MAKALAH
STUDI AL-QURAN
DI SUSUN OLEH :
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya layak kita panjatkan Kehadirat Allah Swt.
Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, Serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat Menyelesaikan makalah yang berjudul “ NASIKH
MANSUKH”. Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak atas penyusunan
Makalah ini, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya Kepada
Dosen pengampu Mata Kuliah Ulumul Quran, Ibu Dewi Gusminarti SHI.M.Sy yang telah
memberikan dukungan, dan Kepercayaan yang begitu besar.
Semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun Pada langkah
yang lebih baik lagi kedepanya. Meskipun penulis berharap isi dari Makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan namun tak ada gading yang tak Retak, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar Makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat Bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
BAB l
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah perkataan Allah SWT baik secara lafaz maupun makna koma bukan
perkataan jibril a.s. karena ia hanya bertugas menyampaikannya kepada nabi muhammad
SAW. Dari awal hingga akhir koma alquran merupakan satu kesatuan yang utuh, Tak ada
pertentangan satu dengan lainnya. Masing-masing saling menjelaskan bagian 1 pada yang
lain. Dari segi kejelasan, ada empat tingkat pengertian. Pertama cukup jelas bagi setiap orang,
kedua cukup jelas bagi yang bida berbahasa arab, ketiga cukup jelas bagi ulama/para ahli, dan
keempat, hanya Allah yang mengetahui maksudnya.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang adanya induk pengertian hunna umm al-kitab yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan-ketentuan induk itulah yang senantiasa
harus menjadi landasan pengertia. Sejalan dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu
hukum. Hubungan antara ketentuan undang-undang yang hendak ditafsirkan dengan
ketentuan-ketentuan lainnya dari undang-undang tersebut maupun undang-undang lainnya
yang sejenis, yang harus benar-benar diperhatikan supaya tidak ada kontradiksi antara satu
ayat dengan ayat lainnya.
Allah menurunkan syariat di dalam al-quran kepada nabi muhammad untuk memperbaiki
umat di bidang aqidah, ibadah,dan muamalah. Nasikh Mansukh terjadi karena alquran
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringi nya. Oleh
karena itu mengetahui alquran dengan baik harus mengetahui ilmu Nasikh Mansukh dalam
Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Nasikh Mansukh
2. Bagaimana Macam-macam Nasikh Mansukh ?
3. Pendapat ulama tentang Nasikh Mansukh
4. Bagaimana Hikmah Nasikh Mansukh
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Al-Qur’an, kata Naskh ditemukan sebanyak empat kali dengam berbagi
bentuknya yaitubdalam Q.S Al-Baqarah ayat 106, Q.S Al-A’raf ayat 154, Q.S Al-Hajj ayat
52, dan Q.S Al-jatsiah ayat 29. Nasikh-Mansukh berasal dari kata Nasakh. Nasikh berasal dari
bahasa arab, yaitu naskh. Dari segi etimologi, kata ini dipaki untuk beberapa pengertian :
a. Nasikh, dapat bermakna ‘izalah (menghilagkan )
b. Nasikh, dapat bermakna tabdil ( mengganti/menukar )
c. Nasikh, dapat bermakna tahwil (memalingkan ).
d. Nasikh, dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Sedangkan Nask secara istilah adalah mengangkat (menghapus ) hukum syara’ yang
lain. Dari defenisi diatas jelaslah bahwa komponen Naskh terdiri dari : adanya pernyataan
yang menunjukkan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada Nasikh, harus ada
mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Mansukh merupakan hukum yang
diangkat atau dihapuskan.
Hal ini Senada dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Ghufron dan Rahmawati
bahwa secara bahasa berarti pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke
wadah lain dan lainnya. Sesuatu yang membatalkan menghapus, memindahkan, disebut
Nasikh sedangkan yang dibatalkan, dihapus dipindahkan disebut Mansukh.
Mengenai Nasakh, Al syatibi sebagaimana yang dikutip oleh Dr. M Quraish Shihab
menandaskan bahwa para ulama mutaqaddimin ( Ulama abad 1 hingga 3 Hijriyah )
memperluas artinya Naskh mencakup hal-hal, yaitu:
a. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian.
b. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian.
c. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
d. Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum Bersyarat.
Bahkan menurut Muhammad azim al-zarqani seperti dikutip oleh Quraisy Shihab
diantara para ulama tersebut ada yang beranggapan bahwa suatu ketetapan hukum yang
ditetapkan oleh suatu kondisi tertentu telah menjadi mansukh Apabila ada ketentuan lain
yang berbeda akibat adanya kondisi lain seperti misalnya perintah untuk bersabar atau
menahan diri pada periode Mekah di saat kaum muslim lemah, dianggap telah dimasak
oleh perintah atau izin berperang pada periode Madinah.
Pengertian yang begitu luas tersebut dipersempit oleh para ulama yang datang
kemudian ( Mutaakhirin ). Menurut mereka Naskh terbatas pada ketentuan hukum yang
datang kemudian guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
pemberlakuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah
yang ditetapkan terakhir. Sedang Mansukh menurut Syaikh Manna’ adalah hukum yang
diangkat atau yang dihapuskan. Dalam Alquran dan tafsirnya Departemen Agama RI
disebutkan bahwa Nasakh dalam arti istilah adalah mengangkat atau menghapuskan
hukum syara dengan dalil syara Nasikh ialah dalil syara’ yang menghapus suatu hukum,
dan mansukh ialah hukum syara’ yang Telah dihapus.
Ulama mutaqaddim memberi batasan naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan
kemudian, tidak hanya untuk ketentuan/hukum yang mencabut ketentuan/hukum yang
sudah berlaku sebelumnya, atau mengubah ketentuan/hukum yang pertama yang
dinyatakan berakhirnya masa pemberlakuannya, sejauh hukum tersebut tidak dinyatakan
berlaku terus menerus. Tapi juga mencakup pengertian pembatasan bagi suatu pengertian
bebas ( muthlaq ). Juga dapat mencakup pengertian penhkhususan ( makhasshish )
terhadap suatu pengertian yang umum (‘am). Bahkan juga pengertian pengecualian
( istitsna ).
Menurut jumhur ulama ayat ini Nasakh oleh Surah An -Anfal ayat 66
Yang arinya : “ sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui
bahwa padamu adalah kelemahan. maka jika ada diantaramu 100 orang yang sabar,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan 200 orang kafir dan jika di antaramu Ada
1000 orang yang sabar niscaya mereka akan dapat mengalahkan 2000 orang dengan
seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
2. Nasikh Dhimmy, yaitu jika terdapat dua Nasikh yang saling bertentangan dan tidak
dapat dikompromikan Keduanya turun untuk masalah yang sama, dan diketahui waktu
turunnya, maka ayat yang datang kemudian menghapus ayat terdahulu. Contohnya
Surah Al Baqarah ayat 180:
Yang artinya : “ diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (
tanda-tanda tutup ) maut, Jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
ibu bapak dan karib kerabatnya secara Ma’ruf.”
Ayat ini dihapus oleh hadis la wasiyyah li warits (tidak ada ahli waris bagi ahli waris ).
3. Nasikh Kully, orang yang mencari akan itu membatalkan hukum syar’i sebelumnya.
Membatalkan secara keseluruhannya dengan merangkaikan kepada setiap pribadi
mukallaf. Sebagai contoh ketentuan iddah 4 bulan 10 hari yang terdapat dalam surat Al
Baqarah ayat 234 :
Yang artinya : “ orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan
istri-istri ( hendaklah para istri itu ) menangguhkan dirinya (ber’ iddah ) 4 bulan 10
hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu ( para wali )
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Ayat diatas Menasakh ayat Alquran yang menyatakan bahwa masa ‘iddah perempuan
yang ditinggal mati suaminya adalah 1 tahun.
4. Naskh Juz’i, yaitu mencari akan hukum secara umum meliputi seluruh pribadi
mukallaf, kemudian hukum Ini dibatalkan dengan menisbahkan kepada sebagian Ifrat
atau mensyariatkan hukum itu secara mutlak, kemudian dibatalkan dengan
menisbahkan kepada beberapa hal. Maka nasikh itu itu tidak membatalkan perbuatan
itu.
Dengan hukum pertama yang dijadikan dasar. Tapi membatalkannya itu dengan
menisbahkan nya kepada Ifrad atau kepada beberapa hal. Contohnya hukum Dera 80
kali bagi orang yang menuduh wanita berzina tanpa adanya sanksi yang kemudian di
nasakh oleh ketentuan li’an yaitu bersumpah 4 kali Dengan nama Allah bagi si
penuduh. Firman Allah Q.S An-Nur ayat 4 :
Yang artinya : “ dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
( berbuat zina ) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka ( yang menuduh itu ) 80 kali dera dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
Adapun macam-macam Nasakh ditinjau dari segi badal ( dengan adanya pengganti
atau tidak adanya pengganti ) dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Nasakh tanpa badal ( pengganti ). Contoh penghapusan bersedekah sebelum berbicara
kepada Rasulullah .
ْ َ ُر لَ ُك ْم َواKكَ َخ ْيKKِي نَجْ َو ُك ْم صدَقةً َذل
وْ ُرKKُ ُدوْ افَاِ َّن هللاَ َغفKاِ ْن لَ ْم تَ ِجKَ ُر فKَطه َّ نج ْيتُ ْم ال َّرسُوْ َل فثَ َّد ُموْ ا بَ ْينَ يَ َد
َ يَاَيُّهَا ال ِذ ْينَ ا َمنُوْ ااِ َذا
١٢ : ] [المجادلة.َّر ِح ْي ٌم
Yang artinya : “ Apakah kamu takut akan ( menjadi miskin ) karena kamu memberikan
sedekah sebelum mengadakan pembicaraan kepada rasul maka jika kamu tiada
memperbuat nya Dan Allah telah memberitahu taibatt kepadamu maka Dirikanlah
salat, tunaikan zakat, taatlah kepada Allah dan rasulnya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
3. Nasakh dengan badal akhaf ( lebih ringan ). Contohnya puasa masa dahulu, dalam
Qur’an Surah Al-baqarah 183 ( ayat puasa ), di nasakh dengan ayat Al Baqarah 187 :
Yang artinya : “ dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan istri istri kamu”.
Yang artinya : “ dan ( terhadap ) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu ( yang menyaksikannya ). Kemudian
Apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurung lah mereka ( wanita-wanita
itu ) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan
lain kepadanya”.
Macam-macam Nasakh dari segi hukum dan tilawahnya dalam Al-Qur’an ada 3
Macam yaitu :
Terkait dengan adanya Nasikh Mansukh ini, Muhammad Ghufron dan Rahmawati
menambahkan bahwa hikmah adanya Nasikh Mansukh diantaranya :
1. Menunjukkan bahwa syariat Islam yang diajarkan Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam adalah syariat yang paling sempurna yang telah menghapus syariat
syariat dari agama sebelumnya. Karena syariat Islam telah mencakup ajaran-
ajaran sebelumnya.
2. Untuk kemaslahatan umat Islam.
3. Untuk menguji umat Islam dengan perubahan hukum, Apakah dengan perubahan
ini mereka masih taat atau sebaliknya.
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nasakh ialah mengangkat atau menghapuskan hukum syara dengan dalil syara.
Nasikh ialah dalil syara yang menghapus atau mengangkat sesuatu hukum dan
mansukh ialah hukum syara Yang Telah dihapus atau diganti. Nasakh hanya terjadi
pada perintah dan larangan baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun
yang diungkapkan dengan kalimat berita atau (khabar ) yang bermakna Amar
( perintah ) atau nahyi, (larangan), tidak ada nasakh ayat tentang persoalan akidah zat
Allah, sifat-sifat Allah, kitab-kitab-nya, rasul-rasulnya, dan hari kemudian, etika dan
akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah.
Para ulama berbeda pendapat tentang ada tidaknya Nasikh mansukh dalam
Alquran. Sedangkan hadits yang di nasakh oleh ayat Alquran jumhur ulama mengakui
adanya hal tersebut. Dan ayat Alquran yang di nasakh oleh hadis para ulama sepakat
hal tersebut tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA