G
DENGAN POST SECTION CAESAREA
AMBON
OLEH
Nama : Mirna Caniago
Prodi : Profesi Ners
NPM : 1490120035
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Section caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan BB di atas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi, 2015).
B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus Lama
e. Partus Tak Maju
f. Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1) Letak lintang : Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea
adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea
walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak
lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang : Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin Mati
b. Syok, anemia berat.
c. Kelainan congenital Berat
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
D. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan section caesaria, memerlukan perawatan yang lebih konprehensif
yaitu : perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis SC
antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis : Sectio caesarea klasik atau corporal :
dengan insisi memanjang pada corpus uteri yang mempunyai
k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini
adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi ruptura uteri spontan.
b. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan
kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar
kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak
serta keluhan pada kandung kemih.
c. Sectio caesarea ekstraperitonealis : Merupakan sectio caesarea tanpa
membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
3. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
F. Komplikasi
1. Infeksi Puerpuralis
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia Uteri
c. Pendarahan pada placenta bled
b. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
G. Patofisiologi : buatkan dalam bentuk Bagan sampai pada Penyimpangan KDM
(Dx Keperawatan) yang terdapat pada Sectio Cesaria
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi Tes golongan darah, lama
3. perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan : Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet : Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi : Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi
dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik : Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain : Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka : Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan Payudara : Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika
ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara
masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat Kesehatan Sekarang : Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan
gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien
operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu : Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi
penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(Plasenta previa).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah
keluarga pasien ada juga mempunyairiwayat persalinan plasenta previa
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi : Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego : Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan : Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan : Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena
trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f. Pernapasan : Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
h. Seksualitas : Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
C. Rencana Kperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit,
Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat,
rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan
terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
2 DS : Gangguan pelepasan
1. Ibu mengatakan Nyeri pada area post operasi dan Ngilu rasa mediator
di area SC nyaman : nyeri
nyeri (histamin,
2. Pengkajian Nyeri Menggunakan NRS (perih) prostaglandin)
P : Luka jahitan bekas operasi dan sangat dirasakan akibat trauma
saat berjalan jaringan
dalam
Q : teriris pembedahan
(section
R : pada bagian abdomen, tidak mejalar
caesarea)
S : skala 3
T : 1-2 Menit
DO :
1. Kesadaran : CM
2. TTV
TD : 110/80 mmHg
S : 36,5 oC
N : 78 x/m
P : 19 x/m
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : prosedur bedah
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur bedah
Kriteria hasil :
a. Klien mengungkapkan secara verbal tentang nyeri dan tegang diperutnya berkurang
b. Nyeri hilang atau berkurang
c. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
a. kaji skala nyeri, karakteristik, kualitas, frekuensi dan lokasi nyeri.
Rasional : menentukan perubahan dalam tingkat nyeri dan mengevaluasi nilai skala
nyeri. Mengidentifikasi sumber sumber multiple dan jenis nyeri.
b. Anjurkan penggunaan tekhnik relaksasi dan distraksi
Rasional: menggunakan strategi ini sejalan dengan pemberian analgesic untuk
mengurangi atau mengalihkan respon terhadap nyeri.
c. Yakinkan pada klien bahwa perawat mengetahui nyeri yang dirasakannya dan akan
berusaha membantu untuk mengurangi nyeri tersebut.
Rasional: ketakutan bahwa nyari akan tidak dapat diterima seperti peningkatan
ketegangan dan ansietas yang nyata dan menurunkan toleransi nyeri.
d. Berikan kembali skala pengkajian nyeri
Rasional: memungkinkan pengkajian terhadap keefektifan analgesic dan
mengidentifikasi kebutuhan terhadap tindak lanjut bila tidak efektif.
e. Berikan HE tentang penyebab nyeri yang dirasakan
Rasional : membantu meningkatkan pengetahuan pasien dan meningkatkan koping
klien dalam melakukan mengatasi nyeri
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan luka operasi
Kriteria hasil : Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, dan
fungsio laesa
Intervensi :
a. Kaji kondisi keluaran / dischart yang keluar : jumlah, warna, dan bau dari luka operasi
Rasional : perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya
warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi
Rasional : infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka
c. Lakukan perawatan luka
Rasional : inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi
d. Terangkan pada klien cara mengidentikasi tanda infeksi
Rasional : berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi :
demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
Catatan Perbaikan:
- Tidak ada Implementasi yang dibuat sehingga perawat dapat mengetahui tindakan yang
telah dilakukan dan tindakan apa saja yang telah berhasil mengatasi masalah
keperawatan.
- Buatkan dalam bentuk tabel.
No Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi
1. 1. Implementasi yang dilakukan pada S:
pasien O:
Hasil: apa yang ditemukan perawat A:
setelah melakukan tindakan P:
tersebut???
Catatan:
2. Dst...... Evaluasi setiap
diagnosa
keperawatan yang
ditemukan pada
pasien.
3. Evaluasi Keperawatan
1. Ibu mengatakan nyeri berkurang skala 3
2. Ibu mengatakan sedikit tenang
3. Ibu mengatakan nyeri terasa teriris
4. Ibu mengatakan mengerti tentang adanya tanda infeksi
5. Hasil pemeriksaan tidak terdapat tanda adanya infeksi
6. Perawatan luka dengan mengganti perban