Anda di halaman 1dari 29

1

MAKALAH DESAIN SISTEM INSTRUKSIONAL


“ANALISIS INSTRUKSIONAL”

Dosen : Prof. Dr. Julaga Situmorang, M.Pd.

Oleh

KELOMPOK IV

Novita Ayu Putri 8206122001


Yusuf Ijonris 8206122012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................2
C. Tujuan Pembahasan ......................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................4


A. Pengertian Analisis Instruksional .................................................. 4
B. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Melaksanakan
Analisis Instruksional .................................................................. 5
C. Struktur Kompetensi ......................................................................8
D. Langkah – Langkah Melaksanakan Analisis Instruksional ..........17

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 21


A. Kesimpulan ...................................................................................... 21
B. Saran ................................................................................................ 21
Daftar Pustaka .................................................................................................22
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses merumuskan tujuan instruksional umum (TIU) yang telah dibahas
sebelumnya telah menghasilkan rumusan TIU. Tidak sedikit pengembangan
instruksional termasuk pengajar melompat dari TIU ke penulisan tujuan
instruksional khusus (TIK), tes, atau isi pelajaran, tanpa melalui analisis
instruksional, sehingga menghasilkan kegiatan instruksional yang tidak
sistematik.
Implikasi proses pengembangan instruksional yang melompat seperti itu
antara lain adalah :
1. Daftar TIK yang telah disusun tidak konsisten dengan TIUnya. Daftar TIK
tersebut mungkin tidak lengkap atau berlebihan. Di samping itu, kemampuan
yang ada dalam setiap TIK belum tentu mengacu kepada kemampuan yang
terdapat dalam TIU.
2. Materi tes tidak terperinci karena hanya meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang bersifat umum atau akhir. Kemajuan mahasiswa di tenah
proses belajar tidak dapat diukur dengan teliti sehingga pengajar tidak dapat
memberikan pengajaran remedial yang tepat bagi mahasiswa yang
sebenarnnya masih ketinggalan atau pemberian bahan pengayaan bagi
mahasiswa yang telah lebih dahulu maju.
3. Urutan isi pelajaran kurang sistematik.
4. Titik berangkat materi pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan awal
mahasiswa.
5. Cara penyajiannya tidak sesuai dengan karakteristik mahasiswa.

Pada makalah ini akan dibahas konsep dan prosedur menjabarkan


kompetensi yang ada dalam TIU menjadi subkompetensi, kompetensi dasar, atau
kompetensi khusus yang lebih kecil dan mengidentifikasi hubungan antara
subkompetensi yang satu dengan sub kompetensi yang lain. Prosedur penjabaran
inilah yang disebut analisis instruksional.
2

Keterampilan melakukan analisis instruksional ini sangat penting artinya


bagi kegiatan instruksional, karena pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan hasil analisis
instruksional. Dengan demikian, pengajar jelas melihat arah kegiatan
instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU. Ini berarti pengajar
terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.Hasil
analisis instruksional ini dikaitkan dengan hasil kegiatan mengidentifikasi
perilaku dan karakteristik awal mahasiswa.Atas dasar keduannya, pengembangan
instruksional dapat menyusun tujuan instruksional khusus (TIK) yang relevan
dengan TIU.
Sistem instruksional yang siap pakai adalah hasil yang diinginkan dalam
hal mendesaian sistem intruksional. Dalam mencapai sistem instruksional yang
siap pakai tidaklah semudah menentukan tujuan perjalanan. Kita mengetahui
bahwa pendidikan itu mempunyai tujuan yang pasti, hanya tidak semua orang
dapat merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapainya dengan
pendidikan yang direalisasikannya. Tujuan instruksional idealnya diperoleh dari
proses pengkajian / penelususan kebutuhan (Need Assessment) yang menetapkan
secara luas indikasi-indikasi permasalahan yang harus dipecahkan.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari Analisis Instruksional?
2. Hal-hal apakah yang harus diperhatikan dalam melaksanakan analisis
instruksional?
3. Bagaimana susunan struktur kompetensi?
4. Langkah-langkah apakah yang digunakan dalam melakukan analisis
instruksional?
3

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka pembahasan ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Pengertian Analisis Instruksional.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan analisis
instruksional.
3. Strukur Kompetensi.
4. Langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan analisis
instruksional.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Instruksional


Analisis instruksional (Dick and Carey 2005) adalah sebagai tahapan
proses yang merupakan keseluruhan dari pemaparan bagaimana perancang
(desainer) menentukan komponen utama dari tujuan instruksional melalui
kegunaan analisis tujuan (goal analysis), dan bagaimana setiap langkah dalam
tujuan tersebut dapat dianalisis untuk mengidentifikasi keterampilan subordinate
atau keterampilan prasyarat.
Analisis instruksional sebagai perangkat (satu set) prosedur yang ketika
dipublikasikan ketujuan instruksional, menghasilkan pengindentifikasian langkah-
langkah yang sesuai untuk melaksanakan tujuan dan keterampilan subordinate
bagi sibelajar dalam rangka mencapai tujuan.
Suparman (2012:157) lebih cenderung mengartikan analisis instruksional
sebagai proses yang menjabarkan perilaku/kompetensi umum menjadi sub
kompetensi, kompetensi dasar, atau perilaku/kompetensi khusus yang tersusun
secara logis dan sistematis. Kegiatan penjabaran tersebut dimaksudkan untuk
mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku
umum secara terperinci. Yang dimaksud perilaku khusus tersusun secara logis dan
sistematis adalah tahapan apa yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu ditinjau
dari berbagai alasan seperti karena kedudukannya sebagai perilaku prasyarat,
prilaku yang menurut urutan fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku yang
menurut proses psikologi muncul lebih dahulu atau kronologis terjadi lebih awal.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis
instruksional adalah suatu prosedur dalam mengidentifikasi kompetensi yang
harus dikuasai siswa dengan menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku
khusus yang tersusun secara logis dan sistematis untuk mencapai tujuan
instruksional.
Dengan melakukan analisis instruksional akan tergambar susunan perilaku
khusus dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Baik jumlah maupun
susunan perilaku tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa
5

perilaku umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Dengan perkataan lain, melalui tahap perilaku perilaku khusus tertentu
akan mencapai perilaku umum. Perilaku khusus yang telah tersusun secara
sistematik menjuju perilaku umum itu laksana jalan yang singkat yang harus
dilalui untuk mencapai tujuannya dengan baik.
Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan
kegunaan analisis instruksional sebagai berikut:
a. Membantu bantu para guru/pendidik maupun penyusun disain
instruksional untuk mengorganisir tugas-tugas pokok dalam
hubungannya dengan sub tugas yang harus dipelajari siswa.
Pengorganisasiannya adalah sedemikian, sehingga merupakan urutan
logis sesuai dengan keadaan sebenarnya manakala tugas tersebut
dilaksanakan. Proses ini akan memberikan gambaran yang jelas bagi
siswa mengenai yang diharapkan dapat dikerjakan setelah selesai
mengikuti suatu pelajaran.
b. Membantu para guru di dalam menganalisis tingkah laku (behavior)
berkenaan dengan masing-masing tugas pokok maupun subtugas.
Dengan cara demikian, semua pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan setiap tugas pokok dapat
diidentifikasikan.
c. Membantu para penyusun disain instruksional dan para guru/pendidik
untuk memperkirakan waktu yang diperlukan untuk belajar, sehingga
siswa dapat melaksanakan suatu tugas dengan baik.

Analisis instruksional penting untuk dilaksanakan. Hal tersebut


dikarenakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih
dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional; arah
kegiatan instruksional jelas terlihat secara bertahap menuju pencapaian TIU; dan
terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU (Nugroho,
2011). Sedangkan menurut Kamas (2011), analisis intruksional dilaksanakan
apabila TIK tidak konsisten dengan TIU, materi tes kurang terinci (tdk ada
pengukuran tengah proses pembelajaran), urutan isi pelajaran kurang sistematis,
6

titik awal pelajaran kurang sesuai dengan kemampuan awal siswa, dan penyajian
guru tidak sesuai karakteristik siswa.
Selain itu, dengan melakukan analisis instruksional, akan tergambar
susunan perilaku khusus dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Baik
jumlah maupun susunan perilaku tersebut akan memberikan keyakinan kepada
pengajar bahwa perilaku umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai secara
efisien dan efektif. Melalui tahap perilaku khusus, pembelajar akan mencapai
perilaku umum (Hernawan dkk, 2006).

B. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Melaksanakan Analisis


Instruksional
Ditinjau dari pendapat Dick and Carey (2005), proses analisis instruksional
dimulai dari melaksanakan analisis tujuan (goal analysis) yang dimulai setelah
memperoleh pernyataan yang jelas dari instruksional.
1. Analisis Tujuan (Goal Analysis)
Hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Pengklasifikasian pernyataan tujuan berdasarkan domain (jenis) belajar
yang akan muncul.
Domain belajar dapat dibagi atas empat yakni:
1) Keterampilan intelektual
Keterampilan yang mensyaratkan sebelajar melakukan kegiatan kognitif
yang unik. Unik yang dimaksud disini adalah sibelajar harus mempu
memecahkan masalah atau menampilkan satu perilaku dengan contoh atau
informasi yang tidak ditemukan sebelumnya.

2) Informasi Verbal
Keterampilan yang mensyaratkan sibelajar memberikan respons yang
spesifik terhadap stimuli yang relative spesifik.Biasanya tujuan keterampilan
ini dapat dikenali dari kata kerja yang digunakan.Kata kerja seperti
menyebutkan ataumenjelaskan sesuatu.
7

3) Sikap

Sikap adalah pernyataaan kompleks manusia terhadap orang, benda dan


kejadian.Dick and Carey (2005) mendefenisikan sebagai kecenderungan
membuat pilihan-pilihan tertentu atau keputusan tertentu terhadap keadaan
tertentu.Sikap mempengaruhi pilihan sikap seseorang dan merupakan tujuan
jangka panjang yang sulit diukur dalam waktu singkat.Tujuan instruksional
yang berfokus pada sikap dan dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi
sebelajar memilih.Sikap memilih dapat menunjukkan kecenderungan positif
atau negative terhadap objek kejadian atau orang tertentu.

4) Keterampilan psikomotor
Karakteristik dari keterampilan psikomotor adalah sibelajar harus
melaksanakan gerakan otot dengan atau tanpa peralatan untuk mencapai hasil
yang spesifik.Ketrampilan ini melibatkan mental dan fisik.Perilaku dari
tampilan ini berupa kecepatan gerakan tubuh, keakraban kekuatan dan
kelenturan.

Setiap tujuan dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan “bagaimana kita


menentukan keterampilan belajar apa yang harus dipelajari sehingga dapat
tercapai tujuan-tujuan yang telah dibuat?”Jawabannya adalah
mengklasifikasian setiap tujuan kedalam salah satu domain belajar diatas.

b. Mengidentifikasi dan mengurutkan langkah-langkah utama ketika


sibelajar sedang menampilkan tujuan.
Langkah kedua dari analisis tujuan ini dilakukan setelah kita
mengidentifikasi domain dari tujuan maka perlu untuk lebih spesifik
mengindikasikan apa yang akan dilakukan sibelajar ketika sedang menampilkan
tujuan. Teknik terbaik yang sebaiknya digunakan oleh seorang desainer untuk
menganalisa sebuah tujuan adalah dengan mendiskripsikan langkah demi langkah
secara terperinci kegiatan atau apa yang akan dilakukan seseorang ketika
menampilkan sebuah tujuan.
8

Analisis tujuan merupakan tayangan visual dari langkah-langkah spesifik


yang sibelajar akan lakukan ketika menampilkan tujuan instruksional sebaiknya
ditayangkan dalam bentuk yaitu langkah demi langkah dalam kotak tersusun
disebuah diagram air (flow diagram). (Dick and Carey 2005)

Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5

Gambar. Flow diagram

Pada saat menyusun daftar langkah-langkah tersebut yang harus diperhatikan


adalah sipembelajar, apakah sipembelajar berusia muda atau dewasa karena akan
mempengaruhi jumlah angka yang harus dibuat. Pendiskripsian setiap langkah
harus mencamtumkan sebuah kata kerja yang menjelaskan sebuah tingkah laku
yang dapat diobservasi. Contohnya “ bila membaca atau mendengar (keduanya
proses internal bukan tingkah laku yang jelas) langkahnya sebaiknya
diindikasikan apa yang sibelajar akan identifikasi dari apa yang mereka baca ata
dengar. Setiap langkah sebaiknya memiliki outcome yang dapat diobservasi.
Sedikitnya 5 langkah yang ada pada tahapan ini tetapi tidak lebih dari 15 untuk
durasi waktu 1 sampai 2 jam pengajaran.
Menulis TIU (target objective) mensyaratkan disainer mengklasifikasikan
keterampilan target berdasarkan tipe hasil belajar. Hal ini memungkinkan
melanjutkan keanalisis berikutnya, yaitu analisis tugas (Task Analysis).Tetapi
sebelumnya ada beberapa hal lagi yang sebaiknya diperhatikan yaitu pengujian
setiap langkah yang telah dibuat hingga pada akhirnya akan berbentuk produk
akhir dari analisis tujuan (goal analysis) berupa diagram keterampilan yang
menyediakan gambaran mengenai apa yang akan menyediakan gambaran
mengenai apa yang sedang dilakukan oleh sibelajar ketika mereka menampilkan
tujuan instruksioanl umum. Kerangka kerja inilah yang nantinya menjadi dasar
bagi analisis keterampilan prasyarat atau subordinate skill analysis.
9

2. Analisis Keterampilan Prasyarat (Subordinate skill analysis)


Setelah langkah-langkah dalam tujuan teridentifikasi dianggap perlu
melakukan pengujian setiap langkah untuk menentukan apa yang seharusnya telah
diketahui seibelajar dapat mempelajari langkah yang ditampilkan (perform) dalam
tujuan. Langkah ini disebut analysis keterampilan prasyarat atau subordinate skill
analysis.

Dalam analisis ini tujuan yang akan dibahas terlebih dahulu adalah tujuan
murni (pure goals) yang langkah-langkahnya hanya keterampilan intelektual atau
hanya ketrampilan psikomotor. Tujuan kompleks (complex goal) melibatkan
beberapa domain / ranah segaligus.Sebuah kombinasi berbagai pendekatan dapat
digunakan dengan tujuan kompleks. Dalam rangka memulai sebuah analisis
keterampilan prasyarat, perlu diperoleh deskripsi atau gambaran mengenai tugas
utama si belajar yang harus ditampilkan sehingga terpenuhilah tujuan
instruksional umum.

C. Struktur Kompetensi
Berbagai pendekatan dalam melakukan analisis keterampilan prasyarat
menurut Dick and Carey (2005) yakni:
1. Pendekatan Hirarki (hierarchial approach)
2. Pendekatan Pengelompokan (cluster approach)
3. Pendekatan Hirarki dan atau Pendekatan Pengelompokan
Suparman (2012:158) membagi pendekatan tersebut sebagai proses
penguraian perilaku khusus kedalam empat struktur perilaku. Empat susunan
struktur perilaku tersebut sebagai berikut:

1. Struktur Perilaku Hirarkis


Struktur perilaku yang hierarkikal adalah kedudukan dua perilaku yang
menunjukkan bahwa salah satu perilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai
perilaku yang lain. Perilaku B Misalnya, hanya dapat dipelajari bila seseorang
telah dapat melakukan perilaku A. Kedudukan perilaku A dan B disebut
hierarkikal. Dalam suatu kurikulum mata pelajaran A biasa disebut mata pelajaran
prasyarat untuk mengikuti pelajaran B tanpa lulus mata pelajaran A lebih dahulu
mahasiswa tersebut tidak boleh dan tidak mungkin langusung mempelajari mata
pelajaran B. perhatikan contoh – contoh perilaku di bawah ini.
10

a) Kedudukan perilaku menerapkan Statitika lanjutan dan perilaku


menerapkan Statistika Dasar. Menerapkan Statistika Lanjutan seperti
Regresi Ganda Analisis Variasi tidak mungkin Statistika Dasar seperti
menghitung Skor rata-rata, Deviasi Standar, dan Korelasi Sederhana.

Menerapkan Statistika Lanjutan

Menerapkan Statistika Dasar

Bagan Kedudukan kompetensi statistika lanjutan dan statistuka dasar

Kedua perilaku tersebut secara Hierarkikal menerapkan statistika dasar


merupakan prasyarat untuk dapat menerapkan Satistika Lanjutan.

b) Kedudukan perilaku mengukur luas sebidang tanah tersebut terhadap


perilaku mengukur panjang benda. Perilaku mengukur luas sebidang yang
terbentang di belakang rumah misalnya, tidak akan dapat dilakukan bila
belum dikuasai cara mengukur panjang benda, walaupun telah dikuasai
rumus untuk menghitung luas benda.

Mengukur luas Tanah

Mengukur panjang benda

Bagan Kompetensi mengukur luas sebidang tanah dan mengukur panjang benda

Mengukur panjang benda merupakan prasyarat untuk mengukur luas


tanah.Keduannya terstrukrut secara hierarkis.
c) Kedudukan kompetensi “mengambil keputusan” terhadap kompetensi
“menganalisis pemecahan masalah”. Kompetensi mengambil keputusan
untuk memecahkan masalah tertentu hanya dapat dilakukan bila cara
melakukan analisis alternatif telah dikuasai, yaitu teknik membandingkan
berbagai alternatif pemecahan masalah dari berbagai segi seperti efisinsi
dan efektivitas.
11

Mengambil keputusan

Menganalisis beberapa alternatif pemecahan


masalah
Bagan Kompetensi mengambil keputusan dan menganalisis alternatif pemecahan masalah

Contoh di atas dapat diteruskan dengan syarat harus menunjukkan


kompetensi yang menjadi prasyaratnya atau dengan menambah kotak di
bawah dan kompetensi yang lebih tinggi tingkatannya dengan menambah
kotak di atas dengan menghuungkannya dengan garis vertikal.

2. Struktur Perilaku Prosedural


Struktur ini adalah kedudukan beberapa perilaku yang menunjukkan bahwa
salah satu seri urutan penampilan perilaku tetapi ada yang menjadi perilaku
prasyarat untuk yang lain.Walaupun kedua perilaku khusus itu harus dilakukan
berurutan untuk dapat melakukan suatu perilaku umum, tetapi setiap perilaku itu
dapat dipelajari secara terpisah.
Contoh : tujuan siswa dapat menggambar grafik persamaan garis lurus.
Melakukan perilaku umum menggambar grafik persamaan garis lurus terdapat
sedikitnya tiga perilaku khusus yang terstruktur secara procedural.

Membuat sambu Menentukan letak titik – Menghubungkan titik –


koordinat x dan y titik pada sumbu titik yang ada pada
koordinat sumbu koordinat

Gambar Struktur Perilaku Prosedural


Kompetensi yang disusun secara prosedural dilukiskan kotak-kotak yang
berderet ke samping dan dihubungkan dengan garis horizontal. Dengan demikian
bila kompetensi tersebut dilukiskan dalam satu bagan, akan mudah dibedakan dari
kompetensi-kompetensi yang tersusun secara hirarkis yang tampak dihubungkan
dengan garis vertikal.
12

Dalam melakukan kompetensi umum lari cepat terdapat sedikitnya tiga


subkompetisi yang terstruktur secara prosedural

START LARI MELINTAS


(Berangkat) GARIS FINISH

Bagan Kompetensi umum lari cepat

Ketiga Subkompetensi tersebut harus dilakukan secara berurutan untuk


dapat melakukan kompetensi lari cepat dengan baik. Tetapi, setiap
subkompetensi itu dapat dipelajari secara terpisah. Untuk belajar lari cepat
dengan teknik yang baik tidak harus dapat melakukan mulai lebih dahulu,
demikian pula untuk melindungi garis pertahanan dengan baik, tetapi harus dapat
melakukan lari dengan teknik yang baik lebih dahulu. Memulai kompetensi
prasyarat untuk kompetensi lari. Denikian pula, krisis lari, prasyarat untuk
mempelajari cara menganalisis garis finish. Tidak ada kompetensi yang menjadi
prasyarat untuk mempelajari kompetensi yang lain. The the first the work of the
top of the way of the way of the number the mode that the mode yang berurutan
oleh seorang pelari cepat, tetapi tidak tersusun secara hierarkis. Susunan
ketiganya disebut prosedural.

Dalam menggunakan laptop untuk menampilkan bahan power point ada


tiga kompetensi yang terstruktur secara prosedural.

MENYALAKAN MENGKLIK MENGKLIK


LAPTOP PROGRAM FILE

Bagan Kompetensi menampilkan persentasi power point

Ketiga kompetensi tersebut dilakukan secara berurutan tetapi dapat


dipelajari secara terpisah. Peserta didik dapat mempelajari cara mengklik file
lebih dahulu. Pada kesempatan lain, ia belajar meng-klik program dan kemudian
cara menanganinya. Tetapi, penelitian tersebut merupakan kebenaran yang
kebenaran tersebut muncul secara berurutan sebagai suatu kompetensi seri.
13

3. Struktur Perilaku Pengelompokan


Struktur ini adalah perilaku-perilaku khusus yang tidak mempunyai
ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Di samping perilaku – perilaku

khusus yang dapat diurut sebagai hierarkikal dan prosedural, terdapat perilaku –
perilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan antara satu dan yang lain,
walaupun semuanya berhubungan. Dalam keadaan seperti itu, garis penghubung
antara perilaku khusus yang satu dan yang lain tidak diperlukan.
Misalnya tujuan siswa dapat menjelaskan bagian-bagian dari lingkaran,
menjelaskan fungsi satu dengan yang lain tidak terkait secara hirarki dan
procedural.

Menjelaskan bagian-bagian dari lingkaran


(A)

Menjelaskan Menjelaskan definisi Menjelaskan Menjelaskan


definisi juring busur pada definisi tembereng definisi
pada lingkaran lingkaran pada lingkaran apotema pada
lingkaran

Dalam contoh di atas, kompetensi (A) mensyaratkan beberapa kompetensi


lain yang tidak tersusun secara hirarkis, tidak pula secara prosedural, melainkan
pengelompokan.
Contoh lain dapt dijabarkan kompetensi dalam permainan bola sodok
(biliar) dibawah ini .

Memperkirakan seberapa keras bola harus disodok untuk menyenggol atau


menyentuh bola lain agar bola yang terakhir ini masuk lobang
(C)

Menaksir jarak antara bola yang Memperkirakan titik senggol


akan disodok, bola yang akan antara kedua bola
disenggol dan lubang (A) (B)
14

Dalam contoh bagan diatas, kompetensi memperkirakan seberapa keras bola


harus di sodok (C) mempersyaratkan sedikitnya dua kompetensi lain, yaitu :
Pertama, menaksir jarak antara bola yang akan disodok ; bola yang akan disenggol
dan lubang (A); kedua, memperkirakan titik senggol antara kedua bola (B). Kedua
kompetensi A dan B itu tidak tersusunsecara hierarkies dan tidak pula secara
prosedural, tetapi merupakan pengelompokkan.

4. Struktur Perilaku Kombinasi


Suatu perilaku umum bila diuraikan menjadi perilaku khusus sebagian
besar akan terstruktur secara kombinasi antara struktur hierarkikal, procedural,
Menghitung korelasi dengan berbagai rumus
dan pengelompokkan. Sebagian dari perilaku khusus yang terdapat di dalam ruang
lingkup perilaku umum itu mempersyaratkan perilaku khusus yang lain.
Selebihnya merupakan urutan penampilan perilaku khusus dan umum.
Menghitung korelasi dengan rumus Skor Menghitung korelasi dengan rumus Deviasi
Misalnya :
Mentah sebagai berikut : sebagai berikut :
a. Perilaku umum menghitung
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 korelasi dengan menggunakan
− (∑ 𝑋)(∑ 𝑌) ∑ 𝑋𝑌 berbagai rumus
𝑟𝑥𝑦 = 𝑟𝑥𝑦 =
∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋menjadi
√𝑁 diuraikan
dapat 2 ) − √𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌 2 ) 𝑛𝑆𝑥𝑆𝑦
perilaku-perilaku sebagai berikut:

Menghitung jumlah setiap deret angka Menghitung Deviasi Standar

Menghitung jumlahperkalian deret angka Menghitung Deviasi Standar

Menghitung jumlah kuadrat setiap deret Menghitung Skor rata-rata


angka

Gambar Struktur Perilaku Kombinasi


Untuk menghitung korelasi dua deret skor dengan menggunakan berbagai
rumus yang ada diperlakukan dua perilaku khusus, yaitu menghitung korelasi
kedua deret skor itu dengan rumus skor mentah dan rumus deviasi. Kedua
perilaku khusus ini dapat dilakukan secara terpisah.Tetapi, keduanya menjadi
bagian dari perilaku umum menghitung korelasi dengan berbagai rumus.
Perilaku khusus menghitung korelasi dengan rumus skor mentah ini
mempunyai prasyarat pula, yaitu menghitung jumlah kuadrat setiap deretan
angka, menghitung jumlah setiap deretan angka dan menghitung jumlah perkalian
kedua deret angka.
Untuk menghitung korelasi dua deret angka dengan menggunakan rumus
deviasi diperlukan prasyarat perilaku menghitung deviasi standar. Sedangkan
menghitung deviasi standar dapat dipelajari bila telah dikuasai perilaku
menghitung deviasi. Sebelum itu, harus pula dikuasai perilaku menghitung skor
15

rata-rata. Bagian di atas menunjukkan kombinasi antara struktur hierarkikal dan


struktur pengelompokkan.

b. kompetensi umum melakukan lari cepat dapat diuraikan menjadi beberapa


subkompetensi sebagai berikut:

Kompetensi melakukan lari cepat terbentuk dengan cara mensejajarkankan


tiga subkompetensi yaitu start, lari, dan melintasi garis finish. Kompetensi
mensejajarkankan ketiga kompetensi khusus tersebut hanya dapat dilakukan bila
satu persatu dari ketiga kompetensi tersebut telah dikuasai. Dengan demikian,
merangkaikan start, lari, dan melintasi garis finish membutuhkan prasyarat
melakukan setiap gerakan tersebut satu per satu. Mana yang dahulu harus
dilakukan ketiga gerakan tersebut? Terserah pendesain instruksional. Setiap orang
dapat memilih salah satu di antaranya. Karena itu, kedudukan ketiga gerakan
tersebut antara satu dan yang lain terstruktur secara procedural. Mengapa? Karena
merangkaikan ketiganya pasti dimulai dari start, dilanjutkan dengan lari, dan
diakhiri dengan melntasi garis finish.Komepetsni “melakukan start” mensyaratkan
kemampuan menjelaskan teknik start. Demikian pula, kompetensi “lari”
mensyaratkan kompetensi teknik lari. Sedangkan kompetensi “melintasi garis
finish” mensyaratkan kemampuan menjelaskan teknik melintasi garis finish.
Bagan di atas menunjukkan struktur kombinasi antara hierarkis dan procedural.

Untuk menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi dalam


kawasan kognitif, psikomotor, dan afektif terlebih dahulu perlu diberikan definisi
tentang ketiga kawasan tersebut.
16

a. Kompetensi kawasan kognitif


Kompetensi kawasan kognitif adalah kompetensi yang merupakan dari
proses berpikir. Dalam bahasa sederhananya adalah kompetensi hasil kerja otak.
 Bloom (1956)
Membagi kawasan kognitif menjadi enam tingkatan :
✓ Pengetahuan
✓ Pemahaman
✓ Penerapan
✓ Analisis
✓ Sintesis
✓ Evaluasi
Contoh : menyebutkan definisi makhluk hidup, membedakan fungsi meja dan
kursi, menceritakan kembali isi dongeng

 Gagne (1979)
Membagi kemampuan manusia menjadi tiga macam ;
ketrampilan intelektual ketrampilan teknis dalam ilmu pengetahuan
ketrampilan strategi kognitif ketrampilan dalam mencari pemecahan
masalah
ketrampilan informasi verbal ketrampilan mengungkapkan kembali
pengetahuan verbal yang telah dimiliki
b. Kompetensi kawasan psikomotor
Kompetensi kawasan psikomotor adalah kompetensi yang dimunculkan oeh
hasil kerja fungsi tubuh manusia. Jadi berbentuk gerakan tubuh. Contohnya adalah
berlari, melompat, melempar berputar, memukul, dan menendang. Dave (1967)
membagi kompetensi kawasan psikomotor dalam lima jenjang kompetensi
khusus, yaitu :
 Menirukan gerak
 Memanipulasi kata – kata menjadi gerak
 Melakukan gerak dengan tepat
 Merangkaikan berbagai gerak
 Melakukan gerak dengan gerak wajar dan efisien
17

c. Kompetensi kawasan afektif


Kompetensi kawasan afektif adalah kompetensi yang dimunculkan
seseorang sebagai pertanda kecenderungannya membuat pilihan atau keputusan
untuk beraksi dalam lingkungan tertentu.
Contoh : menganggukkan kepala ditafsirkan sebagai tanda setuju,
meloncat dengan muka berseri-seri sebagai tanda kegirangan, dan pergi beribadah
sebagai tanda beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bloom dan Mansia (1964) membagi kawasan ini menjadi lima tingkatan
kemampuan, yaitu :
 Menerima nilai
 Membuat respon terhadap nilai
 Menhargai nilai-nilai yang ada
 Mengorganisasikan nilai, dan
 Mengamalkan nilai secara konsisten (internalisasi nilai)
Untuk menafsirkan sikap orang lain dapat dilihat dari perilakunya atau
gejala yang dtimbulkannya. Penafsiran seperi ini sangat sulit. Kunci utamanya
terletak pada bagaimana menafsirkan perilaku tertentu sebagai sikap tertentu.
Tabel 2.1 Penafsirkan kemampuan seseorang

Kemungkinan yang
Kapabilitas Cara Penafsiran
Terjadi
Kawasan kognitif Dilihat dari hasil jawaban tes Hasil tidak murni
pekerjaan sendiri
Kawasan Hasil gerakan Melihat teman/
psikomotor berpura-pura
Kawasan afektif Dilihat dari perilaku atau sikap Berpura-pura

Jadi kunci dari dapat atau tidaknya kompetens itu dijadikan alat untuk
menafsirkan kemampuan orang, baik dalam kawasan kognitif, psikomotor,
maupun afektif itu terletak pada cara atau metode dan instrumen yang digunakan
untuk memunculkan kompetensi tersebut, bukan tergantung pada jenis kawasan
kompetensi tersebut.
18

Cara menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi dalam


kawasan afektif pada dasarnya tidak berbeda dengan kawasan kognitif dan
psikomotor. Setelah diketahui kompetensi umum yang terdapat dalam tujuan
instruksional umu, pengembang instruksional selanjutnya mencari jawaban atas
pertanyaann sebgai berikut :“Subkompetensi apa saja yang mengacu pada
munculnya kompetensi umum tersebut?” Untuk mencari jawaban terhadap
pertanyaan tersebut, pengembang instruksional melakukan analisis instrusional
dengan langkah-langkah yang tercantum dalam subbab berikut ini.

D. Langkah-langkah Melaksanakan Analisis Instruksional


Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan analisis
intruksional adalah sebagai berikut:

1. Menuliskan perilaku umum yang telah ditulis dalam TIU untuk mata
pelajaran yang dikembangkan

2. Menuliskan setiap perilaku khusus yang menjadi bagian dari perilaku


umum tersebut

3. Menyusun perilaku khusus tersebut kedalam suatu daftar dalam urutan


yang logis dimulai dari perilaku umum, perilaku khusus yang paling
“dekat” hubungannya dengan perilaku umum diteruskan “mundur” sampai
perilaku yang paling jauh dari perilaku umum

4. Menambah perilaku khusus tersebut atau mengurangi jika perlu.


Tanamkan dalam pikiran anda bahwa anda harus berusaha melengkapi
daftar perilaku khusus tersebut.

5. Menulis setiap perilaku khusus dalam suatu lembar kartu atau kertas
ukuran 3x5 cm

6. Menyusun kartu tersebut diatas meja atau lantai dengan menempatkannya


dalam struktur hirarkial, prosedural atau pengelompokan menurut
kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain. Letakkan kartu-kartu
tersebut sejajar atau horizontal untuk perilaku-perilaku yang menyerupai
struktur prosedural dan pengelompokan serta letakkan secara vertical
untuk perilaku-perilaku yang hirarkial

7. Jika perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain yang dianggap perlu
atau dikurangi bila dianggap lebih
19

8. Menggambarkan letak perilaku-perilaku tersebut dalam perilaku-perilaku


dalam kotak-kotak diatas kertas lebar sesuai dengan latak kartu yang telah
disusun. Hubungkan letak kotak-kotak tersebut dengan kertas vertical dan
horizontal untuk menyatakan hubungannya yang hirarkial , prosedural atau
pengelompokan.

9. Meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan


yang lain atau perilaku-perilaku khusus yang khusus yang berada dibawah
perilaku umum yang berbeda.

10. Memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimuali dari yang terjauh
sampai yang terdekat dengan perilaku umum. Pemberian nomor akan
menunjukkan urutan perilaku tersebut.

11. Mengkombinasikan atau mendiskusikan bagan yang telah disusun dengan


memperhatikan:

- Lengkap tidaknya perilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap


perilaku umum

- Logis tidaknya dari perilaku-perilaku khusus menuju perilaku umum

- Struktur hubungan perilaku-perilaku khusus tersebut (hirarkial,


presedural, pengelompokan atau kombinasi)

Setiap perilaku yang telah ditulis masih dapat diperinci lagi menjadi
perilaku yang lebih kecil atau halus lagi tergantung kepada keinginan
pengembang instruksional, sampai batas mana ia akan berhenti. Dalam praktik
melakukan analisis instruksional bagi kebutuhan mata pelajaran Anda, satu
perilaku umum dapat diurutkan sehingga menjadi 5 sampai 10 perilaku khusus.
Bila Anda menghendakinya, setiap perilaku khusus itu masih mungkin dijabarkan
lagi.Bila lebih cermat dan lebih rajin melakukan kegiatan analisis tersebut. Anda
akan lebih mudah melakukan langkah-langkah pengembangan instruksional
selanjutnya. Pekerjaan menganalisis tersebut sangat menantang, tetapi tidak
terlalu sulit sepanjang Anda dapat menyediakan waktu untuk itu.Pekerjaan
tersebut banyak menuntut penggunaan logika. Di sinilah salah satu letak
penggunaan akal sehat dalam proses pengembangan instruksional.
19

PECAHAN

Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah

Mengubah bentuk Menentukan nilai pecahan Memecahkan masalah


Menyederhanakan
pecahan ke bentuk dari suatu bilangan atau perbandingan dan skala
dan mengurutkan
pecahan desimal kuantitas tertentu

Mengenal Menyeder Mengurut Mengubah Membulatkan Mengubah Membulatkan Menggambar Menyesuaika


berbagai hanakan kan suatu pecahan suatu pecahan letak benda n letak benda
pecahan pecahan pecahan desimal pecahan ke desimal secara secara
bentuk
ke bentuk sampai dua bentuk sampai dua sederhana perbandingan
pecahan
pecahan angka di pecahan angka di dan skala
lain yang belakang lain yang belakang
sesuai koma sesuai koma
20

BANGUN DATAR

Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar

Menentukan sifat- Menentukan Mengidentifi-kasi benda-benda dan bangun datar simetris Menentukan hasil
sifat bangun ruang jaring-jaring balok pencerminan suatu
sederhana dan kubus bangun datar

Menyebutk Menyebutk Menggam Mengelo Mengide Membuat Mengenal Mengident Menunjuk Menggambar
an sifat- an dan bar dan mpokkan ntifikasi bangun- bangun ifikasi dan kan dan cerminan dari
sifat menggamb membuat dan ciri bangun datar mengguna menggam bangun datar
bangun ar bangun berbagai memberi bangun datar yang tidak kan garis bar sederhana
ruang : sesuai jaring- contoh datar
yang memiliki simetri bangun
jaring yang
balok dan sifat-sifat bangunda simetris simetri pada datar
kubus simetris
kubus bangun tar yang bangun (benda-
simetris datar benda)
dan tidak sederhana yang
simetris simetris
21
INTEGRAL

Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah

Memahami konsep integral tak Menghitung integral tak tentu dan integral Menggunakan integral untuk menghitung
tentu dan integral tentu tentu dari fungsi aljabar dan fungsi luas daerah di bawah kurva dan volume
trigonometri yang sederhana benda putar

Mengerjakan soal dengan baik berkaitan dengan


materi mengenai aturan rantai untuk mencari Mengerjakan soal dengan baik berkaitan dengan
Menentukan integral dengan rumus integral parsial
turunan fungsi, pengertian integral, integral tak materi mengenai pengintegralan dengan substitusi
tentu, dan integral tertentu aljabar, substitusi trigonometri, maupun integral
parsial, serta penggunaan integral tertentu untuk
Menentukan integral dengan cara substitusi menghitung luas daerah dan volume benda
trigonometri
Menentukan integral tentu dengan menggunakan
Menggunakan integral tertentu untuk menghitung
sifat-sifat (aturan) integral
volume benda putar dari daerah yang diputar
Menentukan integral dengan cara substitusi aljabar
terhadap sumbu koordinat
Menjelaskan integral tertentu sebagai luas daerah
di bidang datar Menggunakan integral tertentu untuk menghitung
luas daerah yang dibatasi oleh kurva dan sumbu-
sumbu pada koordinat
Menentukan integral tak tentu dari fungsi
trigonometri
Menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh
beberapa kurva

Menentukan integral tak tentu dari fungsi aljabar

DERIVATIVE / TURUNAN
KALKULUS LANJUT 22

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang
Turunan dan Integral dalam ruang berdimensi -n

Memahami tentang Turunan dalam Memahami tentang Integral dalam


Ruang Berdimensi - n Ruang Berdimensi - n

Memahami Mema Memahami Memahami Memaha


Metode hami Turunan Memahami Memahami mi
Keterdiferensialkan Memahami
Langrange Aturan Berarah dan Integral Integral Integral
Penerapan
Rantai Gradien Lipat Dua Lipat Tiga Lipat tiga
Integral
dalam (koordinat (Koordina
Lipat Dua
Koordinat Kartesius) t tabung
Kutub dan Bola)
Memahami Memahami Memahami
Fungsi Dua Turunan Limit dan
Peubah Parsial Kekontiuan Memahami Memahami
Integral Lipat Memahami Integral Lipat
Dua atas Integral Dua Atas
Daerah Bukan Lipat Persegipanjang
Persegipanjang
23

STATISTIKA

Menerapkan aturan konsep statistika dalam


pemecahan masalah

Mengidentifikasi pengertian statistik, Menyajikan data dalam bentuk Menentukan ukuran pemusatan Menentukan ukuran penyebaran data
statistika, populasi dan sampel tabel dan diagram data

Membedakan Menentukan Mengubah Menyajikan data Menentukan Menentukan Menentukan Menentukan Nilai Koefisien
pengertian populasi, data ke dalam bentuk Mean dari median dari Modus dari jangkauan, standar variasi
statistik dan ruang sampel kedalam diagram (batang, suatu data suatu data suatu data simpangan rata- (Z-score) ditentukan
statistika dan sampel rata, simpangan ditentuka dari suatu
bentuk tabel lingkaran, garis tunggal dan tunggal dan tunggal dan
suatu data
gambar) histogram, berkelompo berkelompok data baku, jangkauan n dari data
poligon frekuensi k berkelompo semi interkuartil, suatu
dan ogive k dan jangkauan data
persentil dari
suatu data.

Bilangan Pengukuran
24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebelum menghasilkan suatu desain sitem instruksional yang siap pakai
haruslah melalui tahap-tahap yang ditentukan agar hasil yang didapat lebih
berkualitas dan tujuan yang direalisasikan dapat tercapai secara maksimal. Salah
satu tahap yang tidak kalah pentingnya adalah analisis intruksional, dimana pada
langkah inilah merupakan bertujuan untuk memperolah gambaran tentang apa
yang dicapai. Apa yang kan dicapai merupakan suatu tujuan yang jelas dan
spesifik memberi pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar dan belajar
yang serasi serta memungkinkan penilaain proses dan hasil belajar yang lebih
teliti.
B. Saran
Kiranya para desainer atau tenaga pendidik menggunakan tahap demi tahap
dalam menganalisis instruksional secara teliti sehingga kebutuhan siswa dapat
tercapai sesuai dengan tujuan yang kita inginkan.
25

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, Benjamin S. 1956. Taxonomy Of Education Objective: The Classification


Of Educational Goals, Handbook I: Cognitif Domain. Newyork: Longman
Inc.

Dick ‘ W., & Carey, 2005. The Systemafic Design Of Instruction. Glenview
Illionois.Scott, Forestman and Company.

Gagne, R. M., and Briggs, L.J. (1979). Principles Of Instructional Design. New
york: Holt, Rinheart, and Wiston.

Suparman, Atwi, 2012. Desain Intruksional. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai