................... v
Lembar Pernyataan ....................................................................................... vii
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................viii
Abstrak ..........................................................................................................ix
Abstract ......................................................................................................... x
Daftar Isi .........................................................................................................xi
Daftar Tabel ..................................................................................................xiii
Daftar Gambar .............................................................................................. xv
Daftar Lampiran ............................................................................................xvi
Daftar Istilah ................................................................................................ xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian penyakit campak......................................................... 11
2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Campak ............................................ 12
2.3 Etiologi dan Penularan ................................................................. 14
2.4 Pengobatan, Pencegahan, dan PemberantasanCampak ................ 15
2.5 Epidemiologi Penyakit Campak ................................................... 24
2.6 Vaksinasi dan Imunisasi ............................................................... 26
2.7 Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya Campak ...... 40
2.8 Kerangka Teori ............................................................................... 53
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual ................................................................... 54
3.2 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 55
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .......................................................................... 56
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 57
4.3 Tehnik Sampling .......................................................................... 61
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 62
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 64
4.6 Instrumen Penelitian ..................................................................... 66
47 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 67
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................ 69
4.9 Analisis Data ................................................................................ 70
xi
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum ......................................................................... 73
5.2 Karakteristik Responden .............................................................. 74
5.3 Hasil Penelitian ............................................................................ 80
5.4 Pembahasan .................................................................................. 85
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan................................................................................... 98
6.2 Saran ............................................................................................. 99
Daftar Pustaka .......................................................................................... 101
Lampiran-lampiran
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR ISTILAH
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasii oleh sekret
orang yang telah terinfeksi. Campak merupakan penyakit menular yang sering
campak di seluruh dunia mengalami penurunan sebesar 78% pada beberapa tahun
terakhir, penurunan kasus kematian dari 2000 kasus menjadi 1022 kasus
campak sebanyak 145.700, dan sekitar 400 kematian setiap hari sebagian besar
terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2013 terdapat 11.521 kasus, sedangkan
pada tahun 2014 kasus campak meningkat sebesar 12.943. Berdasarkan laporan
DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian
dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-
1
sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dengan
jumlah kasus menduduki rangking 4 (empat) dari 33 provinsi pada tahun 2012,
dan naik menjadi ranking 3 (tiga) pada tahun 2013. Kasus campak dalam tiga
periode tahun terakhir terus mengalami peningkatan yaitu 725 kasus pada tahun
2014, dan pada tahun 2015 terdapat 2.268 kasus, sedangkan pada tahun 2016
terdapat 3.765 kasus. Untuk itu, edukasi tentang pencegahan dan pengobatan
seperti anak-anak dan wanita usia subur yang belum pernah imunisasi atau
penyakit campak cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data tiap tahun
yaitu sebanyak 146 kasus jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang kasusnya
dengan Attack Rate sebesar 0.47%. Jumlah kasus sebanyak 146 tersebut terjadi
dalam kurun waktu 1 tahun. Dikatakan KLB campak bila ditemukan 5 atau lebih
kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan
dengan jumlah penderita sebanyak 8 orang. Dari semua desa yang terkena KLB,
2
100% ditangani kurang dari 24 jam. (Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten
Ponorogo, 2016).
baru lahir mencapai 91,6% dan imunisasi BCG mencapai 95,2%. Cakupan
capaian imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi mencapai 88,4%. Sedangkan
cakupan desa UCI sebesar 48,5% atau 149 desa/kelurahan dari 307
lainnya yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. Tren
Pada tahun 2014 terdapat 19 kasus campak. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat
24 kasus dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dengan jumlah 61 kasus
Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat
3
ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitment globlal yang wajib diikuti
(MNTE).
yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian kesehatan sebagai salah
satu upaya menurunkan angka kematian pada anak serta pencegahan penularan
terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu
capaian imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi mencapai 88,4%. Sedangkan
cakupan desa UCI sebesar 48,5% atau 149 desa/kelurahan dari 307
kekebalan pasif yang diberikan oleh ibunya sehingga apabila imunisasi diberikan
ketika kadar kekebalan pasif masih tinggi maka potensi vaksin dalam membentuk
saat kondisi kekebalan pasif sudah berkurang maka anak akan sangat berisiko
terkena penyakit campak sebelum tubuh anak tersebut memiliki kekebalan aktif
dari imunisasi.Umur saat imunisasi dikatakan menjadi salah satu faktor risiko
penelitian yang dilakukan oleh Andriani, menunjukkan bahwa bahwa balita yang
4
berumur 12 bulan saat dilakukan imunisasi campak merupakan faktor risiko
dari umur 12 bulan saat imunisasi campak sebesar 1,38 (95% CI = 0,47 < PR <
anak. Sistem kekebalan tubuh pada anak yang tidak mendapatimunisasi tidak
sekuat anak yang diberi imunisasi, tubuh tidak mengenali viruspenyakit yang
terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderitasakit, ia juga
lain (Hellosehat,2017)
Riwayat pemberian ASI yang dilakukan tidak secara eksklusif yaitu air
susu ibu yang diberikan secara terus-menerus hingga bayi berumur 6 bulan tanpa
penyakit infeksi pada bayi. Oleh karena itu, bayi dengan ASI tidak eksklusif
5
memiliki daya tahan tubuh lebih rendah dibandingkan dengan balita yang diberi
ASI secara eksklusif. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriani
diperoleh nilai 1,90 (95% CI = 1,11 < PR < 3,24). (Andriani, 2017)
mengurangikonsentrasi serum Vitamin A juga pada anak dengan gizi baik. Virus
diudara.Penyebaran virus terjadi melalui droplet besar dari saluran nafas, namun
ada juga yang menular melalui droplet kecil lewat udara yang dihirup. Menurut
yang tinggi ditentukan oleh 2 (dua) aspek yaitu: menyangkut teknis dan
6
organisasi pelayanan kesehatan. Aspek kedua menyangkut penerimaan
imunisasi kebutuhan akan pengelola logistik dan tenaga sebagai unsur mutlak
(ibu bayi sebagai sasaran imunisasi ) dan di samping ada faktor lain seperti
kapercayaan, adat istiadat dan budaya. Cara yang efektif untuk mencegah
penyakit campak yaitu dengan imunisasi balita pada usia 9 bulan. Imunisasi
Campak, serta belum adanya penelitian tentang faktor risiko yang berhubungan
1. Apa saja faktor-faktor risiko penyakit campak pada balita di Wilayah kerja
7
2. Bagaimana hubungan faktor risiko terhadap penyakit campak pada balita
faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit campakpada balita yang ada
Kabupaten Ponorogo
Ponorogo.
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Ponorogo
8
5. Mengetahui hubungan riwayat asi eksklusif terhadap penyakit campak di
Kabupaten Ponorogo
yang dapat digunakan sebagai referensi atau bahan masukan kepustakaan dan
9
1.4.4 Bagi masyarakat
telah disediakan.
vaksin, distribusi vaksin, suhu yang optimal untuk vaksin sehingga kualitas
pemberian vaksin pada balita sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus. Campak disebut juga dengan rubeola, morbilli, atau measles. Penyakit
ini ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang
menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang. Penyakit ini dapat
(ensefalitis)
Virus campak baru dapat diisolasi pada tahun 1954 oleh J.F. Enders dan
yang akan melawan virusnya. Untuk itu tubuh perlu kuat. Jika kurang gizi, tubuh
hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca
campak, sindrom radang otak pada anak diatas 10 tahun, dan tuberkulosis paru
menjadi lebih parah setelah sakit campak berat. ) (Irianto Koes, 2014)
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang
kuat, apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada
5 hari. Tanpa media protein virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu
11
dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak termasuk mikroorganisme yang
bersifat ether labile karena selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar
dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.13
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku,
relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C;
35,6-46,4°F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai
Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi,
diikuti dengan koriza, batuk, dan peradangan pada mata. Gejala klinis penyakit
Berlangsung 2-4 hari dengan gejala demam yang diikuti dengan batuk,
makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari
akhirnya ke ekstrimitas. Gejala lain yang biasanya terjadi adalah koriza dan
12
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar
ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari
ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir
menghilang setelah 1-2 minggu. Oleh karena itu, sangat penting untuk
Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat. Dua hari kemudian biasanya
suhu akan menurun dan gejala penyakit mereda. Ruam kulit akan mengalami
telinga tengah, dan peradangan otak. (Irianto Koes, 2014). Sedangkan gejala
yang sering timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, dengan gejala-
gejala seperti: panas badan, nyeri tenggorokan, hidung meler (Coryza), batuk
Kemudian 2-4 hari muncul bintik putih kecil dimulut bagian dalam
(bintik koplik). Ruam atau kemerahan di kulit yang terasa agak gatal, ini
muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk
yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak pada wajah, yaitu di depan dan di
13
bawah telingaserta di leher sebelah samping, lengan dan kaki, sedangkan ruam
di wajah mulai melebar. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit,
kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang
tersisa segera menghilang. selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat
merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari
Genus Morbillivirus. Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya
mempunyai satu antigen. Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab
parotitis epidemis dan parainfluenza setelah timbulnya ruam kulit, virus aktif
dapat ditemukan pada sekret nasofaring darah, dan air kencing dalam waktu
sekitar 34 jam pada suhu kamar.Virus campak dapat bertahan selama beberapa
hari pada tempratur suhu 0 drajad C dan selama 15 minggu pada sediaan baku.
Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu kamar sekalipun, virus
ini akan kehilangan infektifitasnya sekitar 6% selama 3-5 hari. Virus ini
setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang
baru lahir ibu yang telah kebal (berlansung selama 1 tahun). Orang-orang
14
a. Bayi yang berumur lebih dari 1 tahun
(Irianto, 2014)
terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga, sehingga hampir
90% anak rentan akan tertular. Campak ditularkan melalui droplet di udara
oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis samai 4 hari
dan kekebalan ini bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan. Pada usia 9
sampai puncak sekitar 21 hari, igM akan terbentuk dan akan cepat menghilang
untuk kemudian digantikan oleh igG. Cakupan imunisasi campak yang lebih
dari 90% akan menyebabkan kekebalan kelompok (herd immunity) yang akan
2.4.1 Pengobatan
dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain:
15
Antidemam, Antibatuk, Vitamin A, Antibiotik diberikan bila ada indikasi,
rumah sakit. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Namun sebaiknya
ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik, maka dari itu
kekebalan yang didapat dari ibunya saat kehamilan yang dapat bertahan
Dosis 0.5 CC yang disuntikkan bawah kulit (sub kutan) pada lengan
atas, pada usia 9 bulan. Karena imunitas cenderung menurun maka diberi
dosis penguat pada usia 2 tahun dengan dosis yang sama. Kalau anak telah
mendapatkan vaksin MMR pada usia 15 bulan maka dosis penguat ini
dibatalkan.
D. Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam dengan kulit ruam
ringan dapat terjadi. Obat untuk efek samping ini cukup dengan obat-obat
simptomatik.
16
2.4.2 Pencegahan penyakit campak
masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat
kecatatan, yaitu:
17
2. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
komplikasi.
4. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan
imunitas mereka.
18
Imunisasi campak yang diberikan bayi 9 bulan merupakan pencegahan
yang paling efektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang
intramuskular dengan dosis 0,5 cc. Pemberian imunisasi campak satu kali
imunisasi dapat diukur dari menurunnya jumlah kasus campak dari waktu ke
eliminasi dan eradikasi dengan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap:
A. Tahap Reduksi
90% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2000 dengan strategi yang
19
2. 95% desa mencapai UCI.
3. Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD, secara
puskesmas.
terhadap komplikasi.
dikelompokkan menjadi:
a) Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat
kasus campak.
b) Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak < 80%
imunisasi campak pada balita berusia 9-59 bulan. Sesuai laporan Profil
Departemen Kesehatan 2000, sampai saat ini masih banyak daerah rawan
yaitu penurunan 90% kasus dan 90% kematian akibat campak dibandingkan
20
dengan keadaan sebelum program imunisasi campak melalui kendala yang
4) Melakukan ring vaksinasi pada setiap KLB campak pada sekitar desa KLB
B. Tahap Eliminasi
konfirmasi laboratorium.
21
4. Tatalaksana kasus dengan pemberian Vitamin A dan pengobatan adekuat
terhadap komplikasi.
C. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini tidak ditemukan lagi virus campak, cakupan imunisasi
sangat tinggi dan merata dengan strategi yang dilakukan sebagai berikut:
cakupan 100%.
laboratorium.
terhadap komplikasi.
a. Surveilans rutin
Surveilans rutin dilaksanakan terutama oleh surveilans puskesmasserta
22
atau tak terlindungi imunisasi campak, memantau status gizi balita dan
campak Apabila ditemukan satu kasus pada desa dengan cakupan tinggi
kesalahan rantai dingin vaksin atau karena cakupan imunisasi yang kurang
dipercaya.Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah,
maka kernungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan
Dalam tahap reduksi campak maka setiap KLB campak harus dapat
23
agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta rnembatasi
KLB campak harus segera didiagnosa secara dini (early diagnosis) dan
segera ditanggulangi (out break respons) agar KLB tidak meluas dan membatasi
spesimen darah sebanyak 10-15 penderita baru, dan waktu sakit kasus kurang
dari 21 hari, serta beberapa sampel urine kasus campak untuk isolasi virus.
1. Orang
pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran
penyakit Campak berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah
tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat transmisi virus Campak
sangat tinggi.
2. Tempat
daerah perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali,
24
sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah
3. Waktu
Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan
oktober.
ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat, terdapat lebih dari 1,5
juta kasus campak setiap tahun. Mulai tahun 1963 kasus campak menurun
drastis dan hanya ditemukan kurang dari 100 kasus pada tahun 1998.
utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan SKRT tahun
pada tahun 1971 dengan angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa
Barat pada tahun 1981 (CFR=15%), dan KLB di Palembang, Lampung, dan
Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di Semarang masih tercatat
terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%. Angka kesakitan campak di
Indonesia tercatat 30.000 kasus per tahun yang dilaporkan. Meskipun pada
kenyataannya hampir semua anak setelah usia balita pernah terserang penyait
25
campak. Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena
ini akan sembuh sendiri bila ruam merah pada kulit sudah timbul, yang
beranggapan bahwa kalau ruam tidak keluar ke kulit, penyakit ini akan
menyerang dalam tubuh dan menimbulkan akibat yang lebih fatal daripada
penyakitnya sendiri
penyakit ini mulai menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang
tidak mendapatkan vaksinasi waktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada
saat usianya lebih 14-15 bulan. Penelitian di rumah sakit selama tahun 1984-
1988 melaporkan bahwa campak paling banyak terjadi pada usia balita,
dengan kelompok tertinggi pada usia 2 tahun (20,3%), dan diikuti bayi
(17,6%), anak usia 1 tahun (15,2%), usia 3 tahun (12,3%) dan usia 4 tahun
(8,2%). Angka kematian teru smenurun dari waktu ke waktu. Menurut lapran
Balitbangkes di Sukabumi pada tahun 1982, CFR campak sebesar 0,64% dan
2.6.1 Vaksinasi
26
pembentukan antibodi dalam darah. Setiap vaksin yang akan dipergunakan
pada anak dan dewasa, harus sudah terjamin tentang kualitas pembuatan,
virus morbili yang telah dilemahkan. Vaksin berupa serbuk beku kering yang
dikemas dalam botol vial. Untuk pemakaian harus dilarutkan dengan cairan
sebanyak 5cc yang telah disediakan. Vaksin yang telah dilarutkan harus
Indonesia penyakit ini sering menyerang bayi atau anak kecil, imunisasi
a. Pengertian
menjaga vaksin pada suhu dingin yang telah ditetapkan agar memiliki potensi
yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberiannya
ini ditempuh karena vaksin merupakan benda biologis yang sangat peka
27
adalah pengelolaan vaksin sesuai prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan
pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan (Depkes, 2013). Jenis dan
+2ᵒ C s/d +8ᵒ C. Kamar dingin ini berfungsi untuk menyimpan vaksin
2. Lemari Es
28
b. Vaccine Carrier (termos)
Kotak dingin cair adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar
ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu
Kotak dingin beku adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar
ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu
suhu.
29
secara benar sistem peralatan tersebut termasuk memperhatikan daya tahan
2.6.3 Imunisasi
A. Pengertian Imunisasi
tentang masalah imunisasi dengan cara vaksinasi ini. Pada tahun 1938 para
ilmuan telah mampu membuat vaksin untuk variola (Small pox) kemudian
tahun 1976 virus variola tersebut telah punah dipermuaakn bumi. Selanjutnya
tahun demi tahun beragam vaksin telah dapat dibuat, seperti vaksin untuk
difteri, pertusis, polio, hepatitis B, dan lain sebagainya, dengan hasil yang
tubuh seseorang yaitu dengan memberikan vaksin. (Rusli dan Primo, 2015).
30
1. Imunisasi Pasif
tubuh yang bersifat temporer. Jenis imunisasi pasif ini terdiri dari dua macam
yaitu: imunisasi pada bayi yang didapatkan dari ibunya saat hamil dan saat
menyusui yang bersifat alamiah. Imunisasi pasif pada bayi ini sangat penting,
karena sistem pertahanan tubuh pada bayi yang didapatkan dari ibunya saat
hamil dan juga saat menyusui. Jadi proses imunisasi yang bersifat alamiah.
Sedangkan imunisasi pasif pada bayi ini sangat penting, karena sistem
ertahanan tubuh sang bayi belum mampu bekerja secara sempurna. Kedua
adalah imunisasi pada orang-orang dengan status imunitas yang rendah, yakni
orang-orang yang memang belum kebal atau tidak kebal karena mengidap
pada rabies. Ada yang diberikan untuk tujuan eradikasi terhadap toksin
(racun), seperti pada infeksi difteri dan keracunan bisa ular. Ada tiga jenis
31
2. Imunisasi aktif
oleh tubuh sendiri yang merupakan hasil kinerja sel-sel pertahanan tubuh kita.
a. Imuniasai aktif yang terbentuk akibat infeksi yang terjadi secara alamiah.
kekebalan dengan metode ini, bisa menimbulkan dampak yang tidak kita
penyakit infeksi tersebut, tergolong infeksius. Oleh karena itu kita butuh
imunisasi lain, dimana kita menjadi imun namun kita tidak jatuh sakit.
infeksi menular yang berbahaya, namun sudah ada daya imun dalam
32
tubuhnya, maka keparahan penyakit menular tersebut dapat berkurang
suatu wilayah akan terhalang, apabila telah banyak warga yang imun
daerah. Jika sebagian besar individu telah imun, maka rantai penularan
yang rendah. Misalnya; bayi yang baru lahir, manula (manusia lanjut
bayi (anak kecil 2 tahun) dan anak( umur 2 s/d 14 tahun). Beberapa
33
C. Cakupan Imunisasi
antara yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, campak dan
bahkan di setiap desa yaitu dengan menentukan jumlah sasaran. Kegiatan ini
mengambil data dan sumber tertentu yaitu melalui BPS. Berikut ini cara
menghitung jumlah sasaran bayi. Sasaran imunisasi dasar adalah semua bayi
vaksin kembali pada saat anak masuk SD (program BIAS). Selain itu
crash program campak yaitu pada umur 6-59 bulandan SD kelas 1-6. Apabila
anak telah mendapat imunisasi MMR pada usia15-18 bulan dan ulangan
34
imunisasi pada umur 6 tahun maka ulangancampak pada saat masuk SD tidak
kebutuhan tubuh bayi. Untukjenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari
berikut ini :
Pemberian SelangWaktu
Vaksin Umur Keterangan
Imunisasi Pemberian
Untuk bayi yan
lahir di Rumah
Sakit/ Puskesmas
BCG 1X - 0-11 bulan
Hep-B, BCG dan
Polio dapat
segera diberikan
3 X (DPT
DPT 4 MINGGU 2-11 BLN
1,2,3)
4 X (POL
POLIO 4 MINGGU 0-11 BLN
1,2,3,4)
CAMPAK 1 X - 9-11 BLN
3 X (HEP-B
HEP-B 4 MINGGU 0-11 BLN
1,2,3)
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008
35
Tabel 2.2Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah
0 bulan HB 1 Rumah
1 bulan BCG,Polio 1 Posyandu *
DPT/HB Kombo
2 bulan Posyandu*
1,Polio 2
DPT/HB Kombo
3 bulan Posyandu*
2, Polio 3
DPT/HB Kombo
4 bulan Posyandu*
3, Polio 4
9 bulan Campak Posyandu*
Bayi lahir
diRS/RB/Bidan
Praktek
HB 1, Polio
0 bulan RS/RB/BIDAN
1,BCG
DPT/HB Kombo
2 bulan RS/RB/BIDAN #
1,Polio 2
DPT/HB Kombo
3 bulan RS/RB/BIDAN #
2, Polio 3
DPT/HB Kombo
4 bulan RS/RB/BIDAN #
3, Polio 4
9 bulan Campak RS/RB/BIDAN #
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008
Keterangan :
* : Atau tempat pelayanan lain
# : Atau posyandu
E. Standar Program Imunisasi
dari bahan biologik harus dilindungi terhadap sinar matahari, panas, suhu
beku termasuk juga vaksin. Untuk sarana rantai vaksin dibuat secara khusus
36
F. Jenis -Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi
Vaksin DPT diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh
3. Polio
4. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-
1. Tuberculosis
paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya, seperti selaput otak,
37
tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Seseorang yang terinfeksi
Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi maka terjadi respon imunitas
selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Satgas IDAI, 2008).
2. Difteri
3. Tetanus
umumnya terjadi pada anak-anak. Perawatan luka, kesehatan gigi dan telinga
4. Pertusis
Bordetella pertusis, yaitu bakteri batang yang bersifat gram negatif dan
aliran oleh bulu getar yang lumpuh dan berakibat terjadinya batuk
38
paroksismal. Pada serangan batuk seperti ini, pasien akan muntah dan
sianosis, menjadi sangat lemas dan kejang. Demikian juga, bayi dan anak
5. Campak
Campak yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang
sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan gejala panas, batuk, pilek,
erupsimakulopapularyang menyeluruh.
6. Polio
7. Hepatitis-B
jika infeksi terjadi sejak dalam kandungan akan menjadi kronis, seperti
pembengkakan hati, sirosis dan kanker hati, jika terinfeksi berat dapat
menyebabkan kematian.
39
2.6 Faktor- faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya Campak
adalah sebagai penyakit yang terjadi pada anak-anak, dan akan sembuh sendiri
jika telah keluar rashnya. Bahkan diantaranya berpendapat penyakit ini tidak
pada bayi dan anak dari penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi
(PD3I), dengan cakupan imunisasi 90% akan diperoleh herd immunity di dalam
kelompok.
masyarakat dan partisipasi dari unsur sektoral, lingkungan sosial masyarakat serta
A. Status Imunisasi
yang ditimbulkan akibat imunisasi serupa dengan antibodi yang berasal dari
40
stimulan antigen vaksin campak maupun infeksi alami, umumnya akan
terpapar infeksi campak secara berulang (Sugiyanto, 1999 dalam Budi, 2012)
B. Status Vitamin A
kegawatan campak bukan protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi
campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada
keadaan malnutrisi.
Karena itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi. Hubungan yang terjadi
dengan campak bisa terkomplikasi oleh infeksi kedua dan lebih buruk lagi
dan kebutaan.
41
Suplementasi vitamin A dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
karena penyakit campak dan diare pada anak. Suplementasi vitamin A tidak
bawah akut atau menurunkan transmisi HIV tipe ibu ke anak. Suplementasi
vitamin A dosis tinggi (60 mg RE) secara signifikan meningkatkan IgG dan
campak, menimbulkan efek antibodi terhadap campak bila antibodi ibu juga
ada. Pada bayi umur 6 bulan di Indonesia, pemberian vitamin A (30 mg RE)
pada saat imunisasi dengan standar titre Schwarz vaksin campak mengganggu
dan secara signifikan menurunkan insiden campak. Pada uji klinik lain
terhadap virus campak pada bayi umur 9 bulan yang memperoleh antibodi
2014)
bulan sampai 12 bulan 300 mgretinol per anak per hari yang dianjurkan. (
42
Tabel 2.3 Bahan Makanan Sebagai SumberVitamin A
Bahan Makanan Nabati IU/10 g Bahan Makanan IU/100g
Hewani
Jagung muda, kuning 117 Ayam 810
Jagung kuning panen baru 440 Hati sapi 43.900
Ubi rambat 7.700 Ginjal sapi 1.150
423 Telur itik
Kacang ijo 1.230
157 Buah-buahan
Wortel 12.000 Mangga 6.350
Bayam 6.000 Apel 90
Daun melinjo 10.00 Alpukat 180
Daun Singkong 0 Belimbimg 170
Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi Tahun 2005
Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan
Satu SI Vitamin A setara dengan kegiatan 0,300 ug retinol atau 0,6 ug all
trans beta karotin atau 1 mg karotin total (campuran) didalam bahan makanan
Umur Vitamin A ( RE )
0 - 6 bulan 350
7 - 12 bulan 350
1 - 3 tahun 350
4 - 6 tahun 460
Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi Tahun 2005
Terdapat sejumlah ikatan organik yang mempunyai aktifitas vitamin A,
Ikatan kimia yang mempunyai aktifitas vitamin ini disebut preformed vitamin
43
vitamin A alkohol, Vitamin A aldehida dan vitamin A asam. Preformed
vitamin A sekarang diberi nama Retinol, dan hemolognya retinal dan retinoic
jenuh dalam cincin beta ionon pada vitamin A2, sedangkan vitamin A1
kulit yang tampak tegas. Pada mulut follikel rambut terjadi gumpalan keratin
44
metaplesia, menjadi epitel skwmosa. Terjadi gumpalan-gumpalan keratin
yang dapat menjadi pusat perkapuran dan terjadi berbagai calculi (batu
kapur).
ketika kejadian campak dapat diturunkan sebesar 68,5% ketika seluruh balita
dalam populasi diimunisasi pada usia 9 bulan. Hal ini juga didukung dengan
nilai hasil uji peluang yang menggambarkan Balita yang diimunisasi campak
maka Balita yang diimunisasi tepat waktu (9 bulan) memiliki peluang sakit
campak lebih kecil daripada balita yang diimunisasi campak tidak tepat
bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi
oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun
kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian
mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini,
daripada sifat alamiah virus. Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia,
45
imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara
industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada
sebelum ibu tampak sakit (cacar air, hepatitis). Oleh karena itu, menghentikan
ASI tidak akan mencegah infeksi pada bayi, bahkan akan mengurangi efek
ASI untuk membatasi penyakit pada bayi (IDAI, 2016). Kondisi bayi yang
sangat lemah menyebabkan tidak semua makanan baik untuk bayi, karena itu
untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhannya ASI sangat cocok untuk bayi
protein untuk daya tahan tubuh dan membunuh kuman dalam jumlah tinggi
46
bayi, karena terserang infeksi seperti penyakit campak. Selain mengandung
Air susu ibu bukan merupakan tempat penularan dari sebagian besar
infeksi virus pada ibu, oleh karena itu meneruskan menyusui merupakan
tindakan terbaik bagi ibu dan bayi. Virus CMV, HIV, dan HTLV-1
merupakan virus yang sering dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada bayi
akibat penularan dari ASI. Infeksi bakteri pada ibu jarang mengakibatkan
penularan infeksi melalui ASI kepada bayi. Pada sebagian kasus ibu
47
2.7.2 Faktor Pelayanan Kesehatan
A. Imunisasi Campak
Masalah imunisasi campak dapat dilihat dari 3 aspek yang meliputi, antara
lain:
1. Vaksin campak
diberikan pada usia 9-11 bulan. Agar vaksinasi dapat mencapai hasil yang
lapangan
2. Penerima vaksin
terutama ibu dan masyarakat setempat (Harjati, 1990 dalam Budi 2012)
3. Pemberi vaksin
program.
48
B. Pengelola Program Imunisasi
penduduk.
anak-anak yaitu: kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi
dan tidak sesuai dengan jumlah banyaknya penghuni akan memberi dampak
penghuninya sesak nafas dan mudah tertular penyakit oleh anggota keluarga
49
tertularmelalui udara dengan penyebaran droplet dari orang-orang yang
bahwa balita yang terkena campak lebih banyak pada balita yang ada riwayat
orang tua balita belum mengetahui gejala awal dari penyakit campak
sehingga masih banyak anak bersekolah diawal gejala campak seperti suhu
badan meningkat, batuk, pilek dikira sakit demam biasa. Sebagian juga ada
bahwa saat berada di sekolah atau di rumah anak mereka tanpa sengaja
Cara untuk mencegah agar tidak tertular oleh penderita campak lain
dengan cara menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Hal ini
boleh keluar rumah atau bermain/bergaul dengan orang lain sampai sembuh
50
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Perilaku manusia mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas, seperti : berjalan, berbicara, bereaksi dan bahkan
kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku
respon. Pada respon dibedakan menjadi dua, yakni : respondent respont atau
reflexive respon, yaitu : respon yang ditimbulkan oleh ransangan tertentu atau
tetap. Respondens respon ini juga mencakup emosi respon atau emotional
51
sangat kecil. Sebaliknya pada respon jenis kedua, merupakan bagian terbesar
rendah, anaknya mempunyai risiko untuk menderita campak sebesar 2,1 kali
b. Sosial Ekonomi
untuk terjadinya campak pada anaknya dibanding anak dengan keluarga yang
52
2.8 KERANGKA TEORI
imunisasi
Aksebilitas
& kondisi
Pelayanan Kesehatan
Sosial Ekonomi Status Gizi
Imunitas anak Kejadian Campak
Vitamin A (-)
Asupan Makan
KONDISI LINGKUNGAN
Kontak Lansung
53
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Penyakit Campak
Keterangan :
: Yang diteliti
Gambar 3.1 Variabel yang diteliti adalah umur saat imunisasi, riwayat imunisasi,
54
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel
atau lebih. (Rosjidi, 2015). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
55
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
(Nonoatmojo, 2010). Design penelitian yang digunakan adalah desain studi case
control, yaitu salah satu metode penelitian dengan survey analitik yang menelaah
hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) dengan faktor risiko
satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya
panjang, hasil dapat diperoleh dengan cepat, biaya yang diperlukan relatif sedikit,
memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit. Studi kasus kontrol sering
disebut juga dengan study retrospektif, karena faktor risiko diukur dengan
melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang
dan tidak terpajan dari masing-masing kelompok kasus dan kontrol dianalisis
56
4.2 Populasi dan Sampling
4.2.1 Populasi
hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi
(Notoatmodjo, 2010)
Populasi target pada penelitian ini adalah Semua balita yang berkunjung
Kabupaten Ponorogo.
b. Subyek penelitian
1) Kasus adalah semua balita penderita campak yang datang dan berobat
Ponorogo
57
2) Kontrol adalah semua masyarakat bukan penderita campak yang datang
4.2.2 Sampel
diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
sebagai berikut:
ORxP2
P1 =
(1- P2) + ORx P2)
58
b
P2 = x 100%
b+d
2
_ _
Z1 /2 2p 1 p Z1 p1 1 p1 p2 1 p2
n 2
p1 p2
Keterangan :
OR : Odd Ratio
Variabel P1 P2 OR N
Status imunisasi 20,4% 90,8% 2,56 13
Riwayat asi eksklusif 51,0% 49,0% 6,88 27
Kontak lansung 96,9% 3,1% 30,40 4
uji hipotesis perbedaan 2 proporsi (Lemeshow, 1997) yang dikutip dari buku
prinsip dan metode Riset Epidemiologi (Murti, 1997). (Ayunah, 2008). Maka
59
OR x P2
P1 =
OR x P2 + (1- P2)
6,88 x 0,49
=
6,88 x 0,49 + (1-0,49)
3,37
=
(3,37) + (0,51)
3,37
=
3,88
= 0,86
n = {1,96
( 0,86 – 0,49)²
= {1,96
( 0,13 )
= {1,96 ²
0,13
= {1,96 }²
0,13
= { 1,348 + 0,505)²
0,13
= ( 1,880)²
0,13
= 3,56
0,13
= 27,38/dibulatkan menjadi 30.
60
P2 dan OR hasil penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu, dimana jumlah
lebih cepat dan lebih mudah pelaksanaanya dibandingkan tehnik lainnya. Selain
itu, cara ini juga megambil sampel dilapangan dengan tanpa harus menggunakan
kerangka sampel. Misalnya datang ke suatu lokasi. Ambil satu rumah secara
berikutnya dari setiap rumah ke-empat disebelah kanan dari rumah pertama,
61
Tabel 4.2Kriteria kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
Kasus a. Balita yang terdaftar pada data a. Balita yang terdaftar pada
kunjungan poli umum di puskesmas tempat pelayanan
ponorogo utara swasta(dokter/perawat/bidan
b. Diklasifikasi sebagai penderita praktek swasta)
campakklinis oleh dokter / perawat b. Diklasifikasikan sebagai
/ bidan. penderita selain campak oleh
c. Memiliki orang tua&/ pengasuh dokter / perawat / bidan
yang bersedia menjadi responden c. Balita campak yang berumur
dan mampu berkomunikasi lebih dari 5 tahun
d. Bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Ponorogo Utara
Kecamatan Ponorogo Kabupaten
Ponorogo
62
Populasi
Semua balita yang berkunjung ke Puskesmas,Pustu, Posyandu, dan Klinik kesehatan yang
ada di Wilayah kerrja Ponorogo Utara yang berjumlah 1030 balita.
Teknik Sampling
Sampel
Variabel Independen
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan
63
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian
ukuran yang dimiliki yang didapatkan oleh penelitian tentang suatu konsep
Adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya
3. Variabel kontrol
terikat, tidak dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak di teliti.
64
Berikut adalah definisi operasional dari variabel yang ada dalam penelitian ini
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
1 Penyakit campak Penyakit campak pada balita yang telah di 1. Campak Wawancara dan Nominal 1. Ya
diagnosis olehDokter/perawat/bidan yang 2. Tidak campak kuisioner 2. Tidak
tercatatdalam laporan surveilans
puskesmas ponorogo utara.
2 Umur saat imunisasi Umur balita saat pertama kali melakukan Imunisasi campak yang Wawancara dan Ordinal 1. > 9bulan
imunasi campak tepat pada bayi diberikan kuisioner 2. < 9 bulan
pada umur 9-11 bulan.
3 Status Imunisasi Jumlah pemberian Imunisasi dasar lengkap Imunisasi dasar lengkap Wawancara dan Nominal 1 . Imunisasi tidak lengkap
yang diberikan saat itu/ usia < 1 tahun. (IDL) dari usia 0-11 bulan kuisioner 2 . Imunisasi lengkap (IDL)
4 Riwayat Asi Eksklusif Pemberian Asi Eksklusif pada usia 0-6 1. Asi eksklusif 6 bulan Wawancara dan Nominal 1. Tidak Asi Eksklusif
bulan tanpa adanya makanan tambahan 2. Tidak Asi Eksklusif kuisioner 2. Asi Eksklusif
apapun (susu formula, bubur dll).
5 Vitamin A Mendapatkan Kapsul Vitamin A yaitu 1. Tidak mendapatkan Wawancara Ordinal 1 . Tidak diberikan
kapsul biru (dosis 100.000 IU) diberikan vitamin A/ tidak dan kuisioner 2 . Diberikan
untuk bayi berumur 6-11 bulan diberikan mengkonsumsi Vitamin
pada bulan Februari/Agustus. Sedangkan 2. Mendapatkan kapsul
Kapsul merah ( dosis 200.000 UI) untuk Vitamin A lengkap
anak umur 12-59 bulan yang diberikan
pada bulan Februari dan Agustus oleh
petugas kesehatan.
6 Kontak Langsung Riwayat kontak merupakan kejadian 1. Kontak lansung dengan Wawancara Ordinal 1 = Ada kontak
dimana penderita pernah penderita dan kuisioner 2 = Tidak ada kontak
terpaparlangsung dengan penderita 2. Tidak pernah
campak sejak 10-14 hari sebelum berhadapan dengan
gejala timbul penderita
65
4.6 Instrumen Penelitian
3 yaitu:
tertutup.
tertutup, cara ini sangat efektif karena responden dapat lansung memberikan
tanda centang atau melingkari nomor yang telah disediakan oleh peneliti. Uji
kuesioner sebagai alat ukur kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur
penelitian. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu
mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara
66
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
67
Tabel 4.5 Rencana kegiatan penelitian
No Kegiatan Bulan
b. Pengambilan Data di
c. Penyusunan BAB 1
1 dan 2
d. Revisi
e. Menyusun Instrumen
Penelitian
f. Seminar Proposal
b. Revisi
68
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapat dari jawaban atas kuesioner yang diberikan
kepada responden/ibu balita dan data skunder didapat dari laporan tahunan kasus
consent.
69
8. Mengumpulkan hasil kuisioner yang telah diisi responden, selanjutnya
1. Editing
jawaban responden.
2. Coding
3. Tabulasi
70
4. Entry Data
menggunakan komputer.
5. Cleaning
berikut:
1. Analisa Univariat
masing-masing variabel, baik bebas, dan variabel terikat. Teknik analisa data
2. Analisis Bivariat
besarnya nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan
disesuaikandengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah
71
chisquare. Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan
nilaikemaknaan 5%.
hubungan dua variabel yang terkait dengan penelitian, yang meliputi variabel
campak. Jika hasil yang diperoleh p < 0,05 maka terdapat hubungan antara
variabel yang diuji, dan jika p > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan antara
3. Analisis Multivariat
linier, regresi logistik dan regresi cox. Pemilihan tergantung pada kerangka
digunakan adalah regresi logistik, dimana dalam analisis ini digunakan jika
72
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ponorogo yang terletak antara 111o 17’ - 111o15’ Bujur Timur dan 7o 49’- 8o 20’
permukaan laut. Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil
pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang menimbulkan efek yang positif pada
ruangan.
mudah ditularkan dari orang ke orang lain. Virus campak sangat sensitif terhadap
tempratur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajad celcius.
vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
menyebabkan penyakit mudah berkembang biak. Selain itu pada balita yang
menderita campak disebakan oleh beberapa faktor yaitu: Pemberian asi eksklusif
73
pada usia 0-6 bulan masih menjadi perhatian karena 48,3% balita tidak
mengkonsumsi asi eksklusif, sehingga pada balita yang tidak asi eksklusif sangat
mudah terserang penyakit dan pemberian imunisasi dasar lengkap pada balita
belum lengkap yaitu sebesar 41,7% balita pada kelompok kasus tidak
tingkat pendidikan orang tua balita adalah SMA sebanyak 46,7, sedangkan
74
5.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Responden di
wiraswasta yaitu sebanyak 40.0%, sedangkan sebagian kecil orang tua balita
75
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita
dibawah ini:
76
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit campak balita
riwayat pemberian asi eksklusif sebesar 51,7% balita dengan asi ekskusif,
dibawah ini:
77
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan umur saat imunisasi campak
sebagian kecil balita yang melakukan imunisasi campak >9 bulan sebanyak
38,3%.
diberikan vitamin A.
78
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi berdasarkan imunisasi dasar lengkap
dibawah ini:
campak.
79
5.3 Hasil Penelitian
nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan
disesuaikandengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-Square
dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan tarafkepercayaan (CI) 95 % dan tingkat
Tabel 5.12 Hubungan penyakit campak dengan umur saat imunisasi campak
kelompok kasus sebanyak 46,7%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya
resiko mengalami penyakit campak sebesar 2,04 kali dibandingkan dengan balita
yang melakukan imunisasi <9 bulan. Tidak ada hubungan antara umur saat
imunisasi campak dengan kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,288>
0,05.
80
Tabel 5.13 Hubungan penyakit campak dengan status imunisasi dasar lengkap
kasus sebanyak 60,0%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar
23,3%. Balita dengan status imunisasi tidak lengkap memiliki resiko mengalami
penyakit campak sebesar 4,92 kali dibandingkan dengan balita dengan status
imunisasi dasar lengkap. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian
“Tidak” pada kelompok kasus sebanyak 66,7%, lebih besar dari kelompok
kontrol yang hanya sebesar 30,0%.Balita yang tidak asi eksklusif memiliki
resiko mengalami penyakit campak sebesar 4,66 kali dibandingkan dengan balita
yang asi eksklusif. Ada hubungan antara riwayat pemberian asi eksklusif dengan
81
Tabel 5.15 Hubungan penyakit campak dengan pemberian vitamin A
sebanyak 62,5%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar
mengalami penyakit campak sebesar 2,00 kali dibandingkan dengan balita yang
Tabel 5.16 Hubungan penyakit campak dengan kontak lansung dengan penderita
campak
campak pada kelompok kasus sebanyak 73,3%, lebih besar dari kelompok
kontrol yang hanya sebesar 33,3%. Balita yang dengan status kontak lansung
5,50 kali dibandingkan dengan balita yang tidak ada kontak dengan penderita
82
campak. Ada hubungan antara kontak lansung dengan kejadian campak pada
balita karena nilai p = 0,004< 0,05. Padapenelitian ini banyak balita yang menjadi
terserang campak.
Pada hasil analisis bivariat terdapat tiga variabel yang menjadi kandidat
untuk uji regresi logistik. Metode yang digunakan dalam regresi logistik ini
kejadian campak dimana variabel yang yang masuk dalam analisis multivariat ini
adalah variabel dengan nilai P< 0,25 diantaranya adalah: Riwayat asi eksklusif,
imunisasi dasar lengkap dan kontak dengan penderita campak dapat dilihat pada
Tabel 5.17 Variabel yang berhubungan dengan kejadian campak pada balita
2 Imunisasi Signifikan
Dasar 1.366 3.920 1.132-13.582 .031
Lengkap
3 Kontak Signifikan
1.440 4.220 1.244-14.315 .021
Lansung
Konstanta -1.830
Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018
83
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa setelah dianalisis
1. Balita yang tidak mendapatkan asi eksklusif memiliki risiko 2.848 kali
2. Balita dengan status imunisasi yang tidak lengkap memiliki risiko 3,920
3. Balita yang ada riwayat kontak dengan penderita campak memiliki risiko
CI=1.244-14.315).
84
5.4 Pembahasan
Balita
risiko terhadap kejadian campak pada balita adalah riwayat asi eksklusif, status
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasii oleh sekret
orang yang telah terinfeksi. Campak merupakan penyakit menular yang sering
A. Status Imunisasi
tubuh seseorang yaitu dengan memberikan vaksin. (Rusli dan Primo, 2015).
85
untuk imunisasi wajibmenggunakan vaksin yang halal dan suci, penggunaan
kondisi darurat, belum tentuditemukan bahan vaksin yang halal dan suci dan
2008).
biaya pengobatan penyakit.Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit
86
campak, sehingga perludilakukan imunisasi untuk mencegah penyakit
penyakit campak sebesar 4,92 kali dibandingkan dengan balita dengan status
kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,009< 0,05. Sedangkan pada uji
lengkap dengan kejadian campak pada balita (nilai p= 0,031<0,05). Nilai OR=
imunisasi tidak lengkap memiliki risiko 3,920 kali lebih tinggiberisiko terkena
balita, karena ibu balita kebanyakan mengeluh jika saat pemberian imunisasi
87
sakit sehingga pemberian imunisasi harus ditunda. Dalam penelitian ini
proporsi status imunisasi balita dalam kategori tidak lengkap sebanyak 60,0%,
sedangkan sebanyak 23,3% yang tidak mengalami campak, balita yang tidak
memberikan asi eksklusif. Dalam penelitian ini campak yang dialami oleh
hal inilah yang menjadi salah satu faktor penularan campak karena kurangnya
kekebalan tambahan.
ASI merupakan makanan bayi usia 0-6 bulan yang mengandung antibodi
terhadap berbagai jenis virus, dan telah terbuk bahwa ASI menghambat
perkembangan barier mukosa saluran cerna dan napas, faktor spesifik (IgA
muntahan). Paparan pada bayi umumnya terjadi sebelum penyakit pada ibu
terdiagnosis (misalnya campak) atau sebelum ibu tampak sakit (cacar air,
hepatitis). Oleh karena itu, menghentikan ASI tidak akan mencegah infeksi
88
pada bayi, bahkan akan mengurangi efek ASI untuk membatasi penyakit pada
kasus tidak diberi ASI dan ASI, sehingga dapat menyebabkan kejadian
campak. Pada penelitian ini pemberian ASI eksklusif merupakan faktor risiko
kejadian campak. Sebagian balita pada kelompok kasus ibu balita yang tidak
memberikan anaknyaasi eksklusif dari usia 0-6 bulan memiliki alasan bahwa
sebanyak 66,7%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar
campak sebesar 4,66 kali dibandingkan dengan balita yang asi eksklusif.
Tidak ada hubungan antara riwayat pemberian asi eksklusif dengan kejadian
campak pada balita karena nilai p = 0,010> 0,05. Sedangkan hasil uji regresi
logistik, balita yang tidak mendapatkan asi eksklusif memiliki risiko 2.848
kali lebih besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan balita
yang mendapatkan asi eksklusif dimana nilai p value 0,092 maka Ho ditolak
89
sehingga ada hubungan signifikanterhadap kejadian campak pada balita
campak pada balita, Proporsi balita yang tidak ASI eksklusif dan tidak
campak. Pekerjaan orang tua menjadi salah satu alasan ibu balita untuk tidak
dan mudah terserang penyakit. Balita yang tidak asi eksklusif dan tidak
mengkonsumsi vitamin A.
bahwa balita yang terkena campak lebihbanyak pada balita yang ada riwayat
90
orang tua balita belum mengetahui gejala awaldari penyakit campak sehingga
meningkat, batuk, pilek dikira sakit demam biasa.Sebagian juga ada yang
ibu balita yangtidak bekerja juga cukup banyak (37,2%). Hal tersebut bisa
terjadi karena ibubalita yang tidak bekerja memiliki informasi yang kurang
tentang penularancampak.
91
Menurut penelitian Hizka (2015) pekerjaan ibu kebanyakan bekerja
ruang lingkup yang terbatas karena hanya pada lingkungan rumah saja. Hal
lain.
Hal inimenunjukkan bahwa saat berada di sekolah atau di rumah anak mereka
ini dengan menggunakan uji Chi Squere yaitu pada kelompok kasus sebanyak
73,3%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar 33,3%. Balita
yang dengan status kontak lansung dengan penderita campak memiliki resiko
yang tidak ada kontak dengan penderita campak. Ada hubungan antara kontak
92
lansung dengan kejadian campak pada balita karena nilai p =
ada riwayat kontak dengan penderita campak memiliki risiko 4.220 kali lebih
besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan balita yang tidak
anak mereka tertular dari temannya atau orang tua mereka sendiri.Hal ini
anak yang telah terinfeksi penyakit campak. Proporsi balita yang mengalami
Pada Balita
93
Pemberian imunisasi campak pada bayi ≤6 bulan sering gagal dalam
antibodi maternal yang didapatkan dari ibunya yang diperoleh sejak dalam
tidak mampu menimbulkan respon imun pada tubuh bayi sebagai akibat
pada bayi sesuai dengan jadwal imunisasi yaitu berusia 9 bulan akan
ada yang terkena campak halini disebabkan karena vaksin efikasi campak
usia dengan kejadian campak balita yang menyebutkan bahwa tidak terdapat
imunisasi >9 bulan maupun <9 bulan bukan menjadi faktor risiko karena
94
ketersediaan pelayanan kesehatan yang dekat dengan pustu dan jadwal
imunisasi rutin dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh tenaga
kesehatan, selain itu jarak rumah menuju ke pelayanan kesehatan sangat mudah
9 orang (30,0%) yang tidak campak. Tidak ada hubungan umur pemberian
imunisasi campak dengan kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,288>
0,05. Faktor tersebut bukan merupakan faktor risiko kejadian campak pada
Kabupaten Ponorogo.
9 orang (15,5%) yang tidak campak. Faktor tersebut bukan merupakan faktor
B. Vitamin A
disimpandalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus
95
di dalam tubuh akanberdampak pada kelainan mata dan menjadi penyabab
Vitamin Adapat juga sebagai ajuan dengan jalan merusak lisosom yang
sel. Ajuan adalahsuatu zat yang dapat merespon imun terhadap imunogen
dengan gizi baik. Virus campak jugamerusak jaringan epitel seluruh tubuh.
rutin pada bulan februari dan bulan agustus oleh petugas kesehatan setempat
penyakit campak.
96
besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar 70,0%. Balita dengan status
0,278 kali dibandingkan dengan balita yang diberikan vitamin A. Tidak ada
rutin menurut jadwal yang ditentukan. Orang tua balita dalam memberikan
melindungi kesehatan mata dan mencegah terjadinya buta senja pada anak.
97
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
berikut:
kontrolsebanyak 30 (50,0%).
3. Tidak ada hubungan antara umur saat imunisasi campak dengan kejadian
nilai OR 4,92.
4,66.
98
2,00
6.2 Saran
a. Bagi ibu balita yang bekerja, pemberian asi eksklusif bisa dilakukan
lemari pendingin.
99
c. Mengurangi kontak dengan penderita campak sangat baik untuk
100
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, Obi. 2015. Penyakit Menular di Sekitar Anda Begitu Mudah Menular
dan Berbahaya, Kenali, Hindari dan Jauhi. Jangan Sampai Tertular. Jakarta:
Pustaka Ilmu Semesta
Andriani, Linda. (2017)Hubungan Karakteristik Balita, Umur Saat Imunisasi
Campak, Riwayat Asi Eksklusif Terhadap Campak Klinis. [Jurnal Kesehatan].
Surabaya:Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya.
Arfiyanti, Aniek. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan
Imunisasi Campak Di Kabupaten Tegal. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Tersedia dalam httplib.unnes.ac.id212214238.pdf [diakses 27 Feb
2018]
Budi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Campak Pada
Peristiwa Kejadian Luar Biasa Campak Anak (0-59 Bulan) di Kota
Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011, Banjarmasin: Tesis
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tersedia dalam
http://schrolar.unand.ac.id pdf [diakses 09 April 2018]
Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. Jatinagor:
Alqaprint
Departemen Kesehatan. 2015. Kuesioner Pemantauan Status Gizi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. 2016. Profil Kesehatan Tahun 2016.
Ponorogo : DKK Ponorogo.
Fajar, Tri Waluyanti. 2009. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi Di Kota Depok.
Jakarta: Universitas indonesia. Tersedia dalam httpsrusmanefendi.files.-
analisis-faktor-kepatuhan-imunisasi.pdf [diakses 27 Feb 2018]
Hadinegoro, SR. 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi, Mikologi dan Virologi Panduan Medis &
Klinis. Bandung: Alfabeta
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidan Menular Panduan
Klinis. Bandung: Alfabeta
Jauhari, ahmad. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Karbohidrat Protein Lemak
Vitamin. Yogyakarta: Penerbit jaya ilmu
101
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Khotimah, H. 2008. Hubungan Status Gizi Dan Imunisasi Dengan Kejadian
Campak Pada Balita. Jurnal Obstretika Scientia. ISSN 2337-6120: 23-32.
Lironika, Arinda. 2014. Hubungan Sinergistik Gizi Dan Vitamin A Terhadap
Infeksi Campak. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya. Tersedia dalam
httpswww.academia.edu11913718Hubungan_Sinergistik_Gizi_Dan_Vitamin
_A_Terhadap_Infeksi_Campak [diakses 27 Feb 2018]
Maria Ulfah, Bethy S. Hernowo, Farid Husin, Kusnandi Rusmil, Meita
Dhamayanti, Johanes C. Mose . (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Penyakit Campak pada Balita di Kecamatan Bekasi Timur
Kota Bekasi, Padjajaran: Journal Universitas Padjajaran
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Puskesmas Ponorogo Utara. 2017. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Ponorogo
Utara Kabupaten Ponorogo
Puskesmas Ponorogo Utara. 2016. Rencana Usulan Kegiatan Progam Gizi
(RUK)UPTD Puskesmas Ponorogo Utara Kabupaten Ponorogo
Rusli, Sukiman. dan Primo. 2015. Imunisasi Sunnatullah Aplikasi Ilmu
Kedokteran Pencegahan Untuk Meraih Sehat Wal Afiat. Jakarta Selatan:
AMP Press Imprint Al-Mawardi Prima
Saryono, dan Anggraeni. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Setyaningrum. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Campak
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.
[Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Stevana, Bong. 2013. Pengaruh Reaksi Imunisasi Campak Terhadap Sikap Dan
Perilaku Ibu Dalam Pelaksanaan Imunisasi Campak Di Kota Semarang.
Semarang: Universitas Diponegoro. Tersedia dalam
httpeprints.undip.ac.id437413Bong_Stevana_DE_G2A009108_BAB_II_KTI
_(3).pdf [diakses 27 Feb 2018]
Ummal, Banin, (2010). Pengetahuan dan Sikap Ibu Yang Melahirkan Tentang
Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul
Aini Medan Tahun 2010, Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU. Tersedia dalamhttps://www.researchgate.net/publication/50276755 pdf
[diakses 26 Maret 2018]
102
World Health Organization. 2016. Health Topics. Measles. Diakses pada 24
Agustus 2016. http://www.who.int/topics/measles/en/
Yanti TB. 2015. Hubungan Pemberian Vitamin A dan Umur Saat Pemberian
Imunisasi Campak dengan Kejadian Campak Pada Bayi dan Balita di
Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014. [Skripsi Ilmiah]. Yogyakarta:
STIKES Aisyiyah Yogyakarta.
103