1. Pengertian
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il
mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar), artinya menjadi sekutu atau serikat
(Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Pada kata dasarnya boleh dibaca syirkah dan boleh juga
dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah,
dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua
bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan
bagian lainnya. Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak
atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Lalu bagaimana dengan koperasi atau Sirkah Ta’awuniyah? Dari segi etimologi
kata “koperasi” berasal dan bahasa Inggris yaitu cooperation yang artinya bekerja sama.
Sedangkan dari segi terminologi koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yg
beranggotakan orang-orang atau badan hukum yg bekerja sama dengan penuh kesadaran
untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
2. Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), dengan dalil dari Alquran dan As sunnah serta Ijma’,
yaitu:
1. Dasar dari Alqur’an Q.S. Annisa : 12
فهم شركاء في الثلث
Artinya:
“Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”.
Dalam ayat tersebut Allah taala menerangkan bahwa saudara seibu jika lebih dari satu
maka mereka bersekutu dalam kepemilikan sepertiga harta warisan (dengan syarat syarat
yang telah ditentukan).
1
2. Dasar dari Hadits Qudsy
ففي الحديث القدسي فيما يروى عن أبي هريرة رفعه إلى النبي صلّى هللا عليه وسلم
فإذا خانه خرجت، «أنا ثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه: إن هللا عز وجل يقول:قال
من بينهما» رواه أبو داود
Artinya:
“Dalam hadit qudsi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh abu huroiroh dari Rasulullah
Shalallhu alaihi wasalam bersabda: sesungguhnya Allah azza wajala berkata : "Aku adalah
pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua orang yang melakukan syirkah, selama
salah seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada peseronya. Apabila diantara
mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka (tidak melindungi)”.
عامل أهل خيبر بشطر ما-صلى هللا عليه وسلم- عن عبد هللا بن عمر أن رسول هللا
أو ثمر.خرج منها من زرع رواه مسلم و أبو داود
Artinya:
"Rasulullah telah mempekerjakan penduduk Khaibar (orang-orangYahudi) dengan
mendapat bagian dari hasil panen tanaman dan buah.".
Adapun para ulama telah berijma’ mengenai bolehnya berserikat, disebabkan karena
diambilnya kesimpulan dari dalil-dalil diatas yang membolehkan diadakannya syirkah
namun harus memenuhi syarat dan rukunnya terlebih dahulu.
RUKUN Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Rukun
syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
Menurut ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah terima.
Sedangkan orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun, tapi syarat. Dan
menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat (lafaz) ijab dan qabul, kedua orang
yang berakad, dan obyek akad.
2
SYARAT Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan
syirkah. Syarat tidak terwujud, maka akad syirkah itu batal. Adapun syarat sah akad ada 2
(dua) yaitu:
1. SYIRKAH AL-AMLAK
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih dari satu orang
memiliki suatu jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari.
Syirkah al-amlak terbagi dua:
2. SYIRKAH AL-‘UQUD
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam
perserikatan modal dan keuntungannya. Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
3
Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya
boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja yang
dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi
menurut kuantitas kerja masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah
Imamiyah, perserikatan seperti ini hukumnya tidak sah, karena yang
menjadi obyek perserikatan adalah harta/modal, bukan kerja, disamping
pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur, sehingga dapat menimbulkan
penipuan yang membawa kepada perselisihan.
Syirkah Wujuh, serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak
punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan
kredit serta menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya
dibagi bersama. Mirip seperti kerja makelar barang, bukan makelar kasus
(markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan
hukumnya boleh, karena masing-masing pihak bertindak sebagai wakil
dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun terikat pada transaksi yang
dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah
menyatakan tidak sah dan tidak dibolehkan, karena modal dan kerja dalam
perserikatan ini tidak jelas.
4
5. Sistem Koperasi di Indonesia
Koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bidang usahanya dan yang
kedua dipandang dari segi tujuannya.
Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
Dari segi tujuannya, koperasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
Asnawi Hasan memberikan hukum wajib setelah melihat ada kesesuaian diantaranya
pada bidang etis. Khalid Abdurrahman Ahmad, penulis buku al-Tafkir Al-Iqtishadi fi Al-
Islam (pemikir-pemikir ekonomi islam) berbeda pendapat dengan Asnawi Hasan, ia
berpendapat bahwa haram berkoperasi bagi umat islam, ia juga mengharamkan harta
yang diperoleh dari koperasi. Argumentasinya dalam mengharamkan koperasi ialah:
5
hanya bermaksud untuk menentramkan mereka dan membatasi keinginannya serta
untuk mempermainkan mereka dengan ucapan-ucapan atau teori-teori yang utopia
(angan-angan/khayalan).
Dengan demikian bahwa prinsip ishtishlah dipenuhi di sini dipenuhi oleh koperasi.
Demikian juga halnya, jika dilihat dari prinsip istihsan (metode preferensi). Menyoroti
koperasi menurut metode ini paling tidak dapat dilihat pada tingkat makro maupun mikro.
Tingkat makro berarti mempertimbangkan koperasi sebagai sistem ekonomi yang lebih
dekat dengan Islam dibanding kapitalisme dan sosialisme. Pada tingkat mikro berarti
dengan melihat terpenuhi prinsip.
hubungan sosial secara saling menyukai yang dicerninkan pada prinsip keanggotaan
terbuka dan sukarela, prinsip mementingkan pelayanan anggota dan prinsip solidaritas.
Dengan pendekatan kaidah istislah dan istihsan diatas, telah dapat diterangkan
dukungan islam terhadap koperasi. Hal ini desebutkan banyak segi-segi falsafah, etis dan
manajerial yang menunjukan keselarasan, kesesuaian dan kebaikan koperasi. Hasil
istimbath ini tidak sampai kepada wajib sebagaimana dikemukakan olah Khalid
Abdurrahman Ahmad.
Jika demikian halnya, lantas bagaimana hukum berkoperasi? Kembali pada sifat
koperasi sebagai praktek muamalah, maka dapat ditetapkan hukum koperasi adalah
sesuai dengan ciri dan sifat-sifat koperasi itu sendiri dalam menjalankan roda
kegiatannya. Karena dalam kenyataannya, koperasi itu berbeda-beda substansi model
pergerakannya. Misalnya koperasi simpan pinjam berbeda dengan koperasi yang bergerak
dalam bidang usaha perdagangan dan jasa lainnya. Koperasi simpan pinjam bahkan
banyak yang lebih tinggi bunga yang ditetapkannya bagi para peminjam daripada bunga
yang ditetapkan oleh bank-bank konvensional. Tentunya hal seperti ini tidak diragukan
lagi adalah termasuk riba yang diharamkan. Adapun koperasi semacam kumpulan orang
yang mengusahakan modal bersama untuk suatu usaha perdagangan atau jasa yang
dikelola bersama dan hasil keuntungan dibagi bersama, selagi perdagangan atau jasa itu
layak dan tidak berlebihan di dalam mengambil keuntungan, maka dibolehkan, apalagi
jika keberadaan koperasi itu memudahkan dan meringankan bagi kepentingan masyarakat
yang bersangkutan. Dengan demikian dapat ditetapkan hukum koperasi adalah mubah
yang berarti di bolehkan jika sistemnya tidak keluar atau melenceng dari syari’at yang
telah ditentukan oleh ajaran Islam.
Oleh karena itu hukum koperasi harus dicari atas dasar ijtihad dengan pendekatan
induktif. Hal ini dapat dipahami melalui banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadits yang
bersifat juz’iyat (parsial), baik yang bersifat filosofis, etis dan petunjuk-petunjuk praktis
6
dalam bertingkah laku sehari-hari Yang dapat mendasari segi-segi yang luas dari
koperasi. Juga terdapat tardisi pada zaman sahabat yang memberi gambaran ada
kesesuaian dengan prinsip-prinsip koperasi. Secara keseluruhan, memberikan pengertian
bahwa koperasi merupakan bentuk usaha yang islamis. Induksi ini juga direkomendir
oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar metode penetapan hokum al-Maslahah atau
istislah dan istihsan, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Dari keterangan diatas, disimpulkan bahwa penetapan hukum koperasi sebagai hal
yang mubah, pada khusunya melihat koperasi sebagai praktek muamalah, yang mengatur
hubungan-hubungan kemasyarakatan, adalah mubah atau dibolehkan selain hal-hal yang
secara tegas dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-maidah ayat 2:
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa
dan janganlah tolonng menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas dapat dipahami bahwa menolong dalam kebajikan
dan dalam ketakwaan dianjurkan oleh Allah. Koperasi merupakan salah satu bentuk
tolong menolong, kerjasama dan saling menutupi kebutuhan. Dan itu adalah salah satu
wasilah untuk mencapai ketakwaan yang sempurna (haqa tuqatih).
Adapun salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Ahmad
dari Anas Bin Malik r.a berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda:
Artinya:
“Tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang aniaya dan yang dianiaya,
sahabat bertanya: Ya Rasulullah aku dapat menolong orang yang dianiaya, tapi
bagaimana menolong yang menganiaya? Rasul menjawab: Kamu tahan dan
mencegahnya dari menganiaya itulah arti menolong daripadanya”.
Hadits tersebut dapat dipahami lebih luas, yaitu umat islam dianjurkan untuk
menolong orang-orang yang ekonominnya lemah (miskin) dengan cara berkoperasi dan
menolong orang-orang kaya jangan sampai menghisap darah orang-orang miskin, seperti
dengan cara memainkan harga, menimbun barang, membungakan uang dan cara yang
lainnya.
Di indonesia, pendapat hukum wajib berkoperasi bagi umat islam juga belum diterima,
argumentasinya yaitu:
1. Konsultasi mengakui ada tiga bangun usaha, jadi koperasi memang salah satu
bangun usaha selain swasta dan BUMN sekalipun terdapat arah koperasi
dijadikan soko guru perekonomian nasional.
2. Sumber-sumber ekonomi bagi umat islam terbentang luas. Umat islam dapat
mencari nafkah diluar keterkaitannya dengan badan-badan usaha, misalnya
melalui berkoperasi atau menjual jasa.
7
syirkah yang telah dibolehkan oleh syara’. Selain itu koperasi tidak memenuhi syarat-
syarat sah hukum syirkah dalam islam, yaitu:
1. Koperasi hanyalah kumpulan modal saja. Tidak ada orang/badan yang bertindak
sebagai pengelola. Yang ada hanyalah kesepakatan untuk menyerahkan modal
sejumlah nilai tertentu saja. Biasanya ada yang namanya simpanan pokok,
simpanan wajib, simpanan sukarela. Setelah mereka menyerahkan simpanan
tersebut, maka mereka bisa bergabung menjadi anggota. Kemudian mereka
membentuk kepengurusan yang bertugas mengelola koperasi tersebut. Pengurus
tidak selalu yang menjalankan kegiatan koperasi sehari-hari. Pengurus bisa
menggaji beberapa pegawai untuk menjalankan koperasi. Gaji pegawai ini
menjadi salah satu unsur biaya di dalam koperasi. Jelaslah bahwa koperasi tidak
bisa mewujudkan perseroan yang sah menurut syara’.
Selama bentuk syirkah koperasi masih menggunakan prinsip tersebut maka bentuk
syirkahnya adalah batal, walaupun tujuannya adalah untuk kebaikan dan tidak mengandung
bunga. Dalam Islam tujuan baik tidak menghalalkan segala cara sehingga jika caranya batil
maka hasil dari cara itu adalah batil. Wallahu A’lam bishowwa.
Terakhir kami ingatkan kembali sebuah firman Allah SWT Q.S. ayat 24:
Artinya: