Anda di halaman 1dari 16

3

IMUNOLOGI DASAR

Imunologi Dasar dalam buku ini diuraikan


dalam 3 bab, yaitu Sistem lmun, Antigen dan 1. Sistem Imun Nan-spesifil‹
Antibodi, dan Reaksi Hipersensitivitas. Sistem imun non-spesifik merupakan
pertahanan tubuh terdapan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroorganisme, karena
SISTEM IMUN sistem imun spesifik memerlukan, waktu se•
belum dapat memberikan responsnya. Sistem
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh tersebut disebut non-spesifik, karena tidak
sistem pertahanan yang terdiri atas sistem ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
imun non- spesifik (ngtura!/innate) dan spesifik
(adaptive/ acquiredj (Gambar 1).

HUMORAL/ SELULAR/

Kulit Asam îambung Lisozim Laktoferin MononuMear tel 7//


Selaput landirAsam neurozninik dan lain-taint- nosit dan makrofag) Th I ö ThZ} Sel Ts
SiliaBiokimia Batuk FBgo6it | Potimodonuklesr/ PMN Sol 7dh Sel Te
Bersin L (neutrofil dan eosinofil)
Natural Killer Cetl
Sel Nol(sel NÇ

Humoral | C Raacfiva Protein Sel Medîator Basofil dan MastoM'


L. (CRP)r0mboSit

Qambar 1. Sistem Imun


4

Komponen-komponen slstem imun non-spesitik napas, ketenjar sebaseus kul’ıt, kelenjar


terdiri atas : kulll, telinga, spermin dalam semen
A. Pertahanan lisis dan mekanis. mempakan bahan yang berperan dalam
B. Pertahanan biokimia. pertaharıan tubuh. Asam hidrokloûk dalam
C. Pertahanan humoral. cairan lambung, lisoeim dalaril keringat,
D. Pertahanan selular. ludah, air mata, dan air susu dapat
melindungi tubuh terhadap kuman gram positif
dengan jalan menghancurkan dinding kuman
A.Pertahsnan Fisls dan Mekanla tersebut. Air susu ibu mengandung pula
Kulit, selaput landir, silia saluran nafas, laktofentin dan asam neurominik yang mem-
batuk, dan bersin dapat mencegah berbagai punyai sifat antibaktedal terhadap E.coli dan
kuman patogen masuk ke dalam tubuh. Kulit stafilokok.
yang rusak misalnya oleh luka bakar dan Lisozim yang dilepas makrofag dapat
selaput lendir yang rusak oleh karena asap mençjhancurkan kuman gram negatif
rokok akan meningkatkan ûsiko infeksi. dengan bantuan komplemen. Laktoferitin dan
transferin dalam serum dapat mengikat zat
besi yang dibutuhkan untuk kehidupan
B. Pertahanan Biokimla kuman pseudo- monas (Gambar 2).

Bahan yang disekresi mukosa saluran

Gambar 2. Slstem lmun Monspeslflk: Pertahanan nsı», M«kanls, dan Bloklmla


mk=mukus. Iis-Iiso2Im, as=asam, enz=enzim, asî=air susu ibu, ug=urogenitaI
Gambar 3. Fungcl Kornplemen

Keterangan gambar :
1. Komplemen dapat merusak (lisis) membraft SOP 3. Komponen komplemen laln dapat menutupi per-
mukaan bekteri (opsonlsasi) sehlngga memu•
2. Komplemen dapat melepas bahen dahksn makrolag untuk mengenal dan memfa-
kemotak¥k yang menarik makrofag ke gositosisnya.
tempat b8kteri.

C.Pertahanan Humoral
t. Komplamon
Komplemen mengaktifkan fagos”rt dan
membanN destruksi bakteri dan parasit
dengan jalari opsonisasi (Gambar 3).
Kejadian-kejadian tersebut di atas
adalah
fungsi sistem imun nonspesifik, tetapi dapat
pula terjadi atas pengaruh respons imun
spesifik.

£, Interteron
Interferon adalah suatu glikoprotein yang
dihasilkan berbagai sel manusia yang
mengandung nuldeus dan dilepas sebagai
respons terhadap infeksi virus. Interleron
mempunyai sifat antivirus dengan jalan
menginduksi sel-sel sekitar sel yarig telah
terserang virus tersebut. Di samping itU,
interferon dapat pula mengaktifkan natural Gambar 4. Interferon dan Sel NK
killer ce//seI NK untuk membunuh virus
(Gambar 4) dan sel neoplasma.
3. c•Reactlve”ProteIn (CRP) null cell. Sel NK dapat menghancurkan sel
CRP dibentuk tubuh pada keadaan yang mengandung virus atau sel
infeksi. Perannya ialah sebagai opsonin neoplasma. Interferon mempercepat
dan dapat mengaktifkan komplemen. pematangan dan meningkatkan efek
(Gambar 5) sitolitik sel NK.

2. Sistem lmun SpesiWk

‘~biHt~~t
Berbeda dengan sistem imun
nonspeslffk, sistem imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda yang dianggap asing
bagi dirinya. Benda asing yang partama

h
timbul dalam badan yang segera
dikenal sistem imun spesifik, akan
mensensitasi sel-sel imun ter- sebut.
Bila sel sistem tersebut terpajan ulang
dengan benda asing yang sama, yang
akhir akan dikenal lebih cepat dan
dihancurkannya. Oleh karena itu sistem
tersebut disebut spesifik.
Sistem imun spesifik dapat bekerja
sendid untuk menghancurkan benda
asing yang berbahaya bagi badan,
tatapi pada umumnya terjalin kerja
sama yang baik antara antibodi,
komplemen, fagosit dan antara sel T-
makrofag. Oleh karena komplemen turut
diaktifkan, res- pons imun yang tefjadi
sering disertai dengan reaMi inflamasi.

berikut: kemotaksis, menangkap,


membunuh, dan mencerna.

Sel NK adalah sel Iimfos‘t tanpa ciri-


D. Pertahanan Selular ciri sel limfcid sistem imun spesifik yang
ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu
Fagosit/makrofag dan sel NK disebut juga sel non B non T atau sel
berperan dalam sistem imun non-spesifik populasi ketiga atau
selular.

Meskipun berbagai set dalam tubuh


dapat melakukan fagositosis, sel utama
yang ber- peran pada pertahanan non-
spesifik adalah sel mononuklear (monosit
dan makrofag) serta sel polimortonuMear
sepeAi neutrofil. Kedua golong- an sel
tersebut berasal dari sel hemopoietik yang
sama.
Fagositosls dlni yang efektif pada
invasi kuman akan dapat mencegah
timbulnya pe- nyakit. Proses fagositosis
te#adi dalam be- berapa tingkat sebagai
A. Sistem lmun Spesiflk Humoral
Yang berperan dalam sistem imun
spe- sifik humoral adalah limfosit B atau
sel B. Sel B tersebut berasal daû sel asal
multıpoten. Pada unggas sel asal
tersebut berdifurensiasi men- jadi sel B di
dalam alat yang olsebuf Buısa Fabricius
yang lefaknya dekat kloaka. Bila sel B
dirangsang benda asing, sel tersebut
akan berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang dapat
member›tuk antibodi. Anti- bodi yang
dilepas dapat ditemukan di dalam serum.
Fungsi utama antibodi ialah memper-
tahankan tubuh terhadap infeksi bakteri,
virus dan netralisasi toksin.

B. Sletem lmun Speslflk Selular


Yang berperan dalam sistem imun
spe- slfik selular adalah limfosit T atau
sel T. Sel ter- sebut juga berasal dari sel
asal yang sama seperti sel B, tetapi
proliferasi den diterensiasi- nya teladi di
dalam kelenjar tiaıus. Berbeda dengan
sel B, sel T terdiû atas beberapa subset
sel yang mempunyai fungsi yang
berlainan.
Fungsi sel T umumnya ialah
- membantu sel B dalam memproduksi
antibodi
7

- menqenal dan menghancurkan sél yang ketjanya memerlukan bantuan imunoglobulin


te'r“ *r:.ni virus (molekul dari sistem imun spesifik).
- n., . .:ifi‹an makrofag dalam fagositosis
- men‹juntrol ambang dan kualitas sistem
imun
ANTiGEN DAN ANTIBODI
Sel T !erdiri atas beberapa subset sel
sebagai berikut : Antigen
Antigen atau imunogen adalah set!“«p
bahan yang dapat menimbulkan reaksi imun
Sst Th dibagi menjadi Th1 dan Th2. Th2 spesifik pada manusia dan hewan. Komponen
menr›long er B dalam memproduksi antibodi. antigen yang disebut determinan antigen atau
U.ntuk rr›-mproduksi antibodi, kebanyakan epitop adalah bagian antigen yang dapat
antiken (7 äepandent antigen) harus dikenal mengikat antibodi. Satu antigen dapat
terlebih dahuiu, baik oleh sel T maupun sel B. memiI:•ki beberapa epitop. Albumin seru.c
Sel Th /.T* : • berpengaruh atas sel Te dalam mcmiliki b epitop dan masing-masing dapat
mengenal se' yang terkena infeksi virus, merangsang sistem imun untuk membentuk
jaringan can.ykok alogenik dan sel kanker. antibodi dan terbentuk 6 jenis antibodi yang
Istiial se! .:ݟucer dipakai untuk menunjukkan berlainan.
aktivitas sel Tri yang mengaktifkan subset sel Hapten adalah determinan antiken
T iatnnya. Sel Th juga melepas limfokin; dengan berat molekul yang rendah dan baru
limfokin «sah Th1 mengaktifkan makrofag, menjadi imunogen bila diikat oleh m.olekul
seaang liinfoxin asal sel Th2 mengaktifkan sel besar (carzier) dan dapat mengii‹at a itibocii.
B/sel plasma ynng membentuk antibodi. Hapten biasanya dikenal oleh se! B dan carner
oleh sel T. Carrier sering digabung dengao
2. Sel Ts (T supreaor) hapten dalam usaha imunisasi.
*eel Ts menekan aktivitas sel T yang Iain Antigen poten alamiah terbanyak adalah
dan eel B. Menurut fungsinya, sel Ts dapat protein besar dengan berat molekul lebih dari
dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen 40.000 dan polisakarida mit.rcbiaI.
ter'gn f.q dan sel Ts non-spesifik.

3. Sel Tdh atau Kd(delayed hypersenaltlvlty)


Antibodi
Se! TJh adalah sel yang berperan pada Antibodi atau imunoglobulin (lg) adaiah
pengeiaha ‹ makrofag dan sel inflamasi lainnya golongan prctein yang dibentuk sel plasr a
ke tompat terjadinya reaksi lambat. Dalam (proliferasi sel B) akibat i‹ontak dengan
fungs nya, mumerlukan rangsangan dari sel antigen. Antibodi mengikat antigen yai g me-
Th1. nimbulkannya secara spesifik. Bila serum
protein tersebut rlipisahkan secara elektrofo-
resis, lg ditemukan terbanyak dalam fraksi
globulin y meskipun ada beberapa yang di-
Sel T: mempunyai kemampuan Untuk temukan juga dalam fraksi globulin o dan §.
menghencuf•.an sel alogenik, sel sasaran yang Semua molekul lg mempunyai 4 polipep-
menganoa‹'g virus dan sel kanker. tid dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy
Sel Th nan Ts disebut juga sel T regulator chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang
sedan rel ! an dan sel Tc disebut sel efektor. identik, dihubungkar› satu dengan lainnya oleh
Dalam .›‹nya, sel Tc memerlukan rangsang- ikatan disulfid (Gambar 6).
an dari e› I h1.
A. IgG
IgG merupakan komponen utama imuno-
*eI K a•au ADCC (Antibody Dependent globulin serum, dengan berat molekul 160 000.
is// Cytotcxic//y} adalah sel yang tergolong I¢adarnya dalam sarum yang sekitar 13 mg/mL
dalam sistem imun non-spesifik tetapi dalam merupakan 75% dari semua Ig. IgG diternukan
juga dalam berbagai cairan Iain antaranya
cairan
Fab

Oambar 6. Rumus Bangun Dasar Imuneglobulln


A = rantai berat (BM 50.000 -
77.000\ B = rantai rlngan (BM
25.000)

saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG dapat fraksi Fc (Gambar 7).
menembus plasenta dan masuk ke fetus dan
berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-
9 bulan. IgG dapat mengaktifkan komplemen,
me• ningkatkan pertaharian badan melalui
opsoni• sasi dan reaksi inilamasi. IgG
mempunyai sifat opsonin yang efeNif oleh
karena monosit dan makrofag memiliki
reseptor untuk fraMi Fc dan IgG yang dapat
mempererat hubungan antara lagosit dengan
set sasaran. Selanjutnya opsoni- sasi dibantu
reseptor untuk komplemen pada permukaan
fagosit. IgG mempunyai 4 subkelas yaitu Igt,
192, lg3, dan lg4. 194 dapat diikat oleh sel
mast dan basofil.

B. IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit
dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan
sekresi saluran napas, saluran cema,
saluran kemih, airmata, keringat, ludah dan
kolostrum leblh tinggi sebagai IgA sekretori
(s IgA). Baik IgA dalam serum maupun
dalam sekret dapat menetralisasi toksin atau
virus dan atau mencegah kontsk antara
toksin/virus dengan alet sasaran. Sekretori
IgA diproduksi lebih dulu daû pada lgA
dalam serum dan tıdah
menembus plasenta.
C. IgM
IgM mempunyai fumus bangun
pentamer dan merupakan Ig terbesar.
Molekul-molekul tersebut diikat rantai Y pada
pada penTiukaannya sebagai reseptor
antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada
respons imun primer tetapi tidak
berlangsung lama, karena

Gambar 7. Rumue Bangun IgM Manuala :


Terdlri
Atas 5 Rantal Pollpsptld.

Ranlai•rantai lgM mempunyai 5 ikaten disullid


yang men@ubungkannya melalui Cu3 den Cu4
dengan unlt lain. Juga terlihat tempat rantai J.

Kebanyakan sel B mempunyai lgM


itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda
adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mem-
punyai IgM 10% dari kadar IgM dewasa oleh
karena lgM tidak menembus plasenta. Fetus
umur 12 minggu sudah dapat membentuk lgM
bila sel B-nya dirangsang oleh infeksi intra- annya dan mekanisme imun yang terjadi.
uterin seperti sifilis kongenital. rubela, tokso- Reaksi ini dapat terjadi sendiri-sendiri, tetapi di
plasmosis, dan virus sitomegalo. Kadar IgM dalam klinis dua atau lebih jenis reaksi tersebut
anak mencapai kadar IgM dewasa pada usia sering teqadi bersamaan (Gambar 8 dan Tabel
satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah J).
seperti isoaglutinin, golongan darah AB, anti-
bodi heterofil adalah lgM. IgM dapat mencegah
Tabal 1. Manifestasl dan Mekanisme Reaksi
gerakan mikroorganisme patogen, memudah-
Hiper-
sensitivitas

Tipe Manifestasi Mekanisme

I Reaksi hipersensitivitas cepat IgE dan lg


lain ll Antibodi terhadap sel lgG atau lgM
III Kompleks antlbodi-antigen biasanya IgG
IV Hipersensitivitas lambat sel yang disensitisasi
kan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terha
antibodi yang dapat mengikat komplemen
dengan kuat dan tidak menembus plasenta. trombosit yang pada permukaannyq memiliki
reseptor untuk fraksi Fc dari lgE. IgE dibentuk
D. IgD juga setempat oleh sel plasma dalam selaput
lendir saluran napas dan cema. Kadar IgE
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi
rendah dalam darah. IgD tidak mengikat kom- cacing, skistoso- miasis, penyakit hidatid,
plemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap trikinosis. Kecuali pada alergi, lgE diduga juga
antigen berbagai makanan dan auto-antigen berperan pada imunitas parasit. IgE pada alergi
seperti komponen nukleus. Selanjutnya lgD dikenal se- bagai antibodi reagin.
ditemukan bersama IgM pada permukaan sel 9
sebagai reseptor antigen.

E. IgE REAKSI HIPERSENSITIVITAS


IgE ditemukan dalam serum dalam Hipersensitivitas adalah respons imun
jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah diikat yang berlebihan dan yang tidak diinginkan
mastosit, basofil, eosinofil, makrofag, dan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs
dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepat-
Reaksi Tipe I
Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi
cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi di-
kenal sebagai reaksi yang segera timbul
sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. Istilah
alergi yang pertama kali digunakan Von
Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai
“reaksi pejamu yang berubah" bila tprjadi
kontak dengan bahan yang sanna untuk kedua
kali atau lebih.
Antigen yang masuk tubuh akan
ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu
dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhir
melepas sitokin yang merangsang set B untuk
membentuk IgE. IgE akan diikat terutama oleh
sel mast melalui reseptor Fc (juga oleh basofil
dan eosinofil). Bila ada alergen yang sama
masuk tubuh, akan diikat oleh IgE tadi
(spesifik) dan me- nimbulkan degranulasi sel
mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan
berbagai mediator antara lain histamin
(Gambar 9) yang didapat dalam granul-granul
sel dan mentmbulkan gejala pada reaksi
hipersensitivitas tipe l.
Penyakit-penyakit yang timbul segera
sesudah tubuh terpajan dengan alergen adalah
asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis
atopik. Di samping histamin, mediator lain
seperti prostaglandin, dan leukotrin (SRS-A)
yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat,
berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I
yang sering timbul beberapa jam sesudah
kontak dengan alergen.
10

Tipal Tips ll

Tipe Ifi Tip6 IV

eÅ”’°*
T

limlw n

Gambar 8. Empat Tlpe Reaksi Hipersensltfvitas

Tipe I. Mastosit mengikat IgE mel8lui reseptor Fe. Ikatan Tipe III. Kompleks imun diendapkan dl dalam jaringan. Kom•
antigen dan lgE tersebut akan menimbulkan de plemen diaktifkan, sel polimorfonukl8ar dikerahkan
granulasi mastosit yang melepas mediator. ke tempal kompleks.

Tipe II. Antibodi dibentuk terhadap antigen yang meru- 1pe IV. Set T yang disensitisasi melepas limfokin akiba!
pakan bagian daû sel pejamu. Kompleks yang di• kontak ulang dengan antigen yang sama.
benluk oleh antigen dan antibodi menimbulkan Limiokin mengerahkan dan mengakgtkan makrofag
respons sitotoksik sel K (sebagai afeklor ADCC) yang selanjutnya melepas mediator dan menim•
dan atau Ilsls sel mslalui aklivasi kompiemen. bulkan respons inflamasi.
AND IGE N .

FJR

-@ @ RINITIS
DERMATITIS ATOPI
URTJKARIA

Tn

MA8TO5tT 5 ¥'/!!G KLIM6

Gambar 9. Reaksl Tipo 1


Reaksi Tipe II bagian sel pejamu. Antibodi tersebut dapat
mensensitasi sel K sebagai efektor anti- body
Reaksi tipe II yang disebut juga reaksi dependent cell cytotoxicify (ADCC) atau
sitotoksik terjadi oleh karena dìbentuk antibodi jenis mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis.
IgG atau IgM terhadap antigen yang me- rupakan Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah
merah akibat reaksi transfusi dan penyakit anemia
hemolitik pada bayi yang baru dílahirkan dan persisten mikroba
dewasa, Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit Autoimunitas Antigen Ginjal, sendi, pembuluh ” sendid
darah, kulit
autoimun seperti míastenia gravis dan tirotoksikosis
Ekstńnsik Antigen Paru
juga ditímbulkan me- lalui mekanisme reaksi tipe II. lingkungan
Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat
seperti penisilin, kinin, dan sulfonamid.

Reaksi Tipe III


Reaksi tipe III yang juga disebut reaksi
kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks
antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh
darah. Antibodi di sini biasanya jenis IgG. Kompleks
tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian
melepas berbagai mediator ter- utama macrophage
chemotactic /actor. Makrofag yang dikerahkan ke
tempat tersebut akan merusak jaringan sekitarnya.
Antigen dapat berasal dan infeksi kuman patogen
yang persisten (malaria), bahan yang terhirup
(spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik
alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit
autoimun). lnfeksi tersebut disertai antigen dalam
jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai respons
antibodi efektif. Sebab-sebab reaksi tipe III dan alat
tubuh yang sering merupakan sasaran penyakit
kompleks imun terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Penyakit Kompleks Imun: Sebab, Antigen dan


Tempat Kompleks Mengendap
Sebab Antigen Tempat Kompleks Mengendap
Infeksí Antigen Organ yang diinfeksi, ginjel
Pembentukan komplela imun dalam lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan
pembuluh darah terlihat pada gambar 10. akan timbul bila kompleks imun menembús dinding
Antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu pem- buluh darah dan mengendap di jaringan.
membentuk kompleks imun. Selanjutnya kom- pleks Gangguan fungsi fagosit diduga dapat
imun mengaktifkan C yang melepas Ca dan Cen merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit
dan merangsang basofil dan trombosit melepas dimusnahkan.
berbagai mediator antara lain histamin yang
meningkatkan permeabilitas vaskular.
Reaksi Tipe IV
Mengapa Kompleks Imun Menetap ‘7
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi
Dalam keadaan normal kompleks imun di- hipersensitivitas lambat, timbul lebih dari 24 jam
musnahkan oleh sel fagosit mononuklear ter- setelah tubuh terpajan antigen. Reaksi terjadi
utama dalam hati, limpa dan paru tanpa bantuan karena respons sel Th1 yang sudah disensitisasi
komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran terhadap antigen tertentu. Dalam hal ini tidak ada
kompleks imun merupakan faktor penting. Pada peran antibodi. Akibat sensitasi tersebut sel Th1
umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat melepas limfokin antara Iain MIF, MAF (lihat
dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut gambar). Makrofag yang di- aktifkan melepas
yang terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih berbagai mediator (sitokin, enzim dan sebagainya)
banyak dari pada anti- bodi, sulit untuk sehingga dapat menim- bulkan kerusakan jaringan.
dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama Bila ada antigen menetap untuk jangka waktu lama,
ada dalam sirkulasi. Kompleks imun yang ada makrofag akan terus menerus diaktifkan dan
dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu membentuk jaringan granulomata.
Gambar 10. Pembsntukan Kompleł‹s Imun dalam Pembuluh Darah
14

Ada 4 jenis tipe IV sebagai berikut : Reaksi Granulomata


1. Reaksi Jones Mote
2. Hipersensitivitas kontak Reaksi granulomata merupakan reaksi
tipe IV yang dianggap paling penting oleh
3. Tipe tuberkulin
karena menimbulkan banyak efek patologis.
4. Reaksi granulomata Hal ter- sebut terjadi oleh karena adanya
antigen yang persisten di dalam makrofag yang
Hal-hal yang tercantum dalam butir 1,2,3 biasanya berupa mikroorganisme yang tidak
timbul sesudah 20-72 jam, sedang raaksi dapat di- hancurkan atau kompleks imun yang
granulomata timbul beberapa minggu sesudah menetap misalnya pada alveolitis alergik.
tubuh terpajan antigen. Reaksi granulomata terjadi sebagai usaha
badan untuk membatasi kehadiran antigen
yang parsisten dalam tubuh, sedangkan reaksi
A. I4lpersensltivitas Jones Uofe(Reaksi tuberkulin merupakan respons imun selular
JM) yang terbatas. Kedua reaMi tersebut dapat ter-
jadi akibat sensitasi terhadap antigen mikroor-
Reaksi JM ditandai oleh adanya intiltrasi ganisme yang sama misalnya M.tubarculosae
leukosit basofil di bawah epidermis yang sering dan M.lepra. Granulomata terjadi pula pada
disebut hipersensitivitas basofil kulit yang hipersensitivitas terhadap zerkonium
dapat dicetuskan pada binatang percobaan. sarkoidosis dan rangsangan bahan non-
Hal ter- sebut biasanya ditimbulkan antigen antigenik seperti bedak \taIcum). Dalam hal ini
yang larut. makrofag tidak dapat memusnahkan benda
inorganik tersebut. Granulomata non-
imunologis dapat dibedakan dari yang
B. Dermatltls Xontak imunologis oleh karena yang pertama tidak
mengandung limfosit.
Dermatitis kontak dikenal dalarri klinik se- Dalam reaksi granulomata ditemukan sel
bagai dermatitis yang timbul pada kulit tempat epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel
kontak dengan alergen. Reaksi maksimal ter• makrofag. Sel-sel raksasa ygng memiliki
jadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epi- banyak nukleus disebut sel raksasa Langhans.
dermal. Sel Langerhans sebagai antigen pra- Sel tersebut mempunyai beberapa nukleus
senting ce// (APC), sel Th1, dan makrofag yang tsrsebar di bagian perifer sel dan oleh
memegang peran pada reaksi di sini. karena itu diduga sel tersebut merupakan hasil
diferensiasi terminal sel monosit/makrofag.
Granulomata imunologis ditandai oleh inti
C. Tipe Tuberkulln yang terdiri atas sel epiteloid dan makrofag,
Reaksi tuberkulin adalah reaksi dermal kadang-kadang ditemukan sel raksasa yang
yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak dikelilingi oleh ikatan limtosit. Di samping itu
dan terjadi 20 jam setelah terpajan antigen. dapat ditemukan fibrosis (endapan serat
Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklear kolagen) yang terjadi akibat proliferasi fibroblas
(50% adalah limfosit dan sisanya monosit). dan peningkatan sintesis kolagen. Pada bebe-
Setelah 48 jam, timbul infiltrasi limfosit dalam rapa penyakit seperti tuberkulosis, di bagian
jumlah besar sekitar pembuluh darah yang me- sentral dapat ditemukan nekrosis dengan
rusak hubungan serat-serat kolagen kulit. Bila hilangnya struktur jaringan (Gambar 11). Sifat-
reaksi menetap, reaksi tuberkulin dapat ber- sifat penting keempat jenis reaksi hipersen-
Ianjut”menimbuIkan kavitas atau granulomata. sitivitas lambat terlihat pada tabel 3.
15

Gambar 11. Granułomata Tuberkulosis

Tabel 3. 9lfat-glfat penting Keempat Reaksi Hlpereensłtlvltas Lambat

Tipe Jones Kontak Tuberkulin Or6nuloma


Waktu reaksi 24 jam 48 jam 48 jam 4 minggu
Bentuk klinis Pembengkakan kulit eksim Indurasi lokal dan indurasi kulit
bengkak + panas
Gambaran Leukosit baeo(iI, Sel mononuklear. Sel mononuklear, Sel epiteloid, sol
histologls limfosit sel edema, epidemic limfosit, monosił, raksasa makrofag.
mononuklear menimbui makTolag menunun fibrosis ¿ nekrosis
Ag intrademal Epldemal Dermal ” Ag atau kompleks
mis. ovalbumin mls, Nikel, karæ Tuberkulin dan Ag/Ab atau talk
dsb. młkrobakterlum, dalam makrofag
leismania yang perslsten

Daftar Pustaka Brostoff J, Scadding GK, Male D. Roitt IM.


Introduction to immune responses. Dalam: Clinical
Immunology, London: Gower Medical Publishing:
Baratawidja]a KB. Sistem imun. Dalam: Imunologi
Dasar edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. 3- 1991. 1.1-.7.
15. 7. Roitt 1. Anfibodies. Dalam: Essential Immunology.
2. Baralawidjaja KB. Antigen dan antibodi. Dalam: Oxford: Blackweli Scientific Publications; 1994. 43-63.
Imunologi Dasar edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; s. Sigal LH, Ron Y. Cells and tissues of the immune
1996. 16-26. system. Dalam: Immunology and Inflammation.
3. Baætawidjaja KB. Sel-sel 6istem imun. balam: New York: McGraw-Hill Inc; 1994. 15-36.
Imunologi Daær ediai 3. Jakarta: Balai Penerbit g. Sigal LH, Ron Y. Antibodies structure and functions.
FKUI; 1996. 3B-63. Dalam: Immunology and inflammation. New York:
McGraw-Hifl Inc, 1994. 37&2.
4. Batatawid|aja KB. Reaksi hipersensitivitas. Dalam: IO. Thómson NC, Kirkwood EM, Lever RS. Besic
Imunologi Dasar edisi 3, Jakaña: Balai Penerbit FKUI: immunological mechanism. Dalem: Handbook of
1996. 76-97. Clinical Allergy. Oxford: Blackwell Scientitic
5. Brostofl J, Male DK. Introduction. Oalam: Clinical Poblica- lions; tahun 1990. 1-35.
Immunology, London: Mosby, 1994. 18-27.

Anda mungkin juga menyukai