Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Warga Negara


Masyarakat suatu negara merupakan masyarakat hukum suatu negara, yang artinya ialah
suatu sistem hubungan yang teratur antara masyarakat dengan hukum suatu negara.
Masyarakat suatu negara dapat dibedakan atas penduduk dan bukan penduduk. Yang
dikatakan sebagai penduduk adalah warga negara dan orang asing yang berada dalam
wilayah suatu negara. Sementara bukan penduduk untuk menunjuk kepada warga
negara suatu negara yang berada di luar wilayah negara.
Perlunya pembedaan status antara warga negara dan orang asing terletak pada
bagaimana hubungan hukum antara individu (warga negara/orang asing) dengan
negara yang bersangkutan. Warga negara suatu negara maupun orang asing yang
sedang berada di wilayah negara lain mempunyai kedudukan dan peranan tertentu
terhadap negara tersebut dan jelas akan menimbulkan penggolongan hukum. Orang
yang berstatus sebagai warga negara jelas akan memiliki hubungan hukum yang lebih
berakses dengan negaranya sendiri ketimbang orang asing. Sebagai contoh, pada bidang
agraria Indonesia, Warga Negara Indonesia dapat memiliki hak milik, hak guna usaha
ataupun hak guna bangunan di Indonesia, sedangkan orang asing tidak dapat memiliki
ketiga hak tersebut. Dari gambaran tersebut dapat dirumuskan bahwa warga negara
adalah warga atau anggota dari suatu negara.
Warga negara adalah anggota dari suatu persekutuan yang didirikan atas kekuatan
bersama, dilaksanakan atas tanggung jawab bersama dan ditujukan
untuk kepentingan bersama.

B. Asas-asas Kewarganegaraan
Asas-asas kewarganegaraan merupakan prinsip-prinsip umum dalam penentuan suatu
kewarganegaraan. Sebagai prinsip/landasan dalam penentuan kewarganegaraan di
tingkat global saat ini pada dasarnya dapat ditentukan melalui tiga asas, yakni:
1. Asas keturunan atau ius sanguinis;
2. Asas tempat kelahiran atau asas ius soli;
3. Asas campuran.
Penentuan kewarganegaraan dengan menggunakan asas ius sanguinis, pada
prinsipnya merupakan cara penentuan kewarganegaraan berdasarkan pertalian
darah atau keturunan. Dengan penentuan seperti ini yang menjadi pokok sorotannya
adalah kewarganegaraan orangtuanya, tanpa mengindahkan di mana ia sendiri dan
orangtuanya berada. Sementara untuk penggunaan asas ius soli tolok ukurnya terletak
pada daerah atau negara tempat seseorang dilahirkan. Asas ius soli ini biasanya
digunakan oleh negara-negara yang sebagian besar penduduknya berasal dari kaum
imigran, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia. Sedangkan untuk asas campuran
merupakan penganutan terhadap penggunaan asas ius sanguinis dan asas ius soli secara
bersamaan. Penggunaan kedua asas tersebut secara bersamaan biasanya dilandasi atas
dasar pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan,
seperti yang dianuti oleh India dan Pakistan.
Sehubungan dengan ketiga asas itu tadi, setiap negara bebas hendak memilih asas
kewarganegaraan mana yang hendak dipakai, tergantung kepada kepentingannya
masing-masing, oleh karena itu tidak ada kasimpulan yang menyatakan satu asas lebih
baik dari asas lainnya.
Melalui penerapan ketiga asas dalam penentuan kewarganegaraan itu telah pula
memunculkan stelsel sebagai instrumennya. Adapun stelsel itu terdiri atas stelsel
aktif dan stelsel pasif. Stelsel aktif menuntut seseorang yang hendak mendapatkan
suatu kewarganegaraan untuk melakukan tindakan aktif dalam bentuk tindakan hukum
tertentu, misalnya kalau di Indonesia apabila ada orang asing yang hendak memperoleh
status WNI haruslah mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Menteri Hukum
dan HAM dan tindakan-tindakan hukum lainnya. Sementara stelsel pasif untuk menunjuk
kepada orang yang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan
suatu tindakan hukum tertentu, misalnya seperti kita, yang oleh karena kedua orangtua
kita berkewarganegaraan Indonesia, maka
dengan sendirinya pada waktu kita lahir dengan sendirinya langsung memperoleh
kewarganegaraan Indonesia.
Sehubungan dengan kedua stelsel tersebut, telah pula menimbulkan instrumen hukum
yang berupa hak opsi dan hak refudiasi. Hak opsi yang biasanya muncul dari stelsel aktif
adalah hak untuk memilih suatu kewarganegaraan, sedangkan hak refudiasi yang
biasanya muncul dalam lapangan stelsel pasif adalah hak untuk
menolak suatu kewarganegaraan.
Dari penggunaan asas ius sanguinis, asas ius soli, dan asas campuran oleh negara-
negara di belahan dunia telah pula memunculkan beberapa problem hukum yang
berupa apatride, bipatride, dan multipatride. Apatride adalah suatu keadaan status
bagi seseorang yang yang tanpa kewarganegaraan. Misalnya ada suami isteri yang
bertempat di luar negeri, kemudian si isteri melahirkan seorang bayi di negara tersebut,
sementara negara tersebut menganut asas ius sanguinis, sedangkan negara asal mereka
menganut asas ius soli, maka si bayi dapat berstatus sebagai apatride. Adapun bipatride
merupakan suatu keadan status bagi seseorang yang memiliki kewarganegaraan
rangkap atau dua kewarganegaraan. Misalnya ada suami isteri yang bertempat di
luar negeri, kemudian si isteri melahirkan seorang bayi di negara tersebut, sementara
negara tersebut menganut asas ius soli, sedangkan negara asal mereka menganut asas
ius sanguinis, maka si bayi dapat berstatus sebagai bipatride. Sementara multipatride
merupakan penyebutan untuk seseorang yang memiliki status kewarganegaraan yang
banyak. Misalnya seperti Guus Hiddink, pelatih sepakbola yang berkewarganegaraan
Belanda, pada tahun 2002 berhasil membawa tim nasional sepakbola Korea Selatan ke
semifinal Piala Dunia, sehingga atas prestasinya itu ia dianugerahi kewarganegaraan
Korea Selatan, lalu pada tahun 2006, ia berhasil membawa tim nasional sepakbola
Australia ke perempat final Piala Dunia, sehingga atas prestasinya itu iapun dianugerahi
kewarganegaraan Australia.

C. Warga Negara Indonesia


Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara (Pasal 2 UU
NO. 12 Tahun 2006). Selain itu, yang dikatakan pula sebagai Warga Negara Indonesia
menurut Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sudah menjadi Warga
Negara Indonesia;
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah yang Warga Negara
Indonesia dengan ibu berkewarganegaraan asing;
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah yang berkewarganegaraan
asing dan ibu yang Warga Negara Indonesia;
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu yang Warga Negara
Indonesia dan ayah yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara
Indonesia;
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing
yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
atau belum kawin;
9. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat
anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan;
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Sementara untuk anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan
yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, diakui secara sah
oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara
Indonesia (Pasal 5 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2006). Selain itu terhadap anak Warga
Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak
oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga
Negara Indonesia (Pasal 5 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2006).
Dan bagi anak yang diangkat secara sah oleh orang asing itu sehingga mengakibatkan ia
berkewarganegaraan rangkap/ganda, setelah berusia delapan belas tahun juga harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya (Pasal 6 ayat (1). Untuk pernyataan
memilih kewarganegaraan haruslah disampaikan paling lambat tiga tahun setelah anak itu
berusia delapan belas tahun atau sudah kawin.
Warga Negara Indonesia:
Orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa asing yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara

D. Cara untuk Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Kewarganegaraan Republik


Indonesia dapat diperoleh melalui beberapa cara, yakni:
1. Karena kelahiran berdasarkan keturunan (asas ius sanginis: Pasal 2, Pasal 4 huruf
b, c, d, e, f, g, h, I, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia) dan karena kelahiran di wilayah Republik Indonesia (asas ius soli: Pasal
4 huruf i, j, k, UU No. 12 Tahun 2006);
2. Karena dikabulkan permohonannya (Pasal 4 huruf m UU No. 12 Tahun 2006);
3. Karena pewarganegaraan/naturalisasi (Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2006);
4. Karena perkawinan (Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2006);
5. Karena telah berjasa kepada negara Republik Indonesia (Pasal 20 UU No. 12
Tahun 2006);
6. Karena pengangkatan (Pasal 21 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2006).
Khusus terhadap mekanisme untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui pewarganegaraan/naturalisasi haruslah memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
C. Sehat jasmani dan rohani;
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945;
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
g. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara (Pasal 9 UU No.12 Tahun 2006).

E. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Warga Negara Indonesia dapat


kehilangan kewarganegaraannya jika yang
bersangkutan:
a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri,
yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik
Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing yang jabatan dalam dinas semacam
itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat
dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara
asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya; atau
i. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selama 5 (lima)
tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah
dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga
Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5
(lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik
Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan,
sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan (Pasal 23 UU No. 12
Tahun 2006).
Adapun bagi seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat
memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan, yakni
dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM
yang disampaikan melalui perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal pemohon (Pasal 32 UU No. 12 Tahun 2006).

Anda mungkin juga menyukai