Anda di halaman 1dari 9

Manajemen Perpajakan

RMK #13

Ainun Namira Putri Harisma – A014202009

BAB XI
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

11.1 Pada Tahap Pendirian Perusahaan

1. WaKtu pelaporan Icegiatan usalia untulc dikukuhkan sehagai Pengusaha Kena


Pajak (PKP). Walaupun peraturan perpajakan tidak mensyaratkan kapan waktu
seharusnya melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sehagai PKP, namun
keteriamhatan pengukuhan P K P akan menyehahkan heherapa kerugian dan
pemhorosan dikarenakan hai-hai sehagai herikut:

a. Pasai 9 ayat 8 huruf a U U PPN menyatakan:


Pengkreditan Pajak Masukan sehagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dapat diberlakukan hagi pengeluaran untuk:
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha
dikukuhkan sehagai Pengusaha Kena Pajak; Dengan terlamhatnya waktu
pengukuhan P K P maka seluruh pajak masukan yang faktur pajaknya
diterbitkan pada tanggal sebelum pengukuhan P K P tidak dapat
dikreditkan.

b. Pasai 13 ayat (1) huruf e juncto Pasai 13 ayat (2) K U P yang menyatakan:
Daiam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderai Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
daiam hai-hai sehagai herikut:
apahila kepada Wajih Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajih Pajak dan/atau
dikukuhkan sehagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sehagaimana
dimaksud daiam Pasai 2 ayat (4a).
Jumiah kekurangan pajak yang terutang daiam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sehagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e
ditambah dengan sanksi administrasi berupa hunga sebesar 2% (dua
persen) per hulan paling iama 24 (dua puluh empat) hulan, dihitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.

2. Dengan terlamhatnya waktu pengukuhan PKP maka ada kemungkinan KPP akan
melakukan pengukuhan secara jabatan atau K P P akan melakukan penghitungan
atas P P N yang seharusnya terutang sebelum PKPtersehut dikukuhkansehagai
PKP.

Tempat atau lokasi Kantor Pelayanan Pajak ( K P P ) yang dipilih untuk dilaporkan
sehagai tempat pengukuhan P K P daiam hai perusahaan memiliki satu atau lehih
kantor cahang.
Untuk memutuskan tempat atau lokasi KPP yang akan dipilih untuk dilaporkan
sehagai tempat pengukuhan PKP dalam hai perusahaan memiliki satu atau lehih
kantor cahang, hai yang harus diperhatikan adaiah:

Pasai 15 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2012


Pajak Masukan yang dihayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena
Pajak dikukuhkan.

3. Kepastian baliwa barang dan/atau jasa yang alcan diJiasillcan merupakan B K P


dan/atau J K P yang terutang P P N atau tidak terutang P P N atau termasuk B K P
dan/atau J K P yang penyeraJiannya mendapat pembebasan PPN.

4. Hal lain untuk efisiensi PPN:

a. Pemusatan tempat pelaporan P P N dan/atau P P n B M


Jika P K P yang baru berdiri ataupun sudah heherapa waktu menjalani kegiatan
usaha, memilild heherapa lokasi/cahang dan/atau tempat kedudukan yang
melakukan penyerahan BKP/JKP, maka P K P tersehut dapat melakukan
permohonan untuk memilih satu atau lehih tempat sehagai tempat pelaporan PPN
(Pemusatan PPN).
Pemusatan PPN memiliki heherapa manfaat antara Iain:
1) Memudahkan P K P dalam memenuhi kewajihan administrasi mulai dari
penerhitan faktur pajak hingga pelaporan SPT Masa PPN dan/atau PPnBM
dikarenakan langsung di bawah koordinasi yang dipusatkan.
2) Membuat hiaya administrasi dan pelaporan kewajihan P P N menjadi lehih
efisien karena tidak perlu dilakukan di seluruh cahang/lokasi.
3) Meminimalisir kesalahan, haik kesalahan penghitungan dan pengisian faktur
pajak maupun kesalahan pelaporan SPT Masa PPN dan/atau PPnBM
dikarenakan ada koordinasi dan pengawasan yang terpusat.
4) Memudahkan koordinasi dengan bagian akuntansi dan pelaporan keuangan
sehingga memudahkan Perusahaan untuk melakukan ekualisasi dan kontrol
antara kewajihan P P N dengan ohjek-ohjek P P N yang dilaporkan di
Laporan Keuangan.

Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, pembebasan Pajak Pertambahan


Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, diberikan
atas pemasukan harang dari Kawasan Behas yang akan diolah lehih lanjut dan/atau
digabungkan dengan hasil produksi di Kawasan Berikat.
Barang yang mendapat fasilitas pembebasan P P N ataupun P P N tidak dipungut
adalah harang yang bukan merupakan harang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat,
seperti makanan, minuman, hahan hakar minyak, dan pelumas.
Atas pemasukan harang impor ke Kawasan Berikat helum diberlakukan ketentuan
pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

11.2 Pada Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha

11.2.1 Pengendalian atas Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Tertentu

Maksud dari pengendalian atas pajak keluaran adalah memastikan hahwa semua
ohjek PPN yang PPN-nya harus dipungut oleh P K P berdasarkan ketentuan
perundang-undangan P P N , telah dipenuhi dan tidak ada yang terlewati. Untuk itu
sebaiknya selalu dilakukan koordinasi antara divisi/suhdivisi perpajakan dengan
bagian operasional lain perusahaan agar setiap rencana selalu dikonsultasikan
dengan Divisi/suhdivisi perpajakan. Kelalaian memungut PPN atas suatu ohjek PPN
akan merugikan perusahaan karena jika dilakukan pemeriksaan atau verifikasi atau
himbauan selain akan dikenakan P P N yang seharusnya terutang, juga akan
dikenakan sanksi administrasi, setidak-tidaknya sanksi administrasi pasal 13 ayat (2)
K U P sebesar 2% per hulan maksimum sanksi untuk 24 hulan dan sanksi denda
pasal 14 ayat (4) K U P sebesar 2% dari Dasar Pengenaan P P N . Padahal P P N
hukanlah pajak yang menjadi hehan pihak perusahaan, melainkan menjadi hehan
pihak yang dipungut yang akhirnya bermuara kepada konsumen akhir; namun
kelalaian memungut P P N atas suatu ohjek P P N , selain akan dikenakan sanksi
administrasi juga akan ditagihkan pokok PPN-nyakepada PKPyang bersangkutan
dan tentu saja menjadi hehan PKP tersehut.

Kewajihan memungut P P N terkait erat dengan ohjek P P N ; berdasarkan Pasal 4


ayat (11) juncto Pasal 16C dan 16D Undang-undang PPN,yang menjadi ohjek PPN
adalah:

1. Penyerahan B K P dan JKP, meliputi:


a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha. h. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak.
c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak.
d. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha.
2. Perolehan B K P dan JKP, meliputi:
a. Impor Barang Kena Pajak.
b. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
c. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
3. Pasal16CUUPPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
prihadi atau hadan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak
lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
4. Pasal16DUUPPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak
herupa aktivayang menurut tujuan semuia tidak untuk diperjualbelikan
oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan sehagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) huruf h dan huruf c.

Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan


tanpa pemhayaran haik harang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri,
seperti pemberian contoh harang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

Pasal 5 Peraturan Pemerintah R I (PP) Nomor 1 Tahun 2012 menyatakan sehagai


herikut:

1. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
2. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
sehagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemakaian sendiri untuk:

a. Tujuan produktif; atau h. Tujuan konsumtif.

3. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk
tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kecuali
pemakaian sendiri yang digunakan untuk melakukan penyerahan yang: a.
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

h. mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

4. Pajak Pertambahan Nilai yang dihayar atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dalam rangka pemakaian sendiri Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang


perpajakan.

Contoh pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:

1. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk
tujuan konsumtif:
1. Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk
konsumsi karyawan atau para

tamu.

2. Pabrikan sepatu dalam rangka promosi membeli topi dengan logo


merek sepatu pabrik tersebut

dan sebagian dibagikan kepada karyawannya.

3. Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya


telepon selular kepada para

direksinya.

2. Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif yang nyata-nyata

digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan


kegiatan usaha. Pengusaha yang bersangkutan:

1. Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk


kegiatan usaha

mengangkut suku cadang.

2. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit


dari inti sawit sebagai

pengeras jalan di lingkungan pabrik.

3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk


kegiatan operasional

perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra bisnisnya.

3. Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif yang nyata-nyata

digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya:


1. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit
dari inti sawit sebagai bahan

pembakaran boiler dalam proses pabrikasi.

2. Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya


berupa kayu lapis (plywood)

untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar


tidak rusak.

3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran


teleponnya untuk melakukan

penyerahan jasa provider internet kepada konsumennya.

Pengendalian terhadap faktur pajak keluaran merupakan hal yang penting agar tidak
memboroskan keuangan perusahaan karena adanya sanksi administrasi yang
disebabkan faktur pajak yang diterbitkan oleh P K P tersebut tidak memenuhi syarat
formal dan material.
Agar faktur pajak yang diterbitkan P K P memenuhi syarat formal maka P K P harus
memperhatikan ketentuan faktur pajak yang diatur Pasal 13 ayat (5) Undang-undang
PPNjuncto Peraturan Dirjen Pajak No. PER - 24/ PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran,
Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan
Faktur Pajak; sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak No.
08/PJ/2013.
Selain masalah pembuatan, pembetulan atau penggantian, dan pembatalan faktur
pajak, hal yang harus diperhatikan P K P terkait faktur pajak adalah waktu penerbitan
dan pelaporan faktur pajak.

11.2.2 Pengendalian atas Pajak Masukan

Terkait pajak masukan yang harus diperhatikan adalah ketentuan yang diatur Pasal
9 ayat (8) Undang- undang PPN.

Pasal 9 ayat (8) Undang-undang PPN menyatakan:


Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
5. Dihapus;
6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya
tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak
mencantumkan nama, alamat,

dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;

7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa


Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

ayat (6);

8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan

ketetapan pajak;

9. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang pajak
masukannya tidak dilaporkan

dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai, yang ditemukan


pada waktu dilakukan

pemeriksaan; dan
10. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak
sebelum Pengusaha Kena

Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).

11.2.3 Pengendalian atas Pemenuhan Kewajiban Administrasi PPN

Pasal 14 ayat (4) juncto Pasal 14 ayat (1) huruf f U U K U P mengatur bahwa
keterlambatan Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan
masa penerbitan faktur pajak akan dikenakan sanksi administrasi STP berupa denda
2% dari dasar pengenaan PPN.Agar terhindar dari sanksi Pasal 14 ayat (4) ini,
Perusahaan harus menjamin bahwa tidak ada keterlambatan dalam melaporkan
faktur pajak yang telah diterbitkan.

11.3 Pada Saat Pembubaran Perusahaan

Terkait dengan pembubaran perusahaan, hal yang harus diperhatikan perusahaan


adalah ketentuan Pasal
lA ayat(1)hurufeUUPPNyangmenyatakan:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah:
BarangKenaPajakberupapersediaandan/atauasetyangmenuruttujuan semuia tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Artinya pada saat pembubaran perusahaan, P K P yang bersangkutan harus
memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas Barang Kena Pajak berupa
persediaan dan/atau aset yang menurut tujuan semuia tidak untuk diperjualbelikan
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Jika pada saat pembubaran
perusahaan masih ada tersisa barang atau bahan baku yang telah rusak dan
menjadi kerugian perusahaan, maka pajak masukan atas perolehan barang atau
bahan baku yang telah rusak tersebut tetap dapat dikreditkan; demikian juga dengan
adanya piutang yang tak tertagih hingga saat pembubaran perusahaan, piutang tak
tertagih tersebut tidak membuat pembatalan atas faktur pajak keluaran yang PPN
nya sudah disetorkan oleh perusahaan (PP No. 1 Tahun 2012).

Anda mungkin juga menyukai