Anda di halaman 1dari 40

TUGAS PBL

ABORTUS SPONTAN

Disusun oleh :

Aisyah Rachmawati 17700071

KELOMPOK 15

PEMBIMBING TUTOR : dr. Sianny Suryawati , Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
anugerah yang diberikan-Nya, kami bisa menyelesaikan laporan skenario 1 ini dengan
tepat waktu. Kami berharap agar laporan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya dan
dapat membantu memajukan setiap Mahasiswa/i Kedokteran dalam berpikir dan
memecahkan masalah-masalah Kedokteran yang ada saat ini.

Atas tersusunnya laporan ini kami tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih
kepada:

1) dr. Sianny Suryawati Sp.Rad selaku dosen Pembimbing SGD 7 Universitas


Wijaya Kusuma Surabaya

2) Teman-teman kami yang telah menyumbangkan do’a dan pikirannya untuk


menyusun laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini. Kami berharap
laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Atas perhatiannya, kami
ucapkan terimakasih dan apabila ada salah penulisan kata dalam laporan ini kami mohon
maaf.

Surabaya, 19 September 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ 1


KATA PENGANTAR .............................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
BAB I SKENARIO............................................................................. 4
BAB II KATA KUNCI ....................................................................... 5
BAB III PROBLEM ............................................................................. 6
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................... 7
BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS) ......... 12
BAB VI ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ............... 18
BAB VII HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)...................................... 23
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS ................................................. 24
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH ..................... 26
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI ...................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 30
BAB I
SKENARIO

Ny Cantik 28 th dating dan dikirim dari bidan dengan keterangan perdarahan dari
kemaluan sejak 2 jam sebelumnya.Pasien mengaku hamil 2 bulan.Pasien pergi ke bidan
untuk mencari pertolongan, namun bidannya menyarankan untuk segera pergi kerumah
sakit.
BAB II
KATA KUNCI

1. Perempuan hamil 2 bulan


2. Perdarahan 2 jam yang lalu
BAB III
PROBLEM

1. Apa penyebab perdarahan pd Ny. Cantik 28 tahun?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri dan perdarahan tersebut ?

3. Penyakit-penyakit atau kelainan-kelainan apa saja yang dapat perdarahan pada ny.
Cantik ?

4. Bagaimana cara menegakan diagnosa pasti dari perdarahan pada ny. Cantik ?

5. Bagaimana penatalaksanaan dari perdarahan tersebut ?

6. Kapan Ny . Cantik membutuhkan rujukan?

7. Bagaimana cara mencegah perdarahan pada ny. Cantik 28 tahun tersebut ?


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Batasan

Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar


kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau kehamilan kurang dari 28
minggu (Chandranita, 2010). Abortus ialah berakhirnya suatu kehamilan yang
diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu pada atau sebelum kehamilan atau keluarnya hasil
konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000gr
atau umur kehamiln kurang dari 28 minggu (Manuamba 2010).

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan dengan berat badan dibawah 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20
minggu (Nanny, 2011). Peneliti mengambil kesimpulan bahwa abortus merupakan
pengeluaran hasil konsepsi dengan umur kehamilan kurang dari 28 minggu sebelum janin
dapat bertahan hidup.

Macam-macam abortus

Berdasarkan kejadiannya abortus dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Abortus spontan terjadi secara alamiah tanpa interfensi luar (buatan) untuk
mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran kliniknya abortus dapat
dibagi menjadi (Prawirohardjo, 2010):

a) Abortus completus (keguguran lengkap) adalah pengeluaran semua hasil


konsepsi dengan umur kehamilan > 20 minggu kehamilan lengkap.

b) Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan


lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa                         
pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pengeluaran sebagian atau                         
seluruhnya.

c) Abortus incomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak semua hasil            
konsepsi pada umur >20 minggu kehamilan lengkap.

d) Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada umur < 20 minggu


kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi             serviks dan
tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Hasil kehamilan yang belum             viabel berada
dalam bahaya tetapi kehamilannya terus berlanjut.
e) Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian embrio atau janin
berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan             dalam
rahim selama ≥ 8 minggu.

f) Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil kehamilan secara            
spontan yang belum viabel secara berturut- turut.

g) Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi genetalia interna


sedangkan abortus sepsis adalah abortus terinfeksi dengan penyebaran             bakteri
melalui sirkulasi ibu.

2. Abortus Provocatus

Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang disengaja dilakkukan untuk


menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram, abortus
ini dibagi lagi menjadi sebagai berikut (Manuaba, 2010):

a) Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu
hamil jika diteruskan kehamilannya akan lebih membahayakan jiwa sehingga terpaksa
dilakukan abortus buatan. Tindakan itu harus disetujui oleh paling sedikit tiga orang
dokter.

b) Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak
diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian besar
dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga menimbulkan komplikasi.

4.2 Anatomi

Fertilisasi merupakan proses fusi membran spermatozoa dan oosit. Pada

proses ini antigen membran spermatozoa masuk ke dalam oosit menyatu

membentuk membran zygot, hasil pembuahan itu membawa dan mengekspresikan

HLA (Human Leukocyte Antigen) suami di permukaan zygot dan bersifat sebagai
antigen asing bagi ibunya. Antigen permukaan sel fetus yang lainnya merupakan

antigen organ spesifik dan antigen embrional (oncoferal). Sistem imun wanita

hamil dapat berespon terhadap antigen-antigen tersebut, misalnya dapat berespon

menolak hasil kehamilan. Penelitian membuktikan bahwa sel efektor kekebalan

berperan menyebabkan abortus spontan. Misalnya sel sistem imun non spesifik

ibu seperti sel natural killer (NK), sel lymphpkone avtivated killer (LAK), dan

makrofag dapat mengenal jaringan emrbrio primitif dan sel tumor lainnya sebagai

antigen asing (Alecsandru & Velasco, 2015).

Sebagian serum wanita dengan riwayat abortus, tidak mengandung faktor

serum pemblok reaksi limfosit istri terhadap plasenta dan terhadap antigen

leukosit suami. Wanita tersebut bila diimunisasi dengan limfosit suaminya akan

merangsang pembentukan blocking antibody yang berfungsi mencegah abortus.

Hasil patologi anatomi jaringan abortus spontan kehamilan trimester pertama

sering menunjukkan gambaran infiltrasi limfosit ke villi dan desidua, gambaran

tersebut serupa dengan reaksi penolakan graft baik karena mekanisme sel efektor

spesifik maupun non spesifik. Setiap tahap kelanjutan pertumbuhan dan

perkembangan fetus tergantung pada daya reaksi sel efektor ibu menolak graft

(fetus) yang dianggap asing oleh sistem imun ibu (Adhi, 2014).

Kelangsungan kehamilan dapat berlangsung apabila sistem imun ibu tidak

mengidentifikasi dan mendeteksi fetus sebagai benda asing, tidak terjadi

akumulasi sel efektor di tempat implantasi, mekanisme sel efektor ibu gagal

menghancurkan fetus, terciptanya suatu lingkungan yang melindungi dan aktif

menekan sel efektor kekebalan spesifik maupun non-spesifik ibu oleh sel ibu
sendiri maupun oleh sel fetus atau akibat interaksi keduanya, atau terjadi

peningkatan kadar estrogen dan progesteron pada kehamilan yang merupakan

salah satu faktor penekan sel efektor ibu dalam sistem imun spesifik dan non-

spesifik (Alecsandru & Velasco, 2015).

Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik

yang bersifat bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak seperi

reaksi penolakan ditemui misalnya pada transplantasi. Dihasilkan zat antibodi

yang bersifat sitotoksik dan merusak target antigenik. Efek penguat (enhancing

effect) bekerja dengan cara memberi respons humoral yang dapat mengimbangi

reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada target antigenik. Reaksi

fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada reaksi merusak. Terjadinya

toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis, antara lain

hipotesis mengenai ekspresi HLA-G di sel–sel trofoblas.Sel–sel sinsitiotrofoblas

tersebut mengekspresikan salah satu HLA nonklasik, yaitu HLA-G. HLA-G

berinteraksi dengan Killing Inhibitory Receptor (KIR) dan akan menekan aktivitas

sitotoksisitas dari sel NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal

((Alecsandru & Velasco, 2015)).

Sitokin berkaitan dalam regulasi dari fungsi endometrium, sebab sitokin di

ekspresikan dalam endometrium manusia. Sepanjang siklus menstruasi, sel

endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses yang komplek. Dari

apa yang diketahui tentang sel T Helper dimana pada penelitian dengan model

tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan

sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih dominan dalam


preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam desidua awal

kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang atau kehamilan anembrionik

terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Agius, et al., 2012).

Gambar Sistem Imun dalam Kehamilan (Adhi, 2014)

Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan

oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-

12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4,IL-5,IL-6,IL-9,IL-10, dan

IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF

dan GM-CSF. Pada penelitian-penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa

dominasi sitokin-sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi

dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai

sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah sitokin-sitokin yang


dihasilkan oleh Th2. Meski demikian, ternyata sitokin-sitokin tersebut tidak hanya

dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel-sel trofoblas (Hyde, et al.,

2014).

Gambar Keseimbangan Th-1 dan Th-2 (Widiyanti, 2014)

Limfosit T dalam desidua dapat memproduksi sitokin tipe 1 dan tipe 2.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tipe 1 memiliki pengaruh

buruk bagi kehamilan, di dalam desidua mereka memicu keguguran dengan

menghambat invasi trofoblas, TNF-α menstimulasi apoptosis dari sel trofoblas

dan IFN-γ (Interferon γ) semakin meningkatkan fungsi mediasi TNF-α dalam

membunuh sel trofoblas. IFN-γ di sekresi oleh sel-sel uNK yang menyebabkan

sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang merangsang

sel NK di desidua. Sitokin ini juga mencegah terjadinya perkembangan berlebih

dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi

TNF-α dan IFN-γ juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dengan cara
mengaktivasi protrombinase yang akhirnya mendegenerasi trombin. Aktivasi

trombin memicu pembekuan dan produksi IL-8 yang menstimulasi granulosit dan

sel endotelial untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin

atau kemokin, sel uNK juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1

menghambat proliferasi dan kelangsungan hidup serta mempengaruhi lingkungan

dengan penurunan TNF-α, IL-2, dan IFN-γ yang diproduksi oleh sel T yang

teraktivasi (Morelli, et al., 2012).

Sitokin tipe 2 secara umum menstimulasi perkembangan berlebih dan invasi

trofoblas. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam

desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih predominan.

Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkan dengan tipe 1 dapat

ditekan dengan adanya kehamilan yang mengalami abortus (Raghupathy, 2013).

Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh

plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah

progesteron, dimana pada beberapa penelitian menunjukkan progesteron terbukti

akan memicu produksi LIF (Leukemia Inbibitory Factor) pada endometrium, dan

juga akan memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2

akan bergerak ke arah dominasi Th2. Selain progesteron tampaknya hormon

pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam memodulasi sistem imun,

meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta

akan menghasilkan placental Growth Hormone (pGH) yang memiiiki perbedaan

13 asam amino dibandingkan dengan Growth Hormone (GH) yang dihasilkan

oleh hipofisis. pGH akan menggantikan GH dalam sirkulasi maternal pada


trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal

(Widiyanti, 2014) .

2.1 Peranan TNF-α dan IL-10 dalam Abortus Inkomplit

Imunitas memainkan peran penting pada saat implantasi. Banyak penelitian

pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa beberapa tingkat inflamasi sistemik

dan uterus diperlukan baik untuk implantasi normal dan kehamilan. Namun, jika

tingkat inflamasi menjadi terlalu berlebihan mungkin dapat menyebabkan

komplikasi kehamilan seperti resorpsi janin/abortus. Regulator utama dari tingkat

inflamasi yang normal pada sistem fetomaternal terlihat sebagai uterine CD16

and CD56 bright natural killer cells. Debris trofoblas, sel apoptosis dan

progesteron mungkin mengatur produksi sitokin inflamasi dari sel-sel ini. Abortus

embrio yang normal secara karyotipikal dapat terjadi ketika tingkat inflamasi

berada di luar kisaran optimal, ini mungkin berhubungan dengan produksi yang

tinggi Tumor Necrosis Factor (TNF)–α (All-Hilli, 2009).

TNF-α adalah sebuah polipeptida 17 kDa dikenal juga dengan berbagai nama,

yaitu cachetin, necrosin, sitotoksin makrofag atau faktor sitotoksik, diproduksi

terutama oleh makrofag, Limfosit T dan Limfosit B (Hua, 2013). Fungsi

utamanya ialah sebagai molekul proinflamasi, yang menyebabkan demam,

anoreksia, syok, kemotaksis, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, mediator

aktivitas IL-2, meningkatkan fungsi NK sel, dan aktivasi sitotoksik pada sel.

Bersama-sama dengan interferron (IFN) gama, TNF-α bersifat sitotoksin bagi

banyak jenis sel tumor. TNF-α terbukti juga merupakan modulator respon imun

kuat yang memperantarai induksi molekul adhesi, sitokin lain dan aktivasi
netrofil. Disamping berfungsi meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang

memudahkan leukosit melekat pada permukaan endotel, dan merangsang sel

fagosit mononuclear untuk mensekresi chemokine, serta mengaktivasi leukosit.

TNF yang diproduksi dalam jangka panjang dengan konsentrasi rendah dapat

mengakibatkan tissue remodeling. TNF dapat berfungsi sebagai faktor

angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai

faktor pertumbuhan fibroblas yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat.

Bila produksi TNF tetap berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan

jaringan limfoid baru dimana berkumpul limfosit B dan limfosit T (Kristiyan, et

al., 2011).

TNF-α pertama kali diidentifikasi sebagai sitokin yang disekresi oleh

makrofag endotoksin teraktivasi yang menginduksi nekrosis tumor. TNF- α

sekarang dikenal sebagai mediator sel pluripotent dan sitokin angiogenik yang

mempromosikan produksi sitokin lainnya di berbagai sel. Endometrium manusia

ditandai oleh berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel-sel imunitas, sel-sel

pembuluh darah dan sel-sel epitel, yang semuanya mengekpresikan TNF- α. Studi

menunjukkan peran lokal TNF α dalam berbagai fungsi endometrium normal.

Peningkatan ekspresi sitokin ini terbukti menyebabkan efek patofisiologi

tercermin keterlibatannya dalam kegagalan implantasi, abortus dan endometriosis

(All-Hilli, 2009). Pada manusia, TNF-α diketahui menghambat proliferasi

trofoblas, yang dipercaya secara klinis cukup penting dalam proses implantasi.
Gambar Peran TNF-α dalam Proses Imflantasi (Adhi, 2014)

Pada gambar diatas digambarkan bahwa TNF-α dihasilkan oleh sel

endometrium, dan tingginya kadar TNF-α akan menyebabkan terganggunya

proses implantasi trofoblas ke endometrium. Dan kenaikan ekspresi TNF-α

disebabkan oleh rendahnya kadar HLA-G sebagai blocking factor yang

melindungi fetus dari sistem imun maternal (Adhi, 2014).

Kadar TNF-α pada wanita yang mengalami abortus tidak meningkat pada

wanita dengan kelainan bentuk uterus dan fetus dengan kariotip normal. Hal ini

menunjukkan peningkatan konsentrasi dari sitokin ini terjadi pada abortus yang

berhubungan dengan abnormalitas kariotip. Fetus dengan kelainan kariotip

mempunyai kecenderungan untuk memacu sekresi TNF-α yang lebih banyak

daripada kehamilan normal. TNF-α memiliki sifat “sitotoksik” terhadap sel


trofoblas sehingga akan berakibat kematian sel trofoblas. Selain itu TNF-α juga

akan menekan produksi HLA-G oleh trofoblas sehingga toleransi maternal-fetal

akan terganggu dan mengakibatkan NK sel dapat membunuh sel trofoblas

(Vitoratos et al., 2011).

Gambar Respon Imun Maternal pada Abortus (Adhi, 2014)

Pada gambar 2.4 dapat digambarkan bahwa Antigen dari trofoblas akan

dikenali oleh Antigen Precenting Cell (APC), dan aktivasi APC akan menginduksi

deferensiasi Sel T menjadi TH1 dan TH2. Tingginya kadar TNF-α (Th1) akan

menstimulasi respon sitotoksik terhadap trofoblas, sehingga akan menyerang sel

trofoblas, dan berakibat ke penolakan sel trofoblas dan abortus akan terjadi.

(Adhi, 2014).

Mekanisme lain TNF-α dapat berpartisipasi dalam proses abortus adalah

bersama-sama dengan sitokin lain seperti interferon gamma (INF-γ). Mereka


memulai apoptosis dari korpus luteum yang bertanggung jawab untuk

pemeliharaan kehamilan melalui produksi progesteron yang diperlukan untuk

pembentukan lingkungan rahim yang cocok selama awal kehamilan. Penurunan

fungsi luteal (insufisiensi luteal) dapat menyebabkan tingginya insiden abortus

spontan (All-Hilli, 2009).

Menjadi sitokin Th1 tipe proinflamasi, TNF-α dapat mempengaruhi

keseimbangan Th1/Th2, sehingga berimplikasi dalam pembentukan kehamilan

yang sukses. TNF-α, tipe sitokin Th1 terutama dihasilkan oleh mononuklear

fagosit, sel natural killer (NK), dan antigen yang merangsang T-sel. TNF-α

mempromosikan kematian sel apoptosis di jaringan membran janin dan

mengaktifkan koagulasi dengan meningkatkan regulasi protrombin baru. TNF-α

adalah dikenal sebagai sitokin abortif, menyebabkan cedera sel membran pada

lapisan endometrium dan perubahan aliran darah arteri spiral desidua sehingga

menyebabkan abortus spontan (Kristyan, et al., 2011).

Wanita dengan riwayat abortus memiliki tingkat yang lebih tinggi sitokin tipe

Th1 seperti IL-2, TNF-α, dan IFN γ dibandingkan dengan wanita dengan

kehamilan normal. yang normal. Kondisi sitokin ini di sirkulasi perifer

mencerminkan serum sitokin di dalam rahim (Kristyan, et al., 2011).

Clark melaporkan bahwa TNF-α bersama-sama dengan interferon γ

menyebabkan proses trombotik dan inflamasi pada pembuluh darah uteroplasenta

ibu mengakibatkan abortus pada tikus. TNF-α yang menyebabkan abortus dapat

dicegah dengan pemberian injeksi antikuagulan antagonis spesifik TNF-α. TNF-α

pada tikus hamil menyebabkan plasenta nekrosis dan resorpsi janin dan
meningkatkan apoptosis pada sitotrofoblas sehingga menyebabkan kematian sel

(Kristyan, et al., 2011).

Interleukin 10 (IL-10) disebut juga human cytokine synthesis inhibitory

factor (CSIF) adalah tipe khusus dari sitokin pada manusia yang memainkan

peran imunologi ganda, baik stimulasi dan counterregulatory atau imunosupresif.

Peran ini tidak termasuk dari kelas Th1 dan Th2. Namun, IL-10 pada awalnya

digambarkan sebagai sitokin Th2 karena tindakan anti-inflamasi pada hewan

pengerat (Moreli, et al., 2012).

Sitokin, hormon dan molekul lainnya mungkin memainkan peran penting

dalam mengarahkan reaktivitas imun terhadap imunitas tipe 2 (Th2) dan

kemudian mempertahankan kehamilan. IL-10 merupakan salah satu sitokin

penting yang bertanggung jawab dalam peran imunitas tipe 2, Ketika IL 10

diproduksi, IL-10 dapat mengganggu presentasi antigen, menurunkan produksi

sitokin yang diproduksi oleh sel Th1, dan menghambat respon NK. Yang cukup

menarik, sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas telah terbukti secara istimewa

menghasilkan IL-10. IL-10 yang diproduksi di plasenta mungkin memainkan

peran penting dalam menghambat sitokin inflamasi yang merugikan. Hormon

yang terkait dengan kehamilan juga mungkin memainkan peran, seperti

progesteron telah terbukti mendukung perkembangan sel-sel T manusia yang

memproduksi sitokin tipe 2. Piccinini dan rekan-rekan mengatakan progesteron

mungkin bertanggung jawab dalam membalikkan keadaan imunitas Th1 menjadi

Th2 pada sistem fetomaternal (Raghupathy, 2013).


Keseimbangan respon imun maternal mengendalikan mekanisme inflamasi

tergantung pada IL-10. Peran peraturan IL-10 (sitokin pleomorfik) pada aktivitas

imunostimulan dan aktivitas imunosupresif mungkin terkait dengan regulasi dari

aktivitas Th1-Th2 dan dapat mengurangi Th1 (IL-2 dan IFN-γ). Dalam kehamilan

normal, sekresi IL-10 memberikan lingkungan pemeliharaan yang minimal pro-

inflamasi, mendukung lingkungan mikro dengan imunitas yang lebih terregulasi.

dimana berlawanan dengan kehadiran janin. IL-10 mempengaruhi aktivitas

trofoblas plasenta, memiliki efek penekanan pada sel KC, pada produksi autokrin

TNF-α dan regulasi pelindungan imunitas janin (Feliciano, et al., 2014).

IL-10 adalah sitokin kunci pada awal kehamilan karena terlibat dalam

berbagai peristiwa penting, yang meliputi pembentukan plasenta. IL-10 memiliki

efek perlindungan pada unit janin-plasenta karena menghambat sekresi sitokin

inflamasi, seperti IL-6, TNF-α, dan IFN-γ; bersama-sama dengan IL-4 dan IL-13,

IL-10 tampaknya memodulasi invasi trofoblas. Menurut Thaxton dan Sharma, IL-

10 menginduksi sel trofoblas untuk menghasilkan vascular endothelial growth

factor C (VEGF C) dan sistem aquaporin (AQP1), yang merangsang angiogenesis

plasenta (Moreli, et al.,, 2012).

IL10 dilaporkan memberikan efek anti-inflamasi terutama oleh menghambat

sinyal sintesis makrofag berupa TNFa, IL1, IL6, dan oksida nitrat dengan

menggunakan mekanisme transkripsi dan posttranscriptional melibatkan induksi

suppressor of cytokine signaling 3 sekunder dari aktivasi STAT3. Efek

penghambatan langsung dari IL10 pada sintesis IFN-γ sel NK akan ditambah

secara tidak langsung melalui supresi makrofag yang menghasilkan IL12 dan
TNFa. Dengan demikian, tampak jelas bahwa efek perlindungan dari IL10

pada tempat implantasi akan diberikan melalui efek penghambatan pada

kedua makrofag dan sel NK (Robertson, et al., 2011).

4.3 Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti


nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, villi khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil
konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khorialis
sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna
dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta. Apabila mudigah yang
mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan
bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh
sebab diserap dan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut menjadi tipis.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena
terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Prawiroharjo, 2010).

1
BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

5.1 Differential Diagnosis


Dari hasil analisa saya berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
penyakit yang berhubungan, kami memilih hipotesa awal atau Differential
Diagnosis, yaitu KET ( kehamilan ektopik terganggu ) , Mola hidatidosa,
Blighted Ovum,
1. Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di luar rahim.
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui
saluran tuba falopi yang menghubungkan indung telur dengan rahim
menuju ke rahim. Telur tersebut akan melekat pada rahim dan mulai
tumbuh menjadi janin.

A. Etiologi
Sedangkan pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi
akan menempel dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya.
Kondisi ini paling sering terjadi di daerah saluran telur hingga
persentasi terjadinya menyentuh angka 98%. Meskipun demikian,
kehamilan ektopik juga dapat terjadi di indung telur, rongga perut,
atau leher rahim.
B. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab
KET adalah:
- Riwayat dengan kehamilan KET sebelumnya
- Konsumsi obat tertntu
- Masih menggunakan Kb pada saat hamil
- Kerusakan sel telur

2
C. Manifestasi Klinis
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik akan memiliki tanda-
tanda seperti kehamilan pada umumnya, seperti terlambat haid, mual
dan muntah, mudah lelah, dan kondisi payudara yang mengeras.
Oleh karena itu, perlu pemeriksaan secara mandiri yang lebih intensif
dengan memperhatikan:
- Rasa nyeri hebat pada perut bagian bawah. Awalnya nyeri
ini dapat terasa tajam, kemudian perlahan-lahan menyebar
ke seluruh perut.
- Rasa nyeri akan bertambah hebat bila bergerak
- Perdarahan vagina. Kondisinya bisa bervariasi, dapat
berupa bercak atau pendarahan yang banyak seperti
menstruasi.
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik memiliki gejala di
atas, berarti wanita tersebut mengalami kehamilan ektopik terganggu
(KET).

Pengobatan Kehamilan Ektopik


2. Mola Hidatidosa

Mola hydatidosa atau hamil anggur adalah pembentukan ari-ari


(plasenta) yang abnormal saat kehamilan. Hamil anggur tergolong komplikasi
kehamilan yang jarang terjadi.Plasenta atau ari-ari yang terbentuk pada
penderita hamil anggur tidak normal dan terbentuk seperti sekumpulan
anggur. Sering kali janin sama sekali tidak terbentuk, hanya jaringan plasenta
yang abnormal

a. Terdapat beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seorang


wanita mengalami hamil anggur (mola hydatidosa), di antaranya:

Berusia lebih dari 35 tahun saat hamil

3
Risiko hamil anggur cenderung lebih tinggi pada wanita yang hamil di atas usia
35 tahun, dibanding mereka yang hamil di bawah 30 tahun.

Pernah mengalami hamil anggur

Seseorang yang pernah mengalami hamil anggur sebelumnya juga berisiko


mengalami hamil anggur pada kehamilan berikutnya.

Pernah mengalami keguguran

Seorang wanita yang pernah keguguran lebih berisiko mengalami hamil anggur
dibanding mereka yang tidak.tiologi

C. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda hamil anggur awalnya sama dengan kehamilan normal. Namun


seiring pertambahan usia kehamilan, hamil anggur (mola hydatidosa) bisa
ditandai dengan gejala khusus, seperti:

- Perdarahan pada trimester pertama. Terkadang perdarahan


ini bisa mirip dengan perdarahan implantasi.
- Mual dan muntah yang sangat parah.
- Perut terlihat membesar melebihi usia kehamilan.
- Keluarnya cairan berwana kecoklatan atau gumpalan-
gumpalan seperti anggur dari dalam vagina.
- Nyeri panggul.

3. Blighted Ovum

Blighted ovum atau hamil kosong adalah kehamilan yang tidak


mengandung embrio. Dalam dunia medis, blighted ovum juga dikenal dengan
istilah anembryonic gestation. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya keguguran pada trimester pertama kehamilan.

4
A. Etiologi

Penyebab pasti Penyebab blighted ovum belum dapat diketahui secara


pasti. Namun, umumnya kondisi ini terjadi akibat adanya kelainan kromosom
pada sel telur. Akibatnya, proses pembelahan sel menjadi tidak sempurna.Pada
kondisi ini, pembuahan tidak menghasilkan embrio dan berhenti berkembang.
Selanjutnya tubuh akan menghentikan proses kehamilan. Saat mengalami
blighted ovum, maka kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya blighted ovum,
yaitu:

Kualitas sel telur

Kualitas sperma

Genetik, terutama jika suami dan istri memiliki hubungan kekerabatan yang dekat

B. Faktor Risiko

Saat sedang hamil, Anda dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan


secara rutin. Berikut ini adalah jadwal pemeriksaan yang disarankan:

Trimester pertama (minggu ke-4 hingga ke-28): 1 bulan sekali

Trimester kedua (minggu ke-28 hingga ke-36): 2 minggu sekali

Trimester ketiga (minggu ke-36 hingga ke-40): 1 minggu sekali

Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala-gejala seperti yang disebutkan
di atas. Perdarahan pada trimester pertama tidak selalu menandakan terjadinya

5
keguguran. Oleh sebab itu, pemeriksaan perlu dilakukan guna menentukan
penyebab dan penanganan yang tepat.

Pemeriksaan juga perlu dilakukan jika Anda pernah mengalami hamil kosong
pada kehamilan sebelumnya dan ingin merencanakan kehamilan. Hal ini perlu
dilakukan untuk mencegah berulangnya kondisi yang sama.

C. Manifestasi Klinis

Pada kondisi kehamilan normal, sel telur yang telah dibuahi oleh sel
sperma akan mengalami pembelahan sel. Sekitar 10 hari kemudian,
sebagian dari sel-sel tersebut akan membentuk embrio dan
berimplantasi ke dinding rahim, sementara sebagian sel lainnya akan
membentuk plasenta dan kantong kehamilan

Blighted ovum terjadi ketika pembentukan embrio ini gagal terjadi


atau ketika embrio berhenti berkembang. Kondisi ini bisa tidak
menimbulkan gejala apa pun. Pada beberapa kasus, blighted ovum bisa
ditandai dengan munculnya gejala keguguran.

Ibu hamil yang mengalami blighted ovum awalnya akan merasakan


bahwa dirinya sedang mengalami kehamilan normal. Beberapa gejala
dan tanda kehamilan normal yang juga bisa muncul saat mengalami
hamil kosong, di antaranya:

Terlambat haid

Hasil tes kehamilan positif

Mual

Muntah

Payudara terasa keras dan nyeri

6
Setelah jangka waktu tertentu, pasien akan mulai merasakan gejala-
gejala keguguran, seperti:

Flek atau perdarahan dari vagina

Kram dan nyeri perut

Volume darah yang keluar dari vagina semakin banyak

Terkadang, tes kehamilan masih memberikan hasil yang positif dalam


kondisi ini karena kadar hormon hCG (human chorionic gonadotropin)
masih tinggi. Hormon hCG adalah hormon yang meningkat saat awal
kehamilan. Hormon ini dihasilkan oleh plasenta dan bisa tetap ada atau
meningkat kadarnya pada awal kehamilan walaupun embrio tidak
berkembang.

Gejala keguguran akibat blighted ovum biasanya muncul pada tiga


bulan pertama kehamilan (trimester pertama) atau antara minggu ke-8
dan ke-13 kehamilan. Pada banyak kasus, kondisi ini terjadi pada masa
awal kehamilan, Akibatnya, keguguran dapat terjadi sebelum penderita
menyadari bahwa dirinya sedang hamil.

7
BAB VI

ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Identitas
Nama : Nn. Rani
Umur : 20 tahun
Alamat : Dukuh Kupang, Surabaya
Pekerjaan : Mahasiswi
Pendidikan : Mahasiswi

6.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :Bercak merah bersisik di kedua siku dan lutut
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Bercak merah bersisik di kedua siku dan lutut sejak 2 bulan yang lalu
- Ukuran bercak merah bersisik mula – mula berukuran 0,5 cm
- Bercak merah bersisik membesar hingga berukuran sebesar 2 cm
- Bercak merah jika di garuk timbul sisik berwarna putih seperti lilin
- Ada rasa sedikit gatal
- Tidak ada nyeri
- Tidak ada panas di bercak merah
- Tidak ada demam
3. Riwayat Pengobatan : -
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Sebelumnya belum pernah seperti ini
- Alergi (-)
- Trauma pada lokasi bercak merah bersisik (-)
- Diabetes mellitus (-)

8
- Hipertensi (-)
- 6 bulan yang lalu sakit tenggorokan
5. Riwayat Keluarga :
- Keluarga ada yang sakit seperti ini

6. Riwayat Penyakit sosial :


- Stres karena tugas kuliah
- Merokok (-)
- Alkohol (-)

6.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital sign
a. Tensi : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. RR : 24x/menit
d. Suhu : 36 C

 Kepala :
 Kesan umum : DBN
o Inspeksi = Simetris, benjolan (-), jejas (-)
o Palpasi = Nyeri (-)
Lain-lain DBN
a. Rambut :
o Inspeksi = Warna rambut hitam, botak (-)
o Palpasi : Rambut tidak mudah di cabut
Lain-lain DBN
b. Mata :
o Inspeksi = Ikterus (-), Mata merah (-)
o Palpasi: Anemi (-)
Lain-lain DBN

9
c. Hidung :
o Inspeksi = Nafas cuping hidung (-), dispnea (-)
o Palpasi = Krepitasi (-)
Lain-lain DBN
d. Mulut :
o Inspeksi = Sianosis (-)
o Palpasi = Nyeri ketok gigi (-)
Lain-lain DBN
e. Telinga :
o Inspeksi = Simetris, Benjolan (-)
o Palpasi = Nyeri tekan (-)
Lain-lain DBN

 Leher :
 Kesan umum : DBN
o Inspeksi : Simetris, Benjolan (-), jejas (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran
thyroid (-)
Lain-lain DBN

 Thorax :
 Kesan Umum : Bentuk simetris
o Inspeksi : Simetris, Pembesaran (-), jejas (-)
o Palpasi : Pembesaran (-), nyeri (-)
Lain-lain DBN

a. Paru-paru: Inspeksi : Gerak nafas simetris


Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, rornchi
-/-

10
b. Jantung :Inspeksi : Trill(-), benjolan (-), jejas (-)
Palpasi : Trill(-)
Perkusi : Batas jantung DBN
Auskultasi : Suara S1, S2 tunggal normal, murmur (-)

 Abdomen:
 Kesan umum : DBN
o Inspeksi : Benjolan (-),jejas (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Bising usus normal
Lain-lain DBN
a. Hepar :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)
Lain-lain DBN
b. Lien :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)
Lain-lain DBN
c. Ginjal :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)

11
Lain-lain DBN

8. Ekstremitas atas bawah


 Kesan umum : DBN
 Inspeksi :
- Perfusi Hangat, Edema (-)
- Kuku Jari : Tampak Pitting Nails
- Bercak merah (+)
- Kulit bersisik (+)

6.4 Pemeriksaan Penunjang :


o Pemeriksaan histopatologik
o Kerokan KOH
6.5

12
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dengan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


yang kami dapat, kami mengeluarkan hipotesis akhir bahwa penyakit Rani adalah
Psoriasis Vulgaris.

13
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
Identitas Anamnesa
Nama : Nn. Rani Keluhan Utama :Bercak merah bersisik di
Umur : 20 tahun kedua siku dan lutut
Alamat : Dukuh Kupang, Riwayat Penyakit Sekarang :
Sby - Bercak merah bersisik di
kedua siku dan lutut sejak 2
Pekerjaan : Mahasiswi
bulan yang lalu
Pendidikan : Mahasiswi - Ukuran bercak merah bersisik
mula – mula berukuran 0,5 cm
Pemeriksaan Fisik - Bercak merah bersisik
KU : Baik membesar hingga berukuran
Kesadaran : Compos Mentis sebesar 2 cm
 Keadaan umum : Baik - Bercak merah jika di garuk
 Kesadaran : Compos Mentis timbul sisik berwarna putih
 Vital sign seperti lilin
a. Tensi : 120/80 mmHg - Ada rasa sedikit gatal
b. Nadi : 80x/menit - Tidak ada nyeri
c. RR : 24x/menit - Tidak ada panas di bercak
d. Suhu : 36 C merah
 Kepala : - Tidak ada demam
o Kesan umum : DBN
o Inspeksi = Simetris, benjolan (-), jejas (-) Riwayat Penyakit Dahulu :
- Sebelumnya belum pernah
o Palpasi = Nyeri (-)
seperti ini
Lain-lain DBN
- Alergi (-)
 Rambut : - Trauma pada lokasi bercak
o Inspeksi = Warna rambut hitam, botak (-) merah bersisik (-)
o Palpasi : Rambut tidak mudah di cabut - Diabetes mellitus (-)
Lain-lain DBN - Hipertensi (-)
 Mata : - 6 bulan yang lalu sakit
o Inspeksi = Ikterus (-), Mata merah (-) tenggorokan
o Palpasi: Anemi (-)
Lain-lain DBN Riwayat Keluarga :
 Hidung :
o Inspeksi = Nafas cuping hidung (-), dispnea (-) - Keluarga ada yang sakit
o Palpasi = Krepitasi (-)
Riwayat Penyakit sosial :
Lain-lain DBN
 Mulut : - Stres karena tugas kuliah
o Inspeksi = Sianosis (-) - Merokok (-)
o Palpasi = Nyeri ketok gigi (-) - Alkohol (-)
Lain-lain DBN
o Telinga :
o Inspeksi = Simetris, Benjolan (-)
o Palpasi = Nyeri tekan (-)
Lain-lain DBN
o Leher :
o Kesan umum : DBN
o Inspeksi : Simetris, Benjolan (-), jejas (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-),
pembesaran thyroid (-)
Lain-lain DBN 14
o Thorax :
o Kesan Umum : Bentuk simetris
Vital Sign o Inspeksi : Simetris, Pembesaran (-), jejas
TD : 120/80 mmHg (-)
Nadi : 80x/menit o Palpasi : Pembesaran (-), nyeri (-)
RR : 24x/menit Lain-lain DBN
Suhu : 36 ᴼC  Paru-paru:
o Inspeksi : Gerak nafas simetris
o Palpasi : Fremitus raba normal
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler,
wheezing -/-, rornchi
Deferrential Diagnosis  Jantung :
1. Psoriasis Vulgaris o Inspeksi : Trill(-), benjolan (-),
2. Liken Simpleks Chronic jejas (-)
(Neurodermatitis) o Palpasi : Trill(-)
3. Dermatitis seboroik o Perkusi : Batas jantung DBN
o Auskultasi : Suara S1, S2 tunggal
normal, murmur (-)
 Abdomen:
o Kesan umum : DBN
o Inspeksi : Benjolan (-),jejas (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
Diagnosis : Psoriasis Vulgaris
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Bising usus normal
Lain-lain DBN
o Hepar :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)
Lain-lain DBN
o Lien :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)
Lain-lain DBN
o Ginjal :
o Inspeksi : Pembesaran (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : (-)
Lain-lain DBN
 Ekstremitas:
o Kesan umum : DBN
o Inspeksi :
- Perfusi Hangat, Edema (-)
- Kuku Jari : Tampak Pitting Nails
15
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan
Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari
lokasi lesi, luasnya lesi, dan beratnya penyakit, lamanya menderita
penyakit dan usia penderita. Pada pengobatan awal sebaiknya diberikan
obat topikal, tetapi bila hasilnya tidak memuaskan dapat dipertimbangkan
pengobatan sistemik, atau diberikan kombinasi dari keduanya. Terapi
dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan untuk
penderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau mengenai kurang dari
20% luas permukaan tubuh.

9.1.1 Farmakologis
a. Pengobatan sistemik
Dengan pemberian kortikosteroid yakni metilpredinolon
tablet 8 mg setiap 12 jam dan anti histamine berupa
cetririzine tablet 10 mg tiga kali sehari (bila gatal).
b. Pengobatan topikal
Benosonkrim10 gr dioleskan pada lesi tiga kali sehari.
c. Fototerapi

Pada fototerapi menggunakan  Narrowband  UVB (NB-


UVB; 310-331nm), pengaturan dosis bisa berdasarkan tipe
kulit dari Fitzpatrick atau minimal erythema dose (MED).
Setelah menentukan MED, terapi inisial diberikan pada
kondisi 50% MED diikuti dengan 3-5 kali terapi setiap
minggu. Pada terapi ke 1-20, dosis dinaikkan dari inisial
MED, kemudian pada terapi ≥21, kenaikan diberikan
berdasarkan permintaan dokter. Sedangkan untuk terapi
pemeliharaan setelah pembersihan >95%, cukup dilakukan
1 kali per minggu selama 4 minggu. Kemudian dosis

16
dipertahankan sebanyak 1 kali per 2 minggu selama 2
minggu, lalu dikurangi sampai 25% 1 kali per 4 minggu.
Pada terapi menggunakan broadband UV B, pemberian
dosis juga dilakukan berdasarkan tipe kulit Fitzpatrick,
dimana terapi inisial dilakukan pada keadaan 50% dari
MED diikuti dengan 3-5 terapi per minggu, kemudian pada
terapi ke 1-10 kenaikan dosis 25% dari dosis MED inisial,
dan pada terapi 11-20 kenaikan dosis 10% dari MED inisial,
lalu pada terapi ≥21 kenaikan diberikan berdasarkan
permintaan dokter.
Fototerapi juga dapat diberikan menggunakan psoralen dan
UV A (PUVA) dengan dosis berdasarkan minimal
phototoxic dose (MPD), namun jika MPD sulit dilakukan
maka dosis diberikan berdasarkan tipe kulit. Dosis inisial
diberikan 0.5-2.0 J/cm2 dilakukan 2 kali per minggu dengan
kenaikan 40% tiap minggu hingga eritema, selanjutnya
kenaikan maksimum 20% per minggu dengan dosis
maksimal 15J/ cm2.

9.1.2 Non Farmakologis


- Pasien diberikan edukasi tentang penyakitnya dan cara
perawatan kulit yang luka seperti menghindari menyentuh
atau menggaruk lesi yang dapat menimbulkan infeksi
sekunder.
- Sering memperhatikan kebersihan badan.
- Menghindari stres

9.2 Psoriasis Area and Severity Index (PASI)


Skor PASI adalah pengukuran secara klinis dengan perhitungan luas daerah
yang terkena dan derajat keparahan dari eritema, ketebalan infiltrat dan
skuama. PASI dihitung dengan rumus :

17
{0,1(Eh+Ih+Sh)Ah} + {0,2(Eul+Iul+Sul)Aul} + {0,3(Et+It+St)At} +
{0,4(Ell+Ill+Sll)All}.

Keterangan:
A (area) = luas permukaan tubuh dalam 4 bagian yang terkena yaitu: kepala
dan leher (h = head), badan (t = trunk), ekstremitas atas (ul = upper limb),
ekstremitas bawah (ll = lower limb); E = eritema; I = infiltrat; S = skuama.

Tabel Penilaian presentase luas permukaan tubuh (A) yang terkena

<10 % 1
10- 29 % 2
30- 49 % 3
50- 69 % 4
70- 89 % 5
90- 100 % 6

Tabel Penilaian derajat keparahan (E, I, S)

Tidak ada gejala 0


Ringan 1
Sedang 2
Berat 3
Sangat berat 4

18
BAB X
PROGNOSIS & KOMPLIKASI

10.1 Komplikasi
Komplikasi psoriasis adalah psoriasis pustular, psoriasis eritrodermi,
psoriasis arthritis

10.2 Peran Pasien untuk Penyembuhan


1. Memberitahukan kepada pasien untuk melakukan pengobatan secara
teratur sesuai anjuran dokter. 
2. Memberitahukan kepada pasien untuk selalu melakukan kontrol secara
rutin ke dokter. 
3. Memberitahukan kepada pasien tentang penyakit Psoriasis vulgaris dan
prosedur pengobatannya.

10.3 Prognosis
Prognosis penyakit Psoriasis ini cukup baik, karena tidak menimbulkan kematian.
Namun penyakit psoriasis tidak dapat sembuh sama sekali dan penyakit ini dapat
kambuh sewaktu- waktu sepanjang hidup.

10.4 Pencegahan Penyakit


Langkah terbaik untuk mencegah Psoriasis adalah dengan menjaga
kebersihan tubuh, menghindari terlalu stres, membatasi makan makanan
pemicu peradangan seperti daging merah dan produk susu, dan
menghindari minum minuman alkohol untuk hidup yang lebih sehat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hajar, Sitti. 2015. Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 15( 3) :176-177

Aprilliana, Kurnia Fitri dan Hanna Mutiara. 2017. Psoriasis Vulgaris Pada Laki-
Laki 46 Tahun. 4(1): 160-163

Ariyanti, Pramita dan Sunarso Suyoso. 2014. Pemahaman Klinis Linken Simplek
Kronikus. 26(2): 122-123

20

Anda mungkin juga menyukai