Anda di halaman 1dari 5

PENGATURAN KEWARGANEGARAAN

1. Pendahuluan
Materi perkuliahan pengaturan kewarganegaraan terdiri dari prinsi-prinsip umum kewarganegaraan,
siapa warga Negara Indonesia, cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Prinsip-
prinsip umum kewarganegaran termasuk di dalamnya mengenai siapa WNI dideskripsikan
berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006. Cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan ditelusuri
berdasarkan pada pendapat yang sudah diterima secara umum, pendapat para ahli, dan berdasarkan
ketentuan UU No. 12 Tahun 2006. Capaian pembelajaran yang ingin diwujudkan dengan perkuliahan
pengaturan kewarganegaraan adalah mahasiswa mampu mengidentifikasi prinsi-prinsip umum
kewarganegaraan, siapa WNI, cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia di dalam
UU No. 12 Tahun 2006; dan mahasiswa dengan rasa tanggung jawab, jujur dan demokratis mampu
mensimulasikan dan menyelesaikan persoalan cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan
Indonesia. Materi perkuliahan pengaturan kewarganegaraan ini sangat penting dipahami untuk
memudahkan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tutorial dalam pertemuan ketiga dan
keempat. Selain itu, materi ini memberikan dasar-dasar bagi bahan kajian diaspora dan perkawinan
campuran dalam kaitannya dengan kewarganegaraan yang akan diberikan dalam perkuliahan ketiga
dan keempat.

2. Prinsip-prinsip umum kewarganegaraan


Prinsip-prinsip umum pengaturan kewarganegaraan yang terdapat dalam UU N0.62 Tahun 1958
telah berubah dengan berlakunya UU No.12 Tahun 2006. Secara garis besar dari segi kelahiran UU
No.62 tahun 1958 menitik beratkan penggunaan asas ius sanguinis. Hal ini tampak jelas dalam Pasal 1
yang mengatur tentang siapakah warga negara Indonesia itu. Namun demikian, dalam pasal tersebut
tampak pula digunakan asas ius soli sebagai perkecualian, hal ini untuk mencegah timbulnya status
apatride. Penggunaan asas ius sanguinis ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selalu ada
hubungan hukum antara anak dan orang tuanya dimanapun dia berada. Dalam hal perkawinan UU
No.62 tahun 1958 pada prinsipnya menganut Asas Kesatuan Hukum. Hal tersebut tampak dari
ketentuan Pasal 5, 9 dan 10 tentang

pewarganegaraan dan cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia akibat perkawinan. Namun


demikian Asas Persamaan Derajat dipergunakan pula untuk menghindari status bipatride maupun
aptride. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 7 dan 8 UU No.62 tahun 1958. Dilihat dari segi
materi yang diatur dalam UU No. 62 tahun 1958, secara sistimatis dapat dikelompokkan menjadi 4
yaitu:15

A. Siapa warga negara Indonesia itu (Pasal 1);


B. Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia. (Pasal 1-16);
C. Cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia. (Pasal 17-18);
D. Ketentuan Penutup, yang terdiri atas ;
a. Pasal 19 dan 20,
b. Peraturan Peralihan,
c. Peraturan Penutup. Tetapi, UU No. 62 Tahun 1958 pada pokoknya mengatur tiga
hal, yaitu siapa WNI, cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, dan cara kehilangan
kewarganegaraan Indonesia.

Sementara itu dalam UU No.12 Tahun 2006 pada prinsipnya mengatur masalah tentang siapa yang
menjadi warga negara Republik Indonesia, penegasan hak dan kewajiban warga negara sekaligus
kewajiban negara terhadap warga negara, persyaratan dan tata cara memperoleh kewarganegaraan RI,
kondisi dan tata cara kehilangan kewarganegaraan RI, serta kondisi dan tata cara memperoleh kembali
kewarganegaraan RI. Asas yang dianut dalam UU N0.12 Tahun 2006 dari segi kelahiran adalah asas
ius sanguinis dan juga asas ius soli sebagai perkecualian. Sedangkan dari segi perkawinan maka asas
yang dianut adalah asas persamaan derajat (Pasal 19) dan asas kesatuan hukum (pasal 26).

Persamaan yang terdapat antara UU No.62 Tahun 1958 dan UU No.12 Tahun 2006 adalah bahwa
keduanya sama-sama berupaya untuk mencegah terjadinya apatride dan bipatride. Namun demikian
ada beberapa perubahan mendasar yang juga terdapat dalam UU no.12 Tahun 2006 yakni diakuinya
status kewarganegaraan ganda terbatas (pasal 6), dianutnya prinsip parental dalam menentukan status
kewarganegaraan anak bukan lagi patriarchal, dan juga kemungkinan hilangnya status
kewarganegaraan Indonesia akibat perkawinan campuran (Pasal 26).

3. Siapakah warga negara Indonesia Dalam Pasal 2 UU No.12 Tahun 2006 disebutkan bahwa “Yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”.16 Selanjutnya Pasal 4 UU No.12
Tahun 2006 menyebutkan bahwa Warga Negara Indonesia adalah :

a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian


Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah
menjadi Warga Negara Indonesia; b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia; c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga
Negara Indonesia dan ibu warga negara asing; d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia; e. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut; f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia; g. anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia; h. anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
atau belum kawin; i. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya; j. anak yang baru lahir yang ditemukan di
wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui; k. anak yang lahir di
wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau
tidak diketahui keberadaannya;

16. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwaYang dimaksud dengan "orang-orang
hangsa Indonesia asli" adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pemah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. l. anak yang
dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; m. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah
dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Dari rumusan tersebut maka tampak bahwa yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah mereka berdasarkan citizen by operation of law, mereka
yang lahir dari orang tua atau salah satu orang tua adalah WNI sebagai konsekwensi penerapan asas
ius sanguinis dan juga mereka yang lahir di Indonesia sebagai konsekwensi penerapan asas ius soli
dengan persyaratan tertentu. Selain itu yang menjadi WNI adalah mereka berdasarkan citizen by
registration.
3. Cara-cara memperoleh kewarganegaraan

Dalam literature, secara umum terdapat 5 (lima) cara untuk memperoleh kewarganegaraan yaitu:17 1.
pewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’ ; 2. pewarganegaraan berdasarkan
keturunan atau ‘citizenship by descent’; 3. pewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau
‘citizenship by naturalization’; 4. pewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by
registration’; dan 5. proses pewarganegaraan karena terjadimya perluasan wilayah Negara ‘citizenship
by incorporation territory’ . Sedangkan dalam UU No.12 Tahun 2006 secara terperinci disebutkan
ada beberapa cara untuk memperoleh kewarganegaraan RI yaitu :
1. karena kelahiran,
2. karena Pengakuan dan pengangkatan,
3. karena dikabulkannya permohonan,
4. karena pewarganegaraan,
5. karena perkawinan,
6. karena turut ayah/ibunya,
7. karena pernyataan.
8. Kembali asal, dan
9. Pendaftaran Memperoleh kewarganegaraan berdasarkan Kelahiran Cara memperoleh
kewarganegaraan melalui kelahiran adalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas tertuang di
dalam Pasal 4 UU No.12 Tahun 2006, dimana seseorang dapat menjadi WNI jika salah satu orang
tuanya adalah WNI, hal ini merupakan penerapan dari asas ius sanguinis. Selain itu anak juga dapat
memperoleh WNI jika lahir di Indonesia (Lihat ketentuan Pasal 4 huruf I, k dan k). Hal ini merupakan
penerapan asas ius soli. Akibat kelahiran seorang anak juga dapat memiliki kewarganegaraan ganda
(bipatride) jika hukum dari salah satu Negara orang tuanya atau dari tempat anak dilahirkan
memberikan kewarganegaraan pada anak tersebut. Hal ini ditentukan dalam dalam Pasal 6 ayat (1)
UU No.12 Tahun 2006, sebagai berikut:

(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan
ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan
memilih salah satu kewarganegaraannya. (2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan
melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. (3)
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

Rumusan pasal tersebut jelas memberikan peluang bagi seorang anak untuk memiliki
kewarganegaraan ganda (bipatride). Kewarganegaraan ganda tersebut dapat dimiliki sampai si anak
berumur 18 tahun atau sudah kawin sebelum umur 18 (delapan belas) tahun. Setelah itu si anak wajib
melakukan pilihan hukum untuk memilih salah satu kewarganegaraan yang diinginkannya. Namun
demikian pada dasarnya UU No.12 Tahun 2006 tidak mengakui adanya kewarganegaraan ganda. Hal
ini dapat dilihat dalam Penjelasan Umum UU Kewarganegaraan yang menyatakan bahwa: “pada
dasarnya UU Kewarganegaraan tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) atau pun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak merupakan suatu
pengecualian. Apabila seorang WNI kemudian diketahui mempunyai kewarganegaraan ganda, maka
ia harus melepaskan salah satu kewarganegaraan yang ia miliki atau harus memlih salah satu
kewarganegaraan setelah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin walaupun belum
berumur 18 (delapan belas). Apabila dia tidak mau melepaskan salah satu kewarganegaraan yang
dimiliki, maka konsekwensi hukumnya telah ditentukan dalam Pasal 23 UU No.12 Tahun 2006 yang
menyebutkan bahwa: “Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang
bersangkutan”: a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; dan b. tidak menolak
atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu; c. ....................dst. Bagir Manan18 menyatakan terdapat permasalahan pada Pasal 6 ini.
Bagaimana apabila anak (orang) tersebut tidak melaksanakan kewajiban tersebut? Undang-undang ini
sama sekali tidak mengatur akibat tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan Pasal 6. Hal ini
semestinya ditentukan. Menurut beliau, ada dua pilihan yang dapat dilakukan yakni: 1. dianggap
memilih kewarganegaraan Indonesia; atau 2. dianggap memilih kewarganegaraan asing. Dua pilihan
tersebut sama-sama mengandung persoalan hukum. Terhadap pilihan pertama, apakah anggapan
secara hukum, anak (orang) tersebut memilih kewarganegaraan Indonesia, mengikat Negara
kewarganegaraan rangkap anak (orang) tersebut? Hal ini akan tergantung kepada hukum
kewarganegraan Negara yang bersangkutan, atau atas dasar perjanjian bilateral antara Indonesia dan
Negara yang bersangkutan. Salah satu resiko yaitu menyangkut hak dan kewajiban terhadap Negara
yang tidak “mengakui” pelepasan secara sepihak tersebut. Pilihan kedua juga mengandung persoalan
hukum yaitu : 1. hal tersebut bertentangan dengan kewajiban melindungi warga Negara dan prinsip
tidak memberi kemudahan melepaskan kewarganegaraan Indonesia.

2. hukum dan sikap Negara terhadap kewarganegaraan ganda anak(orang) tersebut. Karena itu perlu
adanya pengaturan lebih lanjut mengenai batasan penggunaan kewarganegaraan ganda terbatas ini,
karena di dalam Undang-Undang tidak mengatur akibat dari keadaan yang memungkinkan seseorang
tidak memilih salah satu kewarganegaraannya dalam hal orang tersebut memiliki status
kewarganegaraan ganda terbatas. Dengan status kewarganegaraan ganda, dan berdasarkan prinsip
personalitas, maka tidak menutup kemungkinan timbulnya masalah hukum bagi mereka yang
berkewarganegaraan ganda tersebut, karena mereka akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum. Jika
hukum antara Negara yang satu dengan yang lainnya tidak berbeda maka hal ini mungkin tidak
menimbulkan maslah, tetapi jika berbeda maka ini dapat menimbulkan persoalan bagi anak tersebut,
hukum Negara mana yang akan diterapkan pada anak tersebut ?. Sisi positif dari kewarganegaraan
ganda, jelas bahwa anak tersebut mendapatkan hak-hak hukum dari kedua Negara tersebut dan
menutup kemungkinan terjadinya stateless (tanpa kewarganegaraan) bagi anak tersebut.

Kewarganegaraan Pengakuan dan Pengangkatan Seseorang juga dapat menjadi WNI melalui
pengakuan dan pengangkatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 UU No.12 Tahun 2006, yang
menyebutkan:

(1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di Iuar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia. (2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5
(lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Selain itu dalam Pasal 21 ayat (1) juga ditentukan bahwa “Anak warga negara asing yang belum
berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh
Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan demikian
pengakuan dan pengangkatan anak WNI oleh WNA tidak merubah status kewarganegaraan dari anak
yang berangkutan. Namun bagi anak WNA yang diangkat oleh WNI maka si anak akan menjadi WNI.
Dasar hukum pengangkatan anak di Indonesia, antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dimana dalam Pasal 7 PP ini ditentukan bahwa
pengangkatan anak terdiri atas: a. pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan b.
pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Di Indonesia
pengaturan mengenai pengangkatan anak sampai saat ini belum diatur secara khusus dalam undang-
undang, melainkan masih diatur dalam beberapa peraturan yang masih tersebar, antara lain: 1.
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 3. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. 4. Surat Edaran Mahkamah Agung No.
6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979. 5. Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 4 Tahun 1989 tentang Pengangkatan Anak. 6. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3
Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak.

Anda mungkin juga menyukai