Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM

NEORU: CDV
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NAMA : Keren Aristha Laia
Ira Agustyne Damanik
Juliana Simanjuntak
Febrina M Sihombing
Desi Chris Natasya
Dwina febrianty

DOSEN PENGAJAR : Ns. RINCO SIREGAR, S.Kep, MNS

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN

T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-Nya yang
dicurahkan bagi kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini  dengan
judul “Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Sistem Neoru : CDV”.
Kelancaran penyusunan makalah ini tidak lepas dari budi baik orang-orang yang
dengan sabar membimbing dan memotivasi baik jasmani maupun rohani. kami
menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu saya sangat
mengharapkan kritik serta saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan isi makalah
ini.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu :
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia dan Dosen
Pengajar Matakuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan bimbingan,
arahan dan saran kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.

Medan, 29 November 2020


Penyusun

Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan,
memberikan dampak bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi. Dengan
majunya pelayanan kesehatan menurunkan angka kematian bayi, anak-anak,
lansia dan peningkatan pengawasan terhadap penyakit infeksi, sehingga
meningkatnya umur harapan hidup. Akibatnya, jumlah penduduk lanjut usia
semakin bertambah banyak (Nugroho, 2012).
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia. Menjadi tua
tidak berlangsung secara tiba-tiba, namun melalui tahapan tumbuh kembang
mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, sampai lanjut usia. Semua orang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Menurut
Undang-undang Pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008).
Secara demografis di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari
629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), berdasarkan data
dari World Population Prospects the Revision (2015) ada 901.000.000 orang
berusia 60 tahun atau lebih 12% dari jumlah populasi global. Asia menempati
urutan pertama dengan jumlah populasi lanjut usia terbesar dimana pada tahun
2015 berjumlah 508 juta. Menurut Biro Pusat Statistik pada tahun 2015 di
Indonesia, terdapat 24.446.290 jiwa penduduk lanjut usia atau setara dengan
10,0% dari seluruh penduduk di Indonesia (Nugroho, 2012).
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Perubahan akibat proses menua mengakibatkan menurunnya sistem neurologi
pada lanjut usia, sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi
dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia salah satu penyakit yang diderita lansia pada
sistem neurologi yaitu stroke (Azizah, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Darmojo (2009), stroke
didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinik gangguan peredaran darah otak
yang menyebabkan defisit neurologik. Berdasarkan keadaan patologis stroke
diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non-haemoragik (iskemik) dan stroke
haemoragik. Kondisi yang menjadi penyebab stroke pada lansia adalah
menurunnya sistem neurologi karena usia yang semakin bertambah
mengakibatkan disfungsi serta kematian sel-sel dan jaringan di otak sehingga otak
tidak mendapatkan pasokan darah yang adekuat. Tanda dan gejala yang biasanya
muncul pada lansia yang mengalami stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota
badan sebelah (hemiparise) yang timbul secara mendadak, bicara pelo (disatria)
dan penurunan kesadaran (letargi, stupor atau koma). Dampak yang ditimbulkan
lansia yang mengalami stroke mengakibatkan terganggunya kebutuhan dasar
seperti, gangguan aktivitas atau mobilitas fisik disebabkan kelemahan atau
kelumpuhan anggota gerak dan juga menganggu kemampuan melakukan
perawatan sehari-hari, contohnya ketidakmampuan makan karena kelemahan
pada nervus vagus dan ketidakmampuan mandi, toileting. Gangguan komunikasi
disebabkan adanya gangguan pada sirkulasi serebral di otak biasanya ditandai
dengan bicara pelo dan bicara tidak jelas, pada gangguan eliminasi terjadi karena
menurunnya saraf yang mengontrol spincter urinarius berkurang sehingga klien
dengan stroke tidak dapat mengontrol untuk buang air (Kushariyadi, 2010).
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai
populasi lanjut usia. Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar10 kali dari populasi
55-64 tahun. Berdasarkan Rikesdas 2013, prevalensi stroke di Indonesia tahun
2013 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 0, 83% menjadi 1, 2%. Di
Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung
dan kanker. Bahkan menurut survei Kementrian Kesehatan RI tahun 2004, stroke
merupakan pembunuh nomor satu di Rumah Sakit Pemerintah di seluruh
Indonesia. Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia untuk
kategori penyakit tidak menular (PTM), data kematian akibat PTM 59, 5% pada
tahun 2007 (Yastroki, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lanjut usia
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang mengalami stroke
berjumlah 32 orang lanjut usia.
Dari uraian prevalensi diatas terlihat kasus stroke pada lansia terus meningkat.
Ini dikarenakan kecenderungan stroke pada orang lanjut usia terjadi sebenarnya
karena gaya hidup orang lanjut usia pada saat masih muda. Perawat perlu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Cara yang paling penting
untuk menurunkan morbiditas, morbilitas dan disabilitas yang berhubungan
dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan
terjadinya kembali stroke. Dari aspek promotif memberikan pendidikan kesehatan
merupakan suatu komponen yang sangat penting. Pendidikan kesehatan
ditunjukan ke arah gaya hidup sehat, seperti mengurangi merokok yang berisiko
tinggi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler, diet rendah lemak, garam,
gula serta memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri.
Aspek preventif dengan cara memonitor tanda-tanda vital secara rutin, latihan
secara teratur seperti senam stroke yang menjadi suatu komponen penting dari
jadwal lansia. Menganjurkan menjaga personal hygiene dapat juga berperan
sebagai pencegahan untuk mencegah terjadinya gangguan perawatan diri. Aspek
kuratif yaitu dengan berkolaborasi pemberian obat-obatan seperti antihipertensi,
antikoagulan serta antikonvulsan dan membantu dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan diri sehari-hari. Aspek rehabilitatif yaitu dengan melakukan latihan-
latihan fisik tertentu, seperti fisioterapi manual seperti melakukan Range Of
Motion (ROM) ekstermitas secara berkelanjutan (Stanley, 2012).

B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia
dengan pemenuhan kebutuhan dasar pada gangguan sistem neurologi: stroke

b. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan sistem
neurologi: stroke.
2. Mampu menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan pada
lansia dengan gangguan sistem neurologi: stroke.
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem neurologi: stroke.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem neurologi: stroke.
5. Mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan sistem
neurologi: stroke.
6. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus sistem neurologi: stroke pada lansia.
7. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat serta
dapat mencari solusinya.
8. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Poses Penuaan


1. Pengertian
Menua atau menjadi tua adalah suatau keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusian. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu tertentu, tetapi dimulai sejak pemulaan kehidupan
(Kushariyadi, 2010).

Gerentologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari proses penuaan dan masalah
yang terjadi pada lanjut usia (Kushariyadi, 2010).

Dalam referansi lain dikatakan gerentologi merupakan suatu pendekatan ilmiah dari
berbagai asp[ek proses penuaan, yaitu kesehatan, sosial, ekonomi, perilaku,
lingkungan dan lain-lain (Depkes RI, 2001).

2. Klasifikasi lanjut usia


Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi yang
simpatik dan dengan perawatan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya
memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya
berlangsung dengan tenang). Batasan-batasan lanjut usia :

Usia yang dijadika patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkitar
antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah
sebagai berikut :

Menurut organisasi dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45 – 59 tahun


b. Lanjut usia (elderiy) usia 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.
3. Teori-teori menua
Beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis, teori sosial, teori spiritual.
a. Teori genetik
Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis mengatur gen dan mengatur
prosespenuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Manusia mempunyai
umur harapan hidup nomer dua terpanjang setelah bulus.
b. Teori non genetik
Teori ini penuruna sistem tubuh (auto-immune theory) mutasi yang berulang dapat menyebkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognitation). Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabka sistem imun
tidak mengenalinnya sehingga merusaknya.
c. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)
Teori radikal bebes dapat dibentuk alam bebas dan didalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di
dalam miokondria. Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya karusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat di
lingkungan seperti :
1) Asap kendaraan bermotor
2) Asap rokok
3) Zat pengawet makan
4) Radiasi : Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
d. Teori stres
Teori stres merupakan menua menjadi akibat hilangnya sel-sel yang bisa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyababkan sel-sel tubuh terpakai.
e. Teori silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.\
f. Teori psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara almiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan spikologis yang terjadi dapat
dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
g. Teori menarik diri
Teori ini merupakan sosial tentang kemiskinan yang diderita lansia dan rajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
menurunnya deperlahan-lahan menarik diri dari pergaulan disekitarnya. Kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss) peran (loss of role).
h. Teori aktivitas
Teori aktivitas dikembangkan bahwa penuaan yang sukses bergabtung pada bagaimana seseorang lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kualitas dan aktivitas yang dilakuakan.
4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Perubahan fisik
a. Sel : jumlah sel menurun/lebih sedikit ukuran sel lebih besar.
b. Sistem persarafan : menurun hubungan persarafan berat otak menurun 10 – 20% (sel saraf otak setiap orang berkurang
setiap harinya) respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stres.
c. Kardiovaskuler : katub jantung menebal dan kaku, kemampuan mempompa darah menurun (menurunnya kontraksi
dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta, meningkatnnya resistensi pembulu darah perifer sehingga
terkanan darah meningkat.
d. Represi : otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas parumenurun, kapasitas residu meningkat
sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli,melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
peyempitan pada bronkus.
e. Muskuluskeletal : cairan tulang menurun hingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkun (kifosis), persendian membesar
dan menjadi kaku (atro otot), kram, termor, tendon mengerut, dan mengalami skerosis.
f. Gastrointestinal : esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan paristaltik usus menurun, sehingga
daya opsi juga ikut menurun.
g. Genitounirinaria : ginjal : mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi
tibulus menurun sehingga kemampuandan fungsi tibulus menurun sehingga kemampuan mengponsetrasi urien ikut
menurun.
h. Vesika urinaria : otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuendi buang air
seni meningkat.
i. Vagina : seseorang yang semakin menua, kebutuhan hubungan seksualnya masih ada.
j. Pendengaran : membarn timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran
mengalami kekakuan.
k. Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang
menurun, dan katarak.
l. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun,
vakularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki
tumbuh berlebihan seperti tanduk.
m. Memori : kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu mencangkup beberapa perubahan.
Kenangan jangka pendek atau seketika (0 – 10 menit), kenangan buruk (bisa ke arah demensia) .
n. Intelegentia quotion (iq) : iq tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Penampilan, presepsi,
dan keterampilan psikomotor berkurang. Perubahan psikososial nilai seseorang sering diukur melalui produktifitasnya
dan identitasnya dikaitkan dengan kerjaan.

Perubahan psikologis
Psikologis berupa rasa takut, tegang, depresi, mudah sedih, cepat marah, mudah tersinggung, gugup, dan mental yang kurang
mantap.
a. Keletihan, yaitu rasa lelah yang diakibatkan berhentinya fungsi ovarium.
b. Keadaan atrofi jaringan.
c. Rasa gatal pada genetalia disebabkan kulit yang menjadi kering dan keriput.
d. Sakit dirasakan diseluruh badan atau pada bagian tubuh tertentu.
e. Pusing atau sakit kepala. Keluhan ini dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya karena tekanan darah tinggi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN STROKE


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebuah proses untuk mengenal dan mengidentifikasi faktor – faktor (baik positif dan negatif) pada lanjut
usia, serta untuk mengembangkan strategi promosi kesehatan.

Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan proses kompleks dan menantang yang harus mempertimbangkan kebutuhan
lansia melalui pengkajian – pengkajian untuk menjamin pendekatan lansia spesifik.

Pengkajian keperawatan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnosik.


1) Anamnesis
Anamnesia pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obatan adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat – obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memerikan tindakan selanjutnya.
e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari – harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul sperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya perubahan
hubungan dan peran klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress,
klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil
dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1 – B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.
a) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara
dan pada tanda – tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
b) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
c) B2 (Blood)
Pengkajian sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg)/
d) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(1) Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yg paling penting membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
(2) Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
(a) Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
(b) Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
famage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
(c) Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dan girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif,
yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan bicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat klien mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya.
(d) Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka,
depresi umur terjadi dan mungkin diperberat oleh repons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
(e) Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparise sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi korateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemisfer kiri , mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan bidang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.

(3) Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII.
(a) Saraf I. biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual – spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot – otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
(d) Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus
(e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimteris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi
yang sehat.
(f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(g) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
(h) Saraf XI tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devias pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
(4) Pengkajian sistem motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
(a) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain
(b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot – otot ekstremitas.
(c) Tonus otot. Didapatkan meningkat.
(d) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat
0.
(e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
(5) Pengkajian refleks. Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan pemeriksaan refleks
patologis.
(a) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada
respon normal
(b) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tik, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya
mengalami kejang umum terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
(6) Pengkajian sistem sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karenan gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan konteks visual.
Gangguan hubungan visual – spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.
e) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan kandung kemih karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
f) B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis
luas.
g) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron
motorik atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (parlisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda – tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegic, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin, 2008).

3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular.
b) Lumbal Fungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
c) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemoragik.
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus
listrik dalam jaringan otak.
g) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah rutin.
(2) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
(3) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.(Muttaqin, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh perawat professional yang singkat, tegas dan tentang
respons klien terhadap masalah kesehatan atau penyakit tertentu yang aktual dan potensial yang ditetapkan berdasarkan
analisis dan interprestasi data hasil pengkajian.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke, meliputi:
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
3) Gangguan komunikasi verbal/nonverbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan
umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca.
4) Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, transmisi, integrasi, stress psikologik.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan berhubungan dengan deficit neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan
daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif.
6) Gangguan eliminasi bowel: konstipasi, diare, sehubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi,
perubahan peristaltik, immobilisasi.
7) Gangguan eliminasi urine: inkontinensia fungsional sehubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan
komunikasi
8) Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penurunan ketajaman penglihatan (Tarwoto, 2007).
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk menanggulangi
masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji status a. Menentukan
jaringan serebral keperawatan diharapkan neurologik, faktor perubahan deficit
berhubungan dengan klien dapat: yang berhubungan neuorologik lebih
gangguan aliran darah, a. Mempertahankan dengan keadaan atau lanjut.
oklusi, perdarahan, tingkat kesadaran, penyebab penurunan
vasospasme serebral, fungsi kognitif, perfusi serebral dan
edema serebral ditandai sensorik dan potensi terjadinya
dengan: motorik. peningkatan tekanan
Penurunan kesadaran, b. Tanda-tanda vital intrakranal.
penurunan nilai GCS, stabil, peningkatan
perubahan tanda vital, TIK tidak ada. b. Kaji tingkat b. Tingkat kesadaran
nyeri kepala, c. Gangguan lebih kesadaran dengan merupakan indikator
kehilangan memori, lanjut tidak terjadi. GCS. terbaik adanya
perubahan respon d. Memperlihatkan perubahan neurologi.
motorik atau sensorik, penurunan tanda dan c. Kaji pupil, ukuran, c. Mengetahui fungsi
hasil ct scan, MRI gejala kerusakan respon terhadap N. II dan N. III.
adanya edema serebri, jaringan. cahaya, gerakan mata.
perdarahan, herniasi. d. Kaji refleks kornea d. Menurunnya refleks
dan refleks gag. kornea dan refleks
gag indikasi
kerusakan pada
batang otak.
e. Evaluasi keadaan e. Gangguan motorik
motorik dan sensorik. dan sensorik dapat
terjadi akibat edema
otak.
f. Monitor tanda-tanda f. Adanya perubahan
vital. tanda vital seperti
respirasi
menunjukkan
kerusakan pada
batang otak.
g. Hitung irama denyut g. Bradikardi dapat
nadi, auskultasi diakibatkan adanya
adanya murmur. gangguan otak,
murmur dapat terjadi
pada gangguan
jantung.
h. Pertahankan klien h. Istirahat yang cukup
bedrest, batasi dan lingkungan yang
pengunjung , atur tenang mencegah
waktu istirahat dan perdarahan kembali.
aktivitas.
i. Pertahankan kepala i. Memfasilitasi
tempat tidur 30-40 drainasi vena dari
derajat dengan posisi otak.
leher tidak menekuk.
j. Anjurkan klien untuk j. Dapat meningkatkan
tidak menekuk tekanan intrakranial.
lututnya / fleksi,
batuk, bersin, feses
yang keras atau
mengedan.
k. Pertahankan suhu k. Suhu tubuh yang
normal. meningkat akan
meningkatkan aliran
darah ke otak
sehingga
meningkatkan TIK.
l. Monitor kejang dan l. Kejang dapat terjadi
berikan obat anti akibat iritasi serebral
kejang. dan keadaan kejang
memerlukan banyak
oksigen.
m. Berikan oksigen m. Menurukan hipoksia
sesuai indikasi. yang dapat
menyebabkan
vasodilatasi serebral
dan tekanan
meningkat atau
terbentuknya edema.
n. Monitor AGD, n. Karbondiokasida
PaCO2 antara 35-45 menimbulkan
mmHg dan PaO2 >80 vasodilatasi,
mmHg. adekuatnya
oksigenasi sangat
penting dalam
mempertahankan
metabolisme otak.
o. Berikan obat sesuai o. Meningkatkan atau
indikasi dan monitor memperbaiki aliran
efek samping: darah dan mencegah
- Antikoagulan: pembekuan,
heparin mencegah lisis atau
- Antifibrolitik: amicar perdarahan,
- Antihipertensi menanggulangi
- Steroid, dexametason hipertensi.
- Fenitolin,
fenobarbital
- Pelunak feses
p. Pantau pemeriksaan p. Menetukan tindakan
laboratorium sesuai lebih lanjut, dengan
indikasi. mengetahui hasil
laboratorium.
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi
fisik berhubungan keperawatan diharapkan klien dalam kekuatan otot,
dengan gangguan klien dapat: mobilisasi, kelemahan motorik.
neuromuskuler, a. Mempertahankan kemampuam motorik.
kelemahan, parestesia, keutuhan tubuh b. Kaji luasnya b. Mengetahui
paralisis di tandai secara optimal kerusakan secara kerusakan yang
dengan klien seperti tidak adanya teratur. menghambat
mengatakan tidak kontraktur, footdrop mobilisasi.
mampu menggerakan b. Mempertahankan c. Ajarkan klien untuk c. Latihan ROM
tangan dan kaki kekuatan/fungsi melakukan ROM meningkatkan massa
sebelah, klien tidak tubuh secara optimal. minimal 4x perhari otot, kekuatan otot,
mampu memenuhi c. Mendemontrasikan bila mungkin. perbaikan fungsi
kebutuhan ADL, teknik/perilaku jantung dan
adanya melakukan aktivitas. pernapasan.
hemiplegia/hemiparese, d. Mempertahakan d. Anjurkan pasien d. Mencegah kontraktur
tonus otot kurang, integritas kulit. bagaimana merubah fleksi bahu, edema,
kekuatan otot kurang, e. Kebutuhan ADL posisi. Bila klien dan fleksi pada
atropi dan kontraktur. terpenuhi. ditempat tidur, pergelangan.
lakukan tindakan
untuk meluruskan
postur tubuh.
- Gunakan papan kaki.
- Ubah posisi sendi
bahu tiap 2-4 jam.
- Sanggah tangan dan
pergelangan pada
kelurusan alamiah.
e. Observasi daerah e. Daerah yang tertekan
yang tertekan, mudah sekali terjadi
termasuk warna, trauma.
edema atau tanda lain
gangguan sirkulasi.
f. Inspeksi kulit f. Membantu mencegah
terutama pada daerah kerusakan kulit.
terkenan, beri
bantalan lunak.
g. Lakukan massage g. Membantu
pada daerah tertekan. memperlancar
sirkulasi darah.
h. Anjurkan klien untuk h. Membantu
membantu pergerakan pergerakan pada
dan latihan dengan ektermitas yang
menggunakan lemah yang melatih.
ekstermitas yang
tidak sakit untuk
menyokong yang
lemah.
i. Kolaborasi: i. Memenuhi
Konsultasikan dengan kebutuhan
ahli fisioterapi mobilisasi,
Kolaborasi pemberian koordinasi dan
obat relaksasi otot, kekuatan ekstermitas
antipasmodik sesuai serrta menghilangkan
dengan indikasi. spatisitas ekstermitas
yang terganggu.
3. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi
verbal/ non verbal keperawatan diharapkan komunikasi adanya masalah komunikasi
berhubungan dengan klien dapat: gangguan bahasa dan karena gangguan
gangguan sirkulasi, a. Mampu bicara. bicara atau gangguan
gangguan menggunakan bahasa.
neuromuskuler, metode komunikasi b. Pertahankan kontak b. Klien dapat
kelemahan umum, yang efektif baik mata dengan klien memperhatikan
kerusakan pada area verbal maupun non saat berkomunikasi. ekspresi dan gerakan
wernick, kerusakan verbal. bibir lawan bicara
pada area broca b. Mampu sehingga dapat
ditandai dengan klien mengkomunikasikan mudah
tidak mampu kebutuhan dasar. menginterpretasi.
berkomunikasi, c. Mampu c. Ciptakan lingkungan c. Mambantu
disartria, aphasia, mengekspresikan diri penerimaan dan menciptakan
kelemahan otot wajah, dan memahami orang privasi: komunikasi yang
kelemahan otot lidah, lain. Jangan terburu-buru. efektif.
hasil ct scan adanya Bicara dengan
infrak pada area bicara. perlahan dan intonasi
normal.
Kurangi bising
lingkungan.
Jangan paksa pasien
untuk berkomunikasi.
d. Gunakan kata-kata d. Memudahkan
sederhana secara penerimaan klien.
bertahap dan dengan
bahasa tubuh.
e. Ajarkan teknik untuk e. Dengan membaiknya
memperbaiki bicara: bicara, percaya diri
Instruksikan klien akan meningkat dan
untuk bicara lambat meningkatkan
dan dalam kalimat motivasi untuk
pendek. memperbaiki bicara.
Pada awal pertanyaan
gunakan pertanyaan
dengan jawaban “ya”
atau “tidak”.
Dorong klien
terhadap perilaku non
verbal.
f. Berikan respon f. Menunjukkan adanya
terhadap non verbal. respond dan rasa
empati terhadap
gangguan bicara
klien.
g. Konsul dengan g. Penanganan lebih
terapis wicara. lanjut dengan teknik
khusus.
4. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengantisipasi
berhubungan dengan keperawatan diharapkan persepsi klien dan defisit dan upaya
gangguan penerimaan klien dapat: penerimaan sensorik. perawatannya.
sensori, transmisi, a. Mempertahankan b. Ciptakan lingkungan b. Menurunkan resiko
integrasi, stress tingkat kesadaran yang sederhana dan cidera.
psikologik ditandai dan fungsi persepsi. pindahkan alat-alat
dengan diplopia, b. Mendemonstrasikan yang berbahaya.
pandangan kabur, tingkah laku untuk c. Tempatkan barang c. Menghindari
aphasia sensorik, mengkompensasi pada tempat semula. kebingungan.
penurunan tingkat kekurangan. d. Orientasikan klien d. Menghindari
kesadaran, disorientasi, pada lingkungan, staf kesalahan persepsi
perubahan pola dan prosedur terhadap realitas.
komunikasi. tindakan.
e. Bantu klien dalam e. Memenuhi kebutuhan
aktivitas dan sehari-hari dan
mobilisasi untuk mencegah injuri.
mencegah injuri.
5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Membantu
berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien dalam merencanakan
berhubungan dengan klien dapat: melakukan ADL. intervensi.
defisit neuromuskuler, a. Mendemontrasikan b. Anjurkan klien untuk b. Menumbuhkan
menurunnya kekuatan perubahan dalam melakukan sendiri kemandirian dalam
otot dan daya tahan, merawat diri: mandi, perawatan dirinya perawatan.
kehilangan kontrol otot, bab, bak, bepakaian, jika mampu.
gangguan kognitif makan. c. Berikan umpan balik c. Meningkatkan harga
ditandai dengan adanya b. Menampilkan positif atas usaha diri klien.
penurunan kesadaran, aktivitas perawatan klien.
kelemahan fisik secara mandiri. d. Pertahankan d. Perawat konsisten
(hemiparese), atropi dukungan, sikap dalam memberi
otot, kontraktur otot, tegas, beri cukup asuhan keperawatan.
ketidakmampuan waktu untuk
melakukan ADL menyelesaikan tugas
sendiri. pada klien.

e. Bantu klien dalam


e. Memenuhi kebutuhan
pemenuhan
ADL dan melatih
kebutuhan ADL klien
kemandirian.
jika klien tidak
mampu.
f. Mengembangkan
f. Kolaborasi ahli
rencana terapi.
fisioterapi.
6. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pola buang air a. Menentukan
bowel: konstipasi, keperawatan diharapkan besar pada klien. perubahan pola
diare, sehubungan klien dapat: elimiasi bowel.
dengan menurunnya a. Klien menyatakan b. Kaji status nutrisi dan b. Diet tinggi serat
kontrol volunter, secara verbal berikan diet tinggi meningkatkan residu
kerusakan komunikasi, kebutuhan-kebutuhan serat. dan merangsang
perubahan peristaltik, defekasi. buang air besar.
immobilisasi ditandai b. Pola buang air besar c. Berikan minum c. Membantu
dengan klien normal, feses lunak. ekstra. melunakkan feses.
mengatakan tidak bisa d. Lakukan pemeriksaan d. Peristaltik yang
bab atau lebih dari 3 peristaltik usus. lambat menimbulkan
kali sehari, feses konstipasi.
keras/encer, intake e. Lakukan mobilisasi e. Merangsang
makanan normal, dan aktivitas sesuai peristaltik usus.
bising usus lambat atau kemampuan klien.
cepat, keadaan
immobilisasi,
penurunan kesadaran.
7. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kembali tipe a. Menentukan rencana
urine: inkontinensia keperawatan diharapkan inkontinensia dan lebih lanjut.
fungsional sehubungan klien dapat: polanya.
dengan menurunnya a. Berkomunikasi b. Buat jadwal untuk b. Melatih buang air
sensasi, disfungsi sebelum buang air buang air kecil. kecil secara teratur.
kognitif, kerusakan kecil. c. Palpasi bladder c. Obstruksi saluran
komunikasi ditandai b. Pola buang air kecil terhadap adanya kemih kemungkinan
dengan klien normal. distensi. dapat terjadi.
mengatakan tidak c. Kulit bersih dan d. Berikan minum yang d. Mencegah batu
mampu mengontrol kering. cukup 1500-2000 ml saluran kemih.
bak, inkontinensia, d. Terhindar dari jika tidak ada kontra
bladder penuh, distensi infeksi saluran indikasi.
bladder. kemih. e. Monitor hasil e. Mengetahui secara
urinalisa dan dini infeksi saluran
karakteristik urine. kemih.
f. Jaga privasi klien saat f. Memberikan rasa
buang air kecil. nyaman.
g. Hindari klien minum g. Menghindari buang
sebelum tidur. air kecil saat tidur.
8. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengetahui sejauh
berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien dalam berdiri mana kemampuan
penurunan kekuatan klien dapat: dan berjalan. klien dalam berjalan
otot, penurunan a. Tidak ada kejadian dan berdiri.
ketajaman penglihatan jatuh b. Berikan pencahayaan b. Pemcahayaan yang
ditandai dengan klien b. Klien menunjukkan yang cukup. cukup membuat saat
mengatakan bagian tingkat keamanan mobilisasi lebih
ektermitas lemah, c. Gerakan aman.
kekakuan sendi, terkoordinasi: c. Anjurkan klien untuk
penglihatan buram dan kemampuan otot menggunakan alat c. Menghindari jatuh
tidak jelas, ruangan untuk bekerja secara bantu saat mobilisasi karna lantai licin.
tidak cukup volunteer untuk (saat berjalan).
pencahayaan. melakukan gerakan d. Lakukan program
yang bertujuan latihan fisik ROM.
d. Pengendalian resiko: d. Mengajarkan rentang
pencahayaan yang gerak sendi untuk
memadai menghindari.
e. Lingkungan sekitar e. Bantu klien dalam Kekakuaan saat
yang aman pergerakan sendi, berjalan dan berdiri.
batasan-batasan e. Mengindari resiko
sendi. cidera lebih lanjut.
f. Lakukan modifikasi f. Mengu
lingkungan agar lebih klien j
aman (memasang
penghalang tempat
tidur, hindari barang
yang berbahaya).
g. Anjurkan klien untuk g. Memb
skala memakai alas dalam
kaki ketika berjalan. saat be

4. Pelaksanaan Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan. Pelaksanaan keperawatan pada stroke, meliputi:
1) Meningkatkan mobilitas dan mencegah deformitas.
2) Menetapkan program olahraga.
3) Mempersiapkan untuk ambulasi.
4) Meningkatkan perawatan diri.
5) Menangani kesulitan persepsi sensori.
6) Membantu pemberian nutrisi.
7) Mendapatkan kontrol defekasi dan berkemih.
8) Meningkatkan proses pikir.
9) Meningkatkan komunikasi.
10) Menghindari cidera dan fraktur. (Tarwoto, 2007).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Hasil yang diharapkan untuk pasien stroke menurut Tarwoto, 2007
meliputi:
1) Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi persepsi, fungsi kognitif,
sensorik dan motorik.
2) Mempertahankan keutuhan dan kekuatan/fungsi tubuh secara optimal.
3) Mendemontrasikan teknik/perilaku melakukan aktivitas.
4) Mencapai mobilitas yang lebih baik.
5) Mencapai perawatan diri, melakukan perawatan hygiene, menggunakan
perlengkapan adaptif.
6) Mendemonstrasikan teknik untuk mengompensasi perubahan resepsi sensori,
seperti menolehkan kepala untuk melihat orang atau benda.
7) Mencapai eliminasi usus (defekasi) dan eliminasi urine (berkemih) yang
normal.
8) Berpartisipasi dalam program peningkatan kognitif.
9) Anggota keluarga mendemonstrasikan sikap positif dan mekanisme koping.
10) Mengembangkan pendekatan alternative terhadap ekspresi seksual.
BAB III

TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini penulis akan menyelesaikan sebuah laporan kasus asuhan
keperawatan lansia pada klien dengan gangguan sistem neurologi: stroke di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 2 Cengkareng. Proses pelaksanaan
asuhan keperawatan selama tiga hari dimulai pada tanggal 4 – 6 Mei 2017.
Dalam melengkapi data ini penulis mengadakan wawancara dengan klien, tim
kesehatan (perawat) di klinik yang terdapat di PSTW Budi Mulia 2 Cengkareng,
memperoleh data – data catatan medis, catatan keperawatan serta didapatkan
hasil observasi langsung.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dilakukan pada tanggal 4 – 6 Mei 2017 di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.
1. Riwayat Kesehatan
a. Identitas Klien
Nama : Tn. Marudin Silalahi
Alamat : Jalan Purwakarta, Jakarta Pusat
Tempat / tanggal lahir : Tarutung, 09 Oktober 1933
Suku / Agama : Batak / Kristen – Nasrani
Pendidikan : SLTA / Sederajat
Status Perkawinan : Duda, Cerai Mati
Orang yang dapat di hubung i :-

b. Riwayat Keluarga
Klien menikah dengan istrinya Ny. N yang asli orang bandung, kemudian dari
pernikahan tersebut memiliki 3 orang anak, 2 laki – laki dan 1
perempuan.Namun anak perempuan klien telah meninggal dunia.Anak
pertama klien bernama Tn.A berusia 30 tahun.Anak kedua bernama Tn. B
berusia 25 tahun.Sekarang kedua anak klien tinggal di Medan.

c. Riwayat Pekerjaan
Status pekerjaan saat ini, klien tidak bekerja, sebelumnya klien bekerja sebagai
karyawan swasta dan ekspedisi.Sebelum putus dari pekerjaan dan sebelum istri
klien meninggal dunia, penghasilan didapat dari pekerjaan klien sehari –
hari.Sekarang pendapatan di dapatkan dari kedua anaknya namun penghasilan
anak – anak digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga anak – anak
yang sudah menikah, sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari –
hari klien.

d. Riwayat Lingkungan Tempat Tinggal


Sebelum tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 2 Cengkareng,
klien tinggal di Medan dan kemudian pindah ke Jakarta tinggal bersama
saudaranya yang berada di daerah Jakarta pusat.
e. Riwayat Rekreasi
Kegiatan yang dilakukan klien sebelum tinggal di panti biasanya
berkunjung ke rumah saudara - saudaranya.Hobbi dari klien adalah
bermain bola dan bulu tangkis.Semenjak tinggal di panti klien selalu
mengikuti jadwal yang sudah di sediakan oleh petugas panti.Keadaan panti
menurut klien menyenangkan.Klien merasa bahagia tinggal di panti.

f. Status Kesehatan
1) Status kesehatan saat ini
Kesehatan klien saat ini anggota gerak bagian kiri yang tidak dapat
digunakan dan tidak dapat digerakkan, tangan bagian kiri lemah tidak
bisa digunakan untuk kegiatan sehari – hari.
Apabila ingin mengangkat tangan kiri harus dibantu dengan tangan
kanan, klien mengatakan mengalami stroke ± 2 tahun ini.Ekstermitas
bawah klien pada bagian kiri lemah bila berjalan sedikit diseret.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Sebelum menderita stroke, klien pernah menderita prostat selama 3
tahun. Klien sulit buang air kecil kemudian oleh pemuka agama dibawa
ke Rumah Sakit Cikini untuk dilakukan operasi, setelah dilakukan
operasi prostat klien mengalami sakit ginjal, klien menceritakan bahwa
setelah operasi prostat dilakukan operasi batu ginjal di rumah sakit yang
sama, baru setelah itu klien menderita stroke sejak 2 tahun yang lalu,
klien saat muda selalu merokok setiap hari dan hobi mengkonsumsi
kopi hitam setiap hari.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan istrinya Ny. N meninggal dunia karena penyakit
diabetes mellitus, dan orang tua klien meninggal karena menderita
serangan jantung.

g. Pemenuhan Kebutuhan Sehari - hari


1) Nutrisi
Dalam panti, klien makan 3x dalam sehari.Selalu menghabiskan
makanan yang di sediakan oleh petugas panti dan selalu makan apapun
makanan yang diberikan, namun klien kesulitan untuk mengunyah
karena banyak gigi yang sudah lepas.Klien juga makan selalu
berantakan.Gaya hidup klien selalu mengkonsumsi kopi hitam.Hingga
saat ini terkadang klien masing mengkonsumsi kopi hitam.

2) Personal Hygiene
Klien mandi 1x sehari saat pagi hari, sore hari klien jarang mandi, saat
sabun masih ada klienmandi menggunakan sabun, namun sudah 2 hari
ini sabun habis sehingga mandi tidak menggunakan sabun, mencuci
rambut menggunakan shampoo, menggosok gigi 1 x sehari. Klien
tampak sudah bersih dan rapih.Rambut klien botak.Kuku jari tangan
dan kuku jari kaki panjang, hitam dan kotor.

3) Aktivitas dan Istirahat


Aktivitas klien terhambat karena kelemahan dan keterbatasan anggota
gerak badan kiri.Klien melakukan aktivitas secara mandiri namun
secara terbatas dan pelan – pelan. Klien tidak menggunakan alat bantu,
berjalan dengan perlahan dan berpegangan pada dinding. Pola tidur
klien tidur 7 jam selama sehari, namun klien terkadang sehabis makan
siang tidur 1 - 2 jam.Klien mengatakan buang air kecil pada saat malam
hari hanya 1 - 2 kali saja.

4) Eliminasi
Pola eliminasi klien dalam sehari terkadang buang air besar 1 kali saja,
terkadang tidak sama sekali dalam sehari. Pola buang air kecil klien
tidak menentu ± 5x dalam sehari, warna kuning jernih.

5) Oksigenasi
Klien bernafas secara spontan.Pola nafas regular, frekuensi nafas19 x /
menit, tidak batuk dan tidak ada alergi.

6) Spiritual
Klien beragama Kristen dan selalu beribadah di hari senin dan kamis,
sebelum masuk panti klien beribadah setiap hari minggu dan selalu
mengikuti kebaktian ataupun kegiatan yang diadakan oleh gereja tempat
klien beribadah.Klien selalu mengikuti siraman rohani yang diadakan
sesuai jadwal oleh panti.

h. Tinjauan Sistem.
1) Kondisi dari sistem tubuh yang ada Pada
sistem neurologi klien terganggu

2) Masalah / gangguan pada sistem tubuh

Gangguan mobilitas fisik, personal hygiene


dan resiko jatuh

3) Penggunan protesa (tiruan)

Klien tidak menggunakan alat bantu tiruan


apapun

2. Pengkajian Psikologi
a. Proses pikir (lupa, bingung, pikun, curiga)
Saat ditanya atau dilakukan pengkajian wawancara klien tidak mampu
menyebutkan waktu dan tanggal.Klien mampu menceritakan kembali kejadian
di masa muda.Kllien menceritakan kejadian yang baru saja terjadi, dan
menceritakan tentang kejadian saat klien masih berjuang membela tanah air,
klien juga bercerita tentang bagaimana pertama kali bertemu istrinya, dan
bercerita tentang anak - anaknya.
b. Gangguan Perasaan (depresi, wajah tanpa ekspresi, kelelahan, acuh
tak acuh, mudah tersinggung)
Saat dilakukan pengkajian pada klien nampak kooperatif pada perawat,
cukup terbuka dengan masalah yang di hadapi. Klien tidak mengalami
gangguan perasaan,ekspresi klien sesuai dengan apa yang disampaikan.
c. Komunikasi (penggunaan protesa, kesulitan berkomunikasi, putus
asa, dll)
Klien tidak ada kesuliatan saat berkomunikasi, namun terkadang harus
menggunakan suara keras saat berbicara dengan klien, sedikit tidak jelas
saat bicara, bila berbicara klien sering mengeluarkan air liur.
d. Orientasi (tempat, waktu, dll)
Orientasi klien terganggu pada orientasi waktu dan tanggal.Klien hanya dapat
menyebutkan hari dan tahun pada saat pengkajian dan menyebutkan tempat
yang saat ini di tempati di kamar wisma jeruk di Panti Social Tresna Werdha
Budi Mulia 2, Cengkareng Jakarta – Barat.
e. Sikap klien terhadap lansia
Klien mengatakan senang di panti, klien bersosialisasi dengan anggota panti
yang lain dengan baik, namun klien belum banyak mengenal penghuni panti
yang lain. Klien memandang dirinya orang tua yang sakit- sakitan dan dirinya
hidup sendirian.Klien hanya ingin berbuat baik sesuai dengan perintah Tuhan
Nya.
f. Mekanisme kopingklien terhadap masalah yang ada
Apabila ada masalah yang dihadapi klien tidak bercerita kepada siapapun,
hanya berdoa pada Tuhan dan klien tidak ingin bermasalah dan tidak ingin
menimbulkan masalah, hanya ingin menjadi orang baik dan berusaha
menyelesaikan masalahnya sendiri ketika ada masalah.

3. Pengkajian Sosial Ekonomi


a. Latar belakang klien
Klien dahulu bekerja sebagai karyawan swasta dan sebagai anggota
ekspedisi.Semenjak istrinya meninggal klien tidak bekerja lagi, sebelum
tinggal di panti, klien tinggal bersama saudaranya kemudian tinggal bersama
pendeta dan sering mengikuti kebaktian dalam gereja dan bakti sosial yang di
adakan oleh tempat ibadah.
Frekuensi Hubungan Sehari – hari
1) Dengan Keluarga
Dalam hubungan keluarga klien sebelum tinggal di panti, klien tinggal
bersama saudaranya namun setelah itu klien memilih meninggalkan
saudaranya dan tinggal bersama pendeta, hubungan klien dengan anak –
anak nya kurang komunikasi karena anak – anak nya tinggal
jauh.kemudian setelah tidak tinggal bersama saudaranya klien tinggal di
panti dan tidak memiliki siapapun lagi sudah sejak lama tinggal di panti.
2) Dengan Masyarakat
Hubungan klien dengan masyarakat yang tinggal di panti cukup baik,
tidak ada masalah dengan orang lain di panti. Terkadang bersosialisasi
dengan orang sekamar.
3) Aktivitas klien di panti
Setiap ada kegiatan panti, klien mengikuti dengan baik, klien terkadang
berjalan keliling panti dan menggerakkan tangan kiri apabila tidak ada
kegiatan lain, aktivitas di panti klien terjadwal dan selalu mengikuti
kegiatan yang telah disediakan.

6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien:
a. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum klien baik, kesadaran composmentis, mobilisasi secara mandiri
namun sangat perlahan – lahan, tanda – tanda vital: TD 130/80 mmHg, nadi 80 x/
menit, suhu 36,0 ˚c, frekuensi nafas 19 x/menit, tinggi badan 162 cm dan berat badn
52 kg.
b. Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, konjungtiva anemis tidak ada benjolan, pupil isokor, fungsi
penglihatan klien sedikit buram namun masih jelas melihat dekat dan jauh, klien
dapat menggerakan kedua bola mata ke bawah keatas kesamping kiri dan kanan.
c. Sistem pendengaran
Normal, bentuk simetris, tidak ada lesi, pendengaran sedikit melemah, tidak ada
cairan yang keluar, tidak ada peradangan.
d. Sistem pernafasan
Nafas secara spontan, jalan nafas bersih, tidak menggunakan otot bantu.
e. Sistem wicara
Klien berbicara sedikit kurang jelas namun masih dapat dimengerti dan dipahami,
klien apabila berbicara mengeluarkan air liur.
f. Sistem kardiovaskuler
Denyut nadi kuat, nadi 80 x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg, tidak terdapat
distensi vena jugularis, tidak ada edema, pengisian kapilari refiil < 2 detik.Irama
jantung teratur, gerakan dada simetris, tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak
ada nyeri dada, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis.
g. Sistem saraf pusat
Kesadaran klien komposmentis, GCS E: 4, V: 5, M: 6, tidak ada peningkatan TIK,
kelemahan pada bagian ekstermitas kiri atas dan bawah.
h. Sistem percernaan
Tidak ada distensi abdomen, teraba lembek, bising usus 8 x/menit, tidak ada caries
gigi, terdapat gigi yang tanggal, tidak ada stomatitis.
i. Sistem Musculoskeletal, kesulitan pergerakan karena kelemahan pada
anggota gerak bagian kiri, berjalan harus dengan pelan – pelan.
Kekuatan otot
5 5 5 51 1 1 1
5 5 5 51 1 1 1

j. Sistem integumen: turgor kulit elastis, akral hangat, bagian ekstermitas


tampak bekas luka berwarna terdapat hitam – hitam.

k. Pemeriksaan 12 saraf kranial:


1) Nervus I: penciuman normal, mampu mencium bau kopi, minyak kayu
putih dan balsem.

2) Nervus II: normal, mampu mencocokan pakaian sesuai dengan yang


seharusnya namun memerlukan bantuan saat memakainya.

3) Nervus III, IV, VI: tidak ada masalah penglihatan, masih dapat
menyebutkan angka yang diperagakan dengan jari tangan dalam jarak
dengan maupun jauh, dan dapat menyebutkan benda – benda yang
ditunjuk.

4) Nervus V: kemampuan mengunyah sedikit berkurang karena gigi yang


tanggal.

5) Nervus VII: tidak ada masalah, area wajah klien masih normal tidak
ada kelainan

6) Nervus VIII: tidak ada masalah, klien masih mampu mendengar.

7) Nervus IX dan X: tidak ada masalah, masih mampu menelan


dengan baik dan mampu membuka mulut dengan lebar
8) Nervus XI: tidak ada masalah
9) Nervus XII: pengecapan klien tidak ada masalah, masih
mampu merasakan rasa makanan.

4. Informasi Penunjang
a. Diagnosa Medis : Stroke
b. Laboratorium : Gula darah sewaktu 110 mg /dl
Kolesterol 175 mg/dl
c. Terapi Medis :-

5. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengatakan : - Keadaan umum baik,
- Tangan kiri tidak dapat composmentis.
digerakkan dan sakit saat - Kesulitan berjalan,
diangkat. berjalan berpegangan
- Memiliki penyakit stroke pada dinding.
sejak 2 tahun yang lalu dan - Makan sedikit berantakan
riwayat operasi prostat dan dan kesulitan apabila
batu ginjal. mengambil air minum.
- Kesulitan berjalan dan - Gcs = 15
apabila berjalan harus - Tanda – tanda vital:
pelan – pelan dan Tekanan darah: 130/80
berpegangan. mmHg
- Aktivitas dilakukan secara Frekuensi pernafasan 19
mandiri namun dengan x/menit
sangat perlahan. Suhu tubuh 36,0 oc
- Makan makanan yang Nadi 80 x/menit
disediakan oleh panti. - Mata simetris, sclera
- Kaki gatal dan sulit untuk anikterik.

digunakan berjalan. - Tangan kiri tidak bisa


- Tangan kiri lemah dan digerakan.
tidak bisa digunakan. - Makan 3 x/hari.
- Ingin dapat berjalan secara - Luka pada kaki kanan dan
normal dan gatal hilang. kiri karena di garuk –
- Mempunyai luka di bagian garuk.
kaki kanan dan kiri. - Kulit kaki tampak kering.
- Luka sudah 3 bulan yang - BAK dan BAB dapat
lalu. dilakukan secara mandiri.
- Luka gatal - gatal dan - Saat melepas baju dibantu
apabila gatal di garuk – ringan dan memakai
garuk. celana. Namun kesulitan
bila memakai baju.
- Banyak minum dan
menghabiskan makanan.
- Kuku tangan dan kuku
kaki kotor dan panjang,
hitam.
- Berat badan 51 kg, Tinggi badan 162
cm.
- Kekuatan otot 5555 1111
5555 1111
- Warna kulit bercak – bercak hitam.
- Bising usus 8x / menit.
- Terdapat lesi pada kaki.
6. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1. Data Subjektif: Hambatan Gangguanneuro
a. Klien mengatakan tangan Mobilitas muskuler,
kiri tidak dapat di Fisik Kelemahan fisik
gerakkan, saat di angkat pada
sakit. ekstermitas kiri
b. Klien mengatakan
memiliki penyakit stroke
sejak 2 tahun.
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan - pelan dan
berpegangan.
d. Klien mengatakan
aktivitas dilakukan
secara mandiri namun
dengan sangat perlahan.
e. Klien mengatakan tangan
kiri lemah dan tidak bisa
digunakan.

Data Objektif:
a. Keadaan umum baik,
composmentis.
b. Kesulitan berjalan, saat
berjalan berpegangan
pada dinding.
c. Makan sedikit
berantakan dan kesulitan
apabila mengambil
minum.
d. TD = 130/80 mmHg
S = 36,0 ˚c
N = 80 x/menit
RR = 19 x/menit
e. Mata simetris, sclera
anikterik.
f. Tangan kiri pergerakan
terbatas.
g. Sulit untuk diregangkan
pada tangan kiri, dan
kaki kiri mengalami
kelemahan.
h. Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111

2. Data Subjektif: Defisit Gangguan


a. Klien mengatakan perawatan musculoskeletal
kesulitan dalam diri kelemahan fisik
menggunting kuku kaki
dan kuku jari tangan
terutama jari tangan
kanan.
b. Klien mengatakan tidak
memiliki gunting kuku.
c. Klien mengatakan kaki
gatal dan sulit untuk di
gerakan.
d. Klien mengatakan
memiliki luka gatal di
kaki kanan dan kiri.
e. Klien mengatakan
apabila gatal di garuk.

Data Objektif:
a. Klien memiliki
kelemahan pada bagian
kanan tangan dan kaki.
b. Kuku tangan dan kaki
terlihat panjang dan
hitam.
c. Kesulitan untuk makan,
apabila makan
berantakan
d. Klien tampak kesulitan
apabila memakai dan
melepas baju.
e. Klien BAK dan BAB
membersihkan dengan
tangan kanan.
f. Melakukan hal / aktivitas
hanya menggunakan satu
tangan.

3. Data Subjektif: Resiko Penurunan


a. Klien mengatakan Jatuh kekuatan otot
memiliki penyakit stroke
sejak 2 tahun yang lalu.
b. Klien mengatakan kaki
kiri lemah dan terasa
sulit untuk dibawa
berjalan.
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan – pelan dan
berpegangan.

Data Objektif:
a. Klien tampak kesulitan
meluruskan tangan kanan
dan kaki kirinya.
b. Klien terdapat
kelemahan ekstermitas di
sebelah kiri.
c. Tonus otot melemah
pada kaki kiri.
d. Klien tampak berjalan
dengan perlahan dan
terkadang berpegangan.
e. Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
f. Klien tampak
berpegangan saat
berjalan dan berjalan
pelan – pelan.
g. Klien berjalan
menggunakan kaki kanan
dengan dominan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn. M sesuai data yang
didapatkan meliputi:
No. Diagnosa keperawatan Tanggal Tanggal
ditemukan teratasi
1. Hambatan mobilitas fisik 4 Mei 2017 6 Mei 2017
berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan fisik
pada ekstermitas kiri di tandai
dengan:
Ds :
- Klien mengatakan tangan
kiri tidak dapat di
gerakkan, saat diangkat
sakit.
- Klien mengatakan
memiliki penyakit stroke
sejak 2 tahun.
- Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan - pelan dan
berpegangan.
- Klien mengatakan aktivitas
dilakukan secara mandiri
namun dengan sangat
perlahan.
- Klien mengatakan tangan
kiri lemah dan tidak bisa
digunakan.
Do :
- Keadaan umum baik,
composmentis.
- Kesulitan berjalan, saat
berjalan berpegangan pada
dinding.
- Makan sedikit berantakan
dan kesulitan apabila
mengambil minum.
- TD = 130/80 mmHg
N = 80 x/menit
Suhu = 36,0 ˚c
RR = 19 x/menit
- Mata simetris, sclera an-
ikterik, konjungtiva anemis
- Tangan kiri pergerakan
terbatas.
- Sulit untuk diregangkan
pada tangan kiri, dan kaki
kiri mengalami kelemahan.
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111

2. Defisit perawatan diri 4 Mei 2017 6 Mei 2017


berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (kelemahan fisik)
ditandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan
kesulitan dalam
menggunting kuku kaki
dan kuku jari tangan
terutama karena
kesulitanmenggunting jari
tangan kanan kelemahan
tangan kiri.
- Klien mengatakan tidak
memiliki gunting kuku.
- Klien mengatakan kaki
gatal dan sulit untuk di
gerakan.
- Klien mengatakan
memiliki luka gatal di kaki
kanan dan kiri.
- Klien mengatakan apabila
gatal di garuk.
Do :
- Klien memiliki kelemahan
pada bagian kanan tangan
dan kaki kiri.
- Kuku tangan dan kaki
terlihat panjang dan hitam.
- Kesulitan untuk makan,
apabila makan berantakan.
- Klien tampak kesulitan
apabila memakai dan
melepas baju.
- Klien BAK dan BAB
membersihkan dengan
tangan kanan.
- Melakukan aktivitas hanya
menggunakan tangan
kanan.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan 4 Mei 2017 6 Mei 2017
penurunan kekuatan otot, ditandai
dengan:
Ds :
- Klien mengatakan
memiliki penyakit stroke
sejak 2 tahun yang lalu.
- Klien mengatakan kaki kiri
lemah dan terasa sulit
untuk dibawa berjalan.
- Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan – pelan.
Do :
- Klien tampak kesulitan
meluruskan tangan kanan
dan kaki kirinya.
- Klien terdapat kelemahan
ekstermitas di sebelah kiri.
- Tonus otot melemah pada
kaki kiri.
- Klien tampak berjalan
dengan perlahan dan
terkadang berpegangan.
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
C. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan, kriteria hasil, rencana tindakan dan rasional sebagai
berikut:

No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan klien a. Untuk mengetahui sejauh
berhubungan dengan keperawatan kepadaTn. M dalam mobilisasi. mana mobilitas yang
gangguan neuromuskuler, selama 3 x 24 jam diharapkan dapat dilakukan.
kelemahan fisik pada hambatan mobilitas fisik b. Kaji luasnya kerusakan b. Untuk mengetahui
ekstermitas kiri. dapat teratasi dengan kriteria secara teratur. luasnya kerusakan dan
hasil sebagai berikut : hambatan mobilisasi.
a. Mempertahankan atau c. Lakukan latihan tentang c. Meningkatkan sirkulasi,
meningkatkan kekuatan gerak aktif dan pasif pada membantu mencegah
dan fungsi yang terkena. ekstermitas (ROM). kontraktur.
b. Peningkatan dalam d. Anjurkan pasien d. Pergerakan agar
aktivitas fisik. bagaimana merubah posisi mengurangi hambatan
c. Tidak ada komplikasi, dan berikan bantuan jika mobilisasi.
tidak adanya kontraktur. diperlukan.
d. Memperagakan teknik e. Anjurkan klien untuk e. Untuk latihan aktif dan
atau gerakan yang membantu pergerakan dan respon baik ekstermitas
memungkinkan dalam latihan dengan yang tidak sakit.
peningkatan aktivitas. menggunakan ekstermitas
e. Peningkatan mobilisasi. yang tidak sakit untuk
menyokong yang lemah.
f. untuk memenuhi
f. Kolaborasikan dengan
kebutuhan mobilisasi,
ahli fisioterapi secara aktif
koordinasi dan kekuatan
latihan dan ambulasi
pada ekstermitas.
klien.

2. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tanda - tanda vital a. Untuk mengetahui tanda-
berhubungan dengan keperawatan kepada Tn. M klien. tanda vital sebelum
gangguanmuskuloskeletal selama 3 x 24 jam diharapkan implementasi
, kelemahan fisik defisit perawatan diri dapat keperawatan.
teratasi dengan kriteria hasil b. Kaji kemampuan klien b. Untuk mengetahui sejauh
sebagai berikut : dalam melakukan mana kemampuan yang
a. Melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan klien
perawatan diri secara sehari – hari. dalam pemenuhan
mandiri. kebutuhan sehari – hari.
b. Peningkatan kemandirian c. Bantu dalam personal c. Memberikan kenyamanan
dalam memenuhi hygiene (skin care, nail pada klien dan membantu
kebutuhan care). dalam perawatan diri
sehari– hari. serta mengurangi
c. Memberikan bantuan meluasnya lesi apabila
sesuai kebutuhan. digaruk.
d. Adanya perubahan gaya d. Mencegah resiko jatuh
d. Hindari apa yang tidak
hidup dalam memenuhi dan mencegah
dapat dilakukan klien.
kebutuhan keperawatan menurunnya harga diri
diri. klien akibat
ketidakmampuan
melakukan hal – hal sulit.
e. Menghindari
e. Motivasi klien untuk
bertambahnya defisit.
menjaga kebersihan diri.
f. Untuk mencegah resiko
f. Memberikan isyarat dan
dan membantu
pengawasan yang ketat.
pemenuhan kebutuhan.
3. Resiko jatuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan klien a. Untuk mengetahui
dengan penurunan keperawatan kepada Tn. M dalam berdiri dan sejauh mana
kekuatan otot selama 2 x 24 jam diharapkan berjalan. kemampuan klien.
resiko jatuh tidak terjadi b. Berikan pencahayaan b. Menghindari jatuh karena
dengan kriteria hasil sebagai yang cukup. kurangnya pencahayaan
berikut: dan menurunnya fungsi
a. Klien tidak mengalami penglihatan .
jatuh. c. Anjurkan klien untuk c. Agar memudahkan untuk
b. Menunjukkan keselamatan menggunakan alat bantu mobilisasi.
pribadi. saat mobilisasi (saat
c. Tidak ada cidera fisik. berjalan).
d. Lakukan program latihan d. Menstimulus pergerakan.
fisik ROM.
e. Bantu klien dalam e. Membantu dalam
pergerakan sendi, mobilisasi.
batasan-batasan sendi.
f. Lakukan modifikasi f. Menghindari jatuh yang
lingkungan agar lebih terjadi apabila kurang
aman (memasang pengawasan dalam
penghalang tempat tidur, lingkungan.
hindari barang yang
berbahaya).
g. Menghindari jatuh karena
g. Anjurkan klien untuk
memakai alas kaki dapat
selalu memakai alas kaki
mencegah klien jatuh.
ketika berjalan.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat, maka penulis
melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 4
Mei – 6 Mei 2017 di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Cengkareng.

No. Hari/Tgl/ Tindakan keperawatan


Dx Jam
Dx.1 Kamis/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam
4 Mei/ mobilisasi
10.00 Ds: Klien mengatakan kesulitan untuk
WIB berjalan dan tangan kiri dan kaki kiri
lemah
Do: Klien tampak kesulitan melakukan
pergerakkan
Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
10.05 b. Mengkaji luasnya kerusakan awal secara
WIB teratur
Ds: Klien mengatakan bagian atau
anggota tubuh yang tidak bisa
digunakan dan digerakkan pada
sebelah kiri
Do: Kelemahan tampak pada ekstermitas
atas dan bawah bagian kiri
13.00 c. Melakukan latihan rentang gerak aktif
WIB pasif dan range of motion
Ds: Klien mengatakan tangan dan kaki kiri
bila digerakkan menggunakan bantuan
yang sehat
Do: Klien dibantu pergerakkan sedikit
demi sedikit

Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
13.00 d. Menganjurkan klien bagaimana merubah
WIB posisi dan memberikan bantuan bila
diperlukan
Ds: Klien mengatakan bila ingin merubah
posisi secara perlahan dan
berpegangan
Do: Klien tampak menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas seperti cara
bangun dan cara berjalan
13.00 e. Menganjurkan klien untuk membantu
WIB pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstermitas yang tidak sakit
untuk menyokong yang lemah
Ds: Klien mengatakan bila menggerakkan
tangan kiri harus dibantu tangan kanan
Do: Klien melakukan apa yang telah
dianjurkan

Dx. 2 Kamis/ a. Mengkaji tanda-tanda vital klien


4 Mei/ Ds: -
09.00 Do: TD = 130/80 mmHg, Frekuensi nafas
WIB = 19 x/menit, nadi = 80 x/menit, suhu = 36
˚c
10.00 b. Mengkaji kemampuan klien dalam
WIB melakukan pemenuhan kebutuhan sehari –
hari
Ds: Klien mengatakan bila BAK dan BAB
dilakukan sendiri, makan dan mandi
bisa sendiri namun tidak bisa
memotong kuku sendiri
Do: Klien tampak makan sendiri namun
berantakan, kuku kaki dan tangan
tampak panjang dan hitam
11.00 c. Membantu dalam personal hygiene (nail
WIB care, skin care)
Ds: -
Do: Memotong kuku tangan, kuku kaki
Memberikan olive oil pada kulit kaki
11.10 d. Memotivasi klien untuk menjaga
WIB kebersihan diri
Ds: Klien mengatakan sebelum makan
mencuci tangan, mandi sehari 2x
kadang hanya sekali dalam sehari
Do: Klien tampak melakukan apa yang
diinformasikan
11.15 e. Memberikan isyarat dan pengawasan yang
WIB ketat
Ds: -
Do: Memberikan aba-aba atau pengarahan
apabila klien melakukan suatu
tindakan

Dx. 3 Kamis/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri


4 Mei/ dan berjalan
10.00 Ds: Klien mengatakan ketika bangun dan
WIB berjalan secara perlahan
Do: Klien tampak perlahan dan kesulitan
bangun
11.00 b. Memberikan pencahayaan yang cukup
WIB Ds: -
Do: Menyalakan lampu kamar klien

11.00 c. Mengajurkan klien untuk menggunakan


WIB alat bantu saat mobilisasi (berjalan)
Ds: Klien mengatakan hanya ingin
berpeganggan pada dinding, tidak
ingin menggunakan alat bantu (trypot)
Do: Klien tampak berpegangan pada
dinding
13.00 d. Membantu klien dalam pergerakkan sendi,
WIB batasan-batasan pergerakan sendi
Ds: Klien mengatakan jari tangan kiri sulit
untuk digerakkan dan sakit bila
digerakkan
Do: Klien tampak kesulitan mengerakkan
jari tangan kiri dan mengerakkan
secara perlahan
13.15 e. Menganjurkan klien untuk selalu memakai
WIB alas kaki ketika berjalan
Ds: Klien mengatakan bila berjalan
sekarang sudah menggunakan alat kaki
Do: Klien tampak menggunakan sandal
Dx. 1 Jum’at/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam
5 Mei/ mobilisasi
09.30 Ds: Klien mengatakan mampu berjalan
WIB tanpa berpegangan namun perlahan
Do: Klien tampak melakukan mobilisasi
pelan-pelan dan sudah mulai
menggerakan anggota badan dan
ekstermitas
11.00 b. Melakukan latihan rentang gerak aktif
WIB pasif dan range of motion
Ds: Klien mengatakan latihan hanya
mengangkat angkat tangan dan
mengerakkan kaki kiri
Do: Klien dibantu dalam pergerakkan
sendi-sendi dan pergerakkan
11.00 c. Menganjurkan klien bagaimana merubah
WIB posisi dan memberikan bantuan bila
diperlukan
Ds: Klien mengatakan bila ingin berjalan
bangun perlahan dan sering berjalan
keliling panti
Do: Klien tampak berpegangan dan
dibantu dalam merubah posisi bangun
dan berjalan
11.00 d. Menganjurkan klien untuk mambantu
WIB pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstermitas yang tidak sakit
untuk menyokong yang lemah
Ds: Klien mengatakan tangan kanan sudah
jarang membantu tangan kiri dalam
pergerakkan
Do: Klien tampak mengangkat tangan kiri
tanpa bantuan

Dx. 2 Jum’at/ a. Mengkaji tanda – tanda vital klien


5 Mei/ Ds:-
09.00 Do: TD = 120/80 mmHg, Nadi = 91
WIB x/menit, frekuensi nafas = 21 x/menit,
suhu = 36,4 ˚c
09.30 b. Mengkaji kemampuan klien dalam
WIB melakukan pemenuhan kebutuhan sehari –
hari
Ds: Klien mengatakan mandi, makan bisa
dilakukan secara sendiri, mengambil
minum bisa sendiri secara perlahan
Do: Klien tampak mandiri dalam
melakukan aktivitas
09.30 c. Memotivasi klien untuk menjaga
WIB kebersihan diri
Ds: Klien mengatakan mandi dan
membersihkan diri setiap hari
Do: Klien tampak menjaga kebersihan diri

Dx. 3 Jum’at/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri


5 Mei/ dan berjalan
09.30 Ds: Klien mengatakan bila berdiri dan
WIB bangun secara berjalan
Do: Klien tampak mampu bangun, berdiri
dan berjalan secara mandiri
11.00 b. Membantu klien dalam pergerakkan sendi,
WIB batasan-batasan pergerakan sendi
Ds: Klien mengatakan melakukan
pergerakan dengan bertahap
Do: Klien tampak melakukan pergerakan
sendi dan pergerakan ekstermitas
11.30 c. Menganjurkan klien untuk selalu memakai
WIB alas kaki ketika berjalan
Ds: Klien mengatakan selalu memakai
alas kaki apabila berjalan keluar
Do: Klien tampak memakai alas kaki
ketika berjalan
Dx. 1 Sabtu/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam
6 Mei/ mobilisasi
09.00 Ds: Klien mengatakan mampu berjalan
WIB dan bangun, mampu mengerakan kaki
dan tangan kiri
Do: Klien tampak mampu mengerakan
ekstermitas
14.00 b. Melakukan latihan rentang gerak aktif
WIB pasif dan range of motion
Ds: Klien mengatakan bisa ROM, namun
jarang melakukan latihan
Do: Tidak ada keinginan untuk mandiri
dalam melakukan latihan ROM dan
harus diperintah
14.05 c. Menganjurkan klien bagaimana merubah
WIB posisi dan memberikan bantuan bila
diperlukan
Ds: Klien mengatakan mampu merubah
posisi
Do: Klien tampak mampu merubah posisi
sendiri
14.05 d. Menganjurkan klien untuk mambantu
WIB pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstermitas yang tidak sakit
untuk menyokong yang lemah
Ds: Klien mengatakan sudah dapat
mengangkat tangan yang lemah
dengan mandiri
Do: Klien tampak mengangkat tangan kiri
perlahan
Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111

Dx. 2 Sabtu/ a. Mengkaji tanda – tanda vital klien


6 Mei/ Ds: -
09.00 Do: TD = 120/90 mmHg, nadi = 93
WIB x/menit. Frekuensi nafas = 20 x/menit,
suhu 36, 1˚c
09.00 b. Mengkaji kemampuan klien dalam
WIB melakukan pemenuhan kebutuhan sehari –
hari
Ds: Klien mengatakan mampu melakukan
kebutuhan sehari-hari secara mandiri
Do: Klien tampak melakukan perawatan
dan pemenuhan kebutuhan sendiri
13.00 c. Membantu dalam personal hygiene (nail
WIB care, skin care)
Ds: Klien mengatakan sudah mandi
Do: Klien tampak mengganti baju,
membantu nailcare, membersihkan
kaki dengan mengelap kaki klien
13.00 d. Memotivasi klien untuk menjaga
WIB kebersihan diri
Ds: Klien mengatakan menjaga kebersihan
diri dengan baik dan tidak mengaruk
kaki bila gatal hanya mengusap usap
Do: Klien tampak membersihkan tempat
tidur dan mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan
Dx. 3 Sabtu/ a. Mengkaji kemampuan klien dalam berdiri
6 Mei/ dan berjalan
09.00 Ds: Klien mengatakan mampu berdiri dan
WIB berjalan secara perlahan
Do: Klien tampak bangun dan berjalan
secara mandiri dan berpegangan
14.30 b. Membantu klien dalam pergerakkan sendi,
WIB batasan-batasan pergerakan sendi
Ds: Klien mengatakan melakukan
pergerakan dengan perlahan dan
bertahap
Do: Klien tampak melakukan pergerakan
sendiri dan range of motion
14.30 c. Menganjurkan klien untuk selalu memakai
WIB alas kaki ketika berjalan
Ds: Klien mengatakan memakai alas kaki
jika berjalan
Do: Klien tampak memakai alas kaki

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang sudah dilakukan penulis setelah tindakan keperawatan
selama 3 hari yang di mulai dari tanggal 4 Mei – 6 Mei 2020 dapat dilihat
dari catatan perkembangan sebagai berikut:
Hari/Tanggal No. Dx Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Sabtu/ Dx. 1 15.00 S: Klien mengatakan mampu
6 Mei 2020 WIB berjalan dan bangun,
mengerakan kaki dan tangan
kiri.
Klien mengatakan sulit
melatih gerak dan jarang
melakukan ROM.
Klien mengatakan dapat
merubah posisi
Klien mengatakan mampu
mengangkat tangan yang
lemah secara mandiri dengan
perlahan
O: Klien tampak mampu
menggerakan ekstermitas,
adanya peningkatan
pergerakan mobilisasi
Klien tampak tidak ada
keinginan dan kesadaran
untuk latihan ROM

Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111

A: Masalah teratasi sebagian

P: Modifikasi rencana
keperawatan
Motivasi klien untuk latihan
gerak aktif dan pasif,
pergerakan sendi, ROM

Sabtu/ Dx. 2 15.30 S: Klien mengatakan mampu


6 Mei 2017 WIB melakukan kebutuhan sehari
– hari secara mandiri
Klien mengatakan sudah
mandi
Klien mengatakan menjaga
kebersihan diri dengan baik
O: Klien mengatakan
melakukan perawatan dan
pemenuhan kebutuhan sehari
– hari
Klien tampak melakukan
aktifitas secara mandiri
Adanya perubahan yang baik
dalam pemenuhan kebutuhan
sehari – hari
Membantu mengunting kuku
nail care dan skin care
Kuku kaki dan kuku tangan
sudah dipotong
Klien mampu melakukan
aktifitas sesuai kemampuan

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan intervensi
keperawatan
Motivasi untuk tetap menjaga
personal hygiene dan
kebersihan diri serta
perawatan kebutuhan sehari -
hari

Sabtu/ Dx. 3 16.00 S: Klien mengatakan bila berdiri


6 Mei 2020 WIB bangun dengan perlahan
Klien mengatakan
melakukan pergerakkan
dengan bertahap
Klien mengatakan selalu
memakai alas kaki untuk
menghindari lantai licin
O: Klien tampak bangun berdiri
secara perlahan
Klien melakukan pergerakan
sendi ekstermitas atas dan
bawah
Klien tampak memakai alas
kaki ketika berjalan

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan intervensi
keperawatan
Motivasi klien untuk selalu
memakai alas kaki saat
berjalan
Anjurkan klien untuk selalu
berhati-hati saat melakukan
aktivitas
Anjurkan klien memakai alat
bantu saat berjalan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien didapatkan hasil :
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan
fisik pada ekstermitas kiri. Memperoleh peningkatan dalam aktivitas fisik.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, kelemahan
fisik Peningkatan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari– hari.
3. Resiko jatuh pada masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan
belum perlu menggunakan alat bantu untuk berjalan.
1.2 Saran
a. Bagi petugas kesehatan
1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui
pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami CDV

b. Bagi lansia
1) Bagi lansia agar tetap menja gaya hidup agar tetap sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, N dan Hardhi Kusuma (2015). Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
2. Bram, I. (2017). Stroke Non Hemoragik. https://www.Academia.edu/1144500
7/stroke_non_hemoragik. diakses pada tanggal 5 Desember 2018.
3. Daya, DA. (2017). Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Karet Terhadap Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Wiliyah Kerja Puskesmas Pengasih II Kulon
Progo Yogyakarta..
4. Dinarti dan Yuli Mulyani (2017). Dokumentasi Keperawatan. http://www.kemkes.go
.idpusdiksmdk/wpcontent/uploads/2017/11/praktika-dokumen-keperawatn-dafis.pdf.
diunduh pada 11 desember 2018.
5. Lukman dan Nurma Ningsih (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
6. Prok, W dkk (2016). Pengarh Latihan Gerak Aktif Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke.
Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016.
7. Sudrajat, B. (2017). Penerapan Terapi Genggam Menggunakan Bola Karet Untuk
Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
8. Suryanti SS. (2011). 14 Penyakit Yang Sering Menyerang Dan Sangat Mematikan. Jakarta:
flash book.
9. William (2014). Manajemen Stroke Pada Lansia. https://www.scribd.com
/doc/242510750/jurnal-william-manajemen-stroke-lansia. Diakses pada tanggal 10
Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai