Anda di halaman 1dari 14

ILMU KEWARGANEGARAAN

Analisis kasus masalah kewarganegaraan di indonesia


Dosen pembimbing: Sudirman Alim

Oleh : Alfonsus Michel Pakpahan 20100077210


Nurul Fadila 2010007721009

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


STKIP YAYASAN ABDI PENDIDIKAN PAYAKUMBUH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT karena telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan hidayah –nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul (Analisis kasus masalah kewarganegaraan di indonesia)
tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ilmu Kewarganegaraan pada program studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraanpada kampus STKIP Abdi Pendidikan
Payakumbuh.Selain itu,penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang topic tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada Bapak Sudirman selaku
dosen dari mata kuliah ini.Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.Penulis juga mengucapkan terimah kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,kritik dan saran
yang disampaikan akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Payakumbuh,13 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA
PENGATAR………………………………………………………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………….

A. Latar belakang ……………………………………………………………………………


B. Rumusan masalah ………………………………………………………………………
C. Tujuan penulisan ………………………………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………..

A.
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………………………

A. Kesimpulan …………………………………………………………………….
B. Saran ………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

Analisis kasus masalah kewarganegaraan di Indonesia

A. Kasus kewarganegaraan diindoseia


Kasus Kewarganegaraan Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal,
dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62
Tahun 1958 :

“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai
hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh
kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan
Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan
tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-
anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia
menjadi tanpa kewarganegaraan.”

Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan


campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :
1. Menjadi warganegara Indonesia Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan
antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia
(pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti
ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa
harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia
dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali
bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia . Bila suami (yang berstatus
pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh
pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara
seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut
sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan
Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara
(KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah.
Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya,
walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu
WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya
yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam
praktek hal ini sulit dilakukan. Masih terkait dengan kewarganegaraan anak,
dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga
mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki
hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau
belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan
kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun/ belum
menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum
dengan ayahnya). Menurut UU Kewarganegaraan Baru :

a. Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran


Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas
kewarganegaraan umum atau un iversal. Adapun asas-asas yang dianut dalam
Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara
tempat kelahiran.seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Ius berarti hukum atau pedoman, sedangkan Soli dari kata Solum yang
berarti negeri. Jadi Ius Soli adalah penentuan status kewarganegaraan
berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini. Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang
ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan anak,
maka hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak
punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan
kewarganegaraan anak menjadi hilang.

b. Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran


Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI
dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita
WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18
tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan
untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah
anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif
bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran. Namun perlu ditelaah, apakah
pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru di
kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada
dua yurisdiksi.Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional
peninggalan Hidia Belanda. Dalam hal status personal indonesia menganut asas
konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6
AB Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan
pasal 16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini
berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai
hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah
lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut
jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik
indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut
masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi
indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan
perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan
melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah
umur.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan
ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status
personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti
akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum
negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah,
namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan
yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah
negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas
ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia,
terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak
yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat
tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat
formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak
tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke
atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8
UU No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi
kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu itu semua tergatung dari
ketentuan mana yang harus diikutinya.
Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh para ahli
hukum perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan ganda
ini.Negara-Negara Yang Menganut Ius Sangianus dan Ius Soli

1. Ius Sangianus
Ius berarti hukum atau pedoman, sedangkan Sanguinis dari kataSanguis
yang berarti darah atau keturunan. Jadi,Ius Sanguinis adalah asas
kewarganegaraan yang berdasarkan kewarganegaraan suatu negara.Beberapa
negara yang menerapkan ius sangius adalah :
a. Bulgaria
b. Kroasia
c. Estonia
d. Finlandia
e. Jerman
f. Yunani
g. Hongaria
h. India
i. Irlandia
j. Israel
k. Italia
l. Kiribati
m. Liberia
n. Polandia
o. Rwanda
p. Serbia
q. Korea Selatan

2. Ius soli
berarti hukum atau pedoman, sedangkan Soli dari kata Solum yang berarti negeri.
Jadi Ius Soli adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau
daerah kelahiran seseorang. Beberapa negara yang menerapkan ius soli adalah
Beberapa negara yang menerapkan ius soli adalah :
a. Kanada
b. Meksiko
c. Argentina
d. Brasil
e. Jamaika
f. Amerika Serikat
Begitu banyaknya masalah yang ada di negara kita maka dari itu di sini akan
mengangkat sebuah topik permasalahan Kewarganegaraan Indonesia,di mana anak
yang orangtua beda negara harus memilih negara yang di kehendaki yang sesuai
dengan UU yang berlaku. Lebih jelasnya, penduduk Indonesia atau seorang Warga
Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara
Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk,
berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar
sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang
unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan
mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional. (oleh wikipedia Indonesia).
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga
Negara Indonesia (WNI) adalah ( dari uu kewarganegaraan 2006.html)
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang
tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh
seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu
WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:


1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.

Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam


situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda. Berbeda dari UU Kewarganegaraan
terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan
dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun
dan belum kawin sampai usia tersebut.
Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah
no. 2 tahun 2007. Hak dan kewajiban dalam UUD 1945 Hak dan kewajiban
warganegara dalam Bab X psl 26, 27, 28, & 30 tentang warga Negara :
Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai
warga Negara pada ayat 2, syarat ±syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan
dgn undang-undang. Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan
kedudukan nya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-
tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undangundang. Pasal
30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan UU.
Asas Ius Soli dan Ius Sangunis Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah
negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum
tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari
negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan
berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip µius soli atau prinsip µius
sanguinis. (oleh Jimly Asshiddiqie)
a. Ius Soli (Menurut Tempat Kelahiran) yaitu; Penentuan status kewarganegaraan
seseorang berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Seseorang yang dilahirkan di
negara A maka ia menjadi warga negara A, walaupun orang tuanya adalah warga
negara B. asas ini dianut oleh negara Inggris, Mesir, Amerika dll
b. Ius Sanguinis (Menurut Keturunan/Pertalian Darah) yaitu; Penentuan status
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dari negara mana seseorang
berasal Seseorang yg dilahirkan di negara A, tetapi orang tuanya warga negara B,
maka orang tersebut menjadi warga negara B. asas ini dianut oleh negara RRC
Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropa termasuk menganut
prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang
dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara.
Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di
negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan
sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika
Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya
berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali
penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan
dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anakanak di luar negeri.
Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang
sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin
kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan
negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan
yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua
negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi
keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan
(double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama
sekali (stateless). 5 Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut
prinsip µius sanguinis yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang
dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya
berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya
dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu.
Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin
terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang
berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang
melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan
isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-
masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri
yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan
persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu
ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau
pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang
ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu
negara, terutama yang menganut prinsip µius soli sebagaimana dikemukakan di atas,
maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan,
kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan
sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan
melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu,
seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan
kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan
selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan,
juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi.Cara ketiga ini dapat
disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang
pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang
bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status
kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi
tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara
mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip µius
soli¶, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak
warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak
sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis.
Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses
naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima.
Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi
biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut
prinsi µius soli, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak
tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya
menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup
melalui registrasi saja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses
kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
 kewarganegaraan karena kelahiran atau µcitizenship by birth
 kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau µcitizenship by
naturalization
 kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau µcitizenship by
registration
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Demikian makalah yang telah diselesaikan oleh penulis.semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi semua kalangan khususnya para calon pendidik.Untuk memperbaikan kualitas ,maka
penulis mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

https://www. Kasus kewarganegaraan.{diakses 13 desember 2021}.com

Anda mungkin juga menyukai