PNEUMOTHORAX
DISUSUN OLEH :
KEOMPOK 4
MALANG
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
Oleh:
KELOMPOK 4
Pada Tanggal:…………………….
Pembimbing kelompok :
Mengesahkan,
Pembimbing Kelompok,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena Rahmat -Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PNEUMOTHORAKS”.
kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk itu kami
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita
semua.
penulis
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................1
Tujuan……….……………….……….. ………………………..1
Definisi ....................................................................................... 2
Etiologi……. .............................................................................. 3
Patofisiologi……………….………..…….. …………………. 4
Klasifikasi……. ......................................................................... 5
Penatalaksanaan ......................................................................... 11
LAMPIRAN………………………………………………………………..17
4
BAB I
PENDAHULUAN
1) LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti
balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada
kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru
sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu
lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru
di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit
cairan dengan tekanan negatif yang ringan.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru
tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika
bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenic.
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak
yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada
penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.
Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video
(VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan
banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks
relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit .
2) RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang di maksud dengan pneumothoraks?
2) Apa penyebab dari pneumothoraks?
3) Apa saja klasifikasi dari pneumothoraks?
4) Seperti apa patofisiologi dan manifestasi klinis pneumothoraks?
5) Asuhan Keperawatan Pneumothoraks?
3) TUJUAN
5
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pneumothoraks
2. Untuk mengetahui penyebab dari pneumothoraks
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari pneumothoraks
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan manifestasi klinis pneumothoraks
5. Untuk Mengetahui asuhan Keperawatan Pneumothoraks
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya
jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih
tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru elastis ). ( Tambayong, 2000
: 108 ).
Pneumothoraks adalah udara atau gas dalam kavum pleura yang
memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru
tertekan. Pneumothorak dapat terjadi sekunder akibat asma, bronchitis kronis,
emfisema. ( Hinchllift, 1999 : 343 ).
7
2.2 Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi
udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan
dengan bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli
kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosisi.
Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.Untuk itu terdapat beberapa jenis pneumothorax yang
dikelompokan berdasarkan penyebabnya :
a. Pneumothoraks Spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax spontan primer terjadi
jika pada penderita tidak ditemukan penykait paru-paru. Pneumothoraks
ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara di dalam paru-
paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumothorak spontan sekunder
merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru
obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
b. Pneumothoraks Traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk) atau tumpul (benturan pada kecelakaan).
Pneumothoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu (misalnya torakosentesis). Bila akibat jatuh atau patah rusuk,
sering akan kita temukan emfisema subkutan, karena pleura perietalnya
juga mengalami kerusakan (robek).
c. Ketegangan Pneumothoraks
8
Pneumothoraks progresif menyebabkan kenaikan tekanan intrapleural
ketingkat yang menjadi positif sepanjang siklus pernafasan dan menutup
paru-paru, pergeseran mediastinum, dan merusak vena kembali kejantung.
Air terus masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar.
d. Pneumothoraks Iatiogenik
Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk jarum trausthoracic aspirasi,
thoracentesis, penempatan kateter vena pusat, pentilasi mekanik dan
resusitasi cardiopulmonari.
2.3 PATOFISIOLOGI
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi
terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga
pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat
dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks
2.4 Klasifikasi
9
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu:
a) Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b) Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik
kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a) Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b) Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
10
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,
namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan
atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
11
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).
12
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut:
a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering
dirasakan lebih berat
c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru
yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih
ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi
menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
13
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
14
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan
anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan
paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang
paru yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang
sesuai dengan lobus paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps
tersebut hanya tampak seperti massa yang berada di daerah hilus.
Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang
tinggi.
3. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
4. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.
15
b. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah
sebagai berikut :
16
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal.
17
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator .
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
18
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema.
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
19
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke
sisi yang sehat.
Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.
Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
b. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular
yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian
kapiler/CRT.
c. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan
lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan
adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
No. RM :672890
1. Keluhan utama
Sesak napas, bernapas terasa berat dan susah untuk melakukan pernapasan.
Tiga jam yang lalu klien mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama
semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada sebelah kanan,
rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Tidak ada
riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti tertembus peluru, ledakan,
trauma tumpul dada akibat kecelakaan lalu lintas maupun tusukan benda tajam
langsung menembus pleura. Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin
berat, klien dibawa keluarga ke IRD RSUD Ulin Banjarmasin, disarankan rawat
21
inap untuk dilakukan tindakan pemasangan selang WSD. Klien masuk Ruang
Dahlia pada jam 09.00 Wita.
Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah menjalani
pengobatan OAT selama enam bulan
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
baik pneumotoraks ataupun TB paru
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
pasien menggunakan ventilator dengan mode SIMV, tampak ada luka
terbuka pada dada, RR 40 kali/menit, tampak ada pernapasan cyenestoke,
SpO2 90%, tidak ada suara napas tambahan, terdengar suara hypersonor
saat perkusi dada, tampak retraksi dinding dada, tampak ada sianosis.
B2 (Blood)
pasien tampak pucat, TD 100/50 mmHg, nadi 110 kali/menit, nadi lemah dan
dalam, CRT >2 detik.
B3 (Brain)
kesadaran coma, GCS 3, suhu 38,90C
22
Bledder (B4)
pasien terpasang kateter, produksi urin 50ml/jam (BB= 45 kg),
Bowel (B5)
pasien terpasang NGT
Bone (B6)
akral hangat, tidak ada fraktur pada ekstremitas, kekuatan otot pada masing-
masing ekstremitas 1
23
ANALISA DATA
Keperaw
1 Ds: Sesak napas, bernapas terasa berat dan Trauma dada(tumbul atau Gangguan Pe
susah untuk melakukan pernapasan. tajam) Gas
24
Do: pasien tampak pucat, CRT >2 detik,
produksi urin 50ml/jam, tampak ada sianosis.
TD 100/50 mmHg, nadi 110nadi: 38,90C,
RR : 40 x/menit, nadi lemah dan dalam
3 Ds: Sesak napas, bernapas terasa berat dan Trauma dada(tumbul atau Gangguan mo
susah untuk melakukan pernapasan. tajam) fisik
Bedrest Total
25
No Prioritas malasah
1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Trauma Thoraks
2 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Rencana intervensi
26
2021 Gas harapkan: 2. bunyi nafas 2. Monitor posisi alat
08.30 tambahan 3. Monitor efekt
3. SPO2 oksigen(mis.oksimetri
1.klien memiliki 4. Pola nafas
pertukaran gas yang darah),jika perlu
5. PO2
optimal 4. Pertahankan kepate
2. SpO2 meningkat 5. Atur posisi untuk
3.Retraksi dinding sesak(Mis. semi fowle
dada normal 6.Tinggikan anggota
4. terdengar suara derajat atau lebih d
sonor jantung
3.Berikan asupan c
kebutuhan
5.Kolaborasi pember
27
jika perlu
1. Manajemen Syok
2. 1.Monitor status ka
(frekuensi dan
nadi,frekuensi nafas,T
3. 2.Monitor status
(oksimetri nadi,AGD)
4. 3.Monitor status cai
dan keluaran,turgor ku
5. 4.Monitor tingkat k
respon pupil
5.kolaborasi pemberia
kristaloid 1-2L pada d
Rabu Gangguan Dalam waktu 3 x 24 Mobilitas Fisik Pencegahan luka tekan
3 mei mobilitas jam setelah diberikan
tindakan di harapkan: 1.pergerakan 1.periksa luka tekan d
2021
fisik ekstremitas menggunakan skala(m
11.00 1.pasien tidak
mengalami decubitus 2.Rentang noton,skala braden)
3.GCS normal gerak(ROM)
2.monitor suhu kulit y
3.Kekuatan otot
3.keringkan daerah ku
4.gerakan terbatas lembab akibat keringa
5.kelemahan fisik luka,inkontensia fekal
6.jelaskan tanda-tanda
kulit
28
Dukungan Mobilisasi
1. Jelaskan tujuan
prosedur mobi
2. Identifikasi ad
atau keluhan fi
3. Identifikasi tol
melakukan per
4. Fasilitasi aktiv
mobilisasi den
bantu(misalnya
tempat tidur)
5. Libatkan kelua
membantu pas
meningkatkan
edukasi
6. Anjurkan mela
mobilisasi diri
7. Ajarkan mobil
sederhana yang
lakukan(mis.du
tempat tidur,di
tidur,pindah da
tidur kekursi)
DAFTAR PUSTAKA
29
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:
2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; 2007. p. 56
LAMPIRAN
30
31
32
33