Anda di halaman 1dari 17

MINI RISET

MINI RISET

MK. PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM
PRODI S1 PTIK

Skor Nilai :

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN IMAN


DAN TAQWA (IMTAQ) SISWA

DISUSUN OLEH :

NUR APNA PRATAMA (5191151001)

DOSEN PENGAMPU : Sugianto, S.Pd.I, M.A

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan laporan mini riset ini.

Laporan minti riset ini sudah disusun oleh penulis dengan maksimal dan mendapat
bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca
sebagai referensi tambahan dibidang Pendidikan Agama Islam.

Medan, April 2021

Penulis

Nur Apna Pratama


DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................4


B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................4

BAB II KERANGKA TEORI................................................................................5

BAB III METODOLOGI RISET...........................................................................13

A. Desain Penelitian........................................................................................13
B. Populasi dan sampel Penelitian..................................................................13
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional...............................................13
D. Instrument dan Teknik Pengumpulan Data................................................13
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................14
BAB V PENUTUP………………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………………….
B. Saran ……………………………………………………………………….
Daftar Pustaka........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Konsep iman dan takwa merupakan hal yang penting dipelajari dan diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan mendasar bagi
seorang mukmin. Iman menjadi tiang utama sebagai sumber kekuatan seseorang
dalam menegakkan agama Islam, agama satu-satunya diridhai Allah SWT. Tanpa
iman tersebut seseorang tidak akan bisa menerima agama Islam dengan sepenuh hati,
sehingga tidak dapat menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik.
Selain iman, Takwa juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
agama Islam dan kehidupan manusia. Pentingnya kedudukan takwa itu antara lain
dapat dilihat dalam catatan berikut. Disebutkan di sebuah hadis bahwa Abu Zar Al-
Gifari, pada suatu hari, meminta nasihat kepada Rasulullah. Rasulullah menasehati
Al-Gifari, “Supaya ia takwa kepada Allah, karena takwa adalah pokok segala
pekerjaan.” Dari nasihat Rasulullah itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa takwa
adalah pokok (pangkal) segala pekerjaan muslim.Surat Al-Hujurat ayat 13
menjelaskan bahwa Allah mengatakan, manusia yang paling mulia di sisi Allah
adalah orang yang paling takwa.
Bukan hanya diperlukan iman dan takwa dalam bergama Islam, tetapi juga
diperlukan bagaimana caranya agar seseorang dapat terus mempertahankan dan
meningkatkan keimanan dan ketakwaannya. Meningkatkan iman dan takwa tidak
hanya diperuntukkan bagi segolongan orang yang beragama Islam, melainkan semua
umat Islam harus terus meningkatkan iman dan takwanya, mulai dari anakanak,
remaja, dewasa hingga tua.
Allah memerintahkan seseorang yang beriman dan bertakwa untuk
mengaplikasikan imannya dengan senantiasa beribadah kepada Allah seperti, sholat,
membaca Al-Quran, berpuasa dan lain sebagainya seperti pada firmanfirman-Nya
dalam Al-Quran. Setelah dapat menunaikan kewajibannya kepada Allah tentunya
seseorang harus terus meningkatkan amalan-amalan ibadahnya. Mengingat, iman
seseorang dapat naik dan turun. Iman dan takwa yang selalu ada dalam diri seseorang
akan menghasilkan akhlak yang islami yaitu akhlak yang bersumber dari ajaran Allah
dan Rasul-Nya.
Akhlak islami ini merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga
dapat menjadi indikator seseorang apakah seorang Muslim yang baik atau buruk.
Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar,
akhlak erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu Khaliq (pencipta) dan makhluk
(yang diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk
memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan khaliq (Allah SWT) dan
hubungan baik antara makhluq dengan makhluq. Kata menyempurnakan berarti
akhlak itu bertingkat, sehingga perlu disempurnakan. Hal ini menunjukkan bahwa
akhlak bermacam-macam, dari akhlak sangat buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali
hingga sempurna. Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau
sendiri sudah berakhlak sempurna.3Bagi Nabi Muhammad SAW, Al-Quran sebagai
cerminan berakhlak. Orang yang berpegang teguh pada Al-Quran dan melaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah termasuk meneladani akhlak Rasulullah.
Sumber akhlak adalah Al-Quran.
Guru Pendidikan Agama Islam di sekolah dapat menjadi salah satu aktor
penting yang dapat menanamkan nilai-nilai iman dan takwa seseorang sejak dini yang
nantinya bertujuan untuk melahirkan insan-insan yang berakhlak mulia. Pendidikan
Agama Islam juga merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan yang diarahkan
untuk pembangunan nasional yang didasari dengan peningkatan keimanan dan
ketakwaan terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa.Sesuatu yang diharapkan terwujud
setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian
seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar
dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.5 Pentingnya sebuah pendidikan,
melahirkan beberapa aturan yang berguna untuk mengatur jalannya suatu sistem yang
akan mengarahkan kepada tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Seperti salah
satunya adalah ketetapan MPR. Ketetapan MPR ini adalah bentuk putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang sifatnya adalah sebuah penetapan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan iman
dan takwa siswa?
2. Apa saja hambatan-hambatan guru PAI dalam upaya meningkatkan iman dan
takwa siswa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan iman dan takwa siswa
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan-hambatan guru PAI dalam upaya
meningkatkan iman dan takwa siswa?

BAB II
KERANGKA TEORI
A. Keimanan dan Ketaqwaan

1. Pengertian Keimanan dan Ketaqwaan


a. Pengertian Keimanan
Sudirman dalam buku Pilar-Pilar Islam mengatakan, iman menurut bahasa
adalah membenarkan adapun menurut istilah syariat yaitu meyakini dengan hati,
mengucapkan dengan lisan dan membuktikannya dalam amal. Imam secara umum
dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan
lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan
ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta sunah Nabi Muhammad
SAW. Iman artinya kepercayaan. Namun dalam rasa agama, iman bukan berarti
kepercayana bebas yang boleh disalurkan kemana orang suka. Iman dalam
tuntunan islam tidak tumbuh dari bawah, melainkan datangnya dari atas melalui
ikhtiarnya manusia itu sendiri, seperti yang tertera di dalam Al-Qur‟an surat
Yunus (100-101).
Pada umumnya iman disini selalu dihubungkan dengan kepercayaan atau
berkenaan dengan agama. Iman sering juga dikenal dengan aqidah . Aqidah
artinya ikatan, yaitu hati. Seorang yang beriman berarti mengikat hati dan
perasaan dengan sesuatu kepercayaan yang tidak dapat ditukar dengan
kepercayaan lainnya. Keimanan seseorang dapat dilihat dari perilaku dan
perbuatan seseorang jika perbuatan dan perilaku seseorang itu baik dapat
dikatakan bahwa seseorang tersebut beriman. Walaupun keimanan seseorang itu
hanya dapat diketahui seseorang yang menjalani perilaku dan perbuatan itu
sendiri.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok
dan cabang. Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasulullah saw. Yang
kita jadikan kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, cinta
bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian dari iman,
menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang sengsara dan
menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang-cabang keimanan yang
paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.
b. Pengertian Ketaqwaan
Taqwa adalah takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan
mengerjakan segala perintah-Nya dan tidak melanggar dengan menjauhi segala
larangan-Nya serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa. Taqwa dari kata
waqaya (Arab) berarti takut, menjaga diri, memelihara, tanggung jawab dan
memenuhi janji. Orang yang bertakwa adalah orang yang takwa kepada Allah
berdarkan kesadaran dengan mengerjakan akan perintah-perintah-Nya, tidak
melanggar larangannya, takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang
bertakwa adalah orang yang menjaga (membentengi diri dari kejahatan,
memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhoi Allah,
bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan perbuatannya, serta
memenuhi kewajibannya.14 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
taqwa merupakan kesalehan hidup, kecintaan dan takut kepada Allah dan selalu
giat dalam melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya untuk
mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Apabila manusia sudah
bertaqwa kepada Allah SWT berarti manusia itu selalu memupuk imannya. Oleh
karena itu, kepercayaan akan adanya Allah akan membentuk sikap hidup manusia
menjadi memiliki perilaku hidup yang berkarasteristik sifat-sifat terpuji, baik
terpuji bagi Allah maupun terpuji dari sesama manusia dan makhluk lainnya.
Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari halhal yang dilarang
agama, merupakan salah satu bentuk wujud seorang muslim yang bertaqwa.
Karena taqwa adalah sebaik-baik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi
kehidupan dunia.
Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah kemuliaan sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an. Oleh karena itu, Al-Qur‟an dengan tegas
menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia disisi Allah adalah orang-orang
yang paling taqwa. Predikat kemuliaan ini sangat ditentukan oleh kualitas taqwa,
semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka semakin mulia pula
kedudukannya pada pandangan Allah.
2. Pentingnya Keimanan dan Ketaqwaan
Pada Siswa Sebagai seorang pelajar tentunya keimanan dan ketaqwaan sangat
penting guna menunjang upaya meningkatkan prestasi dan perkembangan pribadi.
Allah memerintahkan setiap umatnya untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu, berbuat kebaikan, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, serta mentaati
setiap aturan yang bertujuan untuk kebaikan. Sekolah diciptakan untuk
membentuk pribadi yang mantap dari segi mental, intelektual, dan spiritual. Maka
disetiap sekolah pasti memiliki aturanaturan yang diciptakan untuk mencapai
tujuan dalam membentuk pribadi siswa yang mantap tersebut. Dan agama apapun
tentu tidak membenarkan setiap umatnya untuk melanggar aturan di dunia yang
bertujuan untuk kebaikan umat-Nya.
Iman dan taqwa begitu sangat penting dalam berkehidupan betapa
menderitanya seorang hamba yang tanpa didasari iman yang kokoh lagi kuat,
sosok demikian biasanya lebih cenderung pada hal-hal yang justru jauh dari
rahmat sang pencipta alam semesta, belum lagi kegundahan jiwa kehampaan
qolbu dan sedikitpun tidak ada pencerahan ilahi dalam hatinya. Iman perlu
tertanam kokoh dalam sanubari setiap hamba karena dengan iman yang tertanam
kokoh akan memberikan pencerahan dan menerangi kehidupan dengan pancaran
cahayanya dapat memberikan pengaruh luar biasa terhadap seluruh dimensi
kehidupan serta menjadikan seorang hamba menyandang ciri ketuhanan baik dari
segi pemikiran pemahaman perasaan akhlak maupun aturan.
3. Faktor-faktor Yang Berkaitan dengan Peningkatan Keimanan dan
Ketaqwaan
Zaini Dahlan mengemukakan faktor-faktor yang berkaitan dengan
peningkatan keimanan dan ketaaqwaan. Iman yang dimiliki seseorang dapat
tumbuh dengan subur, apabila disertai faktor-faktor sebagai berikut:
1) Banyak mengunjungi atau menghindari majelis-majelis ta‟lim yang
mengajarkan tentang berbagai nasehat agama yang baik.
2) Menjauhi dari makanan yang haram dan syubhat. Iman seseorang dapat
pula bertambah sehat dan semakin kokoh apabila ia selalu menjauhi
makanan yang haram dan syubhat.
3) Bergaul dengan teman yang baik. Karena dengan bergaul bersama orang
itu, kita akan dapat melihat tingkah laku dan ucapannya yang baik yang
dapat memperkokoh rasa keimanan kepada Allah SWT.
4) Banyak mengunjungi orang-orang yang terkena musibah. Dengan kata lain
mempertebal keimanan itu pada umumnya adalah dengan memperbanyak
amal perbuatan yang baikKarena iman itu pada hakikatnya adalah
keyakinan dan amal. Dan amal perbuatan itulah yang dapat mempertebal
keimanan. Sebagaimana dikatakan dalam salah satu fatwah Ibnu
Taymiyyah : “Iman ialah aqidah dan amal. Sebab itu bertambah dan
berkurang”.

Ada empat faktor yang dapat menjadikan kita mampu meningkatkan ketaqwaan
adalah :

1) Tanamkan pada diri kita rasa takut kepada Allah Dengan rasa takut ini
akan menjadikan manusia selalu memikirkan konsekuensi atas apa yang
mereka kerjakan, senantiasa merasa diawasi oleh Allah, dimanapun ia
berada dalam keadaan sendiri, dikegelapan ataupun diterang benderang dia
senantiasa akan berusaha menjaga perbuatannya.
2) Mengerjakan amalan yang diperintahkan oleh Allah SWT Dalam
meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah adalah dengan mengerjakan
apa yang diperintahkan-Nya kepada kita dengan mengamalkan hal-hal
yang wajib yang diperintahkan Allah lkepada kita dijamin akan dapat
meningkatkan amalan yang lain juga sehingga ketaqwaan itu senantiasa
meningkat.
3) Mendekatkan diri kepada Allah (taqqarub) Kita harus menyadari
sepenuhnya bahwa kita itu adalah makhluk yang lemah, sedang Allah
adalah Tuhan yang kebesarannya meliputi semua penciptanya, oleh sebab
itulah tanamkan pada diri kita bahwa diri yang lemah ini tidak akan
mungkin dapat melakukan sesuatu tanpa pertolongannya. Sehingga kita
akan tertanam rasa butuh akan Allah yang bisa menolong kita, oleh sebab
itu hal yang harus kita lakukan dalam rasa keterbutuhan itu ialah
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, karena dengan dekatnya
seorang hamba dengan sang Khaliq, Allah akan selalu senantiasa
membantunya dalam berbagai hal dan akan mengabulkan doa hambanya
jika ia berdoa
4) Menjauhi yang haram dan yang syubhat Dampak dari sebuah hal haram
akan berakibat buruk pada diri kita dan mungkin bahkan di sekitar kita,
karena orang yang selalu mengerjakan sesuatu yang haram/makan-
makanan yang haram pasti merugikan dirinya sendiri dan orang lain.18
Dari faktor-faktor diatas dapat disimpulkan bahwa keimanan seseorang
dapat meningkat apabila, Banyak mengunjungi atau menghindari majelis-
majelis ta‟lim, Menjauhi dari makanan yang haram dan syubhat, Bergaul
dengan teman yang baik, Banyak mengunjungi orang-orang yang terkena
musibah. Begitu pula dengan ketaqwaan seseorang dapat meningkat
apabila, menanamkan pada diri kita rasa takut kepada Allah, Mengerjakan
amalan yang diperintahkan oleh Allah SWT, Mendekatkan diri kepada
Allah (taqqarub), Menjauhi yang haram dan yang syubhat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong kepada jenis penelitian pustaka (library research).
Menurut Sukardi (2003: 33-35) library research adalah jenis penelitian yang bertujuan
untuk mengumpulkan data atau informasi degan bantuan bermacammacam material
yang terdapat di ruang perpustakaan, seperti jurnal, laporan hasil penelitian, majalah
ilmiah, surat kabar, buku yang relevan, hasil-hasil seminar, artikel ilmiah yang belum
dipublikasikan, data internet yang ada kaitannya dengan judul penelitian ini dengan
cara menela‟ah dan menganalisa sumbersumber itu, hasilnya dicatat
dan dikualifikasikan menurut kerangka yang sudah ditentukan.
B. Teknik pengumpulan Data
Lexy J. Moleong (2010: 130) menyebutkan dalam bukunya yang berjudul
Metode Penelitian Kualitatif, bahwa Data yang ada dalam kepustakaan tersebut
dikumpulkan dan diolah dengan cara:
1. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari data-data yang diperoleh terutama dari
segi kelengkapan, kejelasan makna dan koherensi makna antara yang satu dengan
yang lain.
2. Organizing, yakni menyusun data-data yang diperoleh dengan kerangka yang
sudah ditentukan.
3. Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap hasil
penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang
telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi) tertentu yang
merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.
C. Teknik Analisis Data
Berdasarkan jenisnya penelitian ini, adalah penelitian kepustakaan atau library
research yang menggunakan content analysis. Menurut Budd sebagaimana yang
dikutip oleh Burhan Bungin (2014: 134) bahwa metode content analysis ini pada
dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan
mengolah pesan, atau suatu alat mengobservasi dan menganalisis isi perilaku
komunikasi yang terbuka darikomunikator yang dipilih. Sedangkan menurut Berelson
yang kemudian diikuti oleh Keliger dalam Burhan Bungin (2014: 134)
mendefinisikan analisis ini sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis
komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak
D. Pendekatan PenelitIan
1. Metode Deduktif
Pengertian dari metode deduksi adalah cara berpikir yang berangkat dari
pengetahuan atau hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik menuju hal-hal
yang bersifat khusus. Sebagaimana dikatakan oleh Sutrisni Hadi, metode deduksi
berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari
pengetahuan umum, keika hendak memulai pekerjaan yang bersifat khusus.
2. Deskriptif
Cara berpikir deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan
dan menginterprestasikan objek sesuai dengan apa adanya. Metode deskriptif yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu menggambarkan, mengemukakan atau
menguraikan berbagai data atau teori yang telah ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan Islam Abdurrahman Shaleh (2012: 159) menyebutkan bahwa materi


pendidikan berarti mengorganisir bidang ilmu pengetahuan yang membentuk basis
aktivias lembaga pendidikan, bidangbidang ilmu pengetahuan ini satu dengan lainnya
dipisah-pisah namun merupakan satu kesatuan terpadu. Materi pendidikan harus mengacu
pada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi, oleh karenanya
materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri sendiri terlepas dari kontrrol tujuannya.

Adapun maksud dari materi Pendidikan Islam Pespektif Hadis Nabi saw bahwa
materi-materi yang diuraikan di dalam hadis Nabi banyak juga menjadi bahan-bahan
pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik formal maupun non-
formal. Oleh karena itu, materi pendidikan Islam harus dipahami, dihayati, diyakini, dan
diamalkan dalam kehidupan umat Islam.

Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf alDin al-Nawawi al-Syafi‟iy (2009: 3) memaparkan
di dalam bukunya tentang biografi dan sejarah perjalanan hidup Imam Nawawi. Nama
lengkap anNawawi adalah al-Imam Syarifuddin anNawawi. Dilahirkan di sebuah
perkampungan yang bernama “Nawa” pada Bulan Muharram tahun 631 H di
perkampungan “Nawa” dari dua orang tua yang shalih. Beliau dianggap sebagai Syaikh di
dalam madzhab Syafi‟i. Seorang alim ulama fiqh dan ahli hadisyang terkenal pada
zamannya. Ayahnya bernama Syaraf Ibn Murry seorang pemilik toko di Nawa.

Ibnu al- Athar, salah seorang murid setia Imam alNawawi memuji ayahnya sebagai
syeikh waliyyullah yang zahid lagi wara‟. Para ahli fiqih sepakat, bahwa Imam al-
Nawawi adalah seorang yang „alim, wara‟, zuhud, dhabit dan bertaqwa. Sebagai seorang
wara‟, misalnya beliau megambil sikap tidak mau memakan buah-buahan
Damaskus karena merasa ada syubhat seputar kepemilikan tahan dan kebun-kebunya di
sana.

Imam Nawawi berguru pada syaikh Ar-Ridha bin al-Burhan, Syaikh Abdul Aziz bin
Muhammad Al-Anshari, Zainuddin bin Abdul Daim, Imaduddin Abdul Karim Al-
Khurasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf, Taqiyyuddin bin Abil Yasar, Jamaluddin bin As-
Shayarfi, Syamsuddin bin Abi Umar dan ulama-ulama lainnya yang sederajat. Adapun
murid-murid Imam Nawawi yang menjadi ulama terkenal setelah beliau adalah Al-Khatib
Shadr Sulaiman Al-Ja‟fari, Syihabuddin Ahmad bin Ja‟wan, Syihabuddin AlArbadi,
Alauddin bin Al-Atthar, Ibnu Abi Al-Fath dan Al-Mazi serta Ibnu AlAtthar.

Syaikh Ahmad Farid (2015: 775- 776) juga menambahkan bahwa Imam Nawawi
meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Karya-karya imam Nawawi
tersebut kebanyakan telah ditemukan di perpustakaan-perpustakaan baik di dunia Barat
maupun Timur. Diantara karya tersebut dibagi pada beberapa aspek di bidang Hadis dan
Ilmu Hadis, Kitab shahih Muslim bi Syarh anNawawi, Kitab Riyaadhun min Kalam
Sayyid al-Mursalin, Kitab Al-Arba„in AnNawawiyyah, Kitab Al-Arba„in
anNawawiyyah, al-Irsyaad fi „Ulum alhadits, dan masih banyak kitab hadis lainnya.

Adapun pada aspek fiqh, yakni: Kitab al-Majmu‟, Kitab Raudhah ath thalibin,
Kitab Minhaju ath thalibin, dan lainnya. Kitab yang berisi tentang biografi dan sejarah,
yaitu: Kitab labaqat al-Fuqaha‟ dan Kitab Tahdzib al-Asma‟ wa al-Lughah. Kitab
yang berisi tentang bahasa, yakni Kitab Taqrir alfa al-Tanbih dan Kitab Tahzib
al-Asma‟ wa alLughah. Kitab yang berisi tentang bidang pendidikan dan etika, yakni
Kitab Adab al- Hamalah al-Quran dan Kitab Bustan al-„arifin.

Menurut Zakiha Darajat (2011: 29-30) bahwa pendidikan Islam, diharapkan dapat
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan
gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam hubungan-Nya dengan
Allah dan sesama manusia, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam
semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat. Jadi, Pendidikan Agama Islam
bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia yang muslim yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Iman dalam kaitannya dengan pendidikan maka
paling tidak nilai-nilai yang ada dalam keimanan mampu mewarnai keilmuan yang
didapat. Karakter yang diharapkan adalah melahirkan pesrta didik yang berwawasan
Islami, yang yakin terhadap rukun-rukun keimanan. Adapun ihsan dalam ranah edukasi
(pendidikan), ihsân sangat erat kaitannya, bahkan sama artinya, dengan kata “afektif”.
Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang kebaikan yang bersumber
dari hati. Oleh karenanya pendidikan karakter berbasis Ihsân sama halnya dengan
pendidikan hati.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Islam adaalah satu-satunya agama yang diakui Allah di sisi-Nya,
sedangkan Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah Islam. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah dan barometer tingkat keimanan dan ketaqwaan seorang hamba. Maka
Islam tidak sah tanpa Iman, dan iman pun tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya,
ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman pun tidak akan terwujud tanpa adanya
Islam. 2. Subtansi dari materi pendidikan Islam haruslah mencakup konsep iman,
Islam dan Ihsan. Agar peserta didik setelah mengalami proses pendidikan
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa. Insan kamil artinya manusia
utuh jasmani dan rohani, dapat berkembang secara wajar dan normal karena takwanya
kepada Allah SWT. 3. Materi pembelajaran Pendidikan Islam berbasis Islam, iman
dan ihsan ialah bertujuan mengintregasikan ketiga pilar ini dalam materi ajar yang
disampaikan kepada peserta didik. Sehingga peserta didik tidak hanya paham secara
teori saja, namun dapat merealisasikan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/3422/2000
http://www.researchgate.net. Diakses tanggal 16 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai