Anda di halaman 1dari 13

“STATUS KEWARGANEGA KEWARGANEGARAAN

GANDA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA”

Disusun Oleh:
Mark Imanuel Alcy Adoe
D1A018310
Hukum Perdata Internasional (HPI) (B1)

Fakultas Hukum
Universitas Mataram
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hukum nasional masing-masing Negara telah ditentukan siapa yang merupakan

warganegara dari Negara tersebut dan siapa itu orang asing atau bukan warga Negara dari

Negara tersebut. Warga Negara adalah merupakan salah satu syarat untuk diakui sebagai sebuah

Negara, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Montevideo Tahun 1933. Dengan demikian

dalam setiap wilayah Negara akan senantiasa ada warga Negara dan ada yang bukan warga

Negara (orang asing). Semuanya disebut dengan Penduduk.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemudahan akses yang diperoleh telah

mendorong orang-orang untuk melakukan perpindahan dari satu Negara ke Negara lainnya

dengan berbagai macam tujuan, seperti harapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik,

melanjutkan study, tugas, kerja, mengembangkan karier serta berbagai alasan lainnya.

Perpindahan dari suatu Negara kenegara lainnya inilah yang dikenal dengan istilah “diaspora”.

Berdasarkan data Biro Sensus Penduduk Amerika Serikat saja didapati bahwa ada lebih

dari 32.000 jiwa orang Indonesia yang saat ini bermukim di Amerika Serikat. Seluruh diaspora

Indonesia ini setiap tahunnya mengirimkan uang ke Indonesia atau remitansi sebesar lebih dari

US$ 7 milyar atau setara dengan 63 triliun rupiah. Angka ini sangat besar, oleh karena itu peran

diaspora Indonesia dalam membangun perekonomian Indonesia tidak bisa dinafikan.

Berkaitan dengan status kewarganegaraan, sebagian besar dari mereka yang sudah cukup

lama tinggal di negeri asing akan mempunyai kesempatan untuk memiliki status

kewarganegaraan negara yang ditinggalinya. Berawal dari permanent residency atau hak untuk

menetap jangka panjang, yang kemudian bisa ditingkatkan menjadi hak untuk menjadi warga
negara. Tentu saja ini kemudian menjadi ‘godaan’ bagi mereka yang sudah lama tinggal di

luar negeri karena memiliki status warga negara negara maju akan membawa banyak kemudahan

bagi mereka.

Dengan memiliki paspor salah satu negara Eropa misalnya, seseorang bisa berpindah

tempat tinggal dan berpindah kerja dalam wilayah Uni Eropa tanpa perlu mendapat ijin kerja

yang diperlukan oleh warga asing. Status kewarganegaraan juga membuka akses pada welfare

system (seperti housing benefit , unemployment benefit , dll.) pada masing-masing negara.

Singkatnya, ada berbagai faktor yang menjadi ‘penarik’ bagi warga Indonesia yang tinggal di

luar negeri untuk mendapatkan status kewarganegaraan negara yang didiaminya.

Penerapan asas kewarganegaraan ganda terbatas berdasarkan UU No.12 Tahun 2006

adalah merupakan pengecualian, dimana pada prinsipnya UU No.12 Tahun 2006 tersebut

menerapkan asas kewarganegaraan tunggal, tidak mengenal kewargannegaraan ganda maupun

apatride (tanpa kewarganegaraan).

Meskipun UU No.12 Tahun 2006 telah berusaha meminimalisir kelemahan yang terdapat

dalam undag-undang sebelumnya yakni UU No.62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan namun

tutntutan dari diaspora Indonesia untuk memperjuangkan kewarganegaraan ganda tidak terbatas

bagi anak-anak mereka terus dilakukan.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah anak-anak dari diaspora Indonesia dapat memiliki status kewarganegaraan
gandatidak terbatas ?
2. Apakah konsekwensi kewarganegaraan ganda tidak terbatas bagi anak-anak diaspora
Indonesia ?.
3. Bagaimanakah status kewarganegaraaan ganda tidak terbatas bagi diaspora Indonesia
ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia?
BAB II
PEMBAHASAN

1.A. Diaspora Indonesia dan Kewarganegaraan

Perkembangan diaspora Indonesia dewasa ini menurut data tidak resmi di seluruh dunia
Diaspora Indonesia ternyata jumlahnya cukup banyak , berkisar antara 6- 10 juta orang.Yang
terbanyak berada di Malaysia dan di negara-negara Timur Tengah, kebanyakan mereka sebagai
TKW atau TKI. Jumlah tersebut ternyata tiga atau lima kali penduduk Singapura. Sebuah potensi
yang amat besar kalau digali dan pendapatan negara dari Diaspora Indonesia yang tersebar di
berbagai penjuru dunia hitungannya bukan lagi jutaan rupiah, bahkan jutaan dollar atau milyaran,
sebuah pendapatan yang tidak kecil.

Jadi Diaspora Indonesia merupakan sebuah potensi yang besar sekali kalau difungsikan
di bidang ekonomi, sosial budaya, moral, dan lain sebagainya. Potensi ini akan lebih besar lagi
kalau pemerintah Indonesia dapat memberikan pelayanan atau dukungan yang sebaik-sebaiknya
bagi para pahlawan-pahlawan devisa negara tersebut. Juga bisa digali dibidang teknologi, karena
Diaspora Indonesia yang berada di negara-negara maju yang sudah menjadi warga negara
setempat ternyata tetap Indonesianis dan teknologi mereka kuasai, tetapi cinta Indonesia.
Sehingga ada istilah jangan samakan Paspor dengan Nasionalis.

Maksudnya, walaupun paspornya bukan lagi Indonesia, tapi rasa kebangsaan Indonesia
tetap melekat sepanjang hayat mereka, sehingga rasa cinta Indonesia tak akan pernah hilang bagi
Diaspora Indonesia walaupun lebih dari separuh hidup mereka tinggal atau menjadi warga
negara setempat.

Semakin banyaknya diaspora Indonesia di berbagai belahan dunia, tentu akan


berpengaruh terhadap salah satu aspek yang penting dalam kehidupan mereka yakni menyangkut
masalah kewarganegaraan. Karena status kewarganegaraan yang jelas akan memberikan jaminan
bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak mereka maupun untuk mendapatkan perlindungan
hukum.

1.B. Kewarganegaraan Ganda Tidak Terbatas Bagi Anak-anak Diaspora Indonesia

Untuk menentukan status anak dan hubungan hukum antara anak dan orangtuanya, maka
menurut Hukum Perdata Internasional adalah dengan melihat status perkawinan dari orang
tuanya apakah perkawinan orang tuanya merupakan perkawinan yang sah atau tidak. Sah
tidaknya perkawinan di Indonesia telah diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan dapat terjadi antara mereka yang memiliki kewarganegaraan sama atau antara
mereka yang berbeda kewarganegaraan. Inilah yang disebut dengan Perkawinan campuran.

Dalam Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ditentukan bahwa: ”Yang
dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang -undang ini ialah perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.” Konsekwensi hukum bagi yang melakukan
perkawinan campuran sebagaimana diuraikan diatas, tidak hanya bagi para pihak yang
melakukan perkawinan tetapi juga bagi anak – a nak yang lahir dalam perkawinan.

Mengenai status anak dalam perkawinan campuran dapat kita lihat ketentuan dalam Pasal
62 UU No.1 tahun 1974 yang menentukan ; “Dalam perkawinan campuran kedudukan anak
diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) undang-undang ini”. Sedangkan Pasal 59 ayat (1)
menentukan: “kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya
perkawinan menentukan hukum yang berlaku baik mengenai hukum publik maupun hukum
perdata”.

Dari ketentuan pasal tersebut, maka jelas bahwa status kewarganegaraan seorang anak
ditentukan berdasarkan pada status kewarganegaraan dari orang tuanya, yang diperoleh sebagai
akibat perkawinan campuran. Status kewarganegaraan anak secara lebih jelas diatur dalam UU
Tentang Kewarganegaraan, dan yang disebut dengan anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :“ seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Sedangkan Dalam UU No.12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan.

Dari rumusan Pasal tersebut maka jelas bahwa status kewarganegaraan anak
ditentukan oleh status kewarganegaraan dari ayah atau ibunya, artinya jika salah satu adalah
WNI maka anak tersebut adalah WNI (Pasal 4 huruf b-g dan m), demikian juga bahwa anak
adalah WNI jika diakui oleh orangtuanya (salah satu) yang WNI (Pasal 4 huruf h dan Pasal 5
ayat (1), dan juga karena pengangkatan (Pasal 5 ayat 2).

Ketentuan pasal-pasal tersebut menunjukkan penerapan asas Ius Sanguinis ( Law of The
Blood ) dalam UU No.12 Tahun 2006. Namun demikian untuk mencegah terjadinya bipatride
bagi anak-anak, UU ini juga menerapkan Asas Ius Soli ( Law of The Soil) , hal ini Nampak dari
rumusan Pasal 4 huruf i-l.
Ketentuan yang tertuang didalam pasal-pasal tersebut hanya
memberikan pengakuan terhadap kelompok diaspora yang boleh memiliki kewarganegaraan
ganda adalah:
1.Anak-anak yang lahir dari orang tua WNI ditempat (negara) yang memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut;
2. Anak yang lahir dari perkawinan campuran (WNI dan WNA) dan negara salah satu
orang tuanya memberikan kewarganegaraan kepadanya.
3. Anak WNI yang diakui ataupun diangkat oleh WNA, dan anak mendapatkan
kewarganegaraan dari orang tua yang WNA.

C. Konsekwensi Kewarganegaraan Ganda Tidak Terbatas Bagi Anak-anak Diaspora


Indonesia

Memiliki status kewarganegaraan ganda (dual nationality) baik yang terbatas maupun
tidak terbatas bagai pedang bermata dua, dimana disatu sisi dapat membawa dampak positif bagi
mereka, namun disisi laindapat pula membawa dampak negatif.Sisi positif dari kewarganegaraan
ganda, adalah bahwa anak tersebut mendapatkan hak-hak hukum dari kedua Negara tersebut dan
menutup kemungkinan terjadinya stateless (tanpa kewarganegaraan) bagi anak tersebut.

Keuntungan lainnya yang dimiliki oleh mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda
adalah mereka dapat bergerak secara bebas di kedua negara dimana ia menjadi warganegara
tanpa disulitkan dengan urusan keimigrasian yang ketat sebagaimana diperuntukkan bagi orang
asing. Mereka juga dapat memilih paspor yang dikehendakinya.Sedangkan sisi negatif dari
kewarganegaraan ganda antara lain mereka akan tunduk pada hukum yang berbeda.

Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional yang merupakan peninggalan


Hindia Belanda. Dalam hal status personal24 seseorang, indonesia menganut asas konkordasi,
yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 AlgemeneBapalingen van wetgeving (AB) .
Berdasarkan pasal tersebut maka dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Sehingga
disini berarti seorang WNI yang berada diluar negeri sepanjang mengenai hal-hal yang terkait
dengan status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan (tunduk) pada kekuasaan hukum
nasional indonesia.
Demikian juga untuk WNA yang berada di Indonesia, tunduk dengan hukum Negara
mereka masing-masing sepanjang terkait dengan status personal mereka. Dalam jurisprudensi
Indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan,
perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal
nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.

Cara menentukan status personil yaitu ada 2 asas :


1. Asas Personalitas/Kewarganegaraan ( Lex patriae),Untuk personel suatu pribadi
berlaku hukum nasionalnya.Biasanya dianut oleh negara-negara Eropa kontinental (Civil Law)
misalnya Indonesia mengedepankan segi personalitas.Ada 2 asas dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang adalah :
a. Asas tempat kelahiran (ius soli) yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan
oleh tempat kelahirannya.
b. Asas Keturunan (ius sanguinis) yaitu kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunannya.
Alasan yang mendukung asas kewarganegaraan, yaitu : Cocok untuk perasaan hukum seseorang,
Sifatnya lebih permanen, dan Lebih membawa kepastian hukum.

D. Kewarganegaraan Ganda Tidak Terbatas Anak-Anak Diaspora Dalam Perspektif Hak


Asasi Manusia

Kewarganegaraan yang melekat pada seseorang adalah merupakan bagian dari Hak Asasi
Manusia (HAM). Hal tersebut sudah diakui dan ditegaskan didalam dalam hukum nasional
maupun internasional.

Pengaturan Dalam Hukum Nasional.


a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 26 ayat (1),
27 ayat (1), 28 D ayat (4), dan 28E ayat (1).
Pasal 26 ayat (1):
“Yang menjadi Warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang
bangsa lain yang disyahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara.
Pasal 27 ayat (1)”;
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
Pasal 28D ayat (4) :
“Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”
Pasal 28E ayat (1) :
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

b. Undang-Undang Nomor39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 26
(1) Setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti, atau mempertahankan
statuskewarganegaraannya.
(2) Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi berhak
menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraannya serta wajib
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-
undangan.

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.


Terkait status kewarganegaraan bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran
ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal 26 UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Kedua pasal ini pada dasarnya menerapakan asas kesatuan hukum dan asas mengikuti dalam
menentukan status kewarganegaraan bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran.
Pasal 19 menentukan:
(1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia
dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga negara di hadapan Pejabat.
(2) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang
bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5
(lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali
dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang
bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk
menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26:
(2) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara
asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan
tersebut.
(3) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara
asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
(4) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan
surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia
yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan
tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
(5) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh
perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Terkait status kewarganegaraan ganda tidak terbatas dari anak-anak diaspora, maka
hukum Indonesia hanya mengakui hak kewarganegaraan ganda yang terbatas bagi anak-anak,
sedangkan untuk orangtua maka tidak diperkenankan memiliki status kewarganegaraan ganda.
Mengingat ada beberapa sisi positif dan negatif dari kewarganegaraan ganda baik terbatas
maupun tidak terbatas, dan juga disisi lain hak akan status kewarganegaraan adalah merupakan
hak asasi manusia, maka kedepan perlu diatur pemberian status kewarganegaraan ganda yang
terbatas bagi diaspora. Hanya saja keterbatasan tidak semata-mata pada pertimbangan faktor
umur tetapi pada materi(jenis) haknya.Misalnya hak terkait ekonomi atau sosial. Pengakuan ini
sudah dianut oleh banyak negara misalnya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Diaspora dapat dikelompokkan menjadi 4 yakni; mereka yang memiliki
paspor Indonesia, mereka yang berpindah kewarganegaraan negara lain,
mereka yang merupakan keturunan dari anak-anak yang lahir karena
perkawinan campuran dan mereka para pecinta Indonesia. Anak-anak
diaspora sebagaimana golongan satu. dua dan tiga, dalam hukum Indonesia
diperkenankan memiliki kewarganegaraan ganda terbatas. Hukum Indonesia
tidak mengakui kewarganegaraan ganda tidak terbatas. Hal tersebut jelas
ditentukan dalam Pasal 4,5 dan 6 UU No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan serta Penjelasan Umum UU Tersebut yang menentukan
bahwa pada prinsipnya UU ini menganut asas kewarganegaraan tunggal.

2. Bahwa jika titinjau dari perpektif Hak Asasi Manusia (HAM), maka
pemberian status kewarganegaraan ganda tidak terbatas maupun yang
terbatas terhadap anak diaspora pada prinsipnya tidak
melanggar/bertentangan dengan HAM, karena setiap orang berhak atas
status kewarganegaraan sebagaimana dijamin dalam instrument hukum
internasional dan nasional. Namun demikian masing-masing negara berhak
pula untuk menentukan siapa yang menjadi warganegara berdasarkan asas-
asas yang dianutnya sepanjang tidak bertentangan dengan Hukum
Internasional Kebiasaan Internasiobal dan Perjanjian internasional.
ketentuan kewarganegaraan ganda sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6
UU No.12 Tahun 2006 masih mengandung problem hukum, yakni jika anak
tidak melakukan pilihan hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6
ayat (1) UU No.12 Tahun 2006.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ali, Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk

Interpretasi Undang-Undang (Legalprudence), Vol.1, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta.

Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara,Gaya Media Pratama,Jakarta,1999.

Djohan Tunggal,Arief, Peraturan Perundang-undangan Kewarganegaraan RI tahun 1950- 1996,

Harvarindo, Jakarta, 1998.

BP. Paulus, Himpunan Perundang-undangan RI yang bertautan antara Warga Negara dan Orang

Asing, Sumbangsih Mekar, Bandung, 1977.

Hadidjojo,Soejono, Kewarganegaraan Indonesia, Jajasan BP, Jogyakarta, 1954.

Harsono, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan, Liberty, Jogyakarta,

1992.

Ibrahim, Jhony, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing,Malang,2006

I Nyoman Nurjaya, Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam Masyarakat

Multikultural: Perspektif Antropologi Hukum, Pidato pengukuhan Guru Besar Dalam

Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, tanggal 10

September 2007.

Anda mungkin juga menyukai