B. Asas-asas Kewarganegaraan
Asas-asas kewarganegaraan merupakan prinsip-prinsip umum dalam penentuan suatu
kewarganegaraan. Sebagai prinsip/landasan dalam penentuan kewarganegaraan di
tingkat global saat ini pada dasarnya dapat ditentukan melalui tiga asas, yakni:
1. Asas keturunan atau ius sanguinis;
2. Asas tempat kelahiran atau asas ius soli;
3. Asas campuran.
Penentuan kewarganegaraan dengan menggunakan asas ius sanguinis, pada
prinsipnya merupakan cara penentuan kewarganegaraan berdasarkan pertalian
darah atau keturunan. Dengan penentuan seperti ini yang menjadi pokok sorotannya
adalah kewarganegaraan orangtuanya, tanpa mengindahkan di mana ia sendiri dan
orangtuanya berada. Sementara untuk penggunaan asas ius soli tolok ukurnya terletak
pada daerah atau negara tempat seseorang dilahirkan. Asas ius soli ini biasanya
digunakan oleh negara-negara yang sebagian besar penduduknya berasal dari kaum
imigran, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia. Sedangkan untuk asas campuran
merupakan penganutan terhadap penggunaan asas ius sanguinis dan asas ius soli secara
bersamaan. Penggunaan kedua asas tersebut secara bersamaan biasanya dilandasi atas
dasar pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan,
seperti yang dianuti oleh India dan Pakistan.
Sehubungan dengan ketiga asas itu tadi, setiap negara bebas hendak memilih asas
kewarganegaraan mana yang hendak dipakai, tergantung kepada kepentingannya
masing-masing, oleh karena itu tidak ada kasimpulan yang menyatakan satu asas lebih
baik dari asas lainnya.
Melalui penerapan ketiga asas dalam penentuan kewarganegaraan itu telah pula
memunculkan stelsel sebagai instrumennya. Adapun stelsel itu terdiri atas stelsel
aktif dan stelsel pasif. Stelsel aktif menuntut seseorang yang hendak mendapatkan
suatu kewarganegaraan untuk melakukan tindakan aktif dalam bentuk tindakan hukum
tertentu, misalnya kalau di Indonesia apabila ada orang asing yang hendak memperoleh
status WNI haruslah mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Menteri Hukum
dan HAM dan tindakan-tindakan hukum lainnya. Sementara stelsel pasif untuk menunjuk
kepada orang yang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan
suatu tindakan hukum tertentu, misalnya seperti kita, yang oleh karena kedua orangtua
kita berkewarganegaraan Indonesia, maka
dengan sendirinya pada waktu kita lahir dengan sendirinya langsung memperoleh
kewarganegaraan Indonesia.
Sehubungan dengan kedua stelsel tersebut, telah pula menimbulkan instrumen hukum
yang berupa hak opsi dan hak refudiasi. Hak opsi yang biasanya muncul dari stelsel aktif
adalah hak untuk memilih suatu kewarganegaraan, sedangkan hak refudiasi yang
biasanya muncul dalam lapangan stelsel pasif adalah hak untuk
menolak suatu kewarganegaraan.
Dari penggunaan asas ius sanguinis, asas ius soli, dan asas campuran oleh negara-
negara di belahan dunia telah pula memunculkan beberapa problem hukum yang
berupa apatride, bipatride, dan multipatride. Apatride adalah suatu keadaan status
bagi seseorang yang yang tanpa kewarganegaraan. Misalnya ada suami isteri yang
bertempat di luar negeri, kemudian si isteri melahirkan seorang bayi di negara tersebut,
sementara negara tersebut menganut asas ius sanguinis, sedangkan negara asal mereka
menganut asas ius soli, maka si bayi dapat berstatus sebagai apatride. Adapun bipatride
merupakan suatu keadan status bagi seseorang yang memiliki kewarganegaraan
rangkap atau dua kewarganegaraan. Misalnya ada suami isteri yang bertempat di
luar negeri, kemudian si isteri melahirkan seorang bayi di negara tersebut, sementara
negara tersebut menganut asas ius soli, sedangkan negara asal mereka menganut asas
ius sanguinis, maka si bayi dapat berstatus sebagai bipatride. Sementara multipatride
merupakan penyebutan untuk seseorang yang memiliki status kewarganegaraan yang
banyak. Misalnya seperti Guus Hiddink, pelatih sepakbola yang berkewarganegaraan
Belanda, pada tahun 2002 berhasil membawa tim nasional sepakbola Korea Selatan ke
semifinal Piala Dunia, sehingga atas prestasinya itu ia dianugerahi kewarganegaraan
Korea Selatan, lalu pada tahun 2006, ia berhasil membawa tim nasional sepakbola
Australia ke perempat final Piala Dunia, sehingga atas prestasinya itu iapun dianugerahi
kewarganegaraan Australia.