Laporan Kasus KPD Preterm
Laporan Kasus KPD Preterm
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane
(PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu,
maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan premature atau
Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput
ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan
apoptosis membrane janin.1,2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran
hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena
berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena
infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan
penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati
persalinan. Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan.
Saat kehamilan aterm, 8-10% wanita mengalami KPD dan 30-40% dari
kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini
juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun
janin.2,3
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan
yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu
fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan
letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor
golongan darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial
ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm
sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau
asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul,
kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis.1,2
Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa infeksi
(65%) sebagai penyebabnya. Selain itu, coitus saat hamil dengan frekuensi
lebih dari 3 kali seminggu, posisi coitus yaitu suami diatas dan penetrasi
penis yang sangat dalam sebesar 37,50%, aktivitas berat sebesar 43,75%,
infeksi genitalia sebesar 37,50%, paritas (multipara) sebesar 37,59%,
riwayat KPD sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun
merupakan faktor yang mempengaruhi KPD.2,3
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membrane fetal,
serta memahami pathogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga
mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan
memberikan terapi secara akurat untuk memperbaiki luaran/outcome dan
prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SLTP
Alamat : Mambang RT 01/II getas sinrojo
Kendal Tanggal masuk : Selasa, 02 Desember 2014
No. CM 46 26 56
II. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis di ruang VK pada tanggal 02
Desember 2014 pukul 20.30.
Keluhan utama : Keluar cairan dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang dari IGD dengan keluhan
keluar cairan ngrembes dari jalan lahir sejak pukul 16.00 Keluhan
kenceng-kenceng dirasakan sering sejak pukul 06.00, semakin lama
semakin sering, keluar darah dari jalan lahir (-), gerakan janin (+) masih
dirasakan.
Riwayat Haid :
Menarche : 12 tahun
Haid : Teratur
Siklus : 28 hari
Lama Haid : ± 7 hari
HPHT : 15 pebruari 2014
Taksiran Persalinan : 27 November 2014
Riwayat Nikah :
Menikah saat usia 19 tahun dan sudah menikah selama 2 tahun.
Merupakan pernikahan pertama bagi pasangan suami dan istri.
Riwayat obstetri : G1P0A0
1. Hamil ini
Riwayat ANC :
Pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC di bidan. Pada trimester I
sebanyak 2x, timester II sebanyak 2x, dan trimester III tiap bulan.
Riwayat KB :
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
- Riwayat Asma : Dakui sejak 2 tahun yang
lalu dan bertambah berat sejak usia kehamilan 9 bulan
- Riwayat Tumor : Disangkal
- Riwayat Trauma : Disangkal
- Riwayat operasi : Disangkal
- Riwayat konsumsi jamu : Disangkal, hanya konsumsi
vitamin dari bidan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat Asma : Diakui (+) nenek
- Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami bekerja sebagai
Pegawai swasta. Pasien tinggal bersama suami dan keluarganya. Biaya
pengobatan menggunakan BPJS non PBI.
Kesan : cukup
Riwayat Pribadi :
- Merokok (-)
- Konsumsi alkohol (-)
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan Luar
Inspeksi :
Abdomen : membuncit, membujur dan striae gravidarum (+)
Palpasi :
Pemeriksaan leopold
L I `: teraba bagian janin tidak bulat, lunak, ballotment (-) (kesan
bokong)
TFU 33 cm TBJ = 3255 gram.
L II : teraba tahanan besar memanjang sebelah kanan (kesan
punggung), teraba tahanan kecil-kecil sebelah kiri (kesan
ekstremitas).
L III : teraba bagian janin bulat, keras, ballotment (+). (Kesan
kepala)
L IV : bagian bawah belum masuk pintu atas panggul.
His = (+) 3x10’ 15”
Auskultasi :
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan diatas
umbilikus dengan frekuensi 135 x/menit.
- Pemeriksaan Dalam
VT: Ø 2 – 3 cm, KK (-), eff 25 %
Bagian bawah janin : presentasi kepala turun di Hodge I
Ubun-ubun kecil sulit dinilai.
Ukuran panggul dalam :
PAP = Promontorium : tidak teraba
Linea inominata : < ⅓ lingkaran
PTP = Kelengkungan sakrum : cukup
Dinding samping pelvis : sejajar
Spina ischiadica : tidak menonjol
PBP = Arcus pubis : > 90o
Mobilitas os cocygeus : baik
Kesan = Panggul gynecoid tidak sempit.
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
G1P0A0, 21 tahun, hamil 41 minggu
Janin I hidup intra uterine
Presentasi bokong u punggung kanan
Inpartu kala I
KPD 4 jam
Riwayat astma
VI. PENATALAKSANAAN AWAL
Konservatif
Ceftriaxon 1 x 1 gram
Pengawasan KU, TV, PPV, His, DJJ, tanda-tanda partus prematurus
Informed Concent kepada pasien dan keluarga tentang keadaan ibu serta
janin dan rencana tindakan.
VII. LAPORAN KEMAJUAN PERSALINAN
Tgl Vital sign His DJJ Keterangan
Senin T : 110/70 (+) 132x/meni TFU : 33 cm, TBJ : 3255
mmHg sering t gram
02/12/1 HR : 80 L I-IV : janin 1 intrauterine
4 Pres kepala u puka
x/menit
RR : 40 x/ VT : Ø 2-3 cm, KK (), eff
(22.45)
menit 25 %, Bagian bawah janin :
T : 36,5o C
presentasi kepala turun di
Hodge I, Ubun-ubun kecil
sulit dinilai.
Plasenta implantasi
di fundus meluas ke
corpus posterior tak
sampai SBR grade II
Diagnosis:
Presentasi kepala u
punggung kanan
KPD 4 jam
Riwayat astma
Sikap :
Posisi semiflower
Ceftriaxon 1 x 1 gram
O2 kanul
Presentasi kepala u
punggung kanan
Inpartu
KPD 9 jam
Riwayat Asthma
Sikap :
Pimpin mengejan
Senin T : 110/70 (+) 142x/meni KU :
MmHg sering t
02/12/1 HR : 88 Meneran selama 30
4 x/menit menitibu tidak kuat
RR : 40 x/
03.45 Diagnosis:
Menit
T : 37o C
G1P0A0, 21 tahun, hamil 41
minggu
Presentasi kepala u
punggung kanan
Inpartu
KPD 9 jam
Riwayat Asthma
Partus macet
Sikap :
Acc tindakan
VIII. FOLLOW UP
Selasa (3 Desember 2014 pukul 06.00) :
Keluhan utama : nyeri pada luka jahitan jalan lahir
Keadaan umum : Baik, compos mentis
Tanda Vital:
TD : 110/70 mmH RR : 20 x / menit
N : 80 x / menit T : 36,7 oC
Mata : Conjungtiva palpebra anemis -/-
Thorax : Cor / pulmo dalam batas normal
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi kuat.
Luka bekas operasi : tidak rembes
Ekstremitas : Edema -/-
PPV : (+) lokhea rubra BAB : (-)
ASI : (-) BAK : (+)
Diagnosis :
P1A0, 21 Tahun
Post vacum ektraksi H1 a.i partus macet, KPD, riwayat asthma
Terapi :
- infus RL 20 tpm.
- Cefadroxil tab 3 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vit BC / C / SF 2 x 1 tab
- Pengawasan KU, TV, PPV, ASI, BAK, BAB
A. Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara
klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida.3,4,5,6
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes
before the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai
amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.
Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya
ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3
cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum
dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban
pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode
laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala
komplikasinya.2,3
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.1
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM)
adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan.
Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan. 7
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm
prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi
sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /
preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.4,5,6
B. Epidemiologi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan
pada kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan
kurang dari 1 %. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 %.
Insidensi KPD kira – kira 12 % dari semua kehamilan.8
Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan,
bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan dari pada kurang
bulan, yaitu sekitar 96%, sedangkan pada kehamilan kurang bulan terjadi
sekitar 34%.7,8
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7 %.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana
80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari.
Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban
pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan
insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada
24 jam.4,5
C. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator
ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat
uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4,5,8
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis.1 Membrana
khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan
ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.2 Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli
dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering
ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-
bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya
perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. 2,4
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya
untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-
satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini
hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh
dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi.6,8
b. Infeksi genitalia
Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling
umum yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan
pengaruh infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini
dan kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami
infeksi ini banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami
ketuban pecah dini kurang dari satu jam sebelum persalinan dan
mengakibatkan berat badan lahir rendah.8 Seorang wanita lebih rentan
mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi
perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan
jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi
pula perubahan pada kondisi pencernaan. Keputihan dalam kehamilan
sering dianggap sebagai hal yang biasa dan sering luput dari perhatian
ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan
kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan oleh infeksi,
beberapa keputihan dalam kehamilan dapat berbahaya karena dapat
menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah
sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500
gram).1,6
Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena
tidak merasa terganggu padahal keputihanya dapat membahayakan
kehamilannya, sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal
yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil
persalinannya. Dari berbagai macam keputihan yang dapat terjadi
selama kehamilan, yang paling sering adalah kandidiosis vaginalis,
vaginosisbakterial dan trikomoniasi.2,4 Dari NICHD Maternal-fetal
Medicine Units Network Preterm Prediction Study melaporkan bahwa
infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi 24 minggu yang
dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini
dan kelahiran preterm spontan sebesar dua kali lipat setelah terinfeksi
bakteri ini.8,9
Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk
herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan
infeksi paling umum yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi
faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah.
Pecah ketuban sebelum persalinan pada preterm dapat berhubungan
dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan
oleh infeksi dan mendapat komplikasi dari infeksi tersebut.8 Pada
kehamilan akan terjadi peningkatan pengeluaran cairan vagina dari
pada biasanya yang disebabkan adanya perubahan hormonal, maupun
reaksi alergi terhadap zat tertentu seperti karet kondom, sabun, cairan
pembersih vagina dan bahan pakaian dalam. Keputihan pada
kehamilan juga dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan berlebihan
sel-sel jamur yang dapat menimbulkan infeksi didaerah genital.
Keputihan akibat infeksi yang terjadi pada masa kehamilan akan
meningkatkan resiko persalinan prematur dan ketuban pecah dan
janinnya juga mengalami infeksi. Persalinan preterm terjadi tanpa
diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu
penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm.
Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pargantian
laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerella
vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama
dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini,
persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada
pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH
vagina adalah antara 3,8-4,5. Abnormalitas pH vagina dapat
mengindikasikan adanya infeksi vagina.1
Herpes simpleks adalah virus menular seksual yang jarang tetapi
serius yang bisa tetap tidak aktif sampai orang mengalami stres atau
tidak sehat. Biasanya merupakan kondisi kronis dan kambuhan serta
bisa berat bagi bayi baru lahir. Infeksi herpes primer biasanya
menyebabkan demam ringan dan perasaan tidak sehat. Muncul lesi
yang menimbulkan nyeri sekitar genital internal dan eksternal/serviks,
ulserasi, dan biasanya sembuh dalam tiga minggu. 8,9 Herpes aktif bisa
terdiagnosa dengan inspeksi klinis didaerah genital untuk lesi yang
tampak (internal/eksternal) pada saat awitan persalinan atau pecah
ketuban spontan. Sectio saeraria merupakan satu-satunya indikasi bila
infeksi masih aktif sehingga lesinya jelas.8,9
c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan
ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat
dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik. Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan
ketika serviks menipis dan membuka tanpa disertai nyeri pada
trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan. Umumnya,
wanita datang kepelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan
pervaginam, tekanan pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika
diperiksa serviksnya sudah mengalami pembukaan. Bagi wanita
dengan inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan berulang
pada kehamilan berikutnya, berapa pun jarak kehamilannya. Secara
tradisi,
diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan berdasarkan peristiwa
yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali keguguran pada
pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan dan pelahiran.
Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran
pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi
serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar,
adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang
memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali
mengalami abortus elektif pada trimester pertama atau kedua, atau
sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks
(conization). Apabila seorang wanita mempunyai riwayat keguguran
pada trimester kedua atau pada awal trimester ketiga, konsultasi
dengan dokter mut lak diperlukan. Jika seorang wanita datang ketika
sudah terjadi penipisan serviks, pembukaan, tekanan panggul, atau
perdarahan pervaginam yang sebabnya tidak diketahui, maka ia perlu
segera mendapat penatalaksanaan medis.7,8,9
d. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah
dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik
dari frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu
suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%
memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini
karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak
lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran
bagian bawah.3,5
Hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak
terhadap kehamilan. Pada trimester pertama kehamilan biasanya
gairah seks mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat ibu didera
mual, muntah, lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang
dengan semangat libido. Tetapi trimester kedua umumnya libido
timbul kembali, tubuh ibu telah dapat menerima kembali, tubuh telah
terbiasa dengan kondisi kehamilan sehingga ibu dapat menikmati
aktifitas dengan lebih leluasa dari pada trimester pertama. Mual-
muntah dan segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang
demikian pula urusan hubungan seksual. Ini akibat meningkatnya
pengalihan darah ke organ-organ seksual seperti vagina dan
payudara. Memasuki trimester ketiga minat/libido menurun kembali,
tetapi hal ini tidak berlaku pada semua wanita hamil. Tidak sedikit
wanita yang libidonya sama seperti trimester sebelumnya, hal ini
normal sebab termasuk beruntung karena tidak tersiksa oleh kaki
bengkak, sakit kepala, sakit punggung dan pinggul, berat badan yang
semakin bertambah atau keharusan istirahat total.6
Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari
tiga kali seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah
dini, hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi
rahim, namun kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan
menjelang persalinan. Selain itu, paparan terhadaap hormon
prostaglandin didalam semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi
yang walaupun tidak berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus
tetap diwaspadai jika memiliki resiko melahirkan prematur. 7,10 Pada
kehamilan tua untuk mengurangi resiko kelahiran preterm maupun
ketuban pecah adalah dengan mengurangi frekwensi hubungan
seksual atau dalam keadaan betul-betul diperlukan wanita tidak
orgasme meski menyiksa. Tapi jika tetap memilih koitus, keluarkanlah
sperma diluar dan hindari penetrasi penis yang terlalu dalam serta
pilihlah posisi berhubungan yang aman agar tidak menimbulkan
penekanan pada perut ataupun dinding rahim. Mengurangi frekwensi
koitus yang sejalan dengan meminimalkan orgasme selain dapat
mengurangi terjadinya ketuban pecah dini, dapat pula mengurangi
penekanan pembuluh darah tali pusat yang membawa oksigen untuk
janin, sebab penekanan yang berkepanjangan oleh karena kontraksi
pada pembuluh darah dapat menyebabkan gawat janin akibat
kurangnya supply oksigen ke janin.7,10
e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami
ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup
sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk
kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan
aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan
ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor
lain seperti keputihan atau infeksi maternal. 8 Sedangkan multipara
adalah wanita yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan
melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali
dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta
jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.8
Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun
faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban
pecah dini. Yang didukung satu dan lain hal pada wanita hamil
tersebut, seperti keputihan, stress (beban psikologis) saat hamil dan
hal lain yang memperberat kondisi ibu dan menyebabkan ketuban
pecah dini.8,10
f. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali
mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya
ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada
pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan
lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita
yang tidak mengalami ketuban pecah dini kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya.8
g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya polihidramnion dan gemeli.
Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi
pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering
mengalami ketuban pecah dini.8 Perubahan pada volume cairan
amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang
kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan
perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion, akumulasi
berlebihan cairan amnion (> 2 liter), seringkali terjadi disertai
gangguan kromosom, kelainan struktur seperti fistula trakeosofageal,
defek pembuluh saraf dan malformasi susunan sarap pusat akibat
penyalahgunaan zat dan diabetes pada ibu. AFI (amnion fluid indeks)
pada kehamilan cukup bulan secara normal memiliki rentang antara
5,0 cm dan 23,0 cm. Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan
kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan
kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-
obatan (misalnya propiltiourasil).
Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion
adalah defek tabung neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian
atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang
sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban
pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan
pernafasan pada ibu.1,2,10
Kehamilan kembar juga sangat penting diidentifikasi sejak dini.
Sejumlah komplikasi yang dihubungakan dengan kehamilan,
persalinan dan pelahiran serta masa nifas pada wanita yang
mengandung lebih dari satu janin. Kemungkinan yang mungkin timbul
pada kehamilan kembar adalah anomali janin, keguguran dini, lahir
hidup, plasenta previa, persalinan dan pelahiran preterm, diabetes
kehamilan, preeklamsi, malpresentasi dan persalinan dengan
gangguan. Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya
mencakup posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak
kasus adalah mungkin saja menentukan apakah janin merupakan
kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan
apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini
diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada
wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko
persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali
dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan. Wanita dengan
kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga
preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa
plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat
membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala
yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban
pecah.6,7
Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi
kenyamanan dan citra tubuh, kesiapan perawatan bayi dan keuangan,
semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya petugas
kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan.
Konseling tentang persalinan pretem dan preeklamsi perlu di
upayakan guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar
yang bermutu.2,8
h. Faktor usia ibu
Usia ibu yang ≤ 20 tahun termasuk usia yang terlalu muda
dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga
rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥
35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya
pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah
dini. Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses
kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan.
Sampai sekarang, rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling
aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah
karena kondisi fisik belum 100% siap.3,4,5
Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang
dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan
pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita
belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan
kandungannya menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan
persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan
seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini. Berbeda dengan
wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani
kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita
dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan
atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara
mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat dan menjaga
kehamilannya secara hati-hati.1,3
Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi
“Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan
kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan
baik”. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan
persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita.
Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ
yang menurun. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena
sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur
juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia
lanjut, resiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya
penyakit kelainan bawaan juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain
yang mungkin mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti
kelahiran preterm ataupun ketuban pecah dini. Meningkatnya usia
juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu
akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur. Padahal, dinding
rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan
kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak
menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul
dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi
komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu,
kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya,
resiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi
lainnya juga meningkat.1,3,7
Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah dini
sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban
pecah, jika ketuban pecah pada trimester ketiga, maka hanya
diperlukan beberapa hari saja sehingga pelahiran terjadi dibandingkan
dengan trimester kedua.8
D. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,4
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga nyeri pada
perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami amnionitis. 6 Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. 5,7
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang)
timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba,
kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam.
Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat
serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus
ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi
terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin.
F. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :10
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak
ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.10
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan
dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi.10
b. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil
sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel
cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5,7
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
adalah8,9 :
- Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
- Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
- Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi
biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering
(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu
dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan
Neisseriagonorea.1,2
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada
dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.6,7
d. Pemeriksaan penunjang10
- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas
lakmus merah menjadi biru.
- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,
letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air
ketuban.
- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan
janin secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada
infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin
akan meningkat.
- Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk
mengevaluasi kematangan paru janin.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini
perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal
yang berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan
janin.
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah
dini adalah :
- Pastikan diagnosis.
- Tentukan umur kehamilan.
- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.
- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan
beberapa hal berikut :
a. Fase laten :
- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses
persalinan.
c. Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang
periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak
banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk
ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak
diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih
jauh.
Tatalaksana Ketuban Pecah Dini
Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini :
a. Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga
masa kehamilan dapat diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat
dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sebagai profilaksis
(mencegah infeksi). Antibiotik yang dianjurkan :
I. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan
bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua
dan awal trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang
membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus
dinasihati supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol. Berat
badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks
Massa Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi.
Selain itu, pasangan juga dinasihati supaya menghentikan koitus pada
trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi.10
b. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
- Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin
iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta
IU, metronidazol drip.
- Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain
pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan).10
J. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
- Usia kehamilan.
- Adanya infeksi / sepsis.
- Faktor resiko / penyebab.
- Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan3,4
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan
komplikasi KPD tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterin, dan kondisi pasien. Pada umumnya, tampak lebih pantas untuk
membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan
melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun semua
bayi dengan rasio lesitin-sfingomielin matur, dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin. Persalinan diinduksi
dengan oksitosin selama presentasi janin adalah kepala. Bila induksi gagal,
dilakukan seksio sesarea. Seksio sesarea juga dianjurkan untuk presentasi
bokong, letak lintang, atau gawat janin (fetal distress), kalau tidak janin
terlalu imatur sehingga tidak ada harapan untuk bertahan hidup. Kelahiran
dianjurkan untuk pasien hamil muda dengan korioamnionitis, persalinan
prematur, atau gawat janin. Kelahiran traumatik tanpa hipoksia janin
penting untuk memperkecil mortalitas dan morbiditas perinatal.6,7
DAFTAR PUSTAKA
2. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
3. Saifudin A.B. 2002. Ketuban Pecah Dini. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 112-115.