Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1

BAB III.................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................12
A. KESIMPULAN..........................................................................................................12
B. SARAN......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kewarganegaraan (citizenship) merupakan keahlian kepada sebuah komuniti


politik atau sebuah negara yang membawa hak - hak penyertaan politik. Seorang
individu yang mempunyai keahlian ini dipanggil warga negara. Biasanya,
kewarganegaraan bersepadan dengan kerakyatan (nationality). Pengaturan
mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua
prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. masalah
kewarganegaraan merupakan salah satu kajian studi kenegaraan (htn).
Masalah kewarganegaraan dalam hukum tata Negara mencakup masalah
mengenai siapa warga negara dan siapa yang dianggap sebagai orang asing,
pengertian penduduk serta hak dan kewajiban warga negara. Dalam arti yang lebih
luas mencakup permasalahan mengenai bagaimana cara memperoleh status
kewarganegaraan, tentang bagaimana kehilangan status kewarganegaraan, cara
memperoleh kembali status kewarganegaraan, serta termasuk juga masalah tentang
bagaimana cara menghilangkan terjadinya bipatride dan apatride sebagai doktrin
umum dalam masalah kewarganegaraan yang akan penulis bahas dalam makalah
ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan masalah kewarganegaraan sebagai kajian Hukum Tata Negara ?
2. Jelaskan pengaturan tentang kewarganegaraan dalam uu no. 62 tahun 1958,
permasalahan nya dan cara memperoleh kewarganegaraan ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui masalah kewarganegaraan sebagai kajian hukum.


2. Untuk mengetahui pengaturan tentang kewarganegaraan dalam uu no. 62 tahun
1958, permasalahannya dan cara memperoleh kewarganegaraan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASALAH KEWARGANEGARAAN SEBAGAI KAJIAN HUKUM


Masalah kewarganegaraan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
suatu negara untuk menentukan siapa warga negara dan orang asing. Berhasil
tidaknya suatu negara dalam mewujudkan cita-citanya tergantung banyak dari peran
aktif warga negaranya. Untuk itu diperlukan suatu peraturan tantang
kewarganegaraan yang mengatur mengenai setiap warga negara dan orang asing.
Dalam arti yang lebih luas mencakup permasalahan mengenai bagaimana cara
memperoleh status kewarganegaraan, tentang bagaimana kehilangan status
kewarganegaraan, cara memperoleh kembali status kewarganegaraan, serta termasuk
juga masalah tentang bagaimana cara menghilangkan terjadinya bipatride dan
apatride sebagai doktrin umum dalam masalah kewarganegaraan.
Telah dikemukakan diatas bahwa sebagai pendukung dari adanya suatu
negara, warga negara (atau maksudnya disini adalah masalah kewarganegaraan)
menjadi hal yang penting. Dalam arti khusus, yaitu kajian tentang masalah
kewarganegaraan suatu Negara tertentu, masalah kewarganegaraan termasuk dalam
kajian hukum tata negara. Dilihat dari sudut yuridis, kewarganegaraan dapat disebut
suatu status hokum kenegaraan, yaitu suatu kompleks hak dan kewajiban dilapangan
hukum khususnya hukum publik (hukum negara) yang dimiliki oleh orang asing.
Sebagai kajian hukum tata negara, kewarganegaraan berkaitan pula denga hal-hal
seperti hubungan jabatan negara atau pemerintahan dengan negara (jabatan MPR,
DPR, Kepresidenan, dan jabatan pemerintahan lainnya), hal - hal yang berkaitan

2
dengan hak-hak asasi maupun hak dan kewajiban yang dijamin atau ditentukan dalam
konstitusi atau UUD.

Hal tersebut semua termasuk dalam kajian hukum tata negara. Dalam hukum positif
di Indonesia pengaturan tentang masalah kewarganegaraan dapat dilihat dalam :
1. UUD NRI 1945 (sampai amandeman ke-4) Bab X tentang Warga Negara dan
Penduduk pasal 26 yang terdiri dari 3 ayat.
2. Peraturan perundang - undangan yang bersifat khusus, seperti UU no. 4 Tahun
1969 Tentang Pernyataan Tidak Berlakunya UU no. 2 Tahun 1958 Tentang
Persetujuan Perjanjian antara RI dan RRC mengenai soal Dwikewarganegaraan,
Kepres RI no. 7 Tahun 1971 Tentang Pernyataan Digunakannya Ketentuan
Dalam UU no. 3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara
untuk menetapkan kewarganegaraan RI bagi penduduk Irian Barat, serta
ketentuan yang diberlakukan bagi penduduk Timor Timur yaitu SE Menkeh no.
M.09.UM.01.06 Tahun 1986 Tentang SKBRI bagi penduduk Timor Timur.

B. PENGATURAN TENTANG KEWARGANEGARAAN DALAM UU NO. 62


TAHUN 1958, PERMASALAHANNYA DAN CARA MEMPEROLEH
KEWARGANEGARAAN.

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 26 UUD NRI 1945 seta sesuai dengan
apa yang juga diperitahkan pada ayat 3 pasal tersebut, maka perlu dibentuk suatu
undang-undang yang mengatur tentang warga negara dan penduduk. Undang -
undang yang berlaku saat ini adalah UU no. 62 Tahun 1958 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang terbentuk pada masa berlakunya UUDS
RI 1950. Undang - undang tersebut tetap berlaku hingga saat ini berdasarkan Aturan
Peralihan pasal I UUD NRI 1945.

3
Undang-undang ini pada dasarnya terdiri dari pokok - pokok sebagai berikut :
1. Mengatur tentang siapa-siapa yang menjadi warga negara RI.
Dalam pasal 1 dapat dilihat bahwa warganegara RI adalah :
a. Orang yang berdasarkan peraturan perundang - undangan dan perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan - peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah warga negara RI.
b. Orang yang lahir dan mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya
yang warga negara RI.
c. Anak yang lahir dalam 200 hari setelah ayahnya yang warga negara RI
meninggal.
d. Orang yang waktu lahir ibunya adalah warga negara RI, sedang ia tidak
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya.
e. Orang yang waktu lahir ibunya dalah warga negara RI, sedang ayahnya
patride atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya.
f. Orang yang lahir di wilayah RI sedang orang tuanya tidak diketahui.
g. Anak yang diketemukan di wilayah RI sedang orang tuanya tidak diketahui.
h. Orang yang lahir di wilayah RI, sedang orang tuanya apatride atau selama
kewarganegaraannya tidak diketahui.
i. Orang yang lahir di wilayah RI dan waktu lahirnya mendapat
kewarganegaraan ayah atau ibunya, dan selama ia tidak memperoleh
kewarganegaraan ayah atau ibunya.
j. Orang memperoleh kewarganegaraan berdasarkan undang - undang ini.

Berdasarkan ketentuan diatas ada hal yang dapat kita simpulkan berkaitan
dengan azas yang dianut oleh undang-undang ini. Dapat disimpulkan bahwa
undang - undang ini menganut azas ius sanguinis. Dianutnya azas ius sanguinis ini
dapat kita lihat dalam ketentuan huruf b, c, d, dan e. Dianutnya azas ius sanguinis

4
juga tercantum dalam Penjelasan Umum dimana disitu tertulis pertimbangan
dianutnya azas ius sanguinis “bahwa keturunan dipakai sebagai suatu dasar adalah
lazim. Sudah sewajarnya suatu negara menganggap seorang anak sebagai warga
negara di manapun ia dilahirkan, apabila orang tua anak itu warga negara itu“.
Juga tertulis bahwa “dalam hal kewarganegaraan undang - undang ini selalu
menganggap selalu ada hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ibu.
Ketentuan ini adalah sesuai dengan pemahaman hukum umumnya berkenaan
dengan hukum adat dan hukum kekeluargaan khususnya“. Selain itu terlihat
dianutnya azas ius soli secara terbatas yang tercermin dalam ketentuan huruf f, g,
h, dan i.

2. Mengatur tentang bagaimana cara memperoleh kewarganegaraan.


Dalam undang - undang ini dapat kita lihat beberapa cara memperoleh
kewarganegaraan RI, yaitu :
a. Karena kelahiran
Kelahiran sebagai dasar dalam memperoleh status kewarganegaraan
adalah sudah menjadi hal yang umum dalam permasalahan kewarganegaraan.
Hal ini sesuai dengan azas ius sanguinis. Kewarganegaraan ini diperoleh karena
mengikuti staus kewarganegaraan orang tuanya. Bila ada hubungan hukum
kekeluargaan anara anak dengan ayahnya, maka ayah yang akan menentukan
kewarganegaraan anaknya (Pasal 1 huruf b dan c), kecuali jika ayah tidak dapat
menentukan kewarganegaraan anaknya karena ia tidak mempunyai
kewarganegaraan atau karena kewarganegaraannya tidak diketahui. Apabila
tidak ada hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ayah, maka yang
menentukan kewarganegaraan itu adalah ibunya (pasal 1 huruf d).

b. Karena pengangkatan

5
Dapat kita lihat dalam pasal 2 yang menyebutkan yaitu :
 Anak yang diangkat adalah anak orang asing yang pada saat diangkat
belum berumur 5 tahun.
 Pengangkatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang - undangan
yang berlaku bagi orang tua yang mengangkat. Sekarang ini pengangkatan
anak harus dengan penetapan Pengadilan Negeri, tidak cukup dengan akte
notaris sebagaimana diatur dalam SEMA no. MA/Pbem/0294/1979 tanggal
7 April 1979.
 Adanya penetapan Pengadilan Negeri yang mengesahkan pengangkatan
anak tersebut ditetapkan dalam tenggang waktu 1 tahun sesudah
pengangkatan dilakukan.
c. Karena permohonan
Dapat kita lihat dalam pasal 3 dan 4. Pasal 3 menyebutkan antara lain :
 Anak yang mengikuti status warga negara ayahnya yang orang asing akibat
oleh hakim diserahkan kepada asuhan ibunya yang warga negara RI boleh
mengajukan permohonan apabila setelah memperoleh kewarganegaraan
Indonesia tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
 Permohonan dalam 1 tahun sejak anak tersebut berusia 18 tahun diajukan
kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI
dari tempat tinggalnya.
 Pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman
dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan
Menteri Kehakiman.

Sedangkan dalam pasal 4 diatur tentang :


 Orang asing yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia yang ayah atau
ibunya juga lahir dan tinggal di Indonesia serta orang tersebut tidak

6
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayahnya dapat mengajukan
permohonan kewarganegaraan kepada Menteri Kehakiman.
 Permohonan diajukan dalam 1 tahun sejak orang tersebut berusia 18 tahun.
 Pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman
dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan
Menteri Kehakiman.

d. Karena Naturalisasi
Naturalisasi dapat diberikan dengan 2 cara, yaitu karena permohonan
atau karena diberikan oleh pemerintah dan dapat dilihat dalam pasal 5 dan 6.
Pasal 5 mengatur tentang :
 Pengaturan tentang naturalisasi karena permohonan.
 Syarat - syarat mengajukan permohonan pewarganegaraan.
 Pemohonan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan
Negeri atau Perwakilan RI dari tempat tinggalnya.
 Pengabulan atau penolakan pewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman
dengan persetujuan Dewan Menteri dan berlaku pada tanggal keputusan
Menteri Kehakiman setelah mengucapkan sumpah dan janji setia.
 Bila permohonan pewarganegaraan ditolak dapat mengajukan kembali.

Sedangkan dalam pasal 6 diatur tentang :


 Pengaturan tentang naturalisasi karena diberikan pemerintah.
 Pewarganegaraan diberikan dengan alasan untuk kepentingan negara atau
telah berjasa kepada negara oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

e. Karena perkawinan

7
Ada dua cara pewarganegaraan bagi seorang isteri yang berstatus
sebagai orang asing agar dapat menjadi warga negara mengikuti suaminya,
yaitu dengan cara aktif dan cara pasif. Memperoleh secara aktif terlihat dari
ketentuan dalam pasal 7 ayat (1). Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan pewarganegaraan dengan cara ini, yaitu :
- Adanya perkawinan yang sah.
- Pada saat menikah isteri berstatus sebagai orang asing dan suaminya
berstatus warga negara Indonesia.
- Dalam 1 tahun si isteri mengajukan pernyataan keterangan memperoleh
kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri atau Perwakilan RI di
luar negeri.
- Isteri mempunyai bukti bahwa dengan memperoleh kewarganegaraan RI
ia tidak mempunyai kewarganegaraan lain yaitu surat keterangan dari
perwakilan negara asalnya.
- Dalam satu tahun sesudah menikah suaminya tidak melepaskan
kewarganegaraan RI. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa dengan
perkawinan tersebut si suami berhak untuk melepaskan kewarganegaraan
RI (apabila ketentuan dari negara isterinya membenarkan) untuk menjadi
warga negara asing mengikuti isteri.

Sedangkan mengenai cara memperoleh Sedangkan mengenai cara


memperoleh secara pasif dapat dilihat dalam ketentuan pasal 7 ayat (2) dan
pasal 9 ayat (1). Pasal 7 ayat (2) ditujukan kepada wanita asing yang kawin
dengan pria warga negara Indonesia, tetapi dalam 1 tahun sesudah
perkawinannya tidak aktif menyatakan keterangan memperoleh
kewarganegaraan RI kepada Pengadilan Negeri. Untuk itu diperlukan syarat -
syarat :

8
 Wanita tersebut adalah orang asing.
 Dalam 1 tahun sesudah kawin suaminya tidak menyatakan keterangan
 melepaskan kewarganegaraan RI.
 Wanita tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila
memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Sedangkan pasal 9 ayat (1) ditujukan kepada wanita asing yang turut
memperoleh kewarganegaraan RI karena suaminya memperoleh
kewarganegaraan RI. Dalam hal ini persyaratan yang harus dipenuhi adalah :
 Adanya perkawinan yang sah antara pria asing dan wanita asing,
sahnya perkawinan berdasarkan hukum negara asalnya atau dilakukan
dengan peraturan perundang - undangan Indonesia.
 Wanita bersangkutan tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila
memperoleh kewarganegaraan RI dibuktikan dengan surat keterangan
dari negara asalnya.

f. Karena kedudukan anak dalam hal kewarganegaraan.


Dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) diatur bahwa kewarganegaraan RI yang
diperoleh oleh sang ayah (bagi anak yang sah) dan yang diperoleh dari seorang
itu (bagi anak luar kawin atau anak sah yang ayahnya telah meninggal dunia
sebelum ibunya memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan naturalisasi)
berlaku juga pada anak - anak yang pada saat kewarganegaraan itu diperoleh
belum berumur 18 tahun.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hal ini adalah :
Anak tersebut belum berumur 18 tahun bertempat tinggal dan berada di
Indonesia hingga berumur 18 tahun, hal ini hendaknya dibuktikan dengan
dokumen yang sah yang ia miliki.

9
Atau boleh saja bertempat tinggal dan berada di luar Indonesia dengan
ketentuan anak tersebut akan menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) jika
tidak memperoleh kewarganegaraan RI mengikuti orang tuanya.

g. Karena pernyataan
Mengenai hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 7 ayat (1) yang
mengatur tentang wanita asing yang menikah dengan pria yang berstatus warga
negara Indonesia dapat menjadi warga negara apabila dalam satu tahun
menyatakan keterangan untuk itu.

Masalah Kewarganegaraan Beserta Contohnya ada 3 yaitu :


1. Apatride ( tidak berkewarganegaraan )
Contohnya : Anak keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir dinegara B (Ius
Sanguinis) Maka anak tersebut bukan warga negara A maupun warga negara
B.
2. Bipatride ( berkewarganegaraan ganda )
Contohnya : Anak keturunan bangsa C (Ius Sanguinis) lahir dinegara D (Ius
Soli), Sehingga karena ia keturunan negara C, maka dianggap warga negara
C, tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga negara karena ia lahir
di negara D.
3. Multipatride ( memiliki dua atau lebih kewarganegaraan )
Contohnya : Anak yang bipatride juga menerima pemberian status
kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima
kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status bipatride - nya

Cara memperoleh kewarganegaraan ada 6 yaitu :


1. Kelahiran

10
Contohnya : Seorang anak yang lahir di Indonesia berdasarkan perkawinan
yang sah menurut hukum di Indonesia walaupun ayah atau ibunya bukan
WNI.
2. Pengangkatan
Contohnya : anak dari suatu Negara yang belum berusia 5 tahun yang
diangkat secara sah oleh WNI.
3. Pewarganegaraan
Contohnya : disetujuinya Seseorang yang megajukan permohonan untuk
menjadi WNI secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan bermaterai cukup
kepada Presiden melalui Menteri.
4. Perkawinan
Contohnya : warga Negara asing yang melakukan perkawinan secara sah
dengan warga Negara Indonesia.
5. Pemberi kewarganegaraan
Contohnya : orang asing yang diberikan hak kewarganegaraan secara cuma
- cuma karena telah berjasa besar terhadap Negara tersebut.
6. Ikut ayah/ibu
Contohnya : anak yang belum berusia 18 tahun yangbertempat tinggal di
Indonesia dan memperoleh kewarganegaraan RI karena ayah dan ibunya
WNI.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Warga negara sebagai salah satu pendukung adanya suatu negara menempati
posisi yang sangat penting, maka perlu diatur dalam UUD. Kewarganegaraan yang
dapat disebut suatu status hukum kenegaraan, yaitu suatu kompleks hak dan
kewajiban di lapangan hukum khususnya hukum publik (hukum negara) yang
dimiliki oleh orang yang memiliki keanggotaan suatu negara tertentu dan tidak
dimiliki oleh orang asing menempatkan sebagai hal yang masuk dalam jangkuan
hukum tata negera. Dan ketentuan pasal 26 UUD NRI 1945 tetap menetapkan
adanya istilah ‘orang-orang bangsa Indonesia asli ‘ dan orang-orang bangsa lain’
yang dalam pelaksanaan RI didalamnya banyak sekali mengandung permasalahan.

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini mungkin terdapat beberapa kesalahan baik dari
isi dan penulisan. untuk itu saya sebagai penulis mohon maaf apabila pembaca tidak
merasa puas dengan hasil yang saya sajikan, dan kritik beserta saran juga kami
harapkan agar dapat menambah wawasan untuk memperbaiki penulisan makalah
saya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanti Sri Harini ddk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Pustaka Pelajar.


Yogyakarta.
Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraa., Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zubaidi, Achmad, dalam Kaelan. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma.
Yogyakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai