Anda di halaman 1dari 11

PUASA

A. Makna Puasa dan Dasar Hukum Puasa


Secara lughawi puasa dimaknai dengan menahan diri, meninggalkan atau
menutup diri dari segala sesuatu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Sedangkan secara syara’ yang dimaksud puasa adalah menahan diri dari suatu yang
merusak ibadah puasa pada waktu tertentu, mulai dari terbitnya fajar hingga
terbenamnya matahari dengan niat. Hukum puasa pada bulan Ramadhan adalah wajib
bagi setiap muslim yang mukallaf. Adapun perintah melakukan puasa adalah dalam QS.
Al-Baqarah (2): 182

Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Puasa tidak hanya diwajibkan kepada umat Muhammad saw saja, akan tetapi
ibadah puasa merupakan kewajiban yang telah dipergilirkan Allah swt, kepada setiap
umat dan Nabinya sebelum datangnya islam. Rasulullah saw. Sebelum diwajibkan puasa
Ramadhan selalu melakukan puasa tiga hari setiap bulan, hingga Allah swt, mewajibkan
kepada umat islam berpuasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah diatas.
Puasa termasuk salah satu ibadah yang utama, dan merupakan salah satu rukun
islam. Banyak nash-nash Alquran dan hadis Rasulullah saw, yang menunjukkan
keutaman ibadah puasa. Bagi orang yang berpuasa, Allah swt menyediakan surge yang
khusus yang disebut surge al-Rayyan, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis:

Artinya:
“Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang disebut al-Rayyan, maka
dipanggilah pada hari kiamat. Di manakah orang-orang yang berpuasa.”, apabila
mereka telah masuk, pintu itu pun ditutup.” (HR. Ibnu Huzaemah)
Keutamaan bulan Ramadhan sangat istimewa, khususnya bagi orang-orang yang
senang beribadat dan menginginkan rahmat dan ridha Allah swt. Puasa di bulan
Ramadhan adalah fardhu’ain bagi setiap muslim. Hanya orang-orang yang diberikan
dispensasi (rukhsah) yang diperbolehkan meninggalkan kewajiban puasa di bulan
Ramadhan. Selain yang mendapatkan halangan untuk berpuasa, maka haram
hukumnya berbuka puasa pada bulan Ramadhan.
Penentuan awal bulan Ramadhan merupakan hal yang terpenting dalam
pelaksanaan puasa Ramadhan. Dalam hal ini QS. Al-Baqarah (2): 185 memberikan
petunjuk:

Terjemahannya:
“Dan barang siapa di antara kamu yang melihat bulan, maka berpuasalah…”
Adapun cara menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dapat dilakukan
dengan menempuh dua langkah yaitu:
1. Dengan melihat bulan (rukyat)
Bulan yang harus dilihat pada awal dan akhir Ramadhan adalah bulan sabit
kecil bahkan hanya seberkas redup berada du ufuk (hamper sejajar dengan
garis horizon bumi) dan waktunya hamper bersamaan dengan terbenamnya
matahari, dimana sinar matahari masih kuat, dan menyulitkan penglihatan.
Tentu saja kondisi bulan seperti ini tidak dapat dilihat oleh setiap orang,
melainkan hanya orang-orang yang pernah belajar ilmu astronomi (ilmu falak)
saja yang bisa mengetahui.
2. Dengan perhitungan matematis (hisab)
Dalam ilmu astronomi diketahui bahwa anggota planet bima sakti mengelilingi
matahari termasuk bumi. Bulan sebagai anggota bima sakti, selain
mengelilingi matahari, juga mengelilingi bumi. Proses mengelilingi matahari
juga mengelilingi bumi. Proses mengelilingi ini membentuk pola-pola tertentu
yang teratur dalam disiplin ilmu astronomi disebut garis edar (manazil). Garis
edar bumi terhadap matahari dan bulan terhadap bumi ini dapat ditentukan
melalui hitungan dengan perangkat ilmu hisab ini, dapatlah ditentukan awal
waktu shalat dan awal akhir dari pelaksanaan Ramadhan.
Lazimnya, di Indonesia umat islam masih terjebak pada perbedaan mana yang
lebih penting dan menentukan dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan ini. Apakah
hisab lebih utama disbanding rukyat atau sebaliknya? Padahal, kedua metode ini sama-
sama penting, dan saling melengkapi. Bersyukurlah, negara ini mempunyai satu
lembaga yang disebut Kementrian Agama yang telah membentuk suatu lembaga
khusus menangani persoalan ini, yang disebut lembaga Hisab Rukyat. Di situ terhimpun
sejumlah ahli yang merupakan perwakilan dari seluruh organisasi masyarakat islam
seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, dan lain-lain. Oleh karena itu, ketika terjadi
silang pendapat dalam menetukan awal dan akhir Ramadhan yang paling aman adalah
berpegang pada ketetapan yang kuat tersebut.

B. Macam-macam Puasa
Puasa bila ditinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas:
1. Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa Kifarat, puasa Nazar
dan puasa Qadha.
2. Puasa sunat atau puasa tathawu yang meliputi puasa enam hari bulan syawal,
puasa senin kamis, puasa hari arafah (tanggal 9 Zulhijjah), kecuali bagi orang
yang sedang melaksanakan ibadah haji tidak disunatkan, puasa hari Syura (10
Muharram), puasa bulan Syaban, puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, 15 bulan
Qamariah).
3. Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa
kecuali bulan haram. Di samping itu, makruh puasa pada setiap sabtu saja
atau setiap jumat saja.
4. Puasa haram, yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu:
 Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
 Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
 Hari-hari Tasyri’ (11, 12, dan 13 Zulhijjah)

C. Syarat Wajib Puasa


Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas syarat wajib puasa dan
syarat sah puasa.
Adapun syarat wajib puasa meliputi:
 Berakal (aqil). Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
 Baligh (sampai umur). Oleh karena itu, anak-anak belum wajib puasa
 Kuat berpuasa (Qadir). Orang yang tidak kuat berpuasa, baik karena tua
atau sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, tidak diwajibkan
atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.

Adapun syarat sah puasa, meliputi:

 Islam. Orang yang bukan islam (kafir) tidak sah puasanya, demikian pula
orang yang murtad.
 Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang
tidak baik).
 Suci dari darah haid, nifas dan wiladah. Wanita diwajibkan puasa selama
mereka tidak haid. Jika mereka haid, maka tidak wajib puasa pada bulan
Ramadhan tetapi diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa yang
ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan
dengan haid. Bedanya, bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh
membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antara meninggalkan shalat
dan meninggalakan puasa bagi orang yang sedang haid. Pada shalat,
orang yang haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan pada
puasa tidak lepas, tetapi ditunda untuk dibayar (di qadha) pada waktu
yang lain.
 Dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa.

D. Rukun Puasa
Rukun puasa meliputi:
1. Niat
Kedudukan niat dalam ajaran islam penting sekali, karena menyangkut
dengan kemauan. Hadis Rasulullah saw. Yang diriwayatkan oleh Bukhari
menyatakan:

Artinya:
“Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung kepada niat, dan setiap
manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya.”

Pada fuqaha berpandapat bahwa niat adalah elemen pokok yang


menentukan sebuah ibadah. Niat puasa adalah bagian dari puasa itu. Puasa
dianggap sah apabila diniatkan untuk melakukannya karena Allah swt setiap
pekerjaan atau ibadah harus didasarkan kepada niat.
Niat adalah pekerjaan hati dan oleh karenanya dilakukan dengan hati,
melafalkan niat dengan ucapan hukumnya adalah sunat. Niat yang baik adalah
melakukan sesuatu karena Allah swt olehnya itu amal yang dilakukan bukan
karena Allah swt. Akan ditolak. Adapun waktu niat puasa adalah ketika malam
hari. Akan tetapi, yang lebih utama adalah setelah makan sahur menjelang
terbinya fajar. Namun untuk menjaga supaya tidak terlupakan, maka niat
puasa itu boleh dilakukan setelah buka puasa, setelah tarawih atau sebelum
tidur malam.
2. Menahan diri dari makan dan minum dan hal-hal yang membatalkan puasa
Makan dan minum harus ditinggalkan apabila sedang berpuasa. Demikian
pula dengan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi pahala
puasa yang harus ditinggalkan. Allah swt. Berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2):
187:

Terjemahannya:
“ Dan makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam.”

E. Halangan Puasa
Pada prinsipnya puasa merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap
orang islam. Namun, syariat islam menetapkan kebolehan atau keringanan dan
pengecualian (rukhsa) untuk meninggalkan puasa bagi orang-orang tertentu serta
dalam kondisi tertentu.
1. Orang sakit
Orang sakit diberikan keringanan untuk tidak melakukan puasa. Ini karena
apabila dipaksakan tetap berpuasa, maka sakitnya akan bertambah parah dan
memperlambat proses penyembuhan. Allah swt. Mengingatkan dalam QS. Al-
Baqarah (2): 185:

Terjemahannya:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
,menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.”
2. Sedang dalam perjalanan
Orang yang sedang melakukan perjalan diberikan keringanan untuk tidak
melaksanakan puasa, namun melaksanakan puasa dalam perjalanan, apabila
memungkinkan untuk berpuasa adalah lebih baik. Perjalanan yang
mendapatkan dispensasi menurut para ulama adalah perjalanan jauh yang
cukup melelahkan. Mereka menentukan bahwa jarak yang sudah
mendapatkan dispensasi untuk tidak berpuasa adalah 80,64 km lebih.
Kendatipun demikian, jika mampu maka tetap melangsungkan puasa lebih
utama.
3. Orang tua yang lemah
Orang tua yang lemah dan tidak kuat lagi untuk berpuasa atau orang yang
memang lemah keadaannya, bukan karena tua, maupun orang sakit yang
sudah lama menahun, maka boleh meninggalkan puasa, dan satu setiap kali
meninggalkan puasa, harus membayar fidyah, yaitu dengan cara menyerahkan
beras atau makanan pokok yang mengenyangkan, sekiranya cukup untuk
dimakan sehari dengan tanpa harus menqadha puasanya.
Fidyah diberikan kepada fakir miskin. Adapun jumlahnya adalah sebanyak
kelaziman kebutuhan makan dia dalam sehari. Para ulama menyebutkan
dengan ukuran satu mud atau ¾ liter. Adapun dalilnya adalah firman Allah swt
dalam QS. Al-Baqarah (2): 184:

Terjemahannya
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
puasa) membayar fidyah, (yaitu): member makan seorang miskin.”
4. Ibu hamil dan menyusui
Perempuan yang sedang hamil atau sedang menyusui diberi kemudahan dan
keringanan oleh Allah swt untuk meninggalkan kewajiban puasa. Puasa yang
ditinggalkan itu boleh dibayar dengan fidyah.

F. Batalnya puasa
Adapu perkara yang dapat membatalkan puasa sehingga wajib mengganti
(menqadha) jika melakukannya adalah:
1. Makan dan minum
Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt, dalam QS. Al-Baqarah (2) 187:

Terjemahannya:
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.
Apabila makan dan minum dilakukan dalam keadaan lupa, maka puasanya
tidak batal dan Nabi menyuruh untuk menyempurnakan (melanjutkan)
puasanya.
2. Muntah dengan sengaja
Muntah yang tidak disengaja seperti mabuk dalam perjalanan dan lain-lainnya
tidak membatalkan puasa. Muntah yang disengaja adalah suatu perbuatan
yang dapat menyebabkan dirinya muntah seperti merogoh/menyolok
tenggorokannya sendiri atau dengan sengaja mencium sesuatu yang bau yang
dapat menyebabkan keluarnya muntah. Dasar hukumnya adalah hadis
Rasulullah saw.

Artinya:
“Barang siapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengqadha puasanya, dan
barang siapa yang mengusahakan muntah dengan sengaja maka hendaklah ia
mengqadha puasanya.”
3. Haid dan nifas
Perempuan yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan puasa,
meskipun hanya beberapa saat lagi menjelang buka puasa.
4. Keluar mani
Keluar mani yang dimaksud di sini adalah keluar mani baik akibat pandangan
atau berkhayal tentang sesuatu yang erotis, atau sengaja dikeluarkan
(mastrubasi) membatalkan puasa.
5. Gila
Orang gila pada siang ahri membatalkan puasa.
6. Batal niat
Batal niat puasa menyebabkan batalnya puasa, meskipun tidak ada hal lain
yang membatalkan sebagimana sabda Nabi saw yang artinya: “sesungguhnya
amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan tiap orang hanya akan
mendapat apa yang ia niatkan.” (HR. Mutafaq). Batal niat mungkin karena ada
kehendak untuk membatalakan puasa. Dengan demikian batal pula puasanya,
misalnya ada kehendak untuk makan dan minum dalam perjalanan.
7. Bersetubuh pada siang hari
Suami istri yang melakukan persetubuhan pada siang hari ketika puasa bukan
saja membatalkan puasa, tetapi juga dikenakan membayar kifarat puasa.
Kifarat adalah sanksi atau hukuman. Hukuman bagi pelaku persetubuhan pada
siang hari di bulan puasa adalah:
 Memerdekakan hamba sahaya
 Berpuasa dua bulan berturut-turut
 Bersedekah kepada 60 orang fakir miskin dengan makanan yang
mengenyangkan pada hari itu.

G. Sunat puasa
Sunat puasa adalah amalan-amalan utama yang dicontohkan oleh Nabi yang
dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa. Adapun sunat puasa adalah:
1. Menyegarkan berbuka
Apabila telah tiba waktu berbuka puasa, yaitu terbenamnya matahari, maka
hendaklah segara berbuka puasa. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegarkan berbuka
puasa.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Berbuka dengan kurma
Sekiranya memungkinkan hendaklah berbuka puasa dengan kurma dan
segelas air, sebagaimana kebiasaan Nabi Muhammad saw.
3. Berbuka sebelum shalat magrib
Sebagaimana diterangkan dalam hadis Rasulullah saw bahwa Rasulullah ketika
tiba magrib beliau segera berbuka dengan memakan kurma dan minum
segelas air kemudian melaksanakan shalat magrib, tidak langsung makan.
4. Berdoa waktu buka puasa
5. Bersahur
Bersahur adalah makan tengah malam atau menjelang terbit fajar. Rasulullah
saw, menganjurkan untuk makan sahur karena dalam sahur ada keberkahan,
sebagimana sabda rasulullah saw: yang artinya: “Bersahurlah, sesungguhnya
di dalam bersahur itu terdapat berkah.” Adapun pelaksanaan sahur yang baik
adalah dengan cara mengkhirkannya, maksudnya, mengundurkan hingga
mendekati terbitnya fajar.
6. Memberikan makanan untuk berbuka
Pada bulan Ramadhan disunatkan untuk memberikan hidangan berbuka
kepada orang yang berpuasa, sebagimana sabda Rasulullah saw: “Barang siapa
member makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa itu dengan tidak
mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.” (HR. Turmudziy)
7. Memperbanyak sedekah
8. Tadarrus
Tadarrus adalah mengaji dan mengkaji alquran. Hal ini karena alquran
diturunkan pada Bulan Ramadhan untuk kali pertamanya kepada Nabi
Muhammad saw, selain itu, setiap amalan juga akan dilipatgandakan.
Kemudian pada bulan Ramadhan, Jibril mereview hafalan Alquran yang telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, sangat wajar jika
kedua ibadah ini dapat memberikan syafaat bagi yang melakukannya.
9. Beri’tikaf
Secara bahasa i’tikaf berarti mengurung diri. Sedangkan menurut syara’
adalah berdiam diri di dalam mesjid sebagai wujud ketaatan kepada Allah swt,
dengan melakukan ibadah baik yang wajib maupun yang sunat. I’tikaf
merupakan kesempatan untuk meningkatkan pengabdian dan ketaatan serta
permohonan doa dan ibadah lainnya untuk mendaptkan keridhaan Allah swt.
Sebetulnya setiap saat dapat saja dilakukan I’tikaf. Namun secara khusus, Nabi
Muhammad melakukannya secara kontinyu pada sepuluh hari terakhir pada
bula Ramadhan.
10. Shalat tarawih
Shalat tarawih merupakan qiyamul lail (shalat malam), dan melaksanakan
shalat tarawih hukumnnya sunat. Hal ini juga sebagai upaya menghidupkan
hari-hari dan malam-malam Bulan Ramadhan.

H. Puasa-puasa Sunat
Selain puasa yang diwajibkan bagi umat islam dalam bulan Ramadhan, juga
disyariatkan puasa-puasa sunnah untuk mendulang pahala pada bulan-bulan
selainnya. Berikut adalah jenis-jenis puasa sunnah dalam satu tahun:
 Puasa 6 hari dibulan Syawwal
 Puasa senin dan kamis
 Puasa Nabi Daud a.s
 Puasa tiga hari dalam sebulan
 Puasa arafah
 Puasa dibulan Muharram, khususnya pada hari Asyura (10 muharram)
 Puasa dibulan Sya’ban

I. Hikmah Puasa
Hikmah puasa tersebut sangat banyak baik untuk kepentingan pribadi maupun
untuk kepentingan umat (masyarakat) pada umumnya. Di antara hikmah-hikmah
tersebut yang terpenting dan mampu dijangkau oleh akal pikiran manusia sampai
saat ini antara lain:
1. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah)
Dengan kita berpuasa maka seperti ibarat sebuah mesin, organ-organ
pencernaan tersebut diservis dan dibersihkan, sehinggah setelah menjalankan
ibadah puasa di bulan Ramadhan Insya Allah kita menjadi sehat baik secara
jasmani maupun secara rohani. Hal ini memang sudah disabdkan oleh
Rasulullah saw dalam satu hadistnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan
Abu Nu’aim, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Berpuasalah maka
kamu akan sehat.” (HR. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim). Juga dalam hadist yang
lain dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada
pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa.” (HR. Ibnu
Majah)
2. Membersihkan rohani dari sifat-sifat hewani menuju kepada sifat-sifat
malaikat
Hal ini ditandai dengan kemampuan orang berpuasa untuk meninggalkan
sifat-sifat hewani seperti makan, minum (disiang hari). Mampu menjaga panca
indera dari perbuatan-perbuatan maksiat dan memusatkan pikiran dan
perasaan untuk berzikir kepada Allah (zikrullah). Hal ini merupakan
manifestasi (perwujudan) dari sifat-sifat malaikat, sebab malaikat merupakan
makhluk yang paling dekat dengan Allah, selalu berzikir kepada Allah, selalu
bersih, dan doanya selalu diterima.
Dengan demikian maka wajarlah bagi orang yang berpuasa mendaptkan
fasilitas dari Allah yaitu dipersamakan dengan malaikat. Hal ini diperkuat oleh
sabda Rasulullah dalam salah satu hadistnya yang diriwayatkan oleh Turmudzi
yaitu:
“Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka yaitu orang yang berpuasa
sampai ia berbuka, kepala Negara yang adil, dan orang yang teraniaya.” (HR.
Turmudzi)
3. Menumbuhkan kepekaan sosial
Mengingat dan merasakan penderitaan orang lain merasakan lapar dan haus
juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan
yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita
rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara
penderitaan orang lain entah yang kapan berakhir. Dari sini, semestinya puasa
akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum
muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum
teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku,
Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai
belahan dunia lainnya seperti Irak, Iran, Palestina dan sebagainya.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “Al-Ibadah Fi al-Islam” mengungkapkan
ada lima rahasia puasa yang biasa dirasakan kenikmatannya:
 Menguatkan Jiwa
Dalam hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa
nafsunya, lalu manusia itu menuruti apa pun yang menjadi keinginannya
meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang batil dan mengganggu
serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam islam ada perintah
memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa
mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat manusia tidak
mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Dengan
ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya
yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikan, manusia
akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci
dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu
langit hingga segala doa-doanya dikabulkan oleh Allah swt, Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
“Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak doa-doanya, mereka orang
yang berpuasa hingga berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan
doa orang yang dizalimi.” (HR. Tirmidzi)
 Mendidik kemauan
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-
sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu
terhalang oleh berbagai kandala. Puasa yang baik akan membuat
seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun
peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasullulah saw.,
menyatakan:
“Puasa itu setengah dari kesabaran.”
 Menyehatkan badan
Di samping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar
juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini
tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah saw, tetapi juga sudah dibuktikan
oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak
perlu meragukannya lagi.
4. Mengenal nilai kenikmatan
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah
berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua,
dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan menerungi, apa
yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu
banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih
mudah dari apa yang kita peroleh.
5. Mengingat dan merasakan penderitaan orang lain
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita
bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab
pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya
dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan
berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan
rasa solidaritas kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan.
Oleh karena itu, sebagai symbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan
berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian
setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya lagi bagi kepentingan orang yang
miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan
demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila
harta, kikir dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai