Gambar : Flowchart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Tersangka Rabies
Sumber : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan, 2014
Disebut pencegahan karena melakukan tindakan imunisasi dengan menggunakan
Vaksin Anti Rabies yang diberikan kepada setiap kasus GHPR terindikasi secara dini, dengan dosis standar agar terbentuk zat kebal (antibodi) untuk mencegah terjadinya kasus Lyssa atau rabies. Dari diagram alur (flowchart) penatalaksanaan kasus gigitan hewan tersangka/rabies, setiap gigitan hewan penular rabies terindikasi, harus mendapatkan Vaksin Anti Rabies (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan, 2014).
Manajemen dan Tata Laksana Pasien Rabies
Pasien tetap sadar, seringkali menyadari sifat penyakit mereka dan biasanya sangat gelisah, terutama bila eksitasi dominan. Selain itu, mereka sering diisolasi karena dianggap berisiko menularkan virus melalui kontak. Pasien dengan rabies yang dikonfirmasi harus menerima sedasi dan perawatan yang memadai di fasilitas medis yang sesuai, sebaiknya di ruang pribadi, dengan dukungan emosional dan fisik yang sesuai. Morfin atau benzodiazepin intravena berulang efektif dalam meredakan agitasi parah, kecemasan, dan kejang fobia yang menimpa pasien rabies yang parah. Setelah rabies yang ganas didiagnosis, prosedur invasif harus dihindari, dan pasien harus dirawat di tempat yang pribadi, tenang, dan bebas aliran udara. Mengingat kematian yang tak terhindarkan dalam banyak kasus, pengobatan harus fokus pada kenyamanan, dengan sedasi berat (barbiturat, morfin) dan menghindari intubasi atau tindakan pendukung kehidupan setelah diagnosis pasti (WHO, 2013).
Daftar Pustaka : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan, R. (2014) Situasi dan Analisis Rabies. WHO (2013) WHO Expert Consultation on Rabies, 2nd Report. Geneva, Switzerland.